SECRET ADMIRER

By vianasantika

19.2K 621 57

'Selama aku masih bisa berpura - pura, maka aku akan baik - baik saja' -Danniela Allana Danniela Allana. Gadi... More

PROLOG
PACAR?
Tidak Pantas
Malam yang Buruk
SALTING?
VARO GAMON?
SELINGKUH
TARUHAN?
Jadian?
Roller Coaster
LUKA TERHEBAT
Hot Americano
Muka Maung nyali Miung
Pulang Bareng
Renggang
Selesai
Perhatian atau Kasihan?
Mainan
Karna aku, mencintaimu..
Laut
Sibling
Terimakasih sudah membela!
Tonight, i'm yours.
Bianglala dan Bolen Pisang Coklat

PAPA

806 28 2
By vianasantika

"Kenapa harus sedih? Kan udah hancur dari kecil."

***

Situasi malam ini, dirumah Allana seperti biasa. Rumah begitu besar, namun di dalam nya hanya ada Allana dan satu irt yang mengurus Allana sedari dirinya kecil.

Orang tua yang jarang sekali pulang dan Kakak lelakinya yang memilih untuk tinggal di Apartemen. Membuat hari-hari Allana dirumah hanya sendirian.

Saat ini Allana sedang duduk sendiri di meja makan. Tatapan yang terus menatap kearah pintu utama, seakan dirinya sedang menunggu seseorang yang datang.

Setengah jam yang lalu memang Allana memberi kabar abangnya untuk datang, dan langsung di—iyakan oleh Daegar.

Baru saja mobil dengan merk Lamborghini urus 4.0L, bewarna merah. Memasuki pagar rumah itu. Saat sudah terparkir di pekarangan luas, pintu mobil terbuka dan lelaki dengan tinggi berkisar 180cm keluar dari sana.

Dia daegar, Daegar Cakra Argarend. Lelaki itu memenuhi keinginan Allana yang menyuruhnya malam ini pulang kerumah.

Sebenarnya, Daegar tidak ingin pulang kerumah ini. Tetapi jika adiknya yang meminta, Daegar tidak perlu berfikir dua kali untuk meng—iyakan permintaan Allana.

Derap langkah kakinya yang memasuki rumah, membuat bibir Allana tertarik keatas dan membuat senyuman manis terukir di wajah cantiknya kala melihat kakak laki-lakinya sudah berada duduk didepannya.

"Kenapa menyuruh abang pulang?" Tanya Daegar, menatap sang adik yang berada di sebrangnya. Keduanya duduk berhadapan, meja makan menjadi penengah antara kakak beradik itu.

"Lo emang ga kangen sama gue?" Tanya Allana memandang jengah Daegar yang saat ini tengah terkekeh itu.

"Ada apa?" Bukannya menjawab, Daegar malah melayangkan kembali pertanyaan kepada Allana. Ia tau, saat ini Allana sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

Pasalnya, Allana malam ini tidak seperti biasanya. Daegar dapat melihat mata adiknya sembab, seperti baru saja menangis.

Allana menghela nafas panjangnya. "Tadi ketemu mama," tuturnya. Membuat Daegar merubah raut wajahnya yang dari tersenyum kembali datar.

"Dimana?"

"Cafe"

Tangan Allana merambat, meraih ponsel yang berada di dekatnya. Jarinya berkutik diatas layar yang menyala. Membuka dan mencari foto yang tadi sempat ia ambil saat berada di toko buku.

Saat sudah ketemu. Ia menyerahkan ponselnya kedepan Daegar, lelaki itu menatap tajam layar ponsel yang berada di hadapannya.

"Kamu udah makan?"

Allana menggeleng, daegar merogoh ponselnya dan memainkan benda pipih itu, mengirimkan pesan kepada seseorang.

"Sebentar lagi Arsen datang. Keluar sama dia cari makan," ucapnya menyuruh.

Lagi lagi Allana menggeleng, "mau makan sama abang."

