JiMinjeong/WinRina Stories [M...

Von Lean_GG

16.4K 1.5K 637

berbagai ff Oneshoot, Twoshoot dan cerita pendek lainnya. Happy reading, enjoy it, and don't forget your Vote... Mehr

Introvert [Oneshoot]
My Teacher, My Lover [1/3]
My Teacher, My Lover [2/3]
My Teacher, My Lover [3/3 END]
I Want You [Twoshoot 1/2]
I Want You [Twoshoot 2/2 END]
180 Days With U [1 ]
180 Days With U [2]
180 Days With U [3]
180 Days With U [4]
180 Days With U [5]
180 Days With U [6 END]
I Love Her! [Oneshoot]
Blackrose [2/3]
Blackrose [3/3 END]
What is Love [Twoshoot 1/2]

Blackrose [1/3]

381 40 10
Von Lean_GG

Main cast: Kim Winter/Minjeong, Yoo Jimin (as Kang Jimin).
Subcast : Ningning, Giselle, Irene, Seulgi, Jaehyun, Taeyeong.
Genre : Romance, action.
Rated : 18+

Warning!!

Winrina area! This story is a fiction not a true story, pure creation itself so please understand if there are many deficiencies both in terms of writing, or the plot of the story. Enjoy and hope you like the story and please support with follows, votes and comment.

***

Author POV

"Hahh- hahh-"

Suara nafasnya terdengar begitu keras baginya, keringat menetes membasahi jalanan aspal. Luka gores dan lebampun tercipta diwajah cantiknya.

Ia menatap pria yang terkapar tak sadarkan diri dengan wajah datarnya sampai-sampai membuat semua yang menonton kompetisi kepolisian itu menganga takjub dengan semangat dan kemampuan gadis satu ini.

"Bravo!!" tiba-tiba dan entah datang dari mana, seorang wanita berambut hitam bermata monolid memberikan tepuk tangan seolah mencairkan suasana yang mendadak tegang itu.

.

.

"Fiuhh~" ia menarik nafasnya sejenak sebelum mengetuk dan membuka pintu. Melihat kursi itu tengah memungungi membuat ia tak bisa melihat iapun memilih mendekat dan melapor.

"Kim Min jeong petugas kepolisian daerah Busan" lapor gadis itu.

Perlahan kursi itu bebalik dan terkejutlah ia melihat siapa yang duduk disana.

'Wanita itu..' ya.. gadis bermata monolid yang bertepuk tangan tadi. Melihat pakaian kasual yang dipakainya membuat Minjeong bertanya-tanya siapakah sosok itu Dan bagaimana bisa dia berada diruangan atasannya?

"Petugas Kim Min Jeong, usia 20 tahun. Aku penasaran bagaimana kau bisa berada disini dengan usia yang begitu muda"

"Nugu..saeyo?" tanya Winter.

"Kau pernah dengar nama Blackrose?"

"Ne, aku dengar itu adalah pasukan khusus yang didirikan langsung oleh kepresidenan"

"Aku ingin merekrutmu"

"Ne?" kagetnya.

"Petugas Kim Minjeong, mulai saat ini kau akan dipindah tugaskan ke pasukan khusus Blackrose, apa kau bersedia menerima tugas itu?"

Mendengar itu Minjeong langsung memposisikan diri siap.

"Kim Min jeong dari kepolisian Busan siap menerima tugas!"

Ia tersenyum.

"Kau.. orang pertama yang kurektur" lanjutnya.

Winter dibuat terkejut dengan ucapannya.

"Kang Seulgi" kemudian ia mengulurkan tangannya dengam senang hati Minjeong membalasnya meski sedikit canggung.

"Winter"

"Ne?" bingung Minjeong tak mengerti.

"Mulai saat ini itu nama samaranmu, Winter .. dingin namun selalu disambut dan membuat bahagia semua orang, itulah kesan pertamaku padamu" senyumnya.

***

6 bulan kemudian..

"Latihan hari ini melelahkan bukan?" tanya Seulgi sambil memberikan sebotol minuman dan itu cukup mengagetkan Winter.

"Kamsahamnida" Winter menerimanya.

"Ini lebih keras dari apa yang pernah kulakukan" jawab Winter mengundang tawa kecil seulgi.

"Ya, karena kita adalah Blackrose. Dan berkatmu kita sudah melangkah sejauh ini"

"Boleh aku tahu kenapa Letnan memilihku?"

"Karena kau luar biasa dan juga.. karena kau mengingatkanku pada putriku"

"Letnan sudah menikah?!" Terkejut Winter.

"Tentu saja, istriku sangat cantik begitu juga dengan putriku, usia kalian hanya terpaut 5 tahun"

"Istri?" lagi-lagi Winter terkejut bukan main, dan itu mengundang tawa Seulgi.

"Ya.. istri"

"Ah.. jeoseonghamnida" ucap Winter akan reaksinya.

"Datanglah kerumahku, kami akan mengadakan makan malam bersama, hari ini putriku ulang tahun"

"A-animnida, aku tidak ingin merusak suasana"

"Ei~ apanya yang merusak. Mereka justru akan sangat senang kau datang, sejujurnya aku sering menceritakanmu"

"Ne?" kagetnya untuk ketiga kali.

"Karena itu kau harus datang"

.

.

"Aku pulang" ucap Seulgi.

"Yeobo-omo! Siapa ini?" tanya sang istri.

"Ini rekanku yang sering aku ceritakan" Baru saja akan mengenalkan Minjeong memotongnya.

"Annyeonghasaeyo, Kim Winter imnida" Minjeong memperkenalkan diri. Seulgi tampak terkejut dengan nama yang Winter sebutkan. Namun Minjeong tampak acuh dengan itu.

"Geurae. Winter-ah ini istriku, Irene"

"Omo~ cantiknya"

"Kamsahamnida"

"Jimin-ah Eommamu sudah pulang!" ujar Irene.

Terdengar suara langkah kaki dari lantai atas.

"Eomma!" panggilnya dengan riang berlari memeluk Seulgi. Sudah berhari-hari sang Eomma tidak pulang, tentu ia akan sangat merindukannya.

Saat sedang memeluk matanya melihat sosok asing yang berdiri dibelakang Seulgi.

"Oh ya, kenalkan ini rekan Eomma, Minjeong. Minjeong ini putriku, Jimin"

"Annyeonghasaeyo, aku dengar ini hari ulang tahunmu" Winter berikan hadiah yang dibelinya.

"Saengil cukhae" lanjutnya.

Jimin hanya diam menatap Minjeong dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Jimin-ah?" panggil Seulgi menyadarkan.

"Ah ne, kamsahamnida" Jimin menerima hadiah itu.

"Ayo saatnya makan, hidangannya sudah siap" ucap Irene.

"Geurae-geurae ayo makan" ajak Seulgi.

Merekapun makan malam bersama diiringi obrolan ringan.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Jimin pada Minjeong.

