SECRET ADMIRER

By vianasantika

19.2K 621 57

'Selama aku masih bisa berpura - pura, maka aku akan baik - baik saja' -Danniela Allana Danniela Allana. Gadi... More

PROLOG
PACAR?
Tidak Pantas
Malam yang Buruk
SALTING?
VARO GAMON?
SELINGKUH
PAPA
TARUHAN?
Jadian?
Roller Coaster
LUKA TERHEBAT
Hot Americano
Muka Maung nyali Miung
Pulang Bareng
Renggang
Selesai
Perhatian atau Kasihan?
Mainan
Karna aku, mencintaimu..
Laut
Sibling
Terimakasih sudah membela!
Bianglala dan Bolen Pisang Coklat

Tonight, i'm yours.

382 18 1
By vianasantika

"Takut ber(akhir) seperti kemarin"

-Danniela Allana-

***

WARN!! BAGIAN INI ADA 1600+ KATA, SEMOGA TIDAK BOSAN YAA!!!

Happy readingg!!😍😍

***

Tingg...

Allana menghentikan aktifitasnya, kemudian menoleh kearah tempat tidur, handphone—nya berbunyi ketika ada notifikasi masuk. Ia meletakan kembali lip serum yang beradi genggamannya. Beranjak dari kursi dan berjalan kearah tempat tidur.

Lengannya terulur meraih ponsel yang berada di atas king size—nya. Kala netranya menangkap satu balon obrolan yang baru saja masuk, sudut bibirnya terangkat menggambarkan senyum tipis di bibirnya.

Hastanta Dewangga
Lan, gue udah dibawah.

Ia tidak menjawab pesan itu, Allana langsung meraih shoulder bag yang tergantung di balik pintu kamarnya. Malam ini ia hanya memakai pakaian sederhana, memadukan crop top bewarna cream dengan celana jeans bewarna light blue. Tak lupa, ia juga menggunakan sneakers putihnya.

Sebelum meninggalkan apart tak lupa Allana memberi tahu Daegar terlebih dahulu, walaupun malam ini kemungkinan lelaki itu tidak pulang, tetapi tetap saja. Allana harus memberinya kabar, sebelum ia di ceramahi habis-habisan olehnya.

Dengan langkah sedikit berlari ia telah tiba di bawah gedung tinggi apart kakaknya. Berdiri tepat di samping motor yang terparkir tak jauh dari gedung, lelaki yang sebelumnya masih setia memakai helmnya, kini tangannya terangkat membuka kaca helm fullface nya.

Allana hanya diam memandang mata elang lelaki didepannya. Ia tau lelaki yang saat ini tengah di hadapnya adalah Dewangga. Tetapi ia ingin mengerjai lelaki itu terlebih dahulu.

"Buka dulu helmnya, takut salah orang." Perintahnya membuat mata elang itu menyipit, mengisyaratkan sang empu sedang tertawa pelan tanpa suara.

Tak menjawab. Dewangga menurutinya, lengan tangannya kembali terangkat, dengan jemarinya ia membuka pengunci helm yang masih terpasang. Saat benda yang sebelumnya melindungi kepala lelaki itu bergerak terangkat keatas, Allana dapat melihat wajah lelaki itu sepenuhnya.

Dewangga memandang perempuan yang tengah berdiri di sampingnya, senyum tipisnya bahkan menghiasi wajah cantik perempuan itu. "Udah kan? Sekarang boleh kita berangkat?" Tanyanya dan Allana menggeleng.

Allana mengambil sesuatu di dalam shoulder bag—nya. Benda pipih yang baru saja Allana keluarkan dari dalam sana, kini sudah berada di genggaman tangannya.

Ia mengarahkan kamera ponselnya keatas, kearah wajahnya Dewangga.

Cekrekk!!

Satu foto berhasil Allana tangkap. Sedangkan lelaki itu hanya menernyit bingung. "Buat apa?" Tanya Dewangga.

