la famille | Babymonster ✓

By katataaaa

19.2K 2.7K 310

[Babymonster story #1] la.fam-i-lle la/ˈfam(ə)lē/ -a group of all the descendants of the common parents livin... More

on mood
1] about longing
2] the scent from Grasse
3] a little warrior
4] each other
5] just the smile
6] longing that fades
7] just have to accept
8] sorry to duel
9] dept store out
10] pap's needed
11] the weakness
12] the ace girl
13] what the hot news?
14] Adek vs John
15] save uri Aurora
16] that actually happened
17] and then...
18] fight again n again
19] papi's stupidity
20] gotcha!
21] confusion
23] the cats still mad
24] timezone, huh?
25] wrong way
26] bit by bit
27] unexpected arrival
28] inner n outer needs
29] high level of anger
30] too much feelings
31] the Kim's weekend
32] Papi's mad
33] romanticize the book
34] Chemist Asa on duty
35] chemistry olympiad day
36] so hurt🥺
37] mami....
38] no!
39] painfullness
40] strengthen each other
41] just go
42] mam n pap...
43] various thing
44] whatever
45] the game
46] The Kim's happy ending
SPECIAL FOR U💝

22] fluctuation

280 38 0
By katataaaa

Akhirnya setelah menghadapi drama pelik tadi, Lim berhasil mengantarkan para anak Kim ke rumah sakit dengan selamat. Minus Yona yang memaksa turun di kantor Jennie.

Dengan lunglai, Lim menggiring para gadis yang lebih persis seperti anak ayam-ayam itu menuju ke ruang intensif Rora. Dengan penuh kepatuhan, mereka mengikuti arahan paman kesayangannya tanpa banyak kata. Mungkin mereka juga masih syok dengan kemarahan Yona di mobil tadi.

Apalagi sang terkecil, Canny hanya mengambil beberapa menit memandangi saudara beda satu tahun dari balik kaca ruang perawatan. Disana terlihat sang kakak yang masih setia menutup mata dengan Jisoo yang menelungkupkan muka di samping tubuh Rora. Sepertinya sang papi tak sengaja tertidur. Lalu dengan lesu, Canny berjalan menuju ruang istirahat di samping ruang perawatan.

Selepas melempar tasnya ke sembarang arah, Canny menubruk tubuh kakak sulungnya yang terlentang di sofa dengan waslap menutupi wajah ayunya. Sepertinya Ruka juga tertidur, dilihat dari desah napasnya yang teratur.

Sedikit menggeliat, Ruka mengintip sebentar makhluk apa yang tiba-tiba saja menindih tubuhnya. Tahu bahwa itu salah satu adiknya, Ruka mengambil tubuh itu dan membawanya lebih mendekat. Takut jika adiknya akan terguling dari sofa.

"Adeknya kakak udah pulang?" Tanyanya dengan mata kembali terpejam.

Hanya gumaman tak jelas dari Canny sebagai jawaban. Dia lebih memilih menduselkan wajahnya di ceruk leher sang kakak, mencari posisi ternyamannya.

Ruka tidak lagi bertanya. Rasa lelah setelah seharian menunggui Rora dan mengerjakan beberapa tugas kuliah yang sengaja dibawa ke rumah sakit, benar-benar menggerogotinya sekarang. Setelah tadi selesai menyeka tubuh adiknya, Ruka buru-buru kembali ke ruang istirahat untuk merebahkan tubuh. Maklum, remaja jompo.

Aurora mereka masih betah terlelap. Dokter sengaja membuatnya tertidur lama agar kondisinya cepat pulih. Mungkin nanti malam ataupun besok pagi, Rora akan terbangun dan sehat kembali.

Sementara, Pwita yang masih bertahan memandangi Rora tiba-tiba merasakan gejolak hebat di perutnya. Ia segera berlari bahkan sampai tak sengaja menabrak bahu Ramie saat menuju kamar mandi yang ada di dalam ruang istirahat.

Terlonjak karena suara hempasan pintu yang mendadak, Ruka dan Canny terduduk spontan dari tidurnya sambil mengerjapkan mata. Menatap pintu kamar mandi yang terdengar suara seseorang seperti sedang muntah. Mereka pun berpandangan, saling melempar tanya lewat tatapan hingga Ramie dan Asa muncul di ambang pintu menyeru nama putri kedua Kim dengan panik.

"Yang lari ke kamar mandi itu Pwita?" Tanya si sulung yang diangguki kompak oleh Asa dan Ramie.

Ruka pun akhirnya memutuskan menyusul adiknya yang berada di dalam sana. Dia melihat Pwita sedang membasuh mulutnya menggunakan air keran wastafel yang mengalir.

"Pwit, kamu nggak papa?" Ruka mengusap punggung gadis itu yang menjawabnya dengan anggukan kecil.

