Surat Takdir Dari Tuhan ✔️

By sweet_juminie

24K 1.9K 284

[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pi... More

[1] Manusia-Manusia Ganteng!
[2] Saudara Paling Akur!
[3] Kelas Yang Sangat Rukun!
[4] Ada Bidadari!
[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!
[6] Rencana Makan Bakso!
[7] Seisi Kantin Jadi Heboh!
[8] Berterimakasih Itu Susah!
[9] Tempat Berteduh!
[10] Hukuman Di Lapangan!
[11] Majelis!
[12] Perihal Kesopanan!
[13] Saingan!
[14] Dia Datang!
[15] Menolak Menjadi Pecundang!
[16] Ada Yang Hilang!
[17] Kado Kecil Untuk Fyan!
[18] Takdir!
[19] Do'a!
[20] Kedekatan!
[21] Keputusan!
[22] Terimakasih !
[23] Ikhlas?!
[24] Acara 2 sahabat!
[25] Foto Lama!
[27] Martabat Seorang Wanita!
[28] The Real Hijrah!
[29] Pondasi!
[30] Hari Kelulusan!
[31] Menyempurnakan Separuh Agama!
[32] Takdir Ilahi!
Surat Takdir Dari Tuhan [THE END]

[26] Ada Yang Mengejar Dan Ada Yang Berhenti!

417 48 1
By sweet_juminie


***

"Aku penasaran banget, Azlan sama ayah bunda bahas apa kemarin. Soalnya pas aku nanya ke orang tua aku, mereka cuma bilang percakapan biasa gitu..." Curhat Silmi.

"Yah, siapa tau emang percakapan biasa. Nggak penting-penting amat." Balas Nadhif, ia memberikan senyum meyakinkan.

"Nggak nyambung dong, Dhif. Emang orang tua aku deket ama Azlan sampai ngobrol mereka santai? Itu juga pertama kalinya Azlan kerumah." Silmi masih setia dengan rasa curiganya.

Nadhif menggigit bibir dibalik cadar, berusaha mencari alasan yang masuk akal.

"Barangkali mau silaturahmi ke calmer, hehee..." Timpal Nadhif canggung ketika Silmi menatap mengintimidasi padanya.

"Azlan 'kan punya masa lalu."

Mendengar itu, Nadhif berdecak kesal. "Kamu nggak usah pikirin itu, lagian Azlan udah bener-bener nemuin cinta sejatinya."

"Siapa?"

"Kamu!"

"Ngawur."

"Nggak percaya, nggak usah."

***

"Apa yang paling besar didunia ini?"

Teman-teman Afnan saling pandang mendengar pertanyaan pemuda itu.

"Hayolohh, apa?!!" Afnan mulai memancing.

"Cita-cita gue!" Seru Randi.

"Masih ada yang lebih besar dari itu." Kata Afnan santai menjatuhkan ekspektasi Randi.

"Surga!" Jawab Agung sembari tersenyum lebar.

"Surga bukan didunia, bambang!"

"Rumah gue dimasa depan." Fitrah ikut berseru semangat.

"Batu di sungai Amazon." —Sandy.

"Ular raksasa." —Azlan.

"Salah-salah, kalian semua salah." Tegas Afnan. "Ustadz Akhyar ada jawaban?"

Akhyar menggeleng pelan. Tidak berniat meladeni mereka semua, ia sibuk mengerjakan tugas matematika.

"Yaudah, jadi apa yang paling besar didunia ini?" tanya Azlan mulai tak sabaran.

"Cinta gue ke Nadhif, ahahahaha... HA. HA. HA.!!"

Seisi kelas menunjukkan wajah 'ngeh' seakan benar-benar jengah dan kesal dengan jawaban nyeleneh dari Afnan.

"Ahahahaha, nggak salah kok gue!!" Sorak Afnan, ia meninju udara tanda semangat.

"Terserah lu ferguso!"

***


Azlan meneguk satu botol air minum yang dibawanya dari rumah hingga tandas. Kelas 12A baru saja selesai berolahraga dengan tema pelajaran, basket.

"Hah,, masih haus." Kelunya sembari menatap nanar botol yang telah kosong di tangannya.

Azlan menatap sekeliling taman didepan kelasnya dengan pandangan sendu, tinggal beberapa bulan lagi ia akan meninggalkan sekolah ini. Sekolah yang penuh dengan persahabatan, dan —cinta.

Waktu terasa begitu singkat, Azlan merasa baru kemarin ia memperkenalkan diri didepan seisi kelas, baru kemarin ia menjawab nyeleneh setiap guru memberikan pertanyaan tentang pelajaran kepadanya, dan baru kemarin rasanya ia bertemu kembali dengan Silmi setelah 7 tahun tak berjumpa dan mengobrol bersama.