"Buat lapor ke pak bos! Kalau malam ini adiknya di culik sama bujang," ceplos Allana asal. Dewangga yang tentu saja mendengar celotehan tersebut langsung menundukan pandangannya, senyum indah mereka di dalam sana.

Ia kembali mendongak menatap Allana, tangannya merogoh saku jaket jeans nya. Mengotak-atik ponsel yang baru saja ia ambil dari dalam sana. Mengarahkan ke perempuan di sampingnya yang masih fokus dengan ponsel di tangannya.

Setelah sudah mengambil satu foto Allana, tanpa sepengetahuan sang empu, Dewangga menguggah foto itu ke jejaring sosial miliknya.

Tingg...
astadew.a update a story

Sesaat kemudian setelah membuka notif itu, alangkah terkejutnya Allana dengan apa yang di unggah lelaki di sampingnya.

"Dew," panggil Allana.

Dewangga beralih menatap Allana yang juga tengah menatapnya. "Kenapa, hm?" Sahut Dewangga.

Dengan ponsel yang masih di genggamannya, Allana menunjukan fotonya yang baru saja debut di history Dewangga dengan caption 'lucu.'

Dewangga tidak ingin menjawabnya, dia malah bertanya sesuatu yang berbanding terbalik dengan apa yang Allana tunjukan padanya.

"Udah kan izin nya?" Tanya Dewangga.

Allana mengangguk. Dewangga lalu beralih memajukan tangannya melepas helm yang tergantung di stang motornya. Lalu ia pasangkan ke kepala Allana dengan penuh kehati-hatian.

"Udah, sekarang kita berangkat! Nanti mie ayam nya keburu habis." Ungkap Dewangga membuat Allana terdiam.

"Lo tau darimana gue suka mie ayam," tutur Allana membuat Dewangga mengentikan aktivitasnya yang memasangkan helm pada kepala Allana.

"Nebak aja," elak Dewangga membuat Allana hanya mengangguk. Mencoba untuk mempercayai lelaki didepannya.

"Udah." Ungkap Dewangga setelah selesai memasangkan Allana helm, tak lupa ia sedikit menunduk, menurunkan postep motornya agar menjadi pijakan kaki Allana saat naik keatas motor. "sekarang naik." Ucap Dewangga memerintah.

Allana hanya diam tanpa bertanya lebih ketika melihat perlakuan Dewangga padanya, dirinya langsung memijakkan kakinya di postep motor itu duduk di jok belakang dan tangan yang masih bingung ia harus tempatkan dimana.

Sedangkan didepannya, Dewangga baru saja selesai memasang helmnya kembali. Di pantulan kaca spion motornya, Dewangga dapat menatap Allana di sana. Gadis itu seperti kebingungan.

Sedikit ia menundukan pandangannya, melirik kebawah. Senyumnya tertarik sedikit kala melihat kedua genggaman jemari Allana ragu untuk berpegangan dimana. Sehingga kedua telapak tangan perempuan itu tertompang di pahanya, dengan sedikit mencengkeram hoodie milik Dewangga.

"Peluk boleh, senyaman lo aja. Takutnya didepan gue tiba-tiba nge-rem mendadak, kan nggak lucu kalau lo jatuh ke aspal." Mendapat penuturan seperti itu Allana sedikit memajukan lengannya, mencengkeram lebih kuat hoodie milik lelaki itu. "Gini aja," sahut Allana.

"Baik, kita berangkat sekarang ya?" Tanya Dewangga melirik sedikit kearah kaca sepion. Dipantulan Dewangga melihat Allana samar mengangguk. Sepersekian detik kemudian ia mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.

Disepanjang perjalanan keduanya hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Allana yang diam di jok belakang dengan memandang rinci isi jalanan yang ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang sama sepertinya dan Dewangga.

Sedangkan Dewangga sendiri, lelaki itu terfokus pada jalanan didepannya. Hanya butuh beberapa menit agar keduanya bisa sampai di lapangan luas yang sengaja dibuat menjadi pasar malam selama beberapa hari kedepan.