"Tentu"

"Berapa umurmu?"

"20 tahun"

"Benarkah itu? Kau masih sangat muda"

"Muda? Itu justru terlalu tua, dia terlihat lebih muda dariku, apa kau mensabotase kelahiranmu?" ucap Jimin yang mengundang tawa.

"Bagaimana bisa kau bisa menjadi anggota polisi semuda itu?" antusias Irene.

"Aku mendapat beasiswa dan lulus lebih awal, menjadi polisi adalah cita-citaku sejak kecil"

"Wae?" tanya Jimin.

"Jimin-ah jaga ucapanmu, dia lebih tua darimu" ucap Seulgi.

"Tapi dia terlihat lebih muda dariku"

"Jimin.." Irene kini yang menegur.

"Aniyo, gwaenchanayo, kau bisa memanggilku apapun dan berkata senyamanmu" ucap Minjeong.

"Jinja?"

"Ne"

"Lihat~ dia bilang tidak apa" Jimin menjulurkan lidahnya pada kedua orang tuanya.

"Tolong maklumi putriku" ucap Seulgi.

"Animnida, menurutku justru putrimu sangat lucu"

Mendengar percakapan itu Jimin tersenyum kecil.

Jimin POV

Itulah pertemuan pertama kami, dan kesan pertamaku bertemu dengannya cukup baik. Meski dia terlihat dingin dan tidak ekspresif tapi aku rasa dia memiliki pribadi yang care meski secara diam, terbukti saat dia membiarkanku memanggil namanya dan berbicara santai.

Author POV

"Sampai besok" ucap teman-teman Jimin karena mereka harus berpisah.

"Em, sampai besok" Jimin melambai dan mengambil jalan berbeda. Baru saja tiga langkah, tiba-tiba seseorang berlari dari arah belakang menyerempet sambil menarik tasnya.

Bug!

Jimin terjatuh karena terdorong.

"Pencuri!!" teriak Jimin menyadari tasnya yang dicuri.

Sedetik kemudian tiba-tiba sebuah sepatu meluncur terbang dengan kencang dan berhasil mengenai belakang kepalanya dengan keras dan membuatnya jatuh bahkan tak sadarkan diri.

"Gwaenchana?" suara menarik perhatian Jimin.

"W-winter.." Jimin agak terkejut dengan kehadiran Minjeong ditambah dengan atraksi tadi. Lemparannya.. benar-benar luar biasa.

Minjeong bantu bangkit lalu pergi menghampiri pencuri itu, mengikat tangannya, lalu menghubungi rekan polisinya yang lain. Minjeong kembali pada Minjeong lalu memberikan tasnya.

"Kamsahamnida"

Merekapun duduk dikursi yang tersedia area tersebut.

"Tunggu sebentar, aku akan segera kembali" ucap Minjeong.

Tak butuh waktu lama, Minjeong kembali dan memberinya minuman kaleng.

"Kamsahamnida" Jimin menerimanya.

Tanpa kata Minjeong berjongkok dan sedikit menaikan rok Jimin.

"Apa yang kau lakukan!" refleks Jimin menurunkan roknya kembali.

"Kau terluka"

"Ne?"

Minjeong kembali mengangkat rok itu dan benar saja, kali ini terlihat luka yang Minjeong katakan itu. Mendadak Jimin jadi malu dan salah tingkah.

"Ani, seharusnya kau mengatakan sesuatu sebelum bertindak"

"Aku sudah mengatakannya" jawabnya wajah datar dan tanpa penyesalan.

Heol, bukankah seharusnya dia meminta maaf terlebih dulu karena sudah menciptakan kesalahpahaman?

Namun rasa kekesalan itu sirna ketika Minjeong mengoleskan obat salep pada luka itu. Ia melakukannya dengan hati-hati dan pelan.

Keseriusannya.. terbalut rasa lembut.

Tanpa sadar Jimin menilik wajah cantik itu. Mengabsen satu persatu seperti mata, hidung, dan bibir.

Dan mendadak-

Degdeg

Degdeg

"Pakai obat ini setiap hari agar tidak berbekas" suara Minjeong menyadarkan.

"Ne, k-kamsahamnida"

"Gwaenchanayo? Wajahmu merah" Minjeong mengecek dahinya lalu menyamakan suhu miliknya.

Lagi-lagi apa yang Minjeong lakukan malah semakin membuat Jimin merona dan berdegub. Menyadari mungkin wajahnya akan semakin memerah, Jimin singkirkan tangan itu.

"J-jangan sembarang menyentuhku, aku tidak suka" refleks Jimin berkata dan setelahnya ia justru terkejut sendiri dengan ucapannya.

"......" Minjeong tak menjawab.

"K-kenapa diam"

"Karena aku tidak mau"

"Ne?" kaget Jimin dengan responnya.

"Kenapa aku harus menurutimu? Aku akan melakukan apa yang aku rasa benar. Ayo, aku antar pulang" setelah mengatakan itu Minjeong bangkit dan berjalan lebih dulu.

Jiminpun bangkit, baru saja ia berjalan satu langkah-

"akh-" rintihnya yang langsung membuat Minjeong bergegas menghampirinya lagi.

"Mani apha?"

"Em, sepertinya terkilir"

"Sejak awal kau menahannya?" tanya Minjeong mengingat sebelumnya ia bisa berjalan untuk sampai ketempat mereka sekarang.

"Ne"

Tiba-tiba Minjeong berjongkok memunggungi.

"Ayo naik"

"Sirheo" rasanya akan canggung jika ia naik, dan juga Minjeong terlihat lebih kecil darinya.

"Jangan bilang kau tidak mau karena merasa tubuhku lebih kecil darimu?"

"Ne?" kaget Jimin karena seolah Minjeong membaca pikirannya.

"Geokjeongma, aku lebih kuat dari apa yang kau bayangkan. Ppalli ta!"

Dengan ragu akhirnya Jiminpun naik kepunggungnya, dan benar saja Minjeong berdiri dan berjalan dengan mudah sambil menggendongnya dipunggung.

Untuk beberapa menit hanya keheningan yang menemani.

"Apa aku berat?"

"Ani, kau seringan kertas"

"Mwoya~ kau mengejekku?" Jimin memukul pelan pundak Minjeong.

Minjeong terkekeh.

"Gwaenchana, aku mampu melakukannya"

"Geurae, aku percaya. Soal kejadian tadi.. jangan katakan pada mereka"

"Wae?"

"Hanya.. tidak mau membuat mereka cemas"

"Arasseo"

'Hal baru yang aku tau tentangnya, bahwa dia orang yang hangat dengan caranya. Dia.. membuatku penasaran'

"Boleh aku bertanya?"

"Em"

"Apa kau sungguh 5tahun lebih tua dariku?" Pertanyaan itu berhasil mengundang tawa kecil Minjeong.

"Ya"

"Jinja? Kau tidak bohong kan?!"