Pwita menatap sang kakak dari cermin di depannya. "Kakak kebangun gara-gara denger suaraku ya? Maaf."

"Nggak masalah. Ini kamu yakin nggak kenapa-kenapa?" Tangan Ruka tergerak merapikan helaian rambut Pwita yang menghalangi pandangan matanya.

"Aku baik-baik aja, Kak Ruka." Bibirnya tersenyum untuk meyakinkan kakak sulungnya itu.

"Mau aku beliin teh hangat, Kak?" Tanya sebuah suara dari balik pintu. Kepala Asa melongok dengan masih menyiratkan kekhawatiran. Asa menebak jika maag kakak keduanya itu kambuh mengingat mereka belum sempat makan siang.

Pwita menengok seraya mengangguk. "Boleh, Sa. Maaf ngerepotin."

Selang delapan menit, Asa kembali ke ruang istirahat dengan segelas teh hangat di tangannya. Pwita menerima dengan bibir sedikit pucat yang menampilkan senyuman manis.

"Makasi Asami..." Ucapnya sambil mulai meminum teh itu.

"Samasama. Kayaknya maag Kak Pwita kambuh deh."

Ruka yang sedang menyelimuti Canny dan Ramie yang kembali tidur karena kelelahan pun menengok cepat. Kedua alisnya terangkat. "Kalian belum makan siang?"

"Belum, Kak." Asa menjawab jujur.

Sedangkan Pwita meringis ngeri melihat tampang kakaknya yang berubah kesal. Ruka sangat benci ketika para adiknya melewati jam makan. Karena ia tahu, adik-adiknya itu sangat tidak boleh melewati jam makan barang sedetikpun jika tidak ingin maag mereka kambuh. Ini baru hanya Pwita yang sampai muntah, jika semua adiknya mual dan muntah akan bagaimana nasib Ruka selanjutnya?

Mendesah berat, Ruka memijat keningnya sendiri. "Ini Paman Lim kemana? Bisa-bisanya nggak mastiin kalian udah makan atau belum sih!" Omel Ruka.

"Kalian juga kenapa ngelewatin makan siang? Papi udah kasih prabayar di kantin sekolah kalian kan? Bisa pesan apapun sepuasnya, nggak perlu mikir bayar. Cuma tinggal pesan doang. Gampang kan? Kenapa bisa sampai nggak makan siang di sekolah?! Heran banget deh!"

Si bontot dan si kembar nomor dua benar-benar tidak terusik oleh omelan panjang si sulung Kim. Sepertinya selain karena lelah, mereka sengaja melelapkan diri agar rasa lapar diperut mereka tidak terasa

Yap. Semua adik-adik Ruka memang belum makan. Mereka sama sekali tidak kepikiran untuk mengisi perut. Bagaimana tidak, anak-anak Kim itu kan dipusingkan dengan masalah si bungsu. Ditambah nafsu makan mereka sudah anjlok sejak pagi.

"D.O~... YUHUU MAKANAN DATANG!"

"YAH PAMAN LIM!"

Teriakan saling bersahutan menggema. Lim yang baru saja tiba bersama dua kresek besar di tangannya pun terkesiap. Terkejut dengan wajah memerah Ruka yang menodong garang.

"K-kenapa?"

"Paman gimana sih?! Kenapa adik-adik Ruka dibiarin kelaparan?! Mereka nggak boleh telat makan, Paman. Ruka aduin ya ke mami." Ruka benar-benar kesal. Apalagi dengan muka pamannya yang malah cengengesan.

"Maaf Kakak Ruka... Ini loh makanya paman keluar lagi buat beli makanan. Jangan aduin ke mami kamu ya... Please!" Lim masuk ke dalam ruangan sambil meletakkan dua kresek besar itu di meja. Lalu dia meraih bahu Ruka yang masih menyalang sebal padanya.

"Paman beli dua ember chikin juga loh. Mau nggak?"

Ruka memalingkan muka, berusaha menyembunyikan tampang 'muka pengen'-nya yang pasti sangat kentara sekarang. Mendengar menu yang dibeli Limario itu, cacing-cacing di perutnya mendadak bergoyang meminta jatah.

Asa dan Pwita hanya menyimak kelakuan sebelas dua belas antara seorang paman dengan keponakannya itu. Mereka berdua duduk berdampingan setelah Asa menaikkan suhu AC dan mengambil minyak telon milik persediaan Rora.

"Aku bantu balurin ke perut ya, Kak. Biar enakan dikit."

Pwita menurut, ia pun memposisikan diri dengan nyaman sambil bersandar. Perutnya masih bergejolak tidak karuan. Asa yang berada di sebelah kirinya langsung menyingkap sedikit baju dan mengolesi minyak ke perut kakaknya.

Saat sedang dipijit pelan, Pwita menutup mulut dan hidungnya dengan tangan. Lalu berlari lagi ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan bening yang tersisa sangat pahit di mulutnya.

