Bukan Sang Pewaris

By luisanazaffya

47.9K 6.9K 339

Leon tak perlu mengerahkan kekuatannya untuk menarik tubuh Aleta ke pangkuannya. Selain karena tubuh gadis it... More

1. Bukan Sang Pewaris
2. Calon Tunangan
3. Pertunangan Tak Terduga
4. Gadis Cacat
5. Cinta Yang Tersembunyi
6. Malam Pertama
8 Cinta Anna
11. Kekuarga Ezardy
12. Saudara Sepupu?
14. Kau Tidur Dengannya?
15. Dansa Bersama
16. Paman dan Keponakan
17. Masa Lalu Kisah Cinta Segitiga
18. Kecemburuan Yang Berapi-Api
19. Kelicikan Berlian
20. Dalang Di Balik Kecelakaan
Ebook Bukan Sang Pewaris
21 Ketegangan Di Meja Makan
22. Pelampiasan Emosi
23. Ancaman Bastian
24. Keputus Asaan Bastian
25. Antara Leon Dan Bastian
26. Kebimbangan Aleta
28. Kehidupan Baru Dimulai
29
30. Di Ujung Tanduk
31. Kembali
32. Anak Leon
33.
34. Tak Berkutik
35. Makan Malam Kejutan
36. Surat Kesepakatan Perceraian
37. Merelakan
38 Berlian Mamora
39. Amarah Leon
40. Perubahan Leon
41. Menghapus Kenangan Masa Lalu
42. Menunggu Sedikit Lebih Lama
43. Pernikahan Bastian
44. Baby Lucien
45. Leon Atau Bastian?
46. Jamuan Makan Malam
47. Adik Kakak
48. Kecemburuan Leon
49. Tidak Baik-Baik Saja

27. Ke Mana Pun Akan Pergi

752 136 8
By luisanazaffya

PART 27 KE MANA PUN AKAN PERGI

Aleta tersenyum dengan perkembangan kakinya sepanjang satu minggu ini. Dan sepanjang terapi, perkembangannya belum pernah sepesat ini.

Ia tak tahu apa yang mendorong dirinya akan semangatnya yang terasa berapi-api. Dengan kedua tangan berpegangan pada pagar lintasan, kakinya mulai melangkah dengan perlahan. Hari pertama latihan, ia bisa mendapatkan dua langkah yang cukup menguras tenaga. Akan tetapi, hari selanjutnya semuanya berjalan lebih mudah dan semakin mudah.

"Kerja bagus, Aleta," puji Bastian yang menyambutnya di depan pintu ruang terapi. "Jika seperti ini terus, tak menunggu berbulan-bulan bagimu untuk berjalan dengan kedua kakimu sendiri."

Aleta tersenyum dan mengangguk. 

"Tanpa alat bantuan," tambah Bastian dengan penuh kepuasan. "Ini benar-benar suatu keajaiban."

Senyum Aleta sudah mengembang lebih lebar ketika tiba-tiba Monica muncul dari ruangan dokter. Ia segera melenyapkan senyumnya dan menatap sang mama. Begitu pun dengan Bastian.

"Bastian?" Monica yang terheran dengan keberadaan Bastian tampak menahan senyum bahagianya. "Kau di sini?"

Bastian tersenyum ramah. "Ya, Tante. Bertemu teman saja. Revan dan kebetulan melihat Aleta."

Monica manggut-manggut. "Ah, temanmu yang dokter itu?"

Bastian mengangguk. Melemparkan satu lirikan pada Aleta.

Perhatian Monica beralih pada Aleta. Dengan senyum yang lebih lebar, merangkum wajah mungil Aleta dengan kedua telapak tangannya. "Bagus, sayang. Mama baru saja bicara dengan dokter. Mama tak sabar memberitahu tentang ini pada papamu."

"Seharusnya kita membuat pesta untuk merayakan semua ini. Tapi …" Monica menoleh pada Bastian. "Tiga hari lagi pesta pernikahan Bastian. Jadi kita bisa menundanya."

Aleta hanya memberikan satu anggukan. Saat mamanya membungkuk dan memeluknya, pandangannya bertemu dengan Bastian. 

Tiga hari lagi.

*** 

Seperti yang sudah diperkirakan, pesta pernikahan Bastian dan Berlian akan menjadi pesta termeriah dan termewah yang sudah disiapkan oleh Maida. Dan tentu saja jauh lebih baik dari pesta pernikahan Leon dan Aleta.

