Kevin Huo's Proposal

بواسطة Liana_DS

864 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... المزيد

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

33

11 2 0
بواسطة Liana_DS

Ling bukannya tidak menyadari betapa intens orang-orang di set mengawasinya ketika digandeng Xiang pergi. Ini pasti pertama kalinya pentolan Kevin Huo itu sangat bersemangat memisahkan diri dari kerumunan dengan membawa seorang gadis bersamanya. Siapa tidak penasaran?

"Jangan melakukan hal mencolok begitu, bisa? Kau mau ngapain, sih?" Ling menyembur Xiang begitu mereka sampai di sebuah titik buta: dekat ruang alat kebersihan.

"Diam dan lihat saja." Senyum di wajah Xiang sekali lagi meluluhkan Ling, padahal senyum itu memuat kejahilan yang kekanakan alih-alih ketenangan seorang peragawan teladan—atau kesedihan terselubung. Sahabat Ling itu menekan cepat beberapa tombol, lalu voila, kamera depan terbuka. Xiang menarik Ling mendekat hingga membuat tubuh mereka hampir berdempetan, tetapi belum sempat kaget karena manuver itu, Ling sudah dikejutkan hal lain.

"Ibu, Ayah, kalian bisa melakukan panggilan video? Syukurlah!"

Ucapan Xiang membelalakkan kedua mata Ling seketika, tetapi hanya sementara. Gadis itu segera menyadari dalam situasi apa dia berada, jadi segera dikondisikannya rautnya sesantun, selembut, selayak mungkin.

Sialan, Feng Xiang! Mengapa dia tiba-tiba mengajakku melakukan panggilan video dengan orang tuanya?!

Selagi Ling sibuk menata perasaan dan ekspresinya, pria paruh baya di layar ponsel tersenyum bangga.

["Jangan remehkan ayahmu. Aku belajar melakukan panggilan video dengan Ruirui selama sepuluh menit saja! Kau juga, dadakan sekali kalau mau telepon, kami kan butuh persiapan! Oh, dan halo ... Nona Zhang Ling? Kau kawan dutanya A-Xiang, bukan?"]

'Kawan duta'. Ling meringis; sesisi hatinya retak karena terlalu percaya diri. Mana mungkin dirinya dikenalkan sebagai ... lebih dari itu? Supaya tidak canggung, Ling cepat-cepat mengatur senyumnya lagi dan menyapa santun.

"Benar, saya Zhang Ling, salam kenal. Senang bertemu Anda berdua. Putra-putra Anda luar biasa, sebuah kehormatan bisa bekerja dengan mereka."

Ayah Xiang yang rambutnya sudah menipis manggut-manggut dengan wajah sok menyelidik, sementara ibu Xiang lebih menyambut.

["Salam kenal, Nona Zhang. Saya juga merasa terhormat bisa berkenalan dengan duta wanita pertama Kevin Huo, yang untungnya juga bersahabat dengan putra kami."]

Belum mengatup bibir ibu Xiang, suaminya sudah menyambung.

["Benar, A-Xiang. Kau tidak pernah keliatan senyaman ini sama perempuan."]

"Hush, Ayah," desis Xiang; senyumnya masih tersungging.

["Apa kau mendadak menelepon kami karena mau mengenalkan gadis ini? Pasti begitu. Apa lagi yang membuatmu bisa meluangkan waktu di antara kesibukan?"]

Mulut pria tua ini tidak ada saringannya, ya? Ling bergeser rikuh di depan layar gawai Xiang. Nyonya Feng menyikut suaminya memperingatkan, tetapi Xiang malah tertawa santai.

"Antara lain. Maksudku, ada gadis baru yang ditarik Kak Yang untuk mendampingiku, tentu kalian harus tahu cepat atau lambat." Xiang kemudian menoleh, sepertinya sadar sedang dipelototi rekan wanitanya. "Apa?"

Ling mungkin akan menyerang gemas Xiang kalau ia tidak sedang menghadap kamera yang menampilkan wajah orang tua Xiang. Bisa-bisanya mengatakan sesuatu yang begitu ambigu? Bukannya Ling tidak tahu kalau yang Xiang maksud 'gadis baru' adalah 'duta baru', tetapi pilihan kata Xiang masih membuat pikiran Ling lari ke mana-mana.

"Tidak, tidak ada apa-apa," jawab Ling akhirnya, lalu menghadap kembali ke kamera gawai. Xiang pun meneruskan.

"Aku menelepon Ayah dan Ibu hari ini bukan cuma buat mengenalkan Zhang Ling," lantas Xiang berdeham. "Aku ..."

