Bukan Sang Pewaris

By luisanazaffya

48.2K 7K 339

Leon tak perlu mengerahkan kekuatannya untuk menarik tubuh Aleta ke pangkuannya. Selain karena tubuh gadis it... More

1. Bukan Sang Pewaris
2. Calon Tunangan
3. Pertunangan Tak Terduga
4. Gadis Cacat
5. Cinta Yang Tersembunyi
6. Malam Pertama
8 Cinta Anna
11. Kekuarga Ezardy
12. Saudara Sepupu?
14. Kau Tidur Dengannya?
15. Dansa Bersama
16. Paman dan Keponakan
17. Masa Lalu Kisah Cinta Segitiga
18. Kecemburuan Yang Berapi-Api
19. Kelicikan Berlian
20. Dalang Di Balik Kecelakaan
Ebook Bukan Sang Pewaris
21 Ketegangan Di Meja Makan
22. Pelampiasan Emosi
23. Ancaman Bastian
24. Keputus Asaan Bastian
25. Antara Leon Dan Bastian
26. Kebimbangan Aleta
27. Ke Mana Pun Akan Pergi
29
30. Di Ujung Tanduk
31. Kembali
32. Anak Leon
33.
34. Tak Berkutik
35. Makan Malam Kejutan
36. Surat Kesepakatan Perceraian
37. Merelakan
38 Berlian Mamora
39. Amarah Leon
40. Perubahan Leon
41. Menghapus Kenangan Masa Lalu
42. Menunggu Sedikit Lebih Lama
43. Pernikahan Bastian
44. Baby Lucien
45. Leon Atau Bastian?
46. Jamuan Makan Malam
47. Adik Kakak
48. Kecemburuan Leon
49. Tidak Baik-Baik Saja

28. Kehidupan Baru Dimulai

969 147 11
By luisanazaffya

Part 28 Kehidupan Baru Dimulai

Kedua tangan Leon terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Berada di atas lengan sofa, di antara anggota keluarga besar yang diselimuti kecemasan bercampur kemarahan. Suara-suara kepanikan dan amarah saling bersahut-sahutan. Tapi tak ada satu pun yang masuk ke telinganya.

Emosi yang bergemuruh di dadanya hanya terfokus pada satu hal. Beraninya gadis cacat itu mengelabuinya seperti ini!

Semua tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing dengan penuh kekecewaan. Berapa kali pun Jacob dan Maida Thobias mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya akan acara yang terpaksa harus dibatalkan karena sang pengantin pria tak kunjung muncul. Bahkan setelah satu jam acara seharusnya sudah dimulai.

Semua orang bertanya-tanya ke mana dan apa yang terjadi dengan Bastian yang tiba-tiba menghilang. Hingga Leon pun menyadari sang istri yang juga tak terlihat sejak ia kembali ke kediaman Mamora.

Tas Aleta tertinggal di joknya, juga kursi roda gadis itu yang ada ditinggalkan di halaman rumah Mamora. CCTV keluarga Mamora hanya menunjukkan gadis itu mendekati mobil putih yang sudah terparkir sekitar setengah jam sebelum ia datang, tanpa ada seorang pun yang turun. Dan langsung meninggalkan kediaman Mamora hanya dalam beberapa detik.

Rencana pelarian sudah tersusun sejak awal. Yang tentu saja berada di luar perkiraannya. Selama sebulan lebih menikah, Aleta jelas tak menunjukkan tanda pembangkangan yang berarti meski akhirnya ia berhasil membuat gadis itu tak berkutik. Dan ini adalah keputusan paling berani yang dilakukan Aleta. Sekaligus paling tolol.

“Kau pikir hanya anakmu yang berarti?” Suara Monica memecah lamunan Leon. Menatap sang tante yang berurai air mata, berhadapan dengan Maida yang dipenuhi kegeraman.

“Memangnya bisa ke mana putrimu itu pergi dengan kedua kakinya yang tak bisa berjalan, Monica? Kalaupun diculik, kau jelas bukan orang penting sehingga ada orang tolol yang akan menculik putrimu untuk sebuah tebusan.”

“Kau bilang apa?”

“Kau tahu pernikahan Bastian dan Berlian memiliki rencana yang sangat besar. Ini bukan hanya sebuah pernikahan. Tapi ini adalah bersatunya dua perusahaan besar. Sudah jelas banyak orang yang akan …”

“Mereka kabur bersama.” Suara Leon yang datar dan penuh ketenangan memecah pertikaian tersebut. Menciptakan keheningan yang membentang di seluruh ruangan dan semua mata tertuju pada pria itu.

