SCANDAL CONTRACT

By ThIsGiRlAw

6.9K 154 20

[COMPLETED] Sepuluh tahun yang lalu, Gwenn mengira hubungannya dengan Akiro benar-benar sudah selesai. --- Se... More

-PROLOG-
1. Dendam Masa Lampau
2. Akiro's Life
3. Gwenn's Life
4. Finding Soulmate
5. Finding Soulmate pt.2
6. How Are You?
7. Flashback
8. Taruhan
9. Taruhan pt.2
10. Musuh kehidupan glamor
11. Hari yang berat
12. Tarik Ulur
13. Hutang Dendam
14. Panggilan Misterius
15. Eric
16. Bisikan Dibelakang
17. Celah Pertama
18. Drama di Pesta
19. Obrolan Panas
20. Prinsip Hidup Gwenn
21. Konsekuensi Yang Harus Ditanggung
22. Nomor Teleponmu?
23. Penjilat handal
24. Pesona Tak Terduga
25. Trending
26. Akun Anonim
27. Scandal Contract
28. Mrs.Fratt
29. Perbuatan Si Iblis
30. Konferensi Pers
31. Berkencan
32. Berkencan pt.2
33. Kemenangan
34. Pemimpin Baru
35. Dingin kemudian Panas
36. Janji
37. Penolakan
38. Calon Mertua
39. Pertanyaan Intens
40. Double Date?
41. Sensasi Aneh
42. Sabrinna Spencer
43. Sejarah Masa Lalu
44.Paket Misterius
45. Video Singkat
46. Kesempatan Penembusan Dosa
47. Berapa Peluru yang kau Punya?
48. Puncak Acara
49. Peluru Terakhir
50. Titik Balik
51. Rumah Sakit
52. Perang Dimulai
53. Plester untuk hari yang kacau
Epilog

54. Kembali Padaku

78 1 0
By ThIsGiRlAw

Jika Gwenn mengikuti rencana awalnya, maka seharusnya Grace sedang berdiri di sampingnya sekarang. Memang seharusnya Gwenn memaksa Grace untuk membatalkan janji pentingnya itu hari ini demi menemani Gwenn. Seandainya hal itu terlaksana, maka Gwenn tidak akan kesusahan seperti saat ini.

Menarik napas sekali, Gwenn memutuskan untuk mengikat rambutnya yang tergerai bebas dan mulai menyeret kopernya dengan perlahan untuk masuk ke dalam area penginapan. Lupakan tentang penampilan rapi Gwenn sebagai seorang pekerja profesional yang ingin merundingkan obrolan penting dengan Mr. Kei, sebab kini ia benar-benar kesusahan tanpa Grace.

"Seharusnya aku menaikkan gaji wanita itu bulan lalu," gumam Gwenn pelan, teringat dengan gurauan Grace tentang menaikkan gajinya karena selama ini dia sudah setia kepada Gwenn dan pekerjaan mereka hingga tanpa sadar wanita itu mengikuti jejak Gwenn untuk melajang demi pekerjaan.

Melewati jalan setapak yang berbatuan, ditambah jalan di pengunungan yang tidak rata membuat Gwenn kesusahan menyeret langkahnya. Baru beberapa langkah berjalan, ketakutan Gwenn benar-benar terjadi saat kakinya tak sengaja menginjak bebatuan yang agak besar, sensasi denyutan yang ia dapat dari insiden jatuhnya kemarin kembali menguap keluar.

Dengan refleks Gwenn merentangkan kedua tangannya ke udara berusaha menyeimbangkan tubuhnya, "Sial, kakiku," umpat Gwenn sebelum matanya kembali melebar saat menyadari sesuatu. Genggaman pada tangannya kosong, secepat fakta pahit itu menghampiri benaknya, Gwenn refleks membalikkan tubuhnya saat sebuah seruan menghentikan aksinya.

"Hey, kopermu."