"Aku tidak suka berbohong"

"Woah, sulit dipercaya" rasanya Minjeong terlihat sangat muda darinya.

"Wae, jadi sekarang kau akan bicara sopan padaku?"

"Ani" spontan Jimin menjawab dan kali ini membuat Minjeong tertawa.

"Kenapa tertawa"

"Karena kau lucu, aku menyukaimu"

Deg!

Kata-kata itu berhasil membuat debaran aneh didadanya.

"Kau.. lulus tahun berapa?" Jimin mengalihkan.

"Wae, kau penasaran kenapa aku bisa menjadi polisi di usia muda?"

"Em"

"Aku lulus 2 tahun lebih awal"

"Kau serius?!" kaget Jimin bukan main, kalau begitu.. bukankah itu berarti Minjeong orang yang sangat pintar??

"Eotteokhae?"

"Aku besar dipanti asuhan, meski aku tidak dekat dengan mereka tapi aku tahu bagaimana rasanya tinggal disana, itu membuatku ingin melindungi mereka. Karena itu aku memutuskan untuk bekerja keras dan menjadi polisi"

"Woah meos-issda!"

"Keren?"

"Em, aku ingin punya seseorang seperti itu"

"Kau sudah punya, Eommamu"

"Aniya~ maksudku.. sudahlah" Ada sedikit kekesalan karena Minjeong tidak mengerti maksud berkataannya, tapi ia tidak bisa marah karena Minjeong sudah menjadi sosok keren dihatinya.

Sesampainya dirumah, Minjeong langsung mendudukkannya disofa.

"Lain kali kau harus hati-hati, kau sudah bukan anak-anak kenapa harus tergelincir?" Ucap Irene.

"Itu bukan kesalahannya, dia hanya menjadi korban licinnya jalan" ucap Minjeong.

"Geurae, terimakasih sudah mengantar putriku" ucap Seulgi.

"Ne Letnan Kang, kalau begitu aku pamit"

Entah kenapa mendadak Jimin menjadi sedih mendengar itu.

"Kenapa terburu-buru, makan malamlah bersama kami dulu" ucap Irene yang spontan membuat ekspresi Jimin bersinar.

"Ya, makan malamlah bersama" imbuh Seulgi.

"A-animnida"

"Ayolah, tidak baik menolak kebaikan orang" celetuk Jimin dengan sengaja agar Minjeong merasa tak enak dan berhenti menolak.

Dan tampaknya itu berhasil, terlihat dari mimik wajah Minjeong yang sedikit kaget.

"Baiklah kalau begitu"

Makan malampun tiba..

"Bagaimana, kau suka?" tanya Irene.

"Ne, aju manhi.. sudah lama aku tidak makan masakan rumah seperti ini. Berkat anda aku bisa merasakan masakan rumah lagi. Kamsahamnida"

"Jadi kau tidak lagi tinggal dipanti asuhan?" tanya Jimin yang mendapat reaksi kaget dari Irene dan Seulgi.

"Ah, ne.."

"Kalau begitu kau harus sering kemari dan makan bersama seperti ini" ucap Jimin.

"Jimin benar, sering-seringlah kemari" imbuh Seulgi mencairkan suasana yang terasa tak nyaman itu. Pasti tidak nyaman mengungkit masa lalu yang tidak menyenangkan bukan?

"Kami akan sangat senang kau kemari. Kau membuat suasana menjadi cerah. Benarkan Jimin?" tanya Irene yang mulai mencerna situasi.

"Em, aku senang kau bersama kami" Jimin tersenyum cerah.

Minjeong terdiam melihat mereka yang tersenyum menatapnya dengan hangat. Perasaan ini..

Begitu hangat dan sangat ia rindukan.

'Seperti inikah rasanya memiliki keluarga?'

Rasanya.. ia ingin menangis.

"K-kamsahamnida!" ucap Minjeong lalu menyantap makanannya untuk mengalihkan rasa harunya.

"Lihat-lihat, sepertinya ada yang terharu. Menangis saja tidak apa-apa" goda Jimin.

"A-ani, aku baik-baik saja" sanggah Minjeong.

"Ah~ geurae"

Seulgi, Irene dan Jimin tersenyum akan sikap Minjeong yang berusaha kuat.

"Kau ada kegiatan besok?"

"Ani, wae?"

"Kalau begitu ikutlah bersama kami besok, kami akan melakukan Roadtrip 1 hari 1 malam, tidak apa kan?" tanya Jimin pada orang tuanya.

"Tentu saja tidak apa. Ikutlah" ajak Seulgi.

"Kita berangkat besok pagi, jadi menginap saja"

"Animnida, aku harus membawa pakaian, aku akan kemari sangat pagi"

"Itu merepotkan, kau bisa gunakan pakaianku, ukuran kita serupa" tawar Jimin, Seulgi tersenyum mengangguk menyetujui.

"Kau bisa tidur dikamar Jimin"

Deg!

Refleks Jimin menatap Seulgi.

"Kenapa kamarku? Dia bisa tidur diruang tengah" tolak Jimin. Bagaimana bisa ia membiarkan orang yang dikaguminya tidur bersamanya? Itu akan membuatnya terjaga sepanjang malam karena degub jantungnya.

"Kau tidak bisa membiarkan tamu tidur diluar, kau yang menyarankan. Kalau kau keberatan kau bisa serahkan kamarmu padanya" ujar Seulgi.

"Arasseo, kenapa kejam sekali" cemberut Jimin.

Tanpa sadar Minjeong memperhatikan dan tersenyum kecil.

"Ne, kamsahamnida" ucap Minjeong.

.

.

"Ini" Jimin berikan pakaian tidurnya.

"Gomawo, aku akan menggunakannya dengan hati-hati"

"Gwaencahana. itu pakaian yang sudah tidak terpakai" celetuk Jimin yang berakhir menyesali perkataannya.

Waktu tidurpun tiba..

Jimin tidur menghadap dinding memunggungi Minjeong. Ranjangnya tidak terlalu besar, cukup sempit dan menyesakkan untuk dua orang terutama bagi Jimin yang saat ini tengah merapat paksa matanya sambil mencengkeram selimut. Tiba-tiba Minjeong bangkit dan pergi ke balkon.

"Huff~ jantungku" gumam Jimin merasa lega saat Minjeong keluar.

Tapi 40 menit berlalu Minjeong justru tidak kembali. Dan itu malah membuat Jimin semakin terjaga.

Jiminpun memilih bangkit dan menghampiri Minjeong dibalkon.

"Sedang apa? Kenapa tidak tidur"

"Geunyang.. hanya tidak bisa tidur"

"Wae? Ranjangnya membuatmu tidak nyaman?"

"Ani, kau tampak tidak nyaman bersamaku" ucapan Minjeong cukup mengejutkan.

'Woah, apa dia sepeka itu?'

"Apa terlihat jelas?" Jimin duduk disebelahnya.