Aleta menatap pantulan tubuhnya di cermin. Mengenakan gaun pesta berwarna biru muda, yang dikirim oleh Maida dengan rancangan khusus. Yang pasti senada dengan seluruh anggota keluarga besar.

Aleta menurunkan kakinya ke lantai, menatap heels yang tampak sempurna di kakinya dengan senyum yang tak berhenti melengkung. Menggerak-gerakkannya ke kiri dan kanan. Masih butuh sedikit waktu baginya untuk berdiri dengan sepatu indah ini.

“Jadi ini perkembangan yang dikatakan oleh mamamu?” Leon tiba-tiba berdiri di belakang kursi roda Aleta. 

Aleta segera menaikkan kakinya, menyembunyikan sepatunya di balik gaun panjangnya dan menatap bayangan wajah Leon di cermin. Meski sering mengantar jemputnya di rumah sakit, pria itu tak pernah tahu perkembangan terapinya.

“Sepertinya kau tak perlu menginjak kakiku saat berdansa nanti.”

“A-aku masih belum bisa berdiri dengan baik.”

“Kau hanya perlu bersandar padaku.”

Aleta menggeleng. “Aku tak ingin menjadi tontonan, Leon. Jika kau ingin berdansa, kau bisa mencari wanita lain.”

“Anna?”

Aleta tak membalas. Siapa pun, tak akan menjadi masalah untuknya.

Kedua tangan Leon memegang pundak Aleta. “Mungkin Berlian?”

Wajah Aleta berubah datar. Entah kenapa pria itu mengungkit nama Berlian. Leon tersenyum dengan penuh arti. Beruntung keheningan tersebut dipecahkan oleh deringan dari atas meja. Gadis itu lekas mengangkat panggilan sang mama.

“Ya, Ma?” Aleta menurunkan pandangannya. Sementara Leon, meraih tasnya di meja dan meletakkan di pangkuannya sebelum memutar lalu mendorong kursi rodanya keluar dari paviliun. “Aleta baru saja akan berangkat,” jawabnya dengan suara lirih. Mengiyakan kata-kata sang mama yang meminta mereka untuk lekas ke tempat acara akan dimulai.

Begitu panggilan berakhir, Aleta melirik jam tangannya. Satu jam lagi, pernikahan Bastian dan Berlian akan dilaksanakan. Butuh setengah jam perjalanan dan mereka masih punya waktu setengah jam. Gadis itu mendesah panjang. Satu jam lagi.

*** 

Saat sampai di kediaman Berlian Mamora, semua kendaraan mewah sudah memenuhi seluruh halaman rumah. Hiasan berbagai macam bunga yang didominasi warna biru ada di mana.

Rumah Berlian adalah bangunan empat lantai dengan empat pilar tinggi dan besar di bagian depan. Membuat bangunan tersebut tampak megah dan mewah dengan cat putih gadingnya. Di samping rumah, halaman rumput yang luas hingga ke belakang. Yang sudah dipenuhi dekorasi dan kursi untuk para tamu undangan. Bahkan dengan acara pribadi, tamu undangan sudah sebanyak ini. Bisa diperkirakan pada acara resepsi nanti malam, para tamu akan semakin membludak.

Leon mendapatkan tempat parkir yang tak jauh dari gerbang. Turun lebih dulu untuk menurunkan kursi roda Aleta. Aleta menatap ke sekeliling mobil, menggigit bibir bagian dalamnya. Rasa gugup mulai menjalari dadanya.

Leon membuka pintu di samping Aleta, yang tersentak pelan. Tubuhnya dipindahkan ke kursi roda ketika tangannya bergerak menjatuhkan tasnya di jok mobil. Deringan dari ponsel Leon membuat pria itu tak menyadari kesengajaan tersebut. Menutup pintu mobil dan mendorong kursi roda Aleta menuju halaman samping rumah.

“Ya?” Leon mendengarkan sejenak dan langkahnya terhenti. Wajahnya tampak terkejut. “Di mana?”

Aleta menoleh ke belakang. Menangkap rahang Leon yang tampak mengeras.

“Tak jauh. Aku akan ke sana.”

“Ada apa?” tanya Aleta ketika Leon menurunkan ponsel dari telinga.