Dewangga mamakirkan motor besarnya di tempat parkiran, Allana yang sembari menunggunya netranya tak sengaja memandang jauh di sebrangnya. Disana ada Mora—mama Allana. Wanita tua itu juga bersama seorang perempuan yang mana Allana sangat mengenalnya dengan sangat akrab. Dirinya mencoba menajamkan kembali penglihatannya, mencoba meyakinkan apa yang ia lihat.

"Kenapa?" Tanya Dewangga yang tiba-tiba datang dari arah belakang.

Sedikit terkejut dengan kedatangan Dewangga Allana menoleh kesamping, menatap Dewangga dan selanjutnya menggeleng pelan, mengisyaratkan kalau tidak ada apa-apa.

"Yaudah, yuk!" Ajak Dewangga dan diangguki Allana. Keduanya mulai melangkah berjalan beriringan, saat keduanya semakin melangkah kedalam, netra Allana menatap kesekeliling berharap dia dan Dewangga tidak berpapasan dengan Mora dan Jasmin. Perempuan yang bersama Mora yang tadi Allana lihat memang lah Jasmine, tak mungkin dirinya salah mengenali temannya sendiri.

Yang saat ini memenuhi otak Allana adalah, apa hubungan antara keduanya? Seumur hidupnya ia tidak merasa kalau Jasmine adalah keluarga dari Mora. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mengingat satu hal yang mungkin saja berkaitan dengan kedua orang yang baru saja ia temui.

"Lan?" Panggil Dewangga kesekian kalinya. "Lo nggak papa kan?" Lanjut Dewangga, bertanya.

Allana mendongak, lalu menggeleng. "Gue ngg—" dengan tiba-tiba dengan jemarinya Allana menarik lengan Dewangga agar menepi ke salah satu stand makanan.

"Mau ini, gue mau ini." Pintanya, membuat Dewangga terkekeh pelan melihat tingkah Allana yang baginya cukup random itu.

"Mau yang apa?" Tanya Dewangga.

Allana beralih menatap selembar isi daftar menu yang tertempel di kaca pembatas antara penjual dan pembeli. "Mau bolen pisang yang isi coklat!" Ucapnya memberi tahu.

"Mas, bolen pisang isi coklat 1," pinta Dewangga pada penjual.

"Ditunggu ya mas," sahut pedangan itu.

Dewangga menatap perempuan disampingnya, entah mengapa sedari tadi Allana lebih banyak diam. Bahkan sampai saat ini entah dimana pikiran perempuan di sampingnya saat ini, pandangannya memandang kearah banyaknya orang yang berlalu lalang.

"Lan? Ada yang bikin situasi hati lo malam ini nggak baik?" Tanya Dewangga pelan, mencoba memecahkan keheningan perempuan disampingnya.

Allana yang memang dari awal masih sadar dimana fikirannya berada, dirinya menggeleng cepat, ketika mendengar pertanyaan yang Dewangga ucapkan.

"Gue nggak apa-apa kok. Tadi ada sesuatu yang cukup menyita perhatian gue, makanya gue sempet bengong." Jelas Allana membuat Dewangga termenung sejenak.

"Siapa? Ada cogan?" Tanya Dewangga ragu.

Allana yang mendengar itu memicingkan matanya menatap lelaki yang berdiri dihadapannya. Setelahnya dirinya tertawa pelan, "tadi ada mama gue," pelan Allana.

"Shitt..." monolog Dewangga dalam benaknya. Bagaimana bisa Dewangga mengatakan sesuatu hal yang seharusnya ia penda saja tanpa berfikir dua kali untuk mengatakannya.

"Lan, are you okay? Sekarang nggak usah memikirkan sesuatu yang bisa bikin mood lo nggak baik. Tonight, I'm yours! Ajak gue kemana pun yang lo mau, sampai tengah malam atau sampai pagi sekalipun gue akan bersedia nemenin lo! Tapi kalau emang mau sampai pagi, laporan yang tadi di tarik dulu. Di ganti malam ini di culik bujang tampan sampai pagi." Ucapan Dewangga kali ini membuat hati Allana menghangat. Tak terasa bulir bening dari pelupuk matanya menetes membasahi pipinya yang sedikit berisi.