"Kau terus bergerak kearah tembok"

"Ani~ aku tidak bermaksud menyinggungmu hanya saja.." Jimin bingung harus menjelaskan bagaimana, tidak mungkin dia secara blak-blakan berkata kalau hatinya berdegub karena Minjeong.

"Tidak perlu menjelaskan, aku mengerti"

"Mengerti apa, apa yang kau mengerti. Kau tidak tahu apapun"

"Bagaimanapun aku adalah orang asing, kita baru mengenal, itu hal wajar jika membuatmu tak nyaman"

"Sok tahu! Kalau aku merasa seperti itu aku tidak akan mengajakmu liburan, aku juga tidak akan menyuruhmu menginap, dasar menyebalkan!" setelah mengatakan itu Jimin kembali kedalam dan membaringkan diri lagi.

Minjeong hanya berdiam saja, ia hanya kembali menatap pemandangan malam.

Keesokan harinya, diperjalanan Roadtrip.

Music terdengar menemani, mereka bernyanyi bersama sambil berkendara. Perjalanan yang sangat menyenangkan.

Minjeong hanya memperhatikan kesenangan itu dan tersenyum melihatnya, keluarga yang sangat harmonis, membuat iri.

"Bagaimana jika kita berhenti dan bermalam disini?" tanya Seulgi.

"Aku pikir ini akan menjadi tempat yang indah saat malam hari" ucap Minjeong melihat bagaimana mereka berhenti ditempat yang tinggi. Mereka bisa melihat pemandangan malam kota dari sana.

Merekapun menepi, berbenah menyiapkan api unggun agar malam menjadi hangat.

Selesai membantu Seulgi, Minjeongpun masuk kedalam Van barangkali ada yang bisa ia bantu. Didalam sana ada Irene dan Jimin yang sedang menyiapkan makan malam.

Melihat Jimin yang tampak kesusahan membuka tutup botol, Minjeongpun menghampiri.

"Biar aku bantu" Minjeong mengambil botol itu dan membukakannya tapi Jimin pergi begitu saja tanpa kata.

"Apa yang harus saya lakukan dengan ini" tanya Minjeong pada Irene.

"Simpan saja disana, dimana Jimin?"

"Tidak apa, biar saya bantu. Aku tahu dasar-dasar memasak"

"Benarkah? Kalau begitu aku akan sangat senang karena bantuanmu"

Akhirnya Minjeong membantu Irene memasak makan malam.

"Selamat makan!" mereka menyantap makan malam didepan api unggun.

"Apa ini?" Tanya Seulgi akan hidangan yang tampak asing baginya.

"Cobalah, Minjeong yang membuatnya" ucap Irene.

Seulgi dan Jimin mencicipinya dan mereka mengangguk suka dengan hidangan itu.

"Em, kau tanpai memasak ternyata"

"Animnida"

"Apa nama hidangan ini?" tanya Seulgi.

"Eobseo"

"Mworago?"

"Hidangan itu tidak punya nama, aku hanya pernah membuatnya dengan bahan-bahan yang ada"

"Kau pandai berkreasi ternyata, aku pikir kau akan sukses jika membuat usaha makanan" puji Irene.

"Animnida"

"Ya' berhenti berkata formal, kau bukan orang asing. Kau keluargaku juga" ucap Seulgi.

"Ne?" kaget dan bingung Minjeong.

"Kau ingat saat aku berkata kalau aku memilihmu karena teringat putriku? Aku bersungguh-sungguh saat mengatakan itu"

"Ya, ini juga sudah kesekian kalinya kita bertemu. Kau sudah menjadi bagian dari kami. Kau tahu, sepertinya Jimin juga menyukai kehadiranmu, dia terus memintanya mengajakmu makan malam dirumah, benar kan Yeobeo?"

"Mom!" kaget Jimin karena Irene mengatakan hal itu didepan Minjeong, ini sedikit memalukan karena Minjeong tahu dengan cara seperti ini.

"Ne, dia selalu bersemangat"

"Eomma~ aku tidak seperti itu!" sanggah Jimin.

Melihat reaksi itu justru Jimin jadi terlihat menggemaskan ditambah dengan wajah merah tomatnya, membuat semua tertawa meski kekesalan tengah menyelimuti Jimin.

.

.

Minjeong keluar Van dan mendapati Jimin yang berjalan pergi entah mau kemana, ia putuskan untuk mengikuti.

"Woah" takjubnya saat melihat pemandangan lampu kota ditangah malam. Dari posisi ini viewnya lebih indah. Jimin memutuskan untuk duduk untuk mengagumi keindahan itu.

"Indah bukan?" suara itu membuat Jimin menoleh kesumber suara.

"Boleh aku duduk bersamamu?"

"Em" jawabnya singkat dan kembali menatap kedepan.

Tapi sebelum itu ia justru malah merasakan sesuatu yang menghangatkannya. Ya, Minjeong memakaikan kemejanya pada Jimin.

"Anginnya sangat keras karena kita dibukit"

"Bagaimana denganmu?"

"Gwaencahana. Tidur kedinginan dan menggigil, aku sudah biasa dengan itu sejak kecil"

Jimin bergeming dan hanya menatap Minjeong.

"Soal semalam, aku minta maaf"

"Aniya. Aku justru yang seharusnya meminta maaf karena menyinggungmu" sanggah Jimin.

"Aku tidak bermaksud dan aku punya alasan"

"Kau mungkin benar aku merasa tidak nyaman, tapi itu tidak merujuk bahwa aku tidak menyukaimu" lanjutnya.

"Tapi kau seperti seperti itu"

"Apa? Aku? Kapan?" kagetnya.

"Kau menghindariku sejak semalam"

"Sudah kubilang aku punya alasan dan itu bukan berarti aku tidak menyukaimu!" kenapa Minjeong tidak mengerti-mengerti maksud dari perkataannya?

"Jadi karena kau menyukaiku?"

Deg!

Refleks Jimin menatapnya terkejut.

Aneh, ia ingin Minjeong faham maksud perkataannya tapi begitu ia berhasil menebak..

Rasanya aneh,

Takut.

"Aku juga menyukaimu"

Deg!

'Apa ini pertanda.. perasaanku berbalas?'

"Letnan Kang sering menceritakanmu, membuatku membayangkannya sendiri seperti apa dirimu. Dan saat aku bertemu denganmu kau memang seperti yang dia katakan. Lucu, blak-blakan, kau mengutarakan isi hatimu dengan jujur, aku menyukaimu sikap seperti itu. Karena itu berbanding denganku"

"Apa itu berarti kita.."

"Ya, tentu. Aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan Letnan Kang sehingga aku bisa mengenal keluargamu. Terimakasih sudah menyambutku dengan baik dan menjadikanku bagian dari keluargamu"

"Keluarga?" tampaknya pikiran mereka tidak sama.

