Hakim

By ulagstn_

1.3M 76.3K 3.9K

[Revisi] Kalian percaya cinta pada pandangan pertama? Hakim tidak, awalnya tidak. Bahkan saat hatinya berdesi... More

1. Jayabaya 8-A
2. Lanjutan Kisah Kemarin
3. Kenapa Dipanggil Gus?
4. Di Belakang Asya
5. Kamu Siap?
6. Humaira-nya Saya
7. Asya Suka
8. Bandung dan Kembangnya
9. Rumah Kita
10. Pengering Rambut
11. Suami Asya
12. Wanita Terpantas
13. Satu Dua Hal Penggugur Dosa
14. Mas Hakim Nakal
15. Letupan Kecil
16. Riba Cinta
17. Kita, Bandung dan Hujan
18. Kerikil
19. Janji Hakim
20. Usaha Kita
21. Cemburu Secara Ugal-ugalan
22. Semua Milik Allah
23. Mencintai Kehilangan
24. Hadiah Saya
25. Gara-gara Si Bungsu
26. Karena Allah
27. Penyakit Apa?
28. Nikmat Allah
29. Porsi Ujian
30. Fufu
31. Panas Dingin
32. Baginda Ratu
33. Buka Puasa
34. Terima Kasih
35. Ombak
36. Anomali
37. Kembali Ke Pelabuhan
38. Sekali Lagi?
39. Surat Perjanjian
40. Merayu
41. Waktu Yang Berlanjut
42. Satu Tahun
44. Baby Blues
45. Obrolan Dini Hari
46. Panas
47. To The Moon And Back
48. Bubu
49. Terima Kasih, Ayah!
50. Nanti Kita Seperti Ini
HiLal
Secret Part
Mas Husain

43. Asya Di Sini

21.1K 1.4K 100
By ulagstn_

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hakim tidak mengatakan apa pun lagi selama perjalanan, jika dia semakin panik, Asya akan ikut lebih panik. Sampai di rumah sakit, Asya langsung dibawa ke ruang bersalin. Tidak banyak bicara, Rahma juga langsung mengecek kondisi Asya,

"Asya sudah dalam posisi siap melahirkan, masuk Kim." Ucap Rahma setelah beberapa saat di ruang bersalin lalu keluar dan memanggil Hakim,

Hakim diperintahkan untuk memakai pakaian khusus,

"Jaga supaya Asya tetap terjaga, jangan sampai tidur." Pesan Rahma,
"Asya lahiran normal?" Tanya Hakim,
"Sepertinya iya. Berdoa saja, insyaallah semuanya lancar."
"Tapi kandungannya.."
"Asya ga ada ngeluh sakit atau keluhan lain?"
"Ga ada,"
"Kayanya kontraksinya sudah sering, tapi mungkin karena keluhan terakhir kali, Asya pikir itu kontraksi palsu. Ayo."

Hakim masuk bersama Rahma, di dalam sudah ada beberapa perawat yang akan membantu Asya. Hakim berjalan ke arah Asya.

"Mas." Panggil Asya pelan,
"Berdoa, sayang."
"Asya melahirkan normal?"

Hakim mengangguk, Hakim menggenggam tangan Asya erat sambil terus membisikkan doa.

"Asya ga kuat hiks.." rintih Asya di tengah proses persalinan,
"Kuat sayang, saya bantu. Istighfar dulu,"

Asya menggeleng, matanya terpejam, tenaganya habis, dia tidak bisa lagi mendengar suara Rahma yang terus memberi instruksi. Sudah berapa lama dia di ruangan ini, kenapa rasanya sudah sangat lama. Asya sudah tidak kuat, dia benar-benar lemas.

"Asya." Hakim mencubit pelan pipi Asya,
"Sakit, Mas. Ga kuat hiks.."
"Saya tahu, Asya kuat, sayang. Buka matanya."

Asya membuka matanya, menatap Hakim sendu.