Suara yang tidak terdengar asing bagi Gwenn itu, baik dari pemilihan kata yang tidak sopan dan nada bicaranya yang memberikan kesan tengil dan meremehkan. Tidak mungkin.

Gwenn berbalik cepat sebelum mulutnya sukses terbuka saat mendapati Akiro turun dari mobilnya. Kaca mata hitam yang terpatri pada wajah tampannya itu berhasil menyihir Gwenn untuk tetap menikmati pemandangan itu, hingga akhirnya Akiro berjalan ke arah kopernya tergeletak di tanah dan meraihnya kemudian menyeretnya mendekat ke arah Gwenn.

Dari balik kacamata hitamnya, Akiro mengerutkan alisnya. Melihat bagaimana Gwenn yang tiba-tiba mematung seakan tenggelam dalam pikirannya sendiri membuat Akiro menyadari kalau kehadirannya ini benar-benar memiliki dampak yang besar bagi Gwenn. Tanpa sadar Akiro tersenyum kecil karena pemikirannya itu.

"Kenapa? Kau mendadak tidak bisa fokus karena melihat pria tampan didepanmu ini?" Akiro menyapa Gwenn dengan pertanyaan percaya dirinya.

"Bagaimana kau bisa ada disini?" menghiraukan omong kosongnya beberapa waktu lalu, Gwenn balas bertanya dengan raut bingungnya.

Akiro mengedikkan bahunya tampak santai sebelum menjawab, " Aku hanya ingin berlibur sejenak dari pekerjaanku, tahu-tahu aku bertemu denganmu disini. Memang kita ditakdirkan..."

"Orang gila mana yang akan berlibur dengan pakaian seperti kau? Dan apa ini?" sergap Gwenn langsung kemudian dalam sekali gerakan, menggapai kacamata hitam Akiro membuat pria itu berengut protes. Gwenn menatap Akiro dari atas hingga ke bawah, ini benar-benar tampilan yang sama seperti yang Gwenn lihat saat berkunjung ke kantor Akiro beberapa minggu lalu. Akiro terlihat seperti berangkat dari kantor dan berakhir entah bagaimana terdampar disini.

"Kau membuntutiku?" tanya Gwenn, tatapan matanya menajam tampak menyelidiki raut wajah Akiro.

Akiro menggeleng, "Tidak."

"Aku tidak suka orang yang berbohong Akiro."

Akiro menangguk, "Iya."

Gwenn menghela napas sekali, "Kau yang memberiku plester juga?"

Lagi-lagi Akiro menangguk.

Gwenn memijat pelipisnya sebelum menatap tajam ke arah Akiro dan merampas kopernya dari genggaman pria itu dengan kasar untuk masuk ke dalam area penginapan.

Akiro terus mengikuti langkah Gwenn dari belakang hingga wanita itu tiba-tiba berhenti tepat di depan pintu kamarnya.

"Kenapa mengikutiku?" tanya Gwenn yang masih setia membelakangi Akiro sembari tangannya sibuk menancapkan kunci kamarnya dan masuk ke dalamnya.

"Kau marah?" tanya Akiro sebelum menyenderkan tubuhnya pada sisi pintu kemudian mengamati gerakan Gwenn yang menarik kopernya masuk ke dalam kamar dan menyeretnya ke area sisi kamarnya.

"Tidak."

"Bohong."

Jawaban dari Akiro itu berhasil membuat Gwenn berbalik dengan cepat sebelum melipat tangannya dan tersenyum kecil ke arah Akiro. Berusaha mengeluarkan raut tidak perdulinya, Gwenn akhirnya berujar, "Aku hanya tidak ingin menganggu liburan tenangmu ini. Dan tujuan kita lagi-lagi berbeda bukan?"

Gwenn menggantungkan kalimatnya itu saat mendapati tatapan Akiro yang berubah serius saat Gwenn mengungkit kembali masalah utama yang membuat hubungan mereka renggang belakangan ini.