"Ya, keluarga yang aku impi-impikan. Sekarang aku punya tujuan jelas mengapa aku menjadi polisi. Aku akan melindungi keluarga ini apapun yang terjadi" Minjeong tersenyum begitu lembut dan hangat, membuat Jimin tak tega menghancurkan perasaan itu.

"Geurae" melihat senyum itu untuk pertama kalinya.. membuat Jimin merasa senang tersendiri. Mungkin.. lebih baik seperti ini dulu, lagipula mereka baru mengenal.

"O- itu tatto?" Jimin melihat tatto di lengan Minjeong.

"Em"

"Aku tidak tahu kau bertatto, kau selalu memakai pakaian lengan panjang. Apa ini? Rose?"

Minjeong memperlihatkan lengannya agar Jimin bisa melihat lebih jelas.

"Blackrose, nama unit pasukan kami"

"Kau men-tattonya hanya karena itu? Tidak ada arti/makna lain?"

"Apa terdengar sepele?"

"Em" Jimin mengangguk.

"Bagiku Blackrose adalah hidupku, berkat Letnan Kang aku merasa lebih hidup dan dibutuhkan. Perasaan itu.. aku tidak pernah merasakannya. Winter.. aku bahkan lebih menyukai nama itu dibandingkan nama asliku, karena itu aku memilih menggunakan nama itu bahkan diluar pekerjaan. Ya.. semua berkat Letnan Kang, aku sangat berhutang padanya, bagiku dia adalah penyelamat, pemandu dan motivasiku. Aku iri kau memiliki sosok yang luar biasa disampingmu"

"Kau benar, Eomma memang sosok luar biasa. Jadi siapa namamu?"

"Bimil"

"Oh ayolah.. kau bilang kita keluarga, tidak ada rahasia dalam keluarga"

"Nanti, aku akan memberitahumu nanti"

"Kapan?"

"Saat ulang tahunmu berikutnya"

"Lama sekali! Sekalian saja jangan bilang"

"Ei~ kau juga boleh meminta sesuatu padaku, aku akan mengabulkannya apapun itu"

"Benarkah?!" antusiasnya.

"Em"

"Geurae, aku akan bersabar"

Beberapa detik kemudian Jimin sandarkan kepalanya dipundak Minjeong.

"Kau tidak kedinginan?"

"Tidak"

"Bohong, bulu tanganmu berdiri semua" Jimin terkekeh.

"Lalu apa yang akan kau lakukan jika aku bilang iya?"

"Tentu saja menghangatkanmu seperti yang kau lakukan" Jiminpun bangkit dan memberikan kembali kemeja itu.

"Pakai lagi"

Minjeong tersenyum dan memakainya.

"Geurae, kalau begitu ayo kembali"

"Ani" Jimin mendudukan dirinya didepan Minjeong dan membawa tangan Minjeong mendekapnya.

"Hangatnya.. bukankah ini cara terbaik untuk saling menghangatkan?"

"Kau benar, kau cukup pintar" Minjeong mengeratkan dekapannya dan semakin mendekat membuat Jimin mematung karena debaran jantungnya, bisa ia rasakan wajahnya yang memanas, tapi untungnya Minjeong tidak bisa melihatnya, ia mensyukuri itu.. karena dengan itu ia bisa menikmati kehangatan ini tanpa mengkhawatirkan apapun.

.

.

"Em~" erang Jimin kedinginan dalam tidurnya.

"Kau kedinginan?" Minjeong yang tidur disebelahnya terbangun.

"Em" Jimin mengangguk.

Minjeong menarik Jimin kedekapannya, mendadak Jimin jadi 100% sadar dari kantuknya.

"Eottae? Lebih baik?"

"Eo-eoh" Jimin mendekatkan diri dan lebih masuk kedalam pelukan itu, membawa wajahnya ketekuk leher Minjeong.

Degdeg

Degdeg

'Hatiku.. terasa aneh

Dan panas.

Wae?'

***

1 tahun kemudian..

Disebuah Auditorium terlihat banyak orang yang tengah berdiri dipanggung, mereka memakai berbagai kostum yang sesuai dengan peran yang akan mereka bawakan mereka. Semuanya tampak sedang berbincang, merapikan kostum mereka dan sebagainya.

Hingga terlihat seorang gadis cantik nan bersinar naik ke atas panggung, tampaknya gadis itulah pemeran utama dari seni teater tersebut.

"Yeri-ah" sapa salah seorang pemain menyapa.

"Em, annyeong Doyoung-ah" balasnya sambil berjalan melewatinya, tentu senyum cantik tak luput dari wajahnya.

"Okay kita mulai gladi bersih untuk bagian orkestra dibagian akhir"

"Okay!" serempak mereka menjawab.

Merekapun langsung bersiap diposisi masing-masing untuk scene tersebut. Konduktor yang yang lebih dikenal dengan sebutan pemimpin orkestrapun mengambil posisi bersama dengan tongkat kecilnya. Berselang beberapa detik iapun mulai menggerakkan tangannya dan mulailah terdengar suara dari berbagai alat music.

Para pemain teaterpun mulai menari mengikuti irama dengan ekspresi senyum cerah.

.

Seulgi memberi isyarat tunggu pada Minjeong yang sedang bersembunyi sembari memegang kue bertengger lilin ditangannya.

"Menyebalkan, kalian sudah berjanji akan pergi liburan bersama di ulang tahunku, tapi apa ini? Kalian bahkan lupa ini hari ulang tahunku" kesal Jimin karena Irene berkata Seulgi dan Minjeong tidak akan pulang.

"Menyebalkan, padahal dia sudah menjanjikan sesuatu padaku" gumam Jimin teringat akan janjinya bersama Minjeong saat liburan Roadtrip satu tahun lalu.

"Kau harus mencoba mengerti, bagaimanapun pekerjaan mereka membutuhkan tanggung jawab besar, terutama Eommamu"

"Aku tahu tapi tetap saja.." kecewanya. Ia membenamkan kepalanya diantara lengannya yang disimpan dimeja.

Seulgi memberi isyarat dan masuklah mereka berdua kedalam kamar itu.

"Saengil cukha hamnida~ saengil cukha hamnida~ saranghaneun uri Jimin~ saengil cukha hamnida~"

Terlihat raut terkejut bercampur senang melihat keduanya itu.

"Eotteokhae~ kalian sangat kejam!" ujar Jimin karena berhasil di prank.

"Hahaha, make your wish honey" ucap Seulgi.

Jimin menatap Minjeong sejenak sebelum akhirnya menutup mata dan berdoa. Setelah itu iapun meniup lilinnya.

"Yeay~ Saengil ckuhae adeul"

"Saengil cukhae putriku"

Mereka memeluk Jimin bersamaan, Minjeong hanya tersenyum melihat itu dan mengangguk saat Jimin berkata tanpa suara padanya.

'Gomawo'

.

Sebuah Truk Box menepi dibasement sebuah gedung. Begitu berhenti pintu Box itu langsung terbuka dan terlihatlah belasan orang bersenjata dan bertopeng.

