Surat Takdir Dari Tuhan ✔️

By sweet_juminie

24K 1.9K 284

[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pi... More

[1] Manusia-Manusia Ganteng!
[2] Saudara Paling Akur!
[3] Kelas Yang Sangat Rukun!
[4] Ada Bidadari!
[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!
[6] Rencana Makan Bakso!
[7] Seisi Kantin Jadi Heboh!
[8] Berterimakasih Itu Susah!
[9] Tempat Berteduh!
[10] Hukuman Di Lapangan!
[11] Majelis!
[12] Perihal Kesopanan!
[13] Saingan!
[14] Dia Datang!
[15] Menolak Menjadi Pecundang!
[16] Ada Yang Hilang!
[17] Kado Kecil Untuk Fyan!
[18] Takdir!
[19] Do'a!
[20] Kedekatan!
[21] Keputusan!
[22] Terimakasih !
[23] Ikhlas?!
[24] Acara 2 sahabat!
[25] Foto Lama!
[26] Ada Yang Mengejar Dan Ada Yang Berhenti!
[27] Martabat Seorang Wanita!
[28] The Real Hijrah!
[30] Hari Kelulusan!
[31] Menyempurnakan Separuh Agama!
[32] Takdir Ilahi!
Surat Takdir Dari Tuhan [THE END]

[29] Pondasi!

408 49 2
By sweet_juminie

***

Sudah hampir satu minggu lamanya Silmi dan Nadhif tidak melihat keberadaan Azlan dan Afnan. Dua saudara bermarga Atharauf itu bagai hilang ditelan bumi. Keduanya belum mendapat keberanian untuk bertanya kepada teman-teman laki-laki itu di manakah sekarang mereka berada.

Seringkali melihat teman-temannya berkumpul bersama, bahkan Sandy yang notabene sepupunya, namun Azlan dan Afnan tak menunjukkan eksistensi sama sekali.

Seperti saat ini, meja disudut ruangan kantin di tempati oleh sebagian laki-laki kelas 12A.

Silmi dan Nadhif saling pandang sejenak, keduanya yang masih berdiri di ambang pintu memperhatikan teman-teman Atharauf sama-sama memberikan isyarat lewat mata.

"Keknya aku ga bisa kalau nanya'nya di tempat umum begini. Makin grogi aku." Keluh Nadhif.

"Hehe, sama." Cengir Silmi. "Nanti deh kalo mereka dah keluar dari kantin."

"Boleh, boleh."

Alhasil keduanya melenggang dari kantin sekolah.

Teman-teman Atharauf yang memang sudah dari lama menyadari gelagat aneh mereka, kini juga menyadari keberadaan mereka.

Akhyar berdeham. "Amanah Afnan kapan saya kasih buat Nadhif?"

"Belum boleh, Afnan bilang jangan dikasi kalau Nadhif ga nyari dia." Timpal Agung.

"Kalau Nadhif ga nyari-nyari?"

"Berarti nggak peduli." Celetuk Sandy.

"Kesian juga dong si Afnan." Cengir Randi.

"Btw yang nitip surat Afnan doang? Azlan gimana?" tanya Sandy.

"Nggak ada tuh, jan-jangan takut dia." Fitrah menimpali.

"Takut kenapa?" tanya yang lainnya bersamaan.

"Takutlah nanti Silmi tolak mentah-mentah suratnya."

"Mulutnya...." tegur Randi.

"Semisal doang."

***

Kelima pemuda tersebut keluar dari kantin setelah merasa perut telah terisi penuh oleh makanan-makanan disana. Agung dan Randi tidak memperhatikan sekitar, mereka terlalu fokus dengan ponselnya. Keduanya hanya mengikuti langkah kaki teman-teman mereka.

"Assalamu'alaikum." Salam seseorang yang membuat kelimanya spontan berdiri kaku.

"Wa'alaikumussalam." Balas Sandy mewakili.

Nadhif semakin canggung dengan sikap mereka yang terlihat was-was bertemu dengannya.

"Anu-"

"Mau tanya tentang, Afnan?" tebak Akhyar kelewat peka.

Silmi yang sejak tadi berdiri dibelakang sahabatnya, memegang lengan Nadhif pelan untuk menyadarkan. Pasalnya Nadhif justru terlihat melamun mendapat pertanyaan menyangkut Afnan.

"Eh-, iya."

Kelima pemuda itu saling melempar pandangan penuh arti. Melihat Fitrah yang mengangguk sekali, Akhyar mengeluarkan sebuah amplop putih dari saku celananya kemudian menyodorkan kepada Nadhif dengan hati-hati.