"Abang ada urusan Allana," ucap Daegar, menatap Allana intens

"Allana mau makan. Tapi sama abang," tekannya langsung diangguki oleh Daegar.

"Oke, kamu ambil jaket. Abang tunggu disini," Allana mengangguk dan tersenyum senang.

Dia beranjak dari duduknya dan membawa langkahnya untuk menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

Daegar kembali memainkan ponselnya. Menelfon seseorang lewat benda pipih itu. Setelahnya, ia dekatkan ponsel itu ketelinganya, menunggu panggilannya dijawab.

Hallo? Sapa seseorang, di sebrang sana.

"Papa dimana?"

Dikantor nak, ada apa?

"Egar ada perlu sama papa, tolong nanti pulang kerumah. Egar malam ini tidur dirumah, kasihan Allana sendiri," tuturnya.

Baik, setelah ini papa pulang

Mama mu dirumah?

"Jangan menyebut wanita itu dengan embel-embel mama, dia bukan mama egar," titah Daegar dengan suara tegas.

Baik 1 jam lagi papa sampai disana

Daegar memutuskan kembali panggilan telfonnya, dan menutup layar ponselnya.

Tangannya terkepal kuat, urat nadinya menonjol menandakan dirinya sedang menahan amarah.

"Nyonya Mora. Sebelumnya gue udah tau, kalau anda bermain dibelakang papa. Gue udah peringatin anda buat jauhin lelaki itu. Tapi sekarang? lo malah memperlihatkan kemesraan lo didepan mata anak perempuan lo, adik kesayangan gue."

"Untuk itu, lo siap siap keluar dari keluarga Adyaksa," final Daegar.

***

Malam yang sunyi hanya ada suara televisi yang mengisi kesunyian di tengah ruangan kediaman Adyaksa

Nadion Tian Adyaksa, papa dari Allana dan Daegar. Pria yang sudah berumur sekitar 50
tahun lebih itu tengah duduk di ruang keluarga, menunggu putra sulungnya yang ingin bertemu dan berbicara dengannya.

Derap langkah kaki menuruni tangga mampu membuat pria itu menoleh kearah sumber suara, tatapannya mengikuti kemana arah langkah anak laki-lakinya menjamah.

Sampai space kosong disampingnya, menjadi tujuan akhir Daegar.

"Ada apa kamu menyuruh papa kesini?" Tanyanya menatap Daegar.

Bukannya menjawab Daegar menunjukan ponsel yang sedari tadi di genggamannya, "papa liat sendiri," tunjuknya.

"Papa sudah tau. Papa sebentar lagi mengurus surat perceraian sama mama kamu"

"Bukannya ini handphone adikmu?" Tanya tian menyadari sesuatu dari ponsel yang Daegar tunjukan, meneliti ponsel yang sekarang ia pegang.

"Allana yang liat. Makanya egar marah," terangnya.

"Papa merasa sangat bersalah pada adikmu, setiap malam dia harus melihat pertengkaran mama sama papa"

"Sekarang papa akan menebus kesalahan papa dengan cara menceraikan mama kamu. Papa tidak tahan dengan sikapnya yang selalu menyalahkan papa dan menuduh papa berselingkuh," finalnya.

"Setelah itu papa tinggal disini, Egar juga akan disini," lirih Daegar, menatap Tian disampingnya.

Tian menghela nafasnya panjang, "Papa tidak bisa, rumah ini milik kalian berdua."

"Papa akan tinggal di rumah papa yang dahulu," imbuhnya menepuk bahu Daegar dua kali.

"Egar nggak bisa maksa. Tapi Egar minta kalau Allana butuh papa, tolong papa sempatkan waktu untuknya," pintanya.

Tian tersenyum hangat dan mengangguk, "Akan selalu papa usahakan kalau untuk anak papa," sahut Tian tulus.

"Bagaimana perkembangan perusahaan yang selama ini kamu pegang?" Tanyanya memulai topik yang lebih baik, daripada membicarakan hal yang mungkin akan menyakiti keduanya.