"Cepat-cepat!" mereka langsung memasuki gedung dengan mengendap cepat.

Mereka terus berjalan hingga memasuki sebuah pintu, begitu mereka melewatinya suara music orkesrta terdengar dengan kencang. Mereka berpencar mengambil posisi seolah menyergap lalu menekan pelatuk keatas untuk menakuti mereka.

Dordordor!!

"Aaaaa!!" teriak semua langsung merunduk.

.

Jimin dan Minjeong duduk bersama dikursi taman belakang rumah Jimin. Memandang langit cerah.

"Aku pikir kau benar-benar melupakan hari ini"

"Mana mungkin aku lupa" jawab Minjeong.

"Kalau begitu kau pasti ingat janjimu malam itu"

"Ah, tentu saja"

"Jadi.. siapa namamu?"

"Minjeong, Kim Min Jeong yang artinya massa atau banyak. Mereka menamaiku dengan nama itu karena setibanya aku dipanti, tiba-tiba keadaan perekonimian disana membaik, mereka bilang kalau kehadiranku sebuah keberuntungan bagi mereka"

"Mereka benar, kehadiranmu memang sebuah keberuntungan"

"Eh" refleks Minjeong menatap Jimin ketika mengatakan itu. Refleks pandangan mereka bertemu.

"Bagiku kau juga seperti itu"

"Museun, kau berkata seperti itu dengan maksud bukan?" canda Minjeong.

"Kau tampak sangat serius saat berdoa tadi, apa yang kau harapkan?" tanya Minjeong.

"Em, aku berharap apapun yang terjadi dan apa yang kukatakan tidak akan ada yang berubah diantara kita"

"Gabjagi?"

"Karena aku takut dengan apa yang akan terjadi setelah ini"

"Em?" Minjeong mengerutkan keningnya tak mengerti, tapi sedetik kemudian ia membelalak ketika Jimin mempertemukan bibir mereka.

Chu~

Membeku..

Blank..

Jimin menarik diri.

"Johahae ani- saranghae"

"......"

"Aku menyukaimu sejak pertemuan pertama kita. Malam itu.. aku ingin mengatakan perasaanku yang sebenarnya tapi melihat senyum bahagiamu saat berkata bahwa kau bahagia bisa menjadi bagian dari kami dan bahwa kau sudah memiliki tujuan yang jelas sekarang.. aku tidak ingin merusaknya, karena itu aku bersabar dan hanya menunggu sampai hari ini"

"......." Masih tak bergeming.

Perasan ini, lagi-lagi muncul..

Degdeg

Degdeg

'Aku tidak memahami ini, wae? Mengapa aku selalu merasa seperti ini saat bersamanya, wae?'

"Bagaimana bisa, bagaimana bisa kau tahu bahwa yang kau rasakan itu cinta? Perasaan itu.. mungkin perasaan kasih sayang dalam kekeluargaan" ucap Minjeong.

"Karena aku bisa membedakannya. Aku mencintai kedua orang tuaku, tapi padamu aku menginginkan sesuatu yang lebih. Kau membuatku ingin memilikimu, menyentuhmu, berada didekatmu, kau membuatku hanya memikirkanmu meski kita baru saja bertemu. Dan yang paling penting.." Jimin bawa tangan Minjeong kedadanya.

Minjeong terdiam ketika merasakan detak jantung Jimin yang terasa begitu cepat, seperti miliknya.

'Membuatmu menginginkan sesuatu yang lebih, ya'

"Maksudmu.. jika aku terus memikirkanmu, dan saat kita menciptakan kenangan bersama dan ketika itu hatiku berdebar, membuatku ingin menyentuhmu, terus berada didekatmu dan saat melihatmu dengan yang lain rasanya membuat hati terasa panas.. apa itu cinta?"

"Em, itu Namanya cemburu" jawab Jimin.

"Geundae wae? Bagaimana bisa itu terjadi, kita adalah keluarga"

"Cinta bisa tumbuh dimana saja, kapan saja. Tapi meski begitu cinta tahu dimana dia harus tumbuh. Kita memang keluarga, tapi darah tidak bisa berbohong" Jimin sentuh dada Minjeong untuk merasakan apa yang Tengah Minjeong rasakan sekarang.

Degdeg

Degdeg

Degdeg

Jimin tersenyum menyadari bahwa degub jantung itu bahkan melebihi miliknya sekarang.

"Kau tahu, jika kita benar-benar ditakdirkan bersama maka kita akan benar-benar menjadi keluarga" ucap Jimin.

"Jadi.. sebelum terlambat, kau bisa mengatakan yang sebenarnya sekarang" lanjutnya.

"Aku.. tidak punya apapun yang bisa kuberikan untukmu, meski begitu kau masih mau menerimaku?"

"Aku tidak butuh apapun, cukup tetap bersama, disisiku dan lindungi kami seperti yang kau janjikan" senyum Jimin.

Perlahan senyum Minjeong terukir membalas. Tangannya perlahan naik menyelipkan rambut Jimin kesisi telinganya.

"Saranghae" ucap Jimin lalu mendekatkan sambil menarik kerah Minjeong dan-

Chuu~

Ciuman itu kini terlihat lebih berwarna, perasaan bahagia menyelimuti setiap lumatan dan hisapan itu. Decakan saliva terdengar dikala bibir mereka terlepas dan kembali beradu.

"Winter!"

"Winter!"

Suara itu berhasil membuat keduanya refleks menjauhkan diri. Minjeong berdiri menatap ke

sumber suara, ekspresi Seulgi seolah memberi isyarat bahwa sesuatu telah terjadi.

"Kita harus pergi!"

.

.

Tiga mobil hitam beruliskan Blackrose terlihat memasuki basement. Mereka langsung turun dan bergegas masuk kedalam begitu mobil berhenti.

"Palli palli!"

Mereka berpencar mengendap untuk melancarkan rencana mereka.

"Wonwon, apa statusmu?" tanya Seulgi pada Wonbin melalui talki-talkie nya. Tim Wonbin akan mengamankan posisi jalur depan. Sedang Seulgi, Winter dan beberapa rekan lainnya mengambil jalur belakang.

"Dalam posisi"

"Dimengerti"

Seulgi memberi perintah berhenti dengan mengangkat tangannya.

"Hitungan ternal 15" ucap Winter.

"Benar prajurit, apa kita siap?" tanya Seulgi pada semua rekannya.

"Ne" jawab serempak.

"Ingat, ini permainan kita. Untuk inilah kita dibuat. Ini bukan tugas pertama kedua atau ketiga, kita telah melakukannya puluhan kali jadi tetap tenang, mantap dan siap. Jalankan semua prosedur selama dilapangan seperti yang selalu kita lakukan saat latihan, mengerti?" Seulgi memberi arahan.