"Itu surat kagak pernah keluar dari kanton apa? Perasaan di bawa-bawa mulu ama si Ustadz." Celetuk Agung.

"Si Akhyar jaga amanah. Nggak kayak lu, disuruh kewarung beli garam malah beli rokok." Timpal Randi asal nyeleneh.

"Astagfirullah, kapan saya seperti itu? Kamu fitnah."

"Alay."

Nadhif tersenyum tipis melihat interaksi itu, begitupun Silmi yang sejak tadi tak mengeluarkan suara.

"Terimakasih, kalau begitu saya pamit. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab mereka bersamaan.

Nadhif bersama dengan Silmi pergi setelah pamit. Mereka berjalan menuju kelas 12C.

"Sopannya. Pantes Afnan kepincut. Masih halal sih saya nikung." Kata Agung sembari senyum-senyum layaknya orang tak waras.

"Astagfirullah, tak aduin kamu ke, Mas Afnan." Seloroh Fitrah dengan logat jawa. Yang lain tertawa mendengarnya.

"Becanda, yaelah."

***

Nadhif tiba di rumah dan segera berlari menuju kamarnya. Seperti biasa orang tuanya keluar kota, namun kali ini tidak sampai menginap disana. Katanya akan pulang sekitaran jam 8 malam.

Melempar tas secara asal, Nadhif membuang dirinya diatas kasur tempat tidur. Jantungnya berdegup kencang disebabkan terlalu takut membuka amplop dari Afnan ini.

Kedua tangannya memegang kedua sisi amplop dan menatap lekat.

Inginnya membuka bersama Silmi, namun sahabatnya itu menolak. Silmi menjaga privasi Afnan yang hanya untuk Nadhif. Maka tidak sepantasnya ia ikut nimbrung disebabkan rasa kepo, rasa ingin tahu terlalu besar itu tidak baik, katanya.

Nadhif tersenyum tipis mengingat perkataan sahabatnya tadi. Bijak dan dewasa.

Perlahan-lahan tangannya mulai menyobek pinggiran amplop. Mengeluarkan sebuah kertas putih dari dalam sana.

Nadhif semakin dibuat penasaran. Mungkin surat ini dapat menjelaskan mengapa Afnan tak muncul setelah hampir satu minggu lamanya.

Gadis itu berkeringat dingin. Segera ia melepas khimar, kemudian cadar dan terakhir ciputnya. Menghembuskan nafas panjang, tangannya membuka lipatan kertas tersebut.

Assalamu'alaikum.

Perkenalkan nama saya, Atharauf Afnan Isrul.
Lahir di bulan Agustus tepat di bulan kemerdekaan
Indonesia. Mungkin itu sebabnya kelahiran saya
begitu bermakna bagi keluarga.

Haha, basa-basi biar tidak basi.

Entah harus dimulai kata dari mana,
saya hanya mau mengucap kata 'pamit,
maaf, dan terimakasih.'

Saya pamit untuk pergi sementara.
Jika tidak kembali, Qodarullah semua
sudah ditentukan oleh yang Maha Kuasa.
Maaf, sebab tidak pamit secara langsung,
saya takut malah tidak jadi pergi jikalau
terdapat pertemuan sejenak.
Terimakasih, oh. Maaf kalau saya lancang,
tapi terimakasih sudah ada.

Nanti akan saya katakan pada ibumu
'Terimakasih sudah melahirkan anak
seperti, Nadhif' ibumu beruntung, saya
jauh lebih beruntung.

Jadi...

Saya tidak meminta kamu menunggu,
tapi jikalau kita berjodoh, saya akan datang
kerumah dan meminta kamu
kepada orangtua mu.

Melamar disana, layaknya laki-laki sejati.

Saya pergi sementara, untuk memperdalam
ilmu agama saya. Nanti, jangan sungkan
bertanya perihal agama, saya akan menjawab
sesuai pengetahuan saya. Sebab sebagai suami
sudah sepantasnya memberi ilmu untuk istri.

Wassalam...

Nadhif menggigit bibir upaya menahan isakan. Kertasnya telah basah akibat air mata yang sejak tadi bercucuran. Tintanya telah luntur akibat liquid bening yang menolak jeda.

Itu tandanya, cintanya tak bertepuk sebelah tangan.

Bukan cinta sepihak, melainkan sama-sama menaruh rasa.

"Ya Allah..."

***

Ketika mendengar sahabatnya bercerita dengan antusias, Silmi tentu ikut bahagia. Ia tak melunturkan senyum sejak Nadhif memulai kata.