"Aku disini untuk bekerja, bukan untuk liburan. Permisi," ujar Gwen cepat, sebelum Akiro menyadari kegugupannya Gwenn segera memutuskan tatapan mereka. Namun saat Gwenn ingin menutup pintu, Akiro menahan dengan kakinya.

"Tenang, aku juga tidak ingin menganggu pekerjaanmu disini," ujar Akiro yang berhasil menarik fokus Gwenn untuk menatapnya kembali.

"Jadi, kembalikan kacamataku agar aku bisa berlibur dengan tenang disini. Seperti katamu," lanjut Akiro sembari menunjuk dengan dagunya ke arah tangan Gwenn yang masih setia menyita kacamatanya itu sebelum mengedipkan matanya sekali sebagai tanda perpisahan mereka dan Akiro benar-benar hilang dari pandangan Gwenn setelah itu.

---

Gelap mulai datang saat Gwenn memutuskan untuk menikmati waktu sendirinya ditemani api yang berkobar diatas potongan kayu yang ditumpuk. Pandangan Gwenn terpusat ke depan bersamaan dengan angin malam yang berhembus pelan, membawa arus api menjadi acak. Gwenn mempertahankan momen itu untuk waktu yang lama, hingga pikirannya tenggelam pada pertemuannya dengan Mr. Kei tepat beberapa jam yang lalu.

Secara kebetulan, sore ini Gwenn bertemu dengan Mr. Kei yang sedang duduk seorang diri sembari menyaksikan pemandangan sore dekat pintu masuk untuk area pendaki gunung hingga Gwenn yang memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan itu dan menghampirinya.

"Mr. Kei?" panggil Gwenn, berusaha menampilkan raut pura-pura kagetnya, mata Gwenn sukses membulat diikuti gerakan tangannya yang menutup mulutnya yang terbuka lebar.

"Kebetulan sekali kita bisa bertemu disini," dengan terus berpegang teguh pada akting buruknya, Gwenn bertepuk tangan sekali sembari bekerja keras untuk menampilkan senyum ramahnya yang berakhir canggung.

Saat Mr. Kei berbalik untuk mengecek kehadiran Gwenn, wanita itu dapat melihat sirat keterkejutan yang tersemat pada wajahnya sepersekian detik sebelum akhirnya raut datarnya kembali mengambil ahli.

"Aku tidak menyangka kita bisa bertemu disaat seperti ini, apa kau sedang berlibur dengan keluargamu?" tanya Gwenn lagi dan tepat saat Mr. Kei hanya menangguk sebagai balasan dan kembali menatap ke depan, sebuah kesimpulan datang pada diri Gwenn.

Seharusnya Gwen tahu, membohongi orang cerdas seperti Mr. Kei adalah sebuah kesalahan. Mr. Kei bukan pria bodoh yang tidak tahu membaca kondisi di sekitarnya, terlebih lagi mendeteksi kebohongan dari aksi Gwenn ini.

"Aku menghargai kerja kerasmu," ujar Mr. Kei tiba-tiba yang berhasil menarik perhatian Gwenn.

Menyerah pada akting buruknya yang sudah terlanjur ketahuan itu, Gwenn akhirnya mengubah nada bicaranya seperti sedia kala, "Terima kasih."

Tanpa berbalik untuk sekedar menatap Gwenn, Mr. Kei berujar, "Kuakui kau seorang wanita yang bekerja kerja dan bahkan cerdas."

Jeda sejenak sebelum pria itu kembali melanjutkan kalimatnya, "Tapi yang aku tidak mengerti kenapa kau sangat terobsesi dengan perusahaan yang hampir bangkrut itu."

Tatapan Gwenn terpaku pada punggu pria yang sedang duduk membelakanginya sebelum mengeratkan kedua tangannya dan menarik napas untuk berbicara, "Mr. Kei, kau sudah mengenal ayahku sejak kalian duduk di bangku perkuliahan dan selama itulah dad berkontribusi untuk Victoria."