"Masuk dan keluar dengan aman, tetap bersih, tidak ada jejak. Kita akan pulang sebelum makan malam"

"Ne" jawab mereka serempak.

"Kita tidak boleh membuat mereka menunggu lama hanya untuk makan malam. Jika kita terlambat, kau harus mencuci piring, mengerti" ucap Seulgi yang membuat Winter mengangguk tersenyum.

"Baiklah, mari bergoyang"

Merekapun mulai berjalan kembali.

"Matikan lampu dan jangan berisik"

"Ne" mereka mematikan lampu disenjata mereka.

Sementara itu Auditorium, para sandera terlihat duduk berjajar dengan ketakutan. Para penjahat itu terlihat berjejer dibelakang dengan senjata siap.

"Kalian mungkin bertanya-tanya, kenapa monster-monster ini menyandera Opera Teater Nasional malam sebelum penampilan Grand Opening mereka?" penjahat itu berada didepan para sandera sembari melakukan siaran Live.

"Kkangseul diposisi, musuh terlihat" lapor Seulgi yang berada di kursi VVIP dilantai 2.

"Dimengerti Wonwon menuju ke posisinya" respon Wonbin.

Minjeong memeriksa keadaan dengan lensa snippernya, disisi-sisi panggung ia melihat beberapa BOM yang terpasang.

"Aku yakinkan kalian, kami tidak main-main.."

"Letnan Kang"

"Ya, aku melihatnya" jawab Seulgi mengerti apa yang hendak Winter katakan.

"Bom terpasang, semua tim tunggu perintahku" perintah Seulgi.

"Menunggu perintah" jawab semua.

"Agenda kami sangat moneter, kami takkan ragu untuk melenyapkan satu persatu jiwa-jiwa ini"

"Letnan"

"Dia hanya menggertak, ini semua tentang uang" ucap Seulgi.

"Pastikan lagi, semua yang harus kau lakukan adalah membantu kami untuk memenuhi tujuan kami, 300juta Won. Dan untuk menunjukkan produknya, semoga kalian terhibur" ia menyuruh anak buahnya membawa pemeran utama cerita dalam teater tersebut.

"Kemarilah Yeri-ssi"

"Beri aku perintah" pinta Minjeong karena situasi disana tampak serius dan mencekam, rasanya ia harus segera bertindak.

"Tidak, tunggu sampai kita semua dalam posisi. Kita bisa menjatuhkannya" tolak Seulgi.

"Tidak. Tidak!" tolak Yeri tak ingin kesana.

"Palli!" teriaknya membuat Yeri takut dan terpaksa mengikuti. Ia membawa Yeri berdiri didepan.

"Aku mohon-jangan" Yeri tampak sangat ketakutan.

"Pemeran utama kita sangat cantik malam ini, bernyanyilah" perintahnya ketua penjahat itu.

Yeri hanya berdiri gemetar ketakutan disana.

"Letnan" perasaannya sangat buruk, mereka harus bertindak sebelum ada korban.

"Tenang prajurit, dia hanya menggertak" ujar Seulgi pada Minjeong.

"Menyanyi, bernyanyilah untuk kami" perintahnya lagi.

"Bernyanyi!" ia tampak kesal.

"Aku bilang bernyanyi.." ia mengangkat pistolnya kea rah Yeri.

"-untuk terakhir kali"

Dor!

Darah memuncar ketika peluru menembus kepalanya. Serempak semua berteriak ketakutan.

"Andwae-" Winter membelalak, mendadak ia menjadi emosi karena sikap kejam mereka.

"Jangan" ujar Seulgi seolah tahu apa yang sedang Winter pikirkan.

"Sabar, kau dengar aku? Sabar" Seulgi memperingati.

"Waktu kalian satu jam, setiap kalian melewatkan satu menit maka satu nyawa menghilang" ujar pemimpin itu.

Salah satu penjahat kembali membawa satu orang kedepan.

Geram.

Seperti yang Seulgi minta, ia berusaha tetap tenang dan menunggu perintah, Winter lirik jam tangannya yang menunjukkan detik terus berjalan menuju 1 menit, ia lirik Seulgi yang tampak tenang disaat seperti itu.

Bagaimana bisa?

Satu nyawa lagi akan hilang, sampai kapan mereka harus menunggu perintah?

Pemimpin itu mengangkat senjatanya kearah sandera tersebut dan-

"Shibal saekki!" Winter menekan pelatuknya.

Dor dor dor!

Tiga peluru yang Winter tekan berhasil menembus dada tiga penjahat tersebut. Melihat itu Seulgipun bergegas melempar beberapa bom gas.

"Andwae, Winter!" namun Winter tak menggubris dan memilih melompat dari tempatnya.

"Shit!" kesal Seulgi mau tak mau harus mengubah rencana.

"Semua polisi, masuk!" perintah Seulgi lalu keluar dari persembunyiannya.

Winter terus menembaki musuh sembari bergerak disela kursi penonton untuk tameng dirinya.

Semua polisipun masuk sesuai perintah, mereka menekan pelatuk saat melihat beberapa penjahat itu datang kearah mereka.

Dordor!

Peluru berhasil menembus tubuh penjahat itu.

"Bravo, masuk!"

"Palli palli!" ujar Mark yang berhasil melumpuhkan musuh.

"Kami masuk" lapor Mark.

"Winter sebelah kirimu!" ujar Seulgi dan Winterpun bergegas mengarahkan senjatanya kearah kiri

Dordor!

"Akh-" peluru itu berhasil melumpuhkan musuh.

Melihat salah satu penjahat itu muncul dari belakang dengan tiba-tiba dan tengah membidik Winter, Seulgipun berlari kearah Winter.

"Winter awas!" Seulgi melompat mendorong Winter menjauh.

Dor dor!

Seulgi dan Winter jatuh berputar menuruni tangga beberapa kali sampai akhirnya mereka bergegas bangkit dan melindungi diri disela kursi, dirasa suara tembakan mulai berhenti Winter bangkit dan mengarahkan senjatanya pada penjahat dibelakang itu.

Dordordor!

Peluru berhasil tepat sasaran untuk kesekitan kalinya.

"Wonwon masuk, belakang panggung" lapor Wonbin yang memasuki pintu belakang panggung bersama satu rekannya.

"Kananmu" ujar Wonbin pada rekannya Lucas.

Dengan sigap Lucas mengarahkan senjatanya kesisi kanannya dan menekan pelatuk.

Dordodor!

Musuh berhasil Lucas lumpuhkan.

Sementara polisi lainnya melakukan pembersihan disetiap area agar tidak ada yang kabur,

Dordordordor!

Tim pembersih berhasil melumpuhkan musuh yang mereka lewati.

"Jalur A aman"

Winter bergerak maju mendekati panggung sambil menembaki musuh yang bersembunyi disela kursi juga.

"Pintu masuk aman" satu persatu mereka melapor situasi mereka.