“Apa?” Pekikan Maida yang paling kencang,

Wajah Leon terangkat, menatap kedua tantenya bergantian sebelum melanjutkan. “Sebelum kecelakaan, mereka adalah sepasang kekasih.”

Pekik terkejut saling bersahutan. Semakin keras ketika Leon menambahkan penjelasannya. “Bastian meninggalkan semua ini karena masih mencintai Aleta dan … “ Pandangan Leon berhenti pada Monica. “Karena Bastianlah, Aleta mengorbankan kakinya.”

*** 

Hari sudah gelap ketika mobil putih Bastian yang sudah ditukar dengan warna hitam tersebut berhenti di halaman kecil sebuah rumah sederhana. Bastian mematikan mesin mobilnya, melepaskan sabuk pengaman dan mengulurkan tangannya ke arah wajah Aleta yang masih terlelap. 

Ujung jemarinya mengusap lembut pipi gadis itu. Senyum melengkung di ujung bibirnya, bisa dengan bebas menikmati kecantikan wajah Aleta yang tak pernah membosankan.

Kelopak mata Aleta bergerak perlahan sebelum terbuka dengan sempurna. Mengedarkan pandangan ke sekitar mobil. “Di mana kita?”

“Sudah sampai.” Bastian menurunkan tangannya. “Untuk sementara, kita akan tinggal di sini. Tidak cukup bagus, tapi ini yang terbaik yang bisa kudapatkan.”

Aleta menatap rumah di depan mereka. “Ini yang terbaik untuk kita berdua,” senyum Aleta.

Bastian tertawa kecil, menyentuhkan ujung jarinya di hidung Aleta. “Aku tahu kau akan mengatakan itu.”

Ya, di mana pun. Rasanya semua akan menjadi lebih baik bagi mereka berdua. Wajah Aleta memerah, tersenyum.

“Rasanya sudah sejak lama aku tak pernah melihat kau tersenyum selebar ini.”

“Aku hanya senang.”

Bastian mengangguk. “Begitu pun denganku.”

Hening, keduanya saling pandang dengan binar cinta yang menyelimuti kedua pasang mata tersebut. “Kita akan memulai semuanya dari sini.” Tangan Bastian menyelipkan helaian rambut Aleta ke balik telinga. “Kehidupan baru dimulai.”

“Ya.” Aleta mengangguk. 

Setelah puas saling memandang dan melampiaskan kerinduan dengan perasaan yang meluap-luap, akhirnya Bastian turun lebih dulu. Memeriksa ke dalam rumah lebih dulu sebelum membawa Aleta masuk ke dalam.

Rumah sederhana tersebut memiliki dua kamar, satu dapur, ruang makan, tengah dan tamu yang keseluruhan luasnya tak lebih besar dari ruang keluarga di rumah mereka. Aleta menatap tiga kantong besar di ranjang kecil yang berisi pakaian-pakaian baru untuknya, juga beberapa kebutuhan lainnya di kantong yang lebih kecil. Ya, hanya pakaian yang melekat di tubuh merekalah satu-satunya yang mereka bawa. Juga mobil milik Bastian yang sudah ditukar tambah dengan harga yang jauh dari pasaran. Semua ini sudah lebih dari cukup.

*** 

Dua bulan kemudian …

Di bawah sinar matahari sore yang hangat, Aleta menatap wajah Bastian, yang semakin mendekat dan lebih dekat. Gurat cemas tersamar di balik senyum pria itu. Tapi ia tak akan segera mengubah kecemasan itu menjadi kebahagiaan. Aleta memindahkan berat tubuhnya ke kakinya yang lain. Masih kurang tiga langkah, dua dan satu. Kedua lengan Bastian langsung menangkap tubuhnya. Memeluknya dengan sangat erat dan mendaratkan kecupan dalam di ujung kepalanya. “Kau berhasil,” bisik pria itu. 

“Ya, aku berhasil,” lirih Aleta, dengan air mata haru yang mengaliri pipinya. “Kita berhasil melakukannya.”

Ya, sudah dua bulan berselang, akhirnya Aleta bisa berjalan dengan kedua kakinya sendiri.

“Apakah ini kejutan yang kau bilang tadi pagi?” Bastian sedikit mengurai pelukannya. Menatap seluruh wajah Aleta. 

Aleta mengangguk. Sebenarnya ia sudah berlatih sendirian di dalam kamar selama tiga hari terakhir ini. “Ya, tapi aku masih harus tetap melatih kakinya untuk berjalan lebih jauh.”

Telapak tangan Bastian merangkum sisi wajah Aleta, menyeka air mata yang meleleh di bawah sana. “Kita punya banyak waktu untuk melatihnya.”