Di sepanjang koridor sekolah, mulut Nadhif tak berhenti mengeluarkan suara, dan Silmi yang selalu cepat tanggap dalam menanggapi kalimat sahabatnya. Mereka jadi heboh sendiri.

"Jadi? Kapan dia pulang?"

Nadhif menggeleng. "Dia nggak nulis tentang itu, aku nggak tau deh."

"Oohh... Terus-terus? Dia mau ngelamar?"

"Katanya sih begitu. Ya Allah, aku nggak boleh salting."

Silmi terkekeh pelan, ia meninju bahu Nadhif main-main.

"Kalau udah halal salting sampe jungkir balik juga gapapa." Katanya diselingi tawa.

"Nggak boleh gitu dong. Mengkalem depan misua."

"Misua?"

"Suami, Silmiii..."

"Ih, mana bisa. Pernikahan'kan seumur hidup. Keliatan dong sifat aslinya kalau udah nikah."

"Iya juga, yaaa..."

"Bodo amat sih, intinya aku selalu support apapun keputusan kamu." Silmi mengacungkan kedua jempolnya dengan senyum dibalik cadar, kentara dari matanya yang menyipit.

"Kamu nyusul, ya?"

Silmi tersenyum tipis. "Aku mau kuliah. Itu keinginan aku dari dulu, kalau menikah sambil kuliah aku nggak sanggup."

"Kenapa?"

"Kalau kuliah nanti, dimana-mana sibuk, yaa? Terus gimana kita membagi waktu buat suami kalau proposal menumpuk setiap hari? Kewajiban kita terhadap suami nggak kalah penting. Semisal keluarga sudah mau punya cucu, sedangkan kita masih stres-stresnya dengan masalah kuliah, pas udah punya anak siapa yang mau urusin? Mertua? Aku nggak mau anakku lebih dekat dengan orang lain ketimbang aku sebagai ibunya, biarpun itu kakek-neneknya sendiri."

Nadhif tertegun.

Melihat Nadhif yang terdiam menyadarkan Silmi yang terlalu banyak bicara. "Aku nggak nyinggung siapa-siapa, yaa. Serius."

Nadhif menggeleng pelan dengan lengkungan senyum terpatri di sudut bibir yang tertutupi cadar. "Aku juga nggak tersinggung. Aku nggak kuliah, karna aku mau dekat dengan anak dan suami, semata-mata karena mengharap ridho Allah."

Keduanya saling melempar senyum tulus, seperti inilah ketika sebuah persahabatan dibina dengan pondasi agama. Iman dan taqwa menjadi landasan dalam persahabatan mereka. Tak saling menuntut untuk memiliki jalan yang sama, sebab manusia punya pilihan hidup masing-masing yang tak pantas ditentang, selama tak keluar dari syariat islam.

Langkah mereka masih beriringan. Silmi berjalan pelan ketika menaiki anak tangga, sejak dulu ia takut menaiki tangga tinggi seperti disekolahnya.

Bukan takut ketinggian, melainkan takut jatuh.

Tak sengaja sama sekali, Silmi menginjak rok depannya hingga ia tersungkur jatuh, tangannya yang mencoba meraih pergelangan Nadhif tidak mampu diraihnya.

Keningnya terbentur pada pinggiran tangga, kemudian menggelinding kebawah.

"Allahu akbar!!" Nadhif berteriak kaget.

Ia berlari menurungi anak tangga dengan tergesa-gesa. Air matanya jatuh begitu saja melihat kondisi sahabatnya. Kening Silmi mengeluarkan darah cukup banyak.

Orang-orang berbondong-bondong mendekat, disusul anggota PMR yang membawa tandu darurat.








Tbc.

Follow IG :

wp.mejza_

Continue Reading

You'll Also Like

5.7K 450 31
Senja itu cantik dengan semburat jingga, apalagi ketika kepergiannya yang di temani seseorang yang memiliki trauma. "apa bisa kepergianku seindah itu...
1.8M 192K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
75.8K 1.6K 200
kata-kata bijak or quotes. Pacar? Gebetan? Sahabat? Keluarga? Semua ada disini. Mari dibaca. JANGAN JADI SILENT READERS!!! Jangan lupa tinggalkan jej...
140K 4.1K 70
"Rindu itu berat, Memerhatikan mu dari jauh itu menyakitkan dan melihat tanpa bicara itu sungguh memilukan." Scroll terus guys!makin ketjeh kok😂 ⚠J...