Sudut bibir Mr. Kei berkedut sekali saat mendengar Gwenn menyebutkan nama perusahaan Jacob yang dulu. Victoria adalah dunia Jacob sebelum Richard mengambil ahli dan menggantinya menjadi Victory. Nama Victoria benar-benar membuatnya bernostalgia dengan kehidupan di masa mudanya.

"Aku tidak akan membiarkan kerja keras ayahku lenyap begitu saja," kalimat Gwenn itu berhasil membuyarkan lamunan Mr. Kei.

Mr. Kei akhirnya terkekeh singkat, "Ternyata kau anak yang berbakti."

"Kau bisa menyebutnya seperti itu," ujar Gwenn dengan nada percaya dirinya.

"Tapi asal kau tahu, membujukku adalah hal yang sulit," lanjut Mr. Kei dengan kalimat tajamnya namun tidak membuat keberanian Gwenn gentar.

"Kecuali kau ingin jalur yang cepat," lanjut Mr. Kei yang langsung dijawabi oleh Gwenn sembari tersenyum kecil.

"Aku mencintai Mr. Kiro dan akan selalu seperti itu," ujar Gwenn begitu teringat akan Mr. Kei yang ingin mengadakan pertemuan makan malam dengan putra sulungnya. Putri bungsunya yang akan menikah sebentar lagi itu mau tak mau mendesak Mr. Kei untuk menjodohkan putranya agar peraturan keluarga mereka dimana yang tertua harus menikah duluan tidak terputus.

Mr. Kei hanya menangguk singkat, tampak sudah menebak apa yang akan Gwenn katakan.

"Kalau itu jawabanmu, maka kau seharusnya tidak perlu datang jauh-jauh untuk menghampiriku. Kau sudah tahu jawbanku," balas Mr. Kei.

Gwenn tiba-tiba tersenyum miring mendengar kaliamat percaya diri dari Mr. Kei, "Aku tidak pernah melakukan sesuatu tanpa persiapan Mr. Kei," ujar Gwenn yang berhasil membuat Mr. Kei berbalik.

Gwenn menatap lurus ke arah pria itu sebelu berujar dengan nada seriusnya, " Usahaku harus selalu setimpal dengan hasil yang kudapat."

Untuk pertama kalinya Mr. Kei membalas tatapannya sejak obrolan mereka berjalan sedari tadi dan Gwenn berhasil menangkap sirat matanya yang berbinar penasaran.

—-

Gwenn membuka bir kaleng dan meneguknya sekali, seharusnya disaat seperti ini Gwenn dapat mengabari Akiro perihal keberhasilannya dalam membujuk Mr. Kei. Benar, Gwenn berhasil dengan penawarannya. Tapi, memikirkan bagaimana Akiro ingin perusahaan itu hancur membuat Gwenn mengurungkan niat untuk menghubunginya. Akiro pastinya tidak akan senang dengan berita ini.

Ditemani sensasi dingin dari udara malam dan hangatnya api unggun didepannya, satu tegukan pertama Gwenn berlanjut hingga kaleng kedua bir. Untuk sesaat, itu merupakan momen yang cocok bagi Gwenn untuk menghabiskan waktu sendiri selagi pikirannya tenggelam dalam berbagai spekulasi tentang apa yang akan terjadi kedepannya. Tentang bagaimana Gwenn harus membangun kembali tembok kepercayaan orang-orang terhadap Victoria dan bagaimana nasib hubungannya dengan Akiro.

Mungkin Gwenn sudah terlalu mabuk saat itu hingga dalam pandangannya yang buram, ia melihat perawakan seorang pria yang tengah berjalan ke arahnya. Melewati seberkas cahaya dari tiang lampu penerang dijalan, Gwenn menyipitkan matanya pada fokusnya yang berubah meremang.

Untuk sekilas Gwenn mendapati kemeja putih sebagai atasan dari pria itu dan detik selanjutnya Gwenn terkekeh singkat. Menertawakan dirinya yang membandingkan pakaian pria itu dengan Akiro, Gwenn masih ingat jelas Akiro memakai jas kantor formalnya yang berwarna hitam.