Selama beberapa saat, Xiang mematung, tetapi tatapannya pada gawai begitu intens. Cahaya ponsel jatuh ke genangan tipis di pelupuk matanya. Tangan Xiang gemetar dan ia berdeham lagi. Ling menyimpulkan pemuda di sampingnya sedang gugup.

"Aku—"

Cara bibir Xiang membuka setelah itu seakan menyiratkan bahwa dia akan mengatakan satu hal, makanya Ling mengembuskan napas diam-diam ketika kawannya malah mengatakan sesuatu yang berbeda dengan dugaannya.

"—mau minta restu kalian. Proyek Fenghuang sudah resmi diluncurkan, tetapi acara puncak peluncurannya ada di fashion show mendatang. Kami semua sangat menantikan acara puncak itu setelah berkali-kali jatuh-bangun, jadi tolong doakan segalanya berjalan lancar."

Dalam kesempatan langka ini, mengapa tidak katakan dulu 'aku sayang kalian' atau apa? Mengapa malah mendahulukan proyek lagi, proyek lagi? Ling menggerutu dalam hati. Meski tak tahu persis ketatnya larangan Yang soal menghubungi keluarga, lewat 'piknik' di ruang latihan, Ling tahu bahwa Feng bersaudara hampir tidak pernah melakukannya. Kalau dipikir-pikir, mereka bertiga bahkan tidak boleh saling menghubungi, termasuk waktu Tian dirawat inap karena asma. Pekerjaan adalah yang utama bagi Feng bersaudara begitu terjun ke Kevin Huo, jadi harusnya mereka bisa lebih menghargai pertemuan dengan keluarga ketimbang membicarakan kerjaan—lagi—dalam pertemuan itu.

Namun, apa yang Ling anggap menjengkelkan tampaknya berbeda makna bagi pasangan Feng tua. Dalam video yang agak terputus-putus itu, Ling masih mengenali betapa riang paras mereka walaupun tidak menjadi topik utama pembicaraan.

["Aduh, anak bodoh. Kaupikir apa yang kami lakukan sepanjang tahun? Sejak kami menonton konferensi pers koleksi Fenghuang di teve kabelnya Ruirui, kami berdua jadi lebih sering ke kuil buat mendoakan proyek Fenghuang. Kalian sudah bekerja sangat keras dan tampil sekeren itu di konferensi pers. Sayang kalau fashion show-nya malah kacau, kan? Jadi, jangan sampai patah semangat. Kalau patah semangat, pulang kampung saja! Untuk memperbarui semangat kalian, maksudku."]

Xiang terkekeh. "Ayah menyemangati apa mengancamku?" candanya. "Tidak, tidak, aku mengerti Ayah menyemangatiku. Terima kasih banyak atas dukungan kalian."

["Kami juga mendoakan kesehatan kalian. Sebuah karya besar akan percuma kalau penciptanya tidak hadir membawakannya kepada khalayak. Selain itu, kami tidak mau anak-anak kami menderita ketika kami tak bisa mengawasi kalian lagi. Sayang memang; kalau diperbolehkan, kami sudah meninggalkan pekerjaan di sini dan merawat kalian di Shanghai sana.

"A-Xiang, jujur pada Ibu, kamu masih makan dengan porsi yang manusiawi, kan, menjelang peluncuran ini? Bagaimana dengan asmanya A-Tian? Kakakmu, dia tidak melewatkan tidur malamnya, kan?"]

Saat ibu Xiang berbicara, hal pertama yang Ling pikirkan adalah betapa jauh bedanya perempuan kalem itu dengan ibunya sendiri. Pertama kali Ling mengeluh di telepon saja, ia langsung dikatai sang ibu walaupun akhirnya ditenangkan. Di lain pihak, ibu Xiang hanya berkata yang baik-baik dengan nada dan raut yang lembut. Namun, kedua ibu ini terlihat hampir sama ketika mengkhawatirkan anak-anak mereka.

Jadi, Feng Xiang, apa kau akan menipu ibumu soal Feng Tian yang asmanya kambuh? Atau soal dirimu sendiri yang kolaps karena serangan fobia sehabis syuting?

Apa yang Xiang ucapkan, sudah Ling duga, merupakan jawaban diplomatis disertai cengiran bersalah.

"Semuanya terkendali, Ibu. Dan, oh, aku makan cukup. Siang ini saja, Zhang Ling membawakanku sekotak bekal buah segar dingin."

["Kau itu manusia apa burung, cuma makan buah-buahan? Makan nasi, dong! Nona Zhang, kalau kau membawakan putraku makanan, masakkan dia nasi sekalian biar istriku tidak kepikiran."]