"Banyak kemajuan"

"Kalau kamu butuh papa, jangan sungkan kabari papa"

"Walaupun papa jauh dari kalian, tetapi papa akan selalu pantau kalian berdua,"  imbuhnya.

Tangan Tian terangkat menepuk punggung Daegar, "papa istirahat dulu. Kamu juga istirahat, jaga adikmu baik-baik," Daegar mengangguk.

Tian beranjak dari duduknya, meninggalkan Daegar yang saat ini menatap dirinya yang menjauh.

Daegar bernafas lega. Ia menghempaskan tubuhnya kesandaran sofa, tangannya merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya yang ada didalam sana.

Sepersekian detik telfonya berbunyi, dengan cepat ia mengangkat panggilan suara itu dan mendekatkan speaker ke telinganya.

Gimana?

"Sudah selesai, papa mau mengurus surat perceraiannya," sahut Daegar.

Allana? Apa Allana udah tau?

"Belum, dia belum aku kasih tau. Mungkin sampai surat dari pengadilan sampai dirumah ini," terang Daegar, pada seseorang disebrang sana.

Besok akan ku hibur Allana

"Terimakasih. Kamu istirahat dulu ini sudah malam," suruh Daegar. Lalu dirinya langsung memutuskan sambungan telfon secara sepihak.

Daegar kembali beranjak dari duduknya, menaiki anak tangga menuju lantai dua dimana kamarnya dan kamar Allana berada.

Sebelum ia kekamarnya sendiri, terlebih dahulu ia memasuki kamar adiknya untuk meletakan kembali ponsel Allana. Gadis itu sudah tertidur, wajahnya yang tenang saat tidur membuat hati Daegar ikut tenang.

Tangannya mengusap lembut puncak kepala Allana, Daegar mendekat. Perlahan jarak keduanya sangat tipis. Daegar mencium puncak kepala Allana lumayan lama.

"Lo kuat banget ya Na, mental lo tiap malem dihajar habis habisan." Lirihnya menatap lekat Allana, tangannya mengusap lembut puncak kepana Allana.

Setelah mengatakan itu Dargar kembali melangkah keluar kamar adiknya, tak lupa ia menutup kembali pintu kamar itu dengan sangat pelan dan penuh kehati-hatian .

to be continue...

_________________________

Nb:

CERITA INI HANYA FIKTIF! APABILA TERDAPAT KESAMAAN NAMA, TEMPAT, dll HANYALAH KEBETULAN.

Dan tolong jangan sangkut pautkan antara visual tokoh sama kehidupan pribadi aktris yang di pake yaa!! Makasihhh

Continue Reading

You'll Also Like

138K 6.1K 55
ငယ်ငယ်ကတည်းကတစ်ယောက်နှင့်တစ်ယောက်မတည့်တဲ့ကောင်လေးနှစ်ယောက်ကအလှလေးတစ်ယောက်ကိုအပြိုင်အဆိုင်လိုက်ကြရာက မိဘတွေရဲ့အတင်းအကြပ်စီစဉ်ပေးမှုကြောင့်တစ်ယောက်အပေါ...
937K 21.4K 48
Luciana Roman was blamed for her mother's death at the age of four by her family. She was called a murderer until she was shipped onto a plane for Ne...
621K 55.6K 35
𝙏𝙪𝙣𝙚 𝙠𝙮𝙖 𝙠𝙖𝙧 𝙙𝙖𝙡𝙖 , 𝙈𝙖𝙧 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞 𝙢𝙞𝙩 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞 𝙃𝙤 𝙜𝙖𝙮𝙞 𝙢𝙖𝙞...... ♡ 𝙏𝙀𝙍𝙄 𝘿𝙀𝙀𝙒𝘼𝙉𝙄 ♡ Shashwat Rajva...
144K 11.1K 12
Her şey bana gelen mektupla başlamıştı. Ufacık bir not kağıdında yazan şeyler büyük olaylara ve hayatımın değişmesine yol açmıştı. Ben kendimden emin...