Panik, Asa segera berlari menyusul Pwita, membantu memijat tengkuk kakaknya yang masih muntah.

Ruka dan Lim yang sedang menyiapkan makanan di meja pun ikut cemas dan menyusul Pwita ke kamar mandi.

"Maafin paman ya. Pwita jadi sakit gitu."

Pwita tersenyum lemah. "Paman jangan merasa bersalah, orang paman nggak ada salah kok. Pwita aja yang nggak aware sama diri sendiri."

Tanpa disadari, Jisoo sedari tadi sudah kembali ke ruang istirahat dan mendengar suara muntah-muntah dari anaknya. Tanpa pikir panjang dia segera berganti pakaian dan mengambil dompetnya. Jisoo juga membangunkan si bontot dan si bongsor agar segera makan. Kemudian berjalan ke arah kamar mandi.

"Papi mau order obat di apotek rumah sakit." Suara husky Jisoo menyentak orang-orang di kamar mandi. "Maag Pwita kambuh, sayang?"

"Papi~" Pwita merengek selagi wajah sang papi muncul. Mendadak matanya terasa panas.

"It's okey sayangnya papi..." Jisoo mengusap surai panjang anaknya. "Habis ini makan ya sama yang lain. Nanti minum obat. Kalau belum membaik juga, papi panggil dokter ke sini. Papi keluar sebentar ya?"

Pwita mengangguk sebagai jawaban.

"Lim. Gue titip anak-anak lagi ya. Sorry ngerepotin lo terus."

"Santai brader."

Sebelum pergi, Jisoo menyempatkan diri mengecup penuh sayang kening Pwita untuk menenangkan lalu pergi membeli obat maag dan sekalian membeli keperluan lain.

•••

Hizruka Kim💙
Mami buruan ke RS dong.
Maag Pwita kambuh.
Dia muntah-muntah, mam.

Jennie melirik sekilas Yona setelah membaca pesan yang dikirim oleh anak pertamanya. Sudah sejak 45 menit tadi Jennie merayu kembarannya itu untuk kembali ke rumah sakit.

Yona terus meringkuk, mengunci tubuhnya di atas sofa kantor sang mami. Enggan sekali bergerak barang semili. Mood-nya sedang buruk. Semua pertanyaan Jennie pun sama sekali tidak ditanggapi.

Hingga, suara tubuh bergerak menghentak tiba-tiba. Yona beringsut duduk sambil melipat tangan di dada dengan angkuh.

"Yakin jR Fashion Week series-nya Yona mami batalin? Kok tega!"

Jennie menggigit dinding bibirnya. Merasa kecolongan karena saat Yona tiba di kantornya tadi bertepatan dengan meeting-nya yang memang membahas pembatalan peluncuran series Yona sampai kondisi keluarga mereka tenang. Jennie tidak yakin bisa fokus saat banyak masalah keluarga terjadi, apalagi perang dingin dengan suaminya yang Jennie niati mulai hari ini. Dia masih sangat kesal memergoki adegan pelukan sang suami dengan mantannya itu.

"Nggak dibatalin sayang. Kita cuma cari tanggal lain yang lebih tepat. Gimana kalau pas hari ulang tahunmu?" Jennie mencoba berdiskusi.

"Coba katakan lagi..."

Wajah Yona menoleh ke arahnya. Tatapan anak itu benar-benar tajam, lebih tajam daripada silet.

"Di tanggal ulang tahunmu?" Kata Jennie lagi dengan hati-hati.

"Enam bulan! Really?! Kelamaan, Mam."

"Oh ayolah sayang... Momen sekarang lagi nggak pas. Rora masih sakit. Mami juga harus ngurus adek kamu. Ngertiin ya?"

"Apa harus Yona yang ngalah? Ini semua gara-gara adek, Mam!"

"Ahyeona!!!" Hentaknya dengan menatap intens anak gadisnya. "Jaga bicaramu! Adek itu saudaramu, jangan saling menyalahkan."

"Emang bener kok, adek yang salah. Bikin ulah terus. Kan nyusahin jatohnya." Yona terus berucap ketus kepada sang mami membuat Jennie berdecak kesal.

"Terus maumu gimana? Mami capek, Yon. Kalau kamu maksa nggak diundurin, yaudah urus aja sendiri."

"MAMI?!"

"APA?!"

Suara keras yang sama-sama tidak mau kalah membuat karyawan Jennie di luar saling bersitatap. Tidak biasanya bosnya itu memakai nada tinggi apalagi dengan anak-anaknya.

"Stop kayak anak kecil! Mami pusing."

"Mami jahat! Kenapa Yona yang harus ngalah gara-gara masalah adek? Jangan salahin Yona kalau Yona jadi benci adek. Yona juga benci mami!"

Yona menggertak keras Jennie. Ibu anak tujuh itu sampai memejamkan mata