“Mobil mama mogok, aku akan menyusul mereka sebentar. Apa kau …”

“Aku baik-baik saja. Pergilah.”

Leon menatap Aleta tak yakin. Ini adalah tempat asing bagi Aleta, meninggalkan gadis itu yang tak bisa berjalan sendiri di tempat seperti ini …”

“Mama pasti sudah ada di dalam. Jika belum, tidak akan lama lagi datang.

Leon pun mengangguk. Berjalan kembali ke mobilnya.

Aleta memastikan mobil Leon melewati pintu gerbang dan belok ke kanan, sebelum kemudian mencari mobil berwarna putih di antara deretan mobil yang ada di sekitarnya. Pandangannya berhenti pada mobil putih yang lampunya masih menyala. Plat mobil dengan stiker bunga warna biru di ujung yang berada tak jauh dari posisinya. Tepat di samping pohon palem.

Aleta mendorong kursi rodanya mendekati mobil tersebut, bersamaan pria berpakaian serba putih yang turun dari jok depan. Membukakan pintu penumpang, memindahkan Aleta ke kursi penumpang dan meninggalkan kursi roda gadis itu di sana. Tak lebih dari menit, mobil berhasil keluar dari gerbang. Berbelok ke sebelah kiri, tepat ketika mobil keluarganya memasuki halaman rumah dan segera lenyap dari pandangannya.

Aleta tak berhenti meremas kedua tangannya dengan gugup, menatap kaca spion yang memperlihatkan kediaman Berlian Mamora semakin jauh. Tak berhenti mengucapkan kata maaf untuk kedua orang tuanya.

Bastian menurunkan topi, mengulurkan tangan dan menggenggam kedua tangan Aleta. “Mama dan papamu pasti memahami keputusanmu, Aleta,” ucapnya dengan lembut. Memberikan satu tekanan untuk meyakinkan gadis itu.

Aleta menoleh ke samping, memberikan seulas senyum tipis dan mengangguk pada Bastian. “Ya, mereka akan mengerti. Lalu, bagaimana denganmu?”

Senyum Bastian lebih lebar, tetapi tak sampai di kedua matanya. “Mama dan papaku tak akan mengerti. Seperti yang sudah-sudah. Tapi … setidaknya hari ini mereka akan sibuk dengan berbagai pertanyaan dan tak akan sempat untuk mencari kita berdua.”

Aleta menangkan sorot kesedihan di kedua mata Bastian. “Kau yakin …”

“Sangat yakin,” penggal Bastian sebelum Aleta menyelesaikan pertanyaan yang sudah diulang oleh gadis itu berkali-kali dalam dua minggu ini. “Hanya kau yang kubutuhkan. Dan selama kau ada di sisiku, semuanya akan baik-baik saja untukku.”

Aleta tak membalas. Ketulusan yang tersirat di kedua mata Bastian tak perlu afirmasi apa pun bahwa itu adalah sebuah kejujuran.

“Kita berdua akan baik-baik saja.”

Satu anggukan Aleta meyakinkan dirinya sendiri dan Bastian.

“Ke mana kita akan pergi?” tanya Aleta, dengan mobil yang melaju semakin jauh dari kota. Semakin jauh dari kehidupan mereka, yang akan mereka tinggalkan. Untuk waktu yang tak bisa mereka tentukan.

“Ke mana pun.”

Kening Aleta berkerut, menoleh ke samping akan jawaban Bastian yang ambigu. Tapi … satu hal yang pasti. Ia akan pergi, ke mana pun pria itu membawanya.

Continue Reading

You'll Also Like

30.1K 3.4K 23
Judul : Broken Vow Author : iLaDira69 Publish : 14 November 2023 🪴🪴🪴 Allen akan memilih meneruskan tidur panjangnya dan tidak akan pernah bangun s...
Aksa By szeaddict

Teen Fiction

11.1K 1.5K 21
"Saya dan kamu jauh berbeda pham..." "Jauh seperti apa yang kamu maksud minji.... aku terlalu muak dengan kata yang selalu kamu sebut itu!"
3.1M 24.7K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
31K 4.2K 25
Awalnya Jimin tidak mempedulikan kematian adik perempuannya yang terkesan mendadak. Bahkan selama hidup pun mereka tidak pernah dekat. Tetapi semua b...