"Eh?!"

Azlan mendongak cepat ketika seseorang memasangkan sesuatu dikepalanya. Pemuda itu merasakan pasokan oksigen menipis ketika dihadapannya berdiri Silmi yang menatapnya cukup lekat.

Tangan Azlan terangkat untuk memegang benda dikepalanya. Senyum simpul terbit disudut bibir Azlan menatap topi sekolah yang pernah ia pasangkan kepada Silmi paska hukuman dilapangan beberapa minggu yang lalu.

"Assalamu'alaikum, maaf baru sempat saya balikin, terimakasih."

Silmi sudah berniat pergi, hal itu membuat Azlan secara reflek berdiri dan menahan gadis itu.

"A-anu," Azlan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sebenarnya tidak ada hal lain yang ia ingin katakan, ia hanya ingin punya waktu sedikit lebih banyak didekat Silmi.

"Ah, gapapa. Kamu boleh pergi." Namun, Azlan tahu Silmi tidak akan mau bersama dalam waktu yang lama.

Gadis pendek itu mengerjap bingung. "Kamu mau ngomong sesuatu? Silakan aja,"

Silmi menatap sekeliling yang terlihat ramai. "Alhamdulillah, disini juga nggak sepi."

"Makasih udah sekolah disini."

"Hmm?"

Azlan terkekeh pelan, "itu aja. Saya duluan, yaa... Assalamu'alaikum."

Silmi mengendikkan bahu tak paham. "Wa'alaikumussalam... tingkahnya agak aneh." gumamnya.

***

"Sisa kembaliannya tinggal dua ribu, dek. Mau ambil uang atau beli aja?" tanya ibu kantin kepada bungsu Atharauf.

Afnan celingukan mencoba mencari cemilan apa yang bisa ia beli untuk sisa uangnya. Ia kemudian mengedarkan pandangan, namun netranya terhenti pada satu atensi.

Pemuda itu tersenyum manis. "Saya beli es teh, dua."

"Baik, tunggu sebentar yaa..."

Sembari menunggu, Afnan sesekali mencuri-curi pandang kearah gadis bercadar yang tengah khidmat memakan roti.

"Ini, dek."

"Ah, iya. Terimakasih..."

"Sama-sama."

Afnan menggenggam erat dua bungkus es teh yang telah ia beli, langkahnya mendekat kearah gadis bercadar yang tak lain merupakan Shurafa Nadhif Aziza.

"Boleh saya duduk disini?"

Nadhif mendongak segera, seperkian detik ia terbatuk-batuk.

Afnan meringis pelan, ia langsung mendudukkan diri pada kursi tepat dihadapan Nadhif, jadi posisi mereka tengah berhadapan sekarang dengan meja panjang yang menjadi pembatas.

Pemuda itu menyodorkan satu bungkus es teh kepada Nadhif. "Minum."

Tanpa mengatakan apa-apa, Nadhif meminum es teh itu dengan sedotan hingga tandas tak tersisa. Ia bernafas lega ketika tenggorokannya tak sakit lagi.

"Makanya kalo makan pelan-pelan." Pesan Afnan tanpa menatap Nadhif, ia mengedarkan pandangan sembari terus menyedot es tehnya.

Nadhif menyodorkan satu bungkus roti kepada Afnan. "Makan." Titahnya.

"Nggak usah."

Brak

Afnan hampir terjungkal kaget ketika Nadhif menggebrak meja cukup keras. Untungnya orang-orang tidak memperhatikan.

"Saya lagi nggak nawarin, ini perintah." Kelakar Nadhif menatap Afnan tajam.

"Kenapa?"

"Saya nggak mau punya utang budi sama orang. Kamu tadi kasi saya minuman, jadi sebagai balasannya saya kasi kamu roti."

Afnan melongo sejenak, kemudian tak lama ia terkekeh renyah.

"Oke-oke!"

Pemuda itu membuka bungkusan roti kemudian memotongnya menjadi dua bagian. Sepotong roti ia sodorkan kepada Nadhif dan dihadiahi tatapan bingung oleh gadis itu.

"Kita makan sama-sama." Kata Afnan.

"Nggak usah."

"Ini perintah."

Nadhif meneguk ludah susah payah, jantungnya benar-benar sudah tidak aman sekarang. Tangannya menerima potongan roti itu dengan hati-hati.

Afnan tersenyum manis, ia kemudian memasukkan roti bagiannya kedalam mulut dalam 2 kali gigitan.

"Haha, kayak bayi." Tutur Nadhif.

"Hah?"

"Kamu sebenarnya udah umur berapa? Kok kayak bayi? makannya belepotan gitu."

Bungsu Atharauf secara spontan melap mulut dengan tangannya. Ternyata ada banyak bekas roti dan es teh yang menempel disudut bibirnya.