Meskipun masih terusik dengan wajah cemas ibu Xiang, Ling merasakan perpaduan geli, jengkel, dan senang ketika disuruh ayah Xiang memasakkan nasi. Mereka baru berkenalan beberapa saat, kok ayah Xiang sudah main suruh seolah-olah Ling sudah jadi menantunya? Namun, ceplas-ceplosnya ayah Xiang sangat menghibur—dan perintahnya menyiratkan ajakan agar Ling turut menjaga Xiang untuk pasutri Feng tua. Ling jadi merasa diterima di keluarga itu.

Nyonya Feng menyikut suaminya lagi karena omongan sembarangan barusan, tetapi Ling menanggapi santai saja.

"Saya sering bikin menu nasi yang aman untuk berat badan. Nanti Feng Xiang akan saya masakkan!"

"Zhang Ling, jangan ikut-ikutan. Ayahku cuma bercanda," sahut Xiang malu, tetapi Ling bersikeras.

"Pokoknya aku masakkan," kata Ling pada Xiang, lalu pada layar ponsel. "Dengan begitu, Anda berdua tidak akan khawatir lagi, bukan?"

Raut sungkan bercampur sedih dan cemas di wajah ibu Xiang seketika hilang saat Ling bicara padanya. Perempuan itu lantas tersenyum, mengiakan, dan Ling terenyuh. Ia teringat muka puas ibunya sendiri waktu berkunjung kemarin, tepatnya usai menyiapkan sarapan untuknya dan Wei lagi setelah sekian lama.

["Terima kasih, Nona Zhang. Kami titipkan anak-anak kami, ya. Kadang susah betul menghubungi mereka, mau A-Xiang, A-Tian, atau A-Yang. Kami jadi sering waswas."]

Mau bagaimana lagi? Mereka sangat sibuk dan andai tidak sibuk pun, Feng Yang pasti akan tetap memutus kontak dengan segala cara untuk mengurangi distraksi.

Rasanya pasutri Feng tak akan mencurigai sulung mereka melakukan hal itu. Mereka pasti percaya Yang sebetulnya kangen mereka, hanya belum punya waktu untuk menghubungi. Ironis. Ling yakin yang sebaliknyalah yang terjadi. Perempuan muda itu melirik Xiang yang mendadak tampak serius.

"Sudah waktunya Ayah dan Ibu berhenti mencemaskan kami."

Mendengar Xiang bicara begitu, Ling melotot dan buka mulut. Ia akan menegur Xiang ('kok kau begitu sama orang tuamu?!') andai tidak keduluan sahabatnya yang meneruskan.

"Aku akan mengusahakan izin kerja sementara waktu untuk pulang ke Fuzhou, menemui kalian berdua. Kalau bisa, aku akan ajak A-Tian dan Kakak."

["EH?"]

Dua orang dalam layar sama kaget dengan Ling yang masih membuka mulut, tetapi bukan karena marah lagi, melainkan terperanjat. Mengetahui betapa workaholic Xiang, betapa kaku Yang, dan betapa banyak insiden dalam kegiatan promosi koleksi Fenghuang belakangan, Ling tak menyangka Xiang menjanjikan kunjungan demikian pada orang tuanya. Fuzhou—ibukota provinsi Fujian, kampung halaman Feng bersaudara—dan Shanghai berjarak 700 km lebih. Penerbangan ke sana juga tak selalu ada. Banyak sekali yang akan Xiang pertaruhkan demi bertemu muka langsung dengan kedua orang tuanya, tetapi mengapa?

["A-Xiang, hari ini kau banyak mengejutkan kami. Minta menelepon mendadak, sekarang bilang mau izin pulang. Pikirkan dulu keputusanmu dengan hati-hati."]

Ling setuju dan tidak setuju dengan imbauan ibu Xiang ini. Mengapa masih setuju Xiang pulang meski risikonya besar, itu karena wajah merindu Xiang dan orang tuanya terlalu menyakitkan. Masih mending kalau kontak mereka cukup intens seperti Wei, Ling, dan orang tua mereka di Sichuan. Feng bersaudara tidak memiliki kesempatan yang sama karena tanggung jawab yang mereka pikul sebagai ujung tombak Kevin Huo. Ling teringat lagi ucapan Xiang di ruang latihan siang tadi.

"Aku suka tempat tidur sempit itu. Segala yang aku sayang berada dalam jangkauanku. Namun, dunia ini ternyata besar dan segala sesuatu sebetulnya berjarak amat jauh."

Xiang mendesah perlahan sebelum tersenyum getir. "Ibu benar. Kita begitu lama tidak bertatap muka seperti ini, perasaanku jadi tak karuan. Aku akan memikirkannya baik-baik."

Ada jeda canggung yang terbentuk begitu Xiang mengatupkan bibir. Ling hampir saja menyambung pembicaraan, tetapi mendadak Xiang buka suara.