"Dengar, saya tidak izinkan kamu untuk tidur atau tutup mata. Kamu harus tetap buka mata, oke?" Ucap Hakim,

Asya tidak menjawab, rasa sakit itu kembali datang, lebih dahsyat. Asya mengejan sekali lagi sesuai perintah Rahma.

Rahma mengatakan sesuatu yang Asya tidak mengerti, dia juga tidak mau mengerti, sakit di pusat tubuhnya membuat Asya melupakan semuanya. Rahma berbicara dengan Hakim, dan Hakim hanya mengangguk.

"Sekali lagi lagi sayang, kali ini lebih kuat. Fufu sudah terlihat." Ucap Hakim di telinga Asya yang sedang mengatur napasnya.

"Tahan dulu Asya, sesuai instruksi saya." Perintah Rahma,

Dorongan terakhir kepala bayi sudah terlihat, Rahma dengan mudah menarik badannya.

"Laki-laki," ucap Rahma tersenyum,

Hakim ikut tersenyum mengucap syukur, lalu menatap ke arah Asya.

"Hasan, sayang." Ucap Hakim pelan, Asya tidak menjawab, matanya langsung menutup.

"Humaira," panggil Hakim,

"Hey, kamu belum boleh tidur, sayang."

"Asya."

"Asya!"

Rahma menyerahkan bayi mereka ke salah satu perawat. Melihat kondisi Asya lalu menyuruh Hakim untuk keluar.

"Keluar Kim." Ucap Rahma,
"Tapi Asya-"
"Keluar."

Hakim keluar dengan gusar, apa yang terjadi? Kenapa dia disuruh keluar?
Hakim kembali menatap pintu ruang persalinan. Dia duduk, berdiri, berjalan bolak-balik, lalu kembali duduk, kenapa lama sekali.

Seorang suster keluar dengan mendorong box, putra mereka ada di dalam box itu.

"Sus, istri saya gimana?" Tanya Hakim,
"Kita belum tahu, Pak."

Hakim menggeram kecil, kenapa tidak tahu, bukankah suster ini juga di dalam sejak tadi?

"Anak saya mau dibawa ke mana?" Tanya Hakim,
"Ruangan khusus, dokter Rahma bilang bayinya tetap harus masuk inkubator."
"Tapi belum diadzani."
"Nanti, Pak."

Hakim mengangguk, membiarkan suster itu membawa putranya. Dia kembali menatap pintu yang sama.

"Astagfirullah," gumam Hakim pelan, hatinya benar-benar gusar.

Pintu terbuka, Rahma keluar dan membuka maskernya.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hakim duduk di kursi panjang di depan koridor, napasnya terengah. Semua terjadi sangat cepat. Saat Rahma keluar dari ruang bersalin, Rahma mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan jantung, Rahma juga mengatakan Asya dalam kondisi bahaya, dia langsung memanggil dokter yang bersangkutan. Setelahnya, Hakim tidak tahu apa yang terjadi di dalam, dia hanya bisa berdoa sambil menunggu di depan ruangan tadi.

Cukup lama Hakim menunggu, dia tidak bisa melihat sama sekali apa yang terjadi di dalam. Sampai lebih dari tiga puluh menit akhirnya Rahma dan dokter yang tadi dipanggil keluar, memberi tahu kondisi Asya yang membuat Hakim duduk lemas.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

"Hakim!"

Hakim menoleh, itu orang tuanya. Dia baru menghubungi orang tua mereka setengah jam lalu, orang tua Asya juga langsung ke Jakarta dan sedang dalam perjalanan ditemani Umar.
Saat ini Hakim sedang duduk di kursi panjang di depan koridor, dia baru selesai sholat maghrib. Hakim langsung berdiri menyalami orang tuanya.

"Gimana Asya? Asya beneran melahirkan?" Tanya bunda,

Hakim mengangguk,

"Bayinya sehat, laki-laki, tapi tetap harus masuk inkubator karena lahir kurang bulan, tapi Asya.."
"Asya kenapa?"
"Tadi sempat ada masalah, Asya tiba-tiba ga bernapas. Terus.."

Bunda langsung memeluk Hakim dan Hakim balas memeluk erat.

"Hakim takut Bun, Hakim kira Asya bakal tinggalin kita," ucap Hakim pelan,

"Sekarang Asya gimana?" Tanya ayah,
"Baik, Yah, Asya lagi tidur. Tadi sempat sadar sebentar terus tidur lagi,"

Ayah dan bunda langsung mengucapkan hamdalah. Setelah melihat kondisi Asya, ayah dan bunda meminta untuk diantar ke ruangan bayi. Hakim mengantar orang tuanya dan melihat Hasan kecil dari kaca luar. Hasan terlihat tidur tenang, bayi itu hanya menangis sekali setelah dibawa ke ruangan ini. Sisanya Hasan hanya tertidur bahkan saat digendong Hakim dan diadzani, bayi kecil itu tidak terusik sama sekali.

"Tapi Hasan sehatkan? Maksudnya ga ada masalah?" Tanya bunda,
"Rahma bilang sehat, Bun. Beratnya normal, napasnya normal, organnya juga insyaallah normal, tapi harus diperiksa lebih lanjut."
"Berapa lama harus di inkubator?"
"Tiga hari, paling lama tujuh hari."

Bunda mengangguk, kembali memperhatikan Hasan kecil.

"Tapi kok dia tenang banget ya? Beneran gapapa, Kim?" Tanya bunda,
"Gapapa, Bun. Hakim juga sempat tanya Rahma, dia bilang gapapa. Emang anaknya aja yang anteng."

Setelah beberapa saat di depan ruangan bayi. Mereka kembali ke ruang rawat Asya. Hakim duduk di samping Asya dan memegang tangannya. Wajah Asya masih pucat tapi tidak sepucat saat pertama masuk ruang rawat, perlahan wajahnya kembali memerah.

Saat malam semakin larut, ayah dan bunda izin pamit dan akan kembali esok hari, berbarengan dengan itu, ibu dan bapak datang. Hakim kembali menjelaskan kondisi Asya dan putranya, lalu setelah melihat Hasan, ibu, bapak dan Umar pulang ke rumah Hakim,

"Maaf ya Pak, Bu. Saya ga bisa antar ke rumah." Ucap Hakim sebelum mertuanya pulang,
"Gapapa, kamu di sini aja. Titip Asya ya." Jawab bapak,

Hakim mengangguk, mengantar mereka sampai depan halaman rumah sakit dan kembali setelah memastikan mereka naik taksi. Hakim kembali ke ruangan rawat Asya, menatap Asya yang tidak kunjung bangun.

"Humaira lelah sekali ya?" Gumam Hakim sambil mengelus pipi Asya,

"Terima kasih, sayang. Bunda hebat. Hasan lahir dengan sempurna, dia sehat dan pintar, sejak tadi tidak ada menangis. Bunda harus sehat, kita harus pulang sama-sama ke rumah. Jangan tinggalkan saya dan Hasan." Ucap Hakim lalu mengecup kening Asya.

Hakim duduk di sebelah Asya, menggenggam erat tangan Asya. Hakim mengembuskan napas pelan, rasanya campur aduk sekali hari ini. Senang, khawatir, cemas, sedih jadi satu. Dan alhamdulillah semuanya ditutup dengan rasa lega. Hakim lega, istri dan anaknya baik-baik saja.

"Mas,"

Hakim mengangkat wajahnya, Asya sudah membuka matanya.

"Assalamualaikum, sayang." Salam Hakim lalu berdiri dan duduk di ranjang. Asya menjawab salam dengan pelan.

"Mas, bayi kita? Bayi kita mana?" Tanya Asya panik saat sadar perutnya tidaksebesar tadi siang. Saat siuman beberapa saat lalu, Asya hanya membuka mata beberapa menit, tidak mengatakan apa pun dan kembali tertidur, dia belum sadar jika sudah melahirkan.

"Dia baik-baik saja, sayang. Hasan di inkubator di ruangan bayi." Jawab Hakim,

Asya bernapas lega, lalu berusaha untuk duduk, Asya meringis merasakan sakit di seluruh tubuhnya terutama di pusat tubuhnya, Hakim menaikkan kepala ranjang dan membantu Asya untuk duduk.

"Ada yang sakit?" Tanya Hakim,
"Semuanya hiks.. badan Asya sakit semua huhu.. ini gara-gara kamu! Kamu aja sana yang melahirkan!" Jawab Asya langsung menangis,

Hakim ikut meringis pelan, dia mengusap air mata Asya, "Maaf, sayang."

Asya tidak menjawab, masih menangis. Sebenarnya Asya menangis bukan hanya karena badannya yang sakit, tapi dia lega karena bisa melahirkan Hasan dengan sehat,

"Terima kasih ya, Bunda hebat. Maaf kalau Ayah buat Bunda kesakitan. Kalau boleh memilih, biar Ayah saja deh yang hamil dan melahirkan, tapi kan tidak bisa." Ucap Hakim sambil kembali mengusap air mata Asya,

"Haus." Ucap Asya pelan, Hakim mengambilkan air minum lalu memberikannya kepada Asya,

"Nama lengkapnya siapa?" Tanya Asya setelah berhenti menangis,

"Nama depannya Hasan, nama belakangnya Al-Abqary seperti nama belakang saya. Nama tengahnya dari kamu."
"Asya pengen Khadijah, Mas."
"Hasan laki-laki, sayang. Masa Khadijah?"
"Asya maunya Khadijah hiks.."

Hakim memeluk Asya yang kembali menangis, mengusap kepalanya pelan.

"Khadijah untuk nama putri kita saja ya? Siapa tahu adik Hasan nanti Khadijah."
"Tapi kamu yang melahirkan ya?"
"Eh?"
"Asya ga mau melahirkan lagi hiks.. sakit tau!"

Hakim diam, mungkin besok saja dia kembali bertanya tentang nama tengah untuk putra mereka.

"Maaf ya, tidak apa-apa kalau Bunda tidak mau melahirkan lagi. Maafkan Ayah ya sayang." Ucap Hakim,
"Maaf ya Mas hiks.."
"Maaf kenapa? Asya tidak salah." Hakim kembali memeluk Asya,

"Asya marah marah terus sama Mas Hakim hiks.."
"Tidak apa-apa, sayang. Saya mengerti, humaira cuma kesal kan? Cup cup, tidak apa-apa sayangku."

Hakim melepaskan pelukannya, mengusap wajah Asya dan mengecup keningnya.

"Sudah menangisnya, lebih baik istirahat. Mau tidur lagi?" Tanya Hakim,
"Asya mau liat Hasan."
"Sudah malam, besok saja ya."
"Hasan sehat kan, Mas?"
"Sehat, sayang. Hasan sempurna, pintar dan tampan."

Asya mengangguk mengucap syukur, lalu kembali merentangkan tangannya meminta dipeluk. Hakim tersenyum dengan senang hati memenuhi permintaan Asya.

"Naik ke sini, Mas." Pinta Asya, Hakim langsung mengiyakan. Naik ke ranjang lantas kembali memeluk Asya yang sudah kembali tidur terlentang.

"Tadi saya takut sekali," ucap Hakim pelan setelah beberapa saat hening.

Asya menoleh, memiringkan tubuhnya menghadap Hakim.

"Kenapa?" Tanya Asya,
"Kamu tiba-tiba berhenti bernapas, sampai dokter lain dipanggil ke ruang bersalin, setengah jam lebih kamu diperiksa, saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Saya takut.. takut kamu.."
"Asya di sini, Mas."