Seulgi berjalan dibelakang sambil melindungi Winter dari serangan tak terduga yang mungkin musuh lakukan. Ia menembaki musuh yang berada dititik buta penglihatan Winter.

Dordordor!

Winter melompat kesela kursi saat peluru mengincarnya. Seulgi arahkan senjatanya pada musuh yang tertangkap pandangannya yang tengah mengincar Winter. Ia terus meunduk dan bangkit karena Winterpun menekan pelatuknya kearahnya meski dengan asal karena posisi Winter yang tidak menguntungkan.

Seulgi bidik, dan saat musuh itu bangun ia menekan pelatuknya.

Dor!

Peluru berhasil menembus kepalanya.

"Terus maju aku melindungimu" perintah Seulgi.

Tanpa ragu Winterpun bangkit dan bergerak menuju panggung.

"Kepanggung cepat!" perintah Seulgi pada semua Timnya yang berada diarea Auditorium. Merekapun bergegas memenuhi perintah.

Winter melompat kepanggung dan mensleding musuh yang terlihat berdiri dibalik gas asap lalu menembaknya, tak berhenti disana ia langsung bergerak memutar tubuh saat terlihat musuh membidiknya tak jauh didepan, dengan sigap ia balas dan peluru berhasil melubangi musuh.

"Dua musuh dipanggung tewas, mengamankan panggung" lapor Winter.

Winter periksa area panggung dengan siaga jikalau masih ada musuh.

"Tim Alfa, aman" lapor Winter yang berarti misi telah selesai.

"What the hell! Apa masalahmu prajurit!" kesal Seulgi pada Winter menghampirinya dipanggung.

"Aku memberimu perintah langsung, hah!" ujar Seulgi melepas helm dan melemparnya.

"Kau akan membuat kita semua terbunuh, kau membahayakan misi!"

Winter lepas helm pengamannya, ia tahu ia telah melanggar, tapi ia tidak bisa membiarkan adanya korban selanjutnya.

"Aku memberimu perintah! kau dengar-akh!" tiba-tiba Seulgi merintih memegangi perutnya.

"Letnan!" Winter langsung menangkapnya.

"Sial" gumam Seulgi.

"Letnan ada apa?!" cemas Winter bukan main.

"Aku tertembak, aku tertembak-akh"

"Kau tertembak? Medis!" Winter langsung berubah kalut.

"Gwaenchana-gwaenchana" Seulgi menenangkan, ia bisa melihat raut kacau itu.

Seulgi mendudukkan dirinya dibantu Winter.

"Gwaenchana, tidak seburuk itu-gwaenchana" ucap Seulgi.

"Kkangseul terluka! Medis!!" ujar Winter melalui talkie-talkienya.

"Petugas medis dalam perjalanan" terdengar jawaban.

"Huff- aku pikir lebih baik panggil Irene-akh-dan katakan padanya kita akan sedikit terlambat untuk makan malamnya" seulgi terkekeh dalam rintihannya.

"Tidak, kita akan datang tepat waktu"

"Shit-akh" Seulgi merintih lagi.

"Kau akan baik-baik saja Letnan"

"Neo..-hh-bisakah kau berhenti memanggilku seperti itu? Kita keluarga"

"Letnan"

"Unnie-akh-, jika itu tidak membuatmu nyaman-hh- mungkin Seulgi?" Seulgi terkekeh. Bagaimana bisa dia berusaha melucu disaat seperti ini?

"Kita menyelamatkan semuanya bukan?"

"Ya, kita menyelamatkan semua orang" jawab Winter yang membuat Seulgi merasa tenang.

"Kalau begitu tidak sia-sia kau bertindak gila" Winter tertawa kecil dengan candaan itu.

"Maafkan aku" tapi tetap saja, itu adalah kesalahan karena melanggar perintah.

"Jangan lakukan lagi"

"Ya, maafkan aku"

Tanpa mereka sadari salah satu sandera bangkit dan menghampiri.

"Siapa bilang kalian sudah menyelamatkan mereka? Kalian.. belum menyelamatkan siapapun" ia menodong pistolnya sambil memegang remot peledak ditangan satunya. Winter menoleh sedikit kebelakang.

"Aku akan meledakkan tempat ini" ucapnya.

Winter terdiam menatap Seulgi yang tampak memberi isyarat dengan matanya. Winter menatap pisau yang bertengger dicelana Seulgi.

Winter mengangguk pelan mengerti maksud Seulgi.

"Sekarang!" ujar Seulgi sambil menyorot lampu senternya kearah musuh membuatnya silau dan refleks menekan pelatuknya sembarang sedang Winter ia langsung bergerak gesit menyanyat tangan yang tengah memegang remot itu sehinga refleks remot itu terlepas dari genggamannya lalu menusukan pisau itu keperut musuh.

"Arrghtt!!!" teriaknya kesakitan dan refleks menekan pelatuk sebanyak tiga kali.

"Erght-" rintih Winter menahan rasa sakit diperutnya karena peluru itu tampaknya menembus rompi anti pelurunya.

"Arghtt!!" Winter menekan lebih dalam pisaunya dan berhasil merenggut kesadaran musuh.

Winter hempaskan genggamannya pada musuh, dengan terengah-engah ia berbalik menghadap Seulgi dan-

DEG

Winter terdiam membeku.

Matanya terasa panas dan dengan cempat berair.

Dengan cepat darah menyebar dilantai panggung.

Semua anggota Blackrose naik keatas panggung dan sama-sama membeku.

"Berkumpul diatas panggung, kita kehilangan pemimpin kita" perintah Wonbin.

"Ulangi, kita kehilangan pemimpin kita"

Perlahan air mata Winter jatuh dalam keheningan.

Blank.

Mendadak ia tak tahu harus melakukan apa.

"Hah-"

.

.

.

.

To Be Continue


Fiuhh~

Long time no see, right?
Jujur rasanya waktu bener-bener mepet sampai gada waktu buat nulis, sekalinya mau nulis kantuk dateng gak bisa ditolerir.

Untuk semua cerita yang berchapter author pasti lanjutin kok meski mungkin aga lama. Author harap readers semua mau maklumin.

So.. gimana cerita blackrose ini?
Moga aja kalian tertarik deh ya, tuangin pemikiran kalian disini barangkali bisa jadi masukan dan motivasi author.

Jangan lupa votes kalau memang cerita ini layak dihargai, oke see you next time!

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

2.4K 196 41
✿ completed ✿ Girl who grown up with dark clouds.. but some point she find it hard to understand still a beutiful inertia ..
15.5K 1.5K 27
it's a love story between Seulgi Kang and Irene Bae, so baby just say "yes" WARN! gxg toprene G!P Irene highest rank so far: #01 bae #02 kang #12 gir...
780K 17.5K 46
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
1.1M 19.2K 44
What if Aaron Warner's sunshine daughter fell for Kenji Kishimoto's grumpy son? - This fanfic takes place almost 20 years after Believe me. Aaron and...