"Aku dan Zhang Ling harus kembali bekerja. Ayah, Ibu, sehat selalu, ya."

Pasutri Feng membalas salam perpisahan itu dengan rasa kecewa yang kentara sekali. Panggilan pun diakhiri setelah pesan singkat 'baik-baiklah di sana' dari ayah Xiang. Tampilan ponsel kembali ke layar kunci—dan Ling memelototi Xiang.

"Mengapa kau pamit secepat itu? Kasihan, kan, ayah-ibumu? Mereka ingin bicara lebih lama denganmu!"

Xiang tidak menjawab. Kepalanya tertunduk dalam saat menyimpan ponselnya ke saku celana. Ling tidak bisa terus kesal ketika Xiang tampak begitu murung.

Tak disangka, setitik air mata menuruni pipi tirus Xiang. Tak hanya sebulir, air mata lain menyusul, awalnya menuruni lajur yang sama, lama-lama turun sesukanya. Hal ini mungkin wajar dalam drama web yang Xiang bintangi, atau kapan pun ketika kamera meminta, tetapi Xiang yang sekarang tidak sedang berpura-pura. Refleks Ling menangkup wajah Xiang, mengeringkan air mata itu dengan ibu jarinya.

"Ada apa, Feng Xiang? Apa yang kaurasakan?" bisik Ling, kaget saat menyadari lehernya tercekat, menyulitkan suaranya keluar.

"Suara mereka .... Wajah mereka .... Sudah terlalu lama, Zhang Ling. Lama sekali ... dan Kak Yang tak pernah mengizinkan kami bertemu," jawab Xiang dalam patahan-patahan yang lirih karena menahan isak. "Mungkin itulah yang terbaik. Aku akan menangis dengan buruk seperti ini kalau bicara dengan mereka. Tapi, Ayah dan Ibu ... mereka masih mendoakan kami walaupun jauh, walaupun kami seperti sengaja melupakan mereka ....

"Aku telah berdosa pada mereka, Zhang Ling ...."

Ling ingin mendekap Xiang. Ia akan menyembunyikan wajah yang kata Xiang 'buruk buat kamera' dalam pelukannya jika itu berarti Xiang dapat leluasa mengungkapkan perasaan. Sayang, ia tak dapat melakukannya, sadar betul sedang berada di tempat umum. Menyentuh wajah Xiang seperti sekarang saja sudah bisa jadi bahan skandal, apalagi memeluknya.

"Ini bukan salahmu semuanya," kata Ling. "Sekarang, kau sudah paham bahwa di atas Kevin Huo dan proyek-proyeknya, masih ada keluarga yang penting bagimu. Kau juga mengutarakan keinginanmu pulang yang pasti menggembirakan orang tuamu—meskipun tadi mereka seperti menolak ide itu. Aku yakin mereka cuma takut mengganggu pekerjaanmu. Perasaanmu yang seperti itu saja cukup, Feng Xiang."

"Tidak cukup," tandas Xiang, dengan hati-hati menurunkan kedua tangan Ling dari wajahnya. "Bakti pada orang tua tidak boleh berhenti sebatas perasaan sayang. Aku bilang pada Ibu akan 'memikirkan' kepulanganku, dalam artian merencanakannya, bukan membatalkannya."

Walaupun sengau, Xiang mengutarakan ini dengan mantap. Menggunakan punggung tangan, ia menghapus air matanya sendiri, menghela napas beberapa kali, dan ia tak terlihat seberduka sebelumnya. Sorot mata tajamnya memancarkan tekad kuat, membuat Ling takut sekaligus kagum.

"Aku akan tetap pulang. Akan kupikirkan bagaimana kepulangan ini tetap aman untukku, Kak Yang, juga proyek Fenghuang." []

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

20.5K 2.4K 14
Sebagian besar sudah DIHAPUS Pindah KBM dan Karyakarsa Bagi Saraswati, mencintai seseorang bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Terlebih lagi me...
JEJAK بواسطة Niknik Nuraeni

غموض / الإثارة

369 77 9
Setelah penyebab kematian kakaknya tidak diungkap dengan tuntas, Rara seolah mendapat penggilan untuk menyelidikinya sendiri dengan mengandalkan kema...
139K 6.5K 29
𝙁𝙊𝙇𝙇𝙊𝙒 𝙎𝙀𝘽𝙀𝙇𝙐𝙈 𝘽𝘼𝘾𝘼~ ____________🕳️____________ Jika ditanya apakah perpindahan jiwa keraga lain, kalian percaya? Menurut saya perc...
4.4K 844 13
Cover by @Henzsadewa spin off Timur ke Barat Perjalanan cinta Wulan benar-benar tidak mudah, sejak awal ia sadar akan menemui kesulitan jika saatnya...