Pria itu tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di depan Gwenn dan berakhir duduk di sebelahnya.

"Aku tidak mengenalmu," ujar Gwenn dengan nada pelannya sebagai peringatan kalau dia sedang tidak ingin diganggu.

"Lihat benar-benar dan pastikan sekali lagi," ujar pria itu membuat Gwenn mengalihkan pandangannya ke samping dan mulai meneliti wajah pria didepannya itu.

Gwenn mengusap matanya sekali sebelum tangannya terangkat dan berakhir mendarat pada pelipis pria itu. Mengusapnya secara perlahan membuat pria itu refleks menutup kedua maniknya seolah menikmati sentuhan-sentuhan kecil yang diberikan oleh Gwenn. Jari Gwenn turun pada hidung mancungnya, sembari dirinya terus membandingkan rupa pria didepannya ini dengan Akiro, sentuhannya berakhir pada bibir pria itu.

"Kalian benar-benar mirip," Gwenn bergumam pelan saat pria didepannya itu membuka kedua matanya, memberi akses untuk beradu tatapan dengannya.

Sensasi mabuk mulai menguasai tembok pertahanan dalam dirinya saat Gwenn secara tidak sadar tersenyum kecil ketika pria itu memajukan wajahnya, melenyapkan jarak diantara mereka sebelum menyatukan bibirnya pada Gwenn.

Pria itu meraih tengkuk Gwenn dan mengusapnya pelan, membuat rasa panas yang menjalar pada tenggorokannya akibat pengaruh alkohol beberapa waktu lalu semakin menjadi-jadi. Jantung mereka berdebar dengan cepat, pikiran Gwenn terasa kosong saat perasaan asing itu mengobrak-abrik dirinya. Lebih memabukkan dari alkohol, perlakuan ini berhasil menenggelamkan Gwenn dalam angan-angan yang menyenangkan. Sensasi menggelitik yang membuat Gwenn melupakan keresahannya sejenak hingga pelipisnya berkerut sekali.

Menyadari ketidaknyamanan Gwenn, pria itu menghentikan pergerakannya saat Gwenn secara tiba-tiba mendorong bahunya menjauh.

"Aku ingin muntah."

Satu kalimat telak yang keluar dari mulut Gwenn, disusul tangan wanita itu yang membekap mulutnya secara cepat membuat pria didepannya itu bergerak cepat untuk bangkit dari duduknya.

"Kenapa kau menyusulku?"

Nyaris tak terdengar, pertanyaan itu tanpa sadar keluar dari mulut Gwenn saat dirinya berada dalam gendongan pria itu. Gwenn merasakan langkah kakinya yang berubah cepat, melewati pintu masuk penginapan sebelum meraih kunci dari saku kanan jaket Gwenn.

Hanya keheningan yang mengudara diantara keduanya saat dengan telaten pria itu membaringkan Gwenn ke atas kasurnya, melepas sepatunya dan menyalakan penghangat ruangan untuknya.

Entah itu sebatas alam bawah sadar Gwenn atau sebuah realita yang terlalu mustahil untuk ia percaya kebenarannya, tapi malam itu Gwenn merasakan seseorang berbisik di telinganya.

"Aku merindukanmu Vee."

Continue Reading

You'll Also Like

319K 10.3K 45
Setelah menjauh dari kehidupan lama, kini Natasya tidak bisa lagi membedakan mana rasa sayang, rasa cinta, dan rasa ketergantungan. Karena hal itu...
472K 20K 51
Aku korban tapi kenapa aku juga yang disalahkan? Risa menjadi korban pelecehan seksual oleh teman sekelasnya. Laki-laki penyendiri yang ia percayai t...
1.7M 68.3K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
246K 9.2K 40
(Follow terlebih dahulu sebelum baca) Book 1 of Johnson's #2 Billionaire (18 Februari 2020) #11 Billionaire (21 Februari 2020) #10 Billionaire (23 Fe...