Aleta mengangguk, kembali menjatuhkan wajahnya di dada Bastian. Ya, mereka masih punya banyak waktu.

*** 

“Kau akan pergi?” Aleta meletakkan piring berisi dua potong roti bakar dan segelas jus ke hadapan Bastian. Menatap tas kecil yang diletakkan pria itu di kursi kosong di samping mereka.

Bastian mengangguk. “Aku harus mendatangi beberapa tempat sebelum memutuskan bekerja di mana.”

Aleta terdiam. Ya, keuangan mereka semakin menipis. Dan dengan kebutuhan mereka yang tak seberapa dan makan tiga kali sehari, mereka tetap butuh pemasukan untuk memenuhi isi kulkas.

“Kenapa?” Bastian menyentuh ujung dagu Aleta, membawa wajah gadis itu menatap ke arahnya. “Kenapa wajahmu berubah murung?”

Aleta menggeleng. Memendam rasa bersalahnya dengan sebuah senyuman.

“Jika kau berpikir keberadaanmu akan membebaniku, menurutmu apa yang kurasakan selama ini terhadapmu?”

Mata Aleta berkedip sekali.

“Akulah yang membuatmu mendapatkan semua penderitaan ini. Apa yang kulakukan saat ini, tak bisa dibandingkan dengan apa yang sudah kau lakukan untukku, Aleta. Tak sebanding dengan pengorbananmu untukku. Jadi hilangkan semua perasaan itu. Kau hanya perlu tersenyum dan berbahagia untukku. Dan semuanya akan membuatku baik-baik saja. Hanya itu yang kubutuhkan darimu.”

Aleta tersenyum lebih lebar. 

“Lagipula, bekerja adalah tanggung jawab seorang laki-laki. Semua pasangan melakukan itu.”

Aleta mengangguk. “Mulai hari ini, aku akan mengantarmu ke depan.”

Bastian tertawa kecil dan mengangguk. Mulai melahap rotinya. “Kau tidak makan?”

Aleta menggeleng. Menyesap pelan teh hangat miliknya sebelum menjawab. “Aku akan setelah perutku terasa lebih baik.”

“Kenapa?”

“Tadi pagi perutku sedikit mual. Semalam aku lupa mematikan AC kamar.”

“Kau masih saja sensitif jika terkena dingin. Apa kau ingin kubawakan sesuatu saat pulang nanti?”

“Aku hanya butuh kau pulang.”

Bastian terkekeh, menjawilkan ujung telunjuknya di hidup Aleta dengan gemas. “Tak ada yang lain?” tawarnya lagi. “Bunga?”

Aleta menggeleng. 

Setelah selesai sarapan, dengan kedua tangan yang saling menggenggam, keduanya berjalan ke teras rumah. Senyum bahagia tak berhenti merekah di bibir Aleta sepanjang pandangannya mengikuti langkah Bastian naik ke dalam mobil dan menatap mobil pria itu hingga menghilang di ujung jalan.

Aleta berbalik, masuk ke dalam rumah dengan kepala yang tertunduk. Menatap sepasang kakinya yang berjalan masih dengan ketidakpercayaan. Keajaiban itu ada, senyumnya semakin melebar. Dengan kebahagiaan yang semakin dan semakin mengembang di dada.

Akan tetapi, kebahagiaan itu baru saja keduanya raih. Ketika Bastian pulang sore harinya dan menemukan Aleta yang pingsan di kamar mandi. Pria itu langsung membawanya ke rumah sakit.

“Selamat, Pak. Istri Anda hamil,” ucap sang dokter. Yang seketika membuat wajah Bastian memucat.

***

Cerita ini sudah tersedia dalam bentuk Ebook di google Playstore dengan harga yang lebih murmer, ya. Atau bisa juga baca cepat next partnya di Karyakarsa.





Continue Reading

You'll Also Like

26.8K 3.9K 28
*** Spin-Off Edelweiss untuk Anna *** Leandro terpaksa menjadikan Edelweiss-adik tirinya-sebagai kekasih pura-puranya. Semakin lama, hubungan palsu m...
13.8K 2K 10
Siapa sangka rencana liburan mereka adalah gerbang menuju petaka Mereka terjebak dalam sebuah villa misterius Mencari jalan pulang untuk diri mereka...
30.4K 4.8K 43
Eiza, menemukan hasil tes DNA janin dalam kandungannya bukan milik sang suami. Terpukul dan meragukan kesucian cintanya pada sang suami, membuatnya m...
9.5K 952 8
Ketika menjadi tertuduh pelaku amoral, Marvel Sebastian dihadapkan dua pilihan berat. Mendengarkan bisikan hatinya agar berempati atau memilih mengab...