"Saya kayak apa kamu bilang?"

"Kayak bayi."

"Hmm?"

"Kayak—" Nadhif spontan menunduk malu.

Melihat itu Afnan lagi-lagi tertawa renyah. "Kayak bayi, ya...." gumamnya.

Tak lama setelah itu Nadhif pamit untuk pergi ke kelas.

Sejak tadi pun seorang pemuda, yang tak lain adalah Arwan memperhatikan interaksi mereka. Kini ia menatap intens kearah Afnan yang terlihat sumringah lantaran bahagia.

Arwan meringis pelan. Rasanya sakit sekali melihat orang yang dia sukai terlihat akrab dengan laki-laki lain. Sedangkan gadis itu tidak pernah melirik nya sedikitpun.

"Atharauf Afnan Isrul...."

Mungkinkah, Arwan harus ikhlas tanpa sempat memiliki? Tanpa sempat berjuang? Lepas dengan dalih mengikhlaskan.

***

"Nadhif udah gila, ya?"

Nadhif mendelik sinis. "Sembarangan!"

"Terus ngapain senyum-senyum daritadi? Kesambet apa'an?"

"Nggak ada apa-apa kok, emang salah kalau aku senyum?"

"Bukannya salah, cuma aneh aja. Aku nggak ngelawak juga!"

Nadhif hanya mengangguk pelan, tanpa melunturkan senyumnya.

"Makan ke kantin yuk!" Ajak Silmi.

Nadhif menggeleng tegas. "Aku udah kenyang."

"Wah, makan apa'an nggak ngajak-ngajak!"

"Makan roti."

"Roti? Roti doang?" Silmi bertanya heran. "Kenyang?"

"Kenyang banget...." Senyum Nadhif semakin lebar dibalik cadar hingga matanya menghilang lantaran menyipit.

Silmi mendelik. "Aneh banget sih! Tau deh, aku mau ke kantin dulu. Mau ikut?"

"Nggak usah."

"Oke, tunggu ya..."

Kemudian Silmi keluar dari kelas setelah berpamitan kepada sahabatnya. Ia berjalan sembari terus menunduk. Sepanjang koridor banyak yang ingin menyapa, namun diurungkan sebab gadis itu segera membuang pandangan sebelum sapaan mereka dilakukan.

Sepatu berwarna hitam dengan alas putih berhenti dihadapannya, sehingga Silmi spontan menghentikan langkah.

Silmi mengangkat pandangan hingga netranya bersitubruk dengan mata tajam pemuda satu kelasnya. Raiz Maulana.

Hanya seperkian detik, Silmi membuang pandangan. "Maaf, saya mau lewat."

Raiz menggeser diri sedikit, hal itu membuat Silmi meyakini siswa tinggi itu mempersilakan ia lewat.

Namun,

"Kamu pilih siapa? Saya atau Azlan?"

Saat ini, posisinya telah berubah. Raiz berdiri di samping kiri Silmi. Dan Silmi berdiri tegak tanpa berniat mengubah posisi menjadi berhadapan.

"Saya pilih jodoh yang ditentukan oleh Allah." Ungkap Silmi dengan pembibawaan yang tenang.

Semoga saya orangnya. Raiz membatin.

"Tapi kalau disuruh milih, kamu akan pilih siapa?"

Gadis itu menggigit bibir bingung. Ia tidak mau berbohong, tapi tidak ada niatan untuk menghancurkan hati orang.

Silmi menarik nafas pelan. "Menurut kamu, saya bakal pilih siapa?"

Raiz tersenyum kecut. Sebenarnya... Ia sudah tahu.

"Atharauf Azlan Nuzula..." gumam Raiz. "Dia beruntung banget."

Pemuda itu tanpa mengatakan apa-apa, pergi begitu saja, meninggalkan Silmi yang terdiam membisu.

Gadis itu berbalik menatap punggung tegap Raiz yang mulai menghilang dari pandangan.

"Jangan suka sama saya, sejak awal kita cuma sekedar teman sekelas. Nggak lebih."









Tbc.

Follow IG :

wp.mejza_

Continue Reading

You'll Also Like

11.1K 1.7K 62
Plagiat skipp!!! Murni hasil tulisan author!!! Selamat membaca, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, jika ada yang baik itu datang dari Allah da...
2.5K 1.1K 27
[SUDAH TERBIT, BAB MASIH LENGKAP] Anak perempuan yang sedang tertatih dalam upayanya untuk terus berusaha, bersabar dan beserah pada Sang Pencipta ya...
1M 31.9K 43
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
206K 11.8K 15
(Sekuel Dianggap Sang Pendosa) | Bisa dibaca terpisah Pertemanan yang seharusnya berjalan dengan baik harus terputus karena seorang Ning dari Pondok...