"Heii! Kenapa malah nangis? Gue nggak lagi nyeritain cerita sedih," ucap Dewangga mencoba menghibur Allana.

Lengannya terangkat, dengan ibu jarinya Dewangga menghapus pipi Allana yang basah karna air mata.

"Mas, pesenananya sudah siap!" Suara bariton dari balik punggung Dewangga mampu membuat kedua sejoli cukup terpelonjat kaget. Dengan cepat, Dewangga merogoh saku celananya untuk mengambil dompet. Ia keluarkan selembar uang bewarna merah dan ia berikan kepada penjual bolen.

"Kembaliannya simpan aja, mas!" Ucap Dewangga setelah menyerahkan selembar uang itu dan menerima sekotak bolen pisang pesenannya.

"Baik mas, terimakasih!"

"Mau makan sekarang atau nanti di apart? Kalau makan sekarang kita cari tempat buat duduk," tanya Dewangga.

"Nanti aja di apart," jawab Allana dan diangguki Dewangga.

"Dewa," panggil Allana.

Dewangga menoleh, "hm? Ada lagi yang mau dibeli?" Tanyanya.

Allana menggeleng, "gue mau nanya," pelan Allana.

"Yang tadi lo bilang, lo nggak bercanda?" Lanjutnya.

Dewangga tersenyum, "gue nggak pernah bercanda Lan sama omongan gue sendiri, apalagi kalau itu buat lo." Jelas Dewangga membuat Allana menatap lelaki itu sedikit bingung.

"Yaudah! Gue mau mulai dari sekarang," ucap Allana berbinar, lengannya bergerak, jemarinya menggenggam lengan Dewangga lalu menarik Dewangga kuat, hampir saja Dewangga kehilangan keseimbangannya. "Ikut gue!" Lanjut Allana membawa lari Dewangga.

Keduanya berlari dengan posisi Allana yang menjadi penentu dimana tujuan keduanya. Sampai akhirnya langkah Allana berhenti tepat disamping wahana hiburan yang biasa disebut biang lala. "Kita naik ini, dari dulu pengen tapi takut. Kata Abang kalau kita sampai diatas sana pemandangan dibawah bakalan bagus." Pinta Allana.

"Tentu! Apapun itu kalau buat lo senang, kita lakukan." Seru Dewangga membuat senyum Allana mengembang sempurna.

"Tunggu disini, biar gue yang bilang ke Abangnya. Jangan kemana-mana, jangan bikin gue takut."

"Takut kenapa?"

"Takut lo hilang."

"Dihh," Allana tertawa. "Gue bukan anak kecil," lanjutnya.

Dewangga hanya tertawa sebagai respon. Setelahnya ia melangkah mendekat kearah lelaki yang mengatur putaran bianglala yang akan ia naiki bersama Allana.

Allana yang menatap punggung Dewangga jauh di hadapannya, ia merasa sedikit lega. Karna lelaki itu ia lebih mudah melupakan masalahnya, meskipun belum sepenuhnya, setidaknya hal ini membuatnya  merasa kalau dirinya sendiri.

To be continued...

_________________________________

JANGAN LUPA BAHAGIA!!💗💗

Continue Reading

You'll Also Like

16.8M 649K 64
Bitmiş nefesi, biraz kırılgan sesi, Mavilikleri buz tutmuş, Elleri nasırlı, Gözleri gözlerime kenetli; "İyi ki girdin hayatıma." Diyor. Ellerim eller...
145K 11.1K 12
Her şey bana gelen mektupla başlamıştı. Ufacık bir not kağıdında yazan şeyler büyük olaylara ve hayatımın değişmesine yol açmıştı. Ben kendimden emin...
595K 15.8K 54
(Book Two) At the age of ten, 'Eden-Rose' is now a world renowned name. Watch as she juggles between her growing fame and her personnel life. Dance...
156K 2.7K 47
just read