FORGET ME NOT

By kimbabjuseyo

39.9K 6.6K 915

[END] "Kalau ingatanmu kembali, apakah kau masih mengingatku, hyungie?" Sesuai dengan namanya, forget me not... More

1 | Pertemuan
2 | Masih Sama
3 | Dekat dengannya
4 | Bangun dari tidur panjang
5 | Tentang perasaan
6 | Ingin bersamanya
7 | Siapa dia?
8 | Aku menyayangimu
9 | Milikku
10 | Ingatan
11 | Aku, Kau, Dia
12 | Ingin menjadi milikmu
13 | Tidak tahu
14 | Kembali
15 | Perjanjian
16 | Bertemu kembali
17 | Bersamamu
18 | Khawatir
19 | Keluarga bukan keluarga
20 | Sedikit tenang
21 | Sayang
22 | Bahagiamu, Bahagiaku...
23 | Hari Bahagia
24 | Selamanya (End)

Prolog

4K 332 60
By kimbabjuseyo

Sesuai dengan namanya, forget me not adalah bunga yang memiliki makna untuk tidak akan melupakan. Bunga ini juga menjadi lambang cinta sejati dan kesetiaan. Karena makna inilah, bunga ini cocok diberikan kepada orang tersayang dengan harapan agar tidak akan pernah dilupakan. Cinta itu abadi.
Dan seperti halnya semua berpasangan seperti siang dan malam, suka dan duka, datang dan pergi bahkan cinta dan benci. Namun, bukankah semua yang ada di dunia ini tidak ada yang kebetulan? Semuanya telah diatur dan tertulis dalam naskah sang Pencipta. Bahkan kelopak bunga yang gugur di musim semi, daun yang berguguran, semua tertulis dengan rapi.

Begitu juga pertemuan dengan seseorang. Kapan, bagaimana dan seperti apa kita bertemu bukanlah suatu hal hanya karena kebetulan.

"Lupakan aku! Ada seseorang yang menunggumu kembali..."

"Kau ingin aku melupakanmu? Aku tidak sanggup!"

· • —– ٠ ٠ —–· · • —– ٠ ٠ —– • ·

"Sebuah mobil mengalami kecelakaan tunggal di KM.211 Gyeongbu. Saat ini korban mengalami luka parah dan dilarikan ke rumah sakit."

Tajuk berita serupa memenuhi pemberitaan di layar televisi hari itu. Bukan hanya di televisi nasional, bahkan semua channel berita, podcast, media social mengangkat berita itu. Bahkan tak terkecuali dengan sebuah televisi di sebuah cafe kecil di sebuah daerah yang sangat jauh dari pusat kota menayangkan berita itu. Pelanggan di cafe itu pun tampak dengan seksama mendengarkan berita itu, sepertinya mereka penasaran siapa korban kecelakaan yang sedang mereka tonton.

"Berita kecelakaan lagi," ujar salah satu pengunjung.

"Benar, benar...lihat saja mobil mewahnya...hancur seperti itu. Apa korban masih bisa diselamatkan?" sahut pengunjung lainnya.

"Maaf, ini pesanan anda, tuan. Satu Iced americano, less ice, no sugar..." ucap seseorang seraya meletakkan segelas minuman. Ia menatap layar televisi lalu menghela nafasnya pelan. "Semoga saja korbannya masih bisa diselamatkan..." gumamnya pelan.

Sementara itu di sebuah rumah sakit...

"Bagaimana keadaan pasien?" ucap salah satu dokter yang menangani korban kecelakaan itu.

"Lukanya sangat parah, belum lagi benturan di kepalanya. Kaki dan tangannya patah," jawab dokter yang lebih dulu menanganinya. "Kalau ia mampu bertahan, ini sebuah keajaiban. Benturan di kepalanya sangat keras, besar kemungkinan ia akan..."

"Amnesia dan koma...."

Mereka masih berusaha menangani korban kecelakaan itu. Keadaannya sangat kritis. Tranfusi dan semua alat-alat kedokteran yang tidak bisa disebutkan satu per satu pun memenuhi ruangan itu.

"Operasinya berhasil...tetapi keadaan pasien masih kritis dan belum stabil."

***

Seseorang tampak berjalan melewati gang sempit sebelum ia sampai di sebuah rumah sangat sederhana yang ia tinggali. Lebih tepatnya, ia tinggal bersama paman dan bibinya sejak kedua orang tuanya meninggal. Paman dan bibinya mempunyai seorang anak perempuan yang usianya diatasnya tiga tahun. Dan saat ia sampai di depan rumah sederhanya itu, ia terkejut saat mendapati sebuah koper usang tergeletak begitu saja di depan pintu rumah yang biasa ia tinggali bersama paman dan bibinya. Itu koper miliknya.

Tok! Tok! Tok!

"Paman, bibi, buka pintunya!" ucapnya tanpa menghentikan gerakan tangannya. Sesekali ia meniup kedua telapak tangannya sekedar menghangatkannya karena musim dingin hampir tiba. "Paman...bibi..." panggilnya lagi.

Tidak ada jawaban dari dalam. Suasana pemukiman itu tampak sepi. Ia kembali mengetuk pintu itu berkali-kali namun tetap sama, tidak ada jawaban di sana.

"Aaahh...dingin sekali..." keluhnya.

Hingga setelah menunggu hampir tiga puluh menit, akhirnya seseorang membuka pintu itu dari dalam.

"Bibi..." panggilnya. Ia berniat masuk, namun sang bibi menahannya. "Di luar dingin, bi. Aku juga lelah seharian bekerja..." lanjutnya.

"Kau pikir tinggal di sini gratis? Mereka bahkan sudah menagihku untuk membayar sewa enam bulan dimuka, dan kau hanya diam saja. Kau pikir kami gudang uang?" ucap wanita itu sinis. "Lagipula ayah dan ibumu sudah meninggal, kita tidak ada hubungan apapun. Pergi saja! Cari tempat tinggalmu sendiri, jadi kau tahu bagaimana rasanya membayar sewa!"

"Tapi, bi...bukankah aku sudah membayar sewa selama satu tahun? Lalu untuk apa mereka menagihnya lagi?"

"Apa hakmu bertanya padaku, huh? Kau pikir uang yang kau hasilkan itu cukup? Kau hanya menumpang, makan, minum kami semua yang urus!"

"Tapi, bi...ini sudah malam. Aku tidak tahu kemana aku akan pergi. Izinkan aku tinggal malam ini saja," pintanya. Suaranya tampak bergetar, ya, ia kedinginan.

"Bukan urusanku! Pergi sana! Dan ini bawa koper usangmu!"

Wanita itu bahkan menendang koper berwarna coklat yang berada di depan pintu rumahnya. Namun, meskipun usang, koper itu dilapisi kulit. Mungkin dulu, itu koper yang mahal.

"Bi...satu malam saja..." Ia kembali meniup kedua telapak tanganya. Bibirnya pun tampak bergetar karena dingin.

"Pergi! Aku bilang pergi!"

Tanpa tujuan, pemuda itu pun meninggalkan tempat itu.

"Hah, ini sudah malam. Kemana aku harus pergi?" keluhnya. Lalu ia merogoh kantung celananya, mengambil ponsel miliknya. "H-halo..."

"Oh ya, ada apa malam-malam menelpon? Ada masalah di cafe?"

"Ti-tidak...uhm...tapi bolehkah aku tidur di cafe malam ini? Hanya malam ini saja. Aku berjanji..."

"Kau bisa tidur di gudang. Ingat, hanya malam ini saja, kan?"

"Iya, hanya malam ini. Besok aku akan mencari tempat tinggal. Uhm, paman dan bibiku tidak memberitahuku kalau akan pindah. Aku tidak bisa menghubunginya. Maafkan aku..."

"Baiklah...tinggal saja di sana sampai kau menemukan tempat tinggal. Tapi ingat, jangan sampai mereka tahu. Aku tidak mau mereka menganggapku tidak adil. Mengerti? Apa satu minggu cukup?"

Pemuda itu menunduk beberapa kali meskipun lawan bicaranya tidak melihatnya. "T- tiga hari, tiga hari aku akan pergi..."

"Baiklah...kunci pintunya. Tetap jaga kebersihan, ok?"

"Baik. Terima kasih..."

***

"Sepertinya aku harus mencari pekerjaan tambahan. Gaji dari cafe sepertinya tidak cukup. Hufh! Uang sewa di sini mahal sekali..." keluh seseorang saat duduk di sebuah bangku panjang. Rupanya ia pun tengah bekerja sebelum memulai shift di cafe tempat ia bekerja setelah ini. Ia sedang membagikan brosur penawaran. "Minggu depan aku harus membayar uang kuliah... Hah, ibu...ayah...tolong bantu aku..." gumamnya pelan seraya mendongakkan kepalanya.

Lalu ia menoleh saat seseorang duduk di sampingnya. Dari penampilannya, ia bukan orang biasa. Lebih seperti orang kepercayaan dari keluarga terpandang atau mungkin, ia sendiri adalah orang terpandang.

"Apa kau sedang mencari pekerjaan?"

Pemuda itu menoleh tidak mengerti. Seolah paham tatapan pemuda di sampingnya, lelaki itu sedikit memutar tubuhnya. "Aku beberapa kali melewati jalan ini dan selalu melihatmu. Lalu aku pernah melihatmu bekerja paruh waktu di sebuah cafe. Aku juga pernah melihatmu datang ke kampus. Kau pasti membutuhkan pekerjaan, kan?"

"Kau mata-mata? Aku tidak mengenalmu!"

"Untuk apa aku memata-mataimu? Apa kau anak seorang konglomerat? Anak seorang pejabat?"

"Tch! Pekerjaan apa? Tapi ingat, aku tidak melakukan pekerjaan kotor! Apalagi menjual diri!"

"Kau pikir aku seorang germo?!" Pria itu menghela nafasnya pelan. "Apa kau bisa merawat seseorang? Kau hanya perlu mengajaknya berbicara, menemaninya. Aku rasa kau orang yang lembut...kau pasti mampu melakukannya..."

"Hanya mengajaknya berbicara? Apa mengasuh anak kecil?"

"Dia tuanku...dan dia koma...." Pria itu menyodorkan sebuah foto. "Kata dokter, butuh seseorang yang peduli padanya. Merawatnya dan menjaganya, mengajaknya berbicara agar ia mau untuk bangun lagi... Aku tidak meminta waktumu seharian. Kau cukup datang dua sampai tiga jam sehari, itu cukup..."

"Kenapa ia bisa...."

"Kecelakaan." Pria itu menatapnya lagi. "Apa kau bisa? Kalau kau sanggup, kau boleh datang mulai besok. Dan tidak perlu khawatir atas bayarannya. Kau bisa mendapatkannya sepuluh kali bahkan lebih dari yang kau dapatkan saat bekerja di cafe... Bagaimana?"

"Kau tidak membohongiku kan? Kau bukan salah satu dari sindikat jual beli manusia kan?"

Lelaki itu menyentil dahi pemuda di sampingnya. "Dasar bocah! Terlalu banyak nonton drama detektif!"

Pemuda itu mengusap dahinya dan kembali mengamati foto yang ada di tangannya dan entah mengapa sepasang matanya menjadi buram, ia pun tidak tahu mengapa.

Aku kenapa?

"B-baiklah...aku akan melakukannya... Beri tahu saja kemana aku harus datang."

"Gamnae-2 ro, saha-gu! Rumah bercat putih dengan pagar coklat."

"Baiklah...aku akan datang besok. Dan ini nomorku. Kau bisa menghubungiku jika aku terlambat..."

"Ok! Aku tunggu!"

Pria itu pergi dan pemuda itu tampak memikirkan sesuatu.

"Sepertinya aku pernah melihat wajah itu...tapi dimana aku melihatnya?"

· • —– ٠ ✤ ٠ —– • ·

Hai hai...ini nanti bakalan gantiin Dear, Love ya....
Gimana, udah kebayang ceritanya? Siapa mereka di Prolog ini?
Semoga suka dan terima kasih selalu nungguin ceritaku
Love sekebon pokoknya ayangie-deul

Oia, ini mungkin sedikit mengandung bawang. Tapi gak usah kuatir, aku tim happy end.
See you next

Continue Reading

You'll Also Like

4.4K 386 6
kisah keluarga baru Kim Senorita
427K 8K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
293K 22.7K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
3.3K 529 5
[short fiction ; tk ] ©pythagoras_ss ²ⁿ²³ Kenangan indah, perlakuan pahit. Namun kau tempatku pulang. Aku mencintaimu 26/4/23