Asya langsung memeluk Hakim, merasakan detak jantung Hakim yang berdetak lebih cepat. Hakim benar-benar takut. Sekalipun dia tahu maut tetap di tangan Allah, tapi Hakim tidak siap, tidak akan pernah siap untuk ditinggalkan Asya.

Asya mengusap punggung Hakim, sekali lagi menenangkan suaminya. Hakim merendahkan posisinya, memeluk Asya dan menyembunyikan wajahnya di dada Asya. Hakim menangis.

"Asya ga akan kemana-mana, Asya di sini, sama kamu dan Hasan." Ucap Asya lagi,
"Saya takut humaira,"

Malam itu, giliran Asya yang bertugas menenangkan Hakim yang terus mengumumkan kata takut. Sampai akhirnya Hakim tertidur di pelukan Asya, fisiknya lelah, apalagi hatinya. Asya membiarkan Hakim tertidur sambil mengusap rambutnya dengan sayang.

"Kita ga bisa selalu bareng-bareng, Mas. Sekalipun kita percaya kita bisa kembali bersama di surga, tapi perjalanan kita panjang. Entah kapan dan entah siapa yang terlebih dahulu, tapi salah satu dari kita pasti pergi saling meninggalkan. Asya harap, Asya yang pergi duluan. Asya ga bisa tanpa Mas Hakim." Ucap Asya pelan lalu mengecup kening Hakim da ikut memejamkan matanya.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Tepat di hari ketujuh, Hasan dan Asya diizinkan untuk pulang, mereka sudah sampai di rumah beberapa menit lalu. Rumah terlihat ramai. Ibu, bapak, ayah, bunda, Hilmi, Laila dan Haura ada di rumah Hakim, menyambut Asya dan Hasan. Hanya Umar yang tidak ada, karena dia harus pulang untuk kuliah, tidak bisa berlama-lama di Jakarta.

"Assalamualaikum," salam Asya dan Hakim berbarengan,

"Waalaikumsalam," jawab semua orang dari dalam.

Asya tersenyum, langsung menyalami orang tua mereka. Si kecil Hasan juga sudah pindah dari gendongan Asya. Hakim membantu Asya untuk duduk di sofa. Mereka mengobrol santai, bertanya tentang Hasan.

"Mau minum?" Tanya Hakim,
"Engga Mas."

"Mau aqiqah kapan, Kim?" Tanya ayah,
"Belum tahu, menurut Ayah baiknya gimana?" Hakim balik bertanya,
"Baiknya ya secepatnya, minggu depan saja biar pas empat belas hari,"

Hakim mengangguk mengiyakan.

Ruangan tiba-tiba semakin ramai dengan tangisan Haura yang terus dijahili ayahnya dan disusul tangisan Hasan, orang tua di sana hanya tertawa melihatnya.

"Oh iya, nama lengkapnya siapa?" Tanya Laila,

Hakim menoleh ke arah Asya, Asya balas menatap Hakim lalu tersenyum.

"Hasan Mufazzal Al-Abqary."

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Halo, terima kasih udah baca sampe akhir. Jangan lupa sholat.

See yaa 🧚🏻‍♀️

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
5 Desember 2023

Continue Reading

You'll Also Like

37.1K 1.6K 26
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...
220K 8.8K 48
JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA YA FRIENDS AGAR MENDAPATKAN NOTIFIKASI. DAN DIMOHON UNTUK TIDAK MEMBANDINGKAN LAPAK SAYA & ORG LAIN, TERIMA KASIH...
44.8K 2.6K 24
[Sebelum membaca biasakan untuk follow terlebih dahulu] Note : Judul dan Cover di ubah ( Judul sebelumnya "THE LECTURER IS MY HUSBAND" ) *** "Kesala...
464 67 32
Menceritakan seorang gadis yang bernama SHEREN ARTAMA WIJAYA Tentang percintaannya, perpisahan,pertemuan, penghianatan, persahabatan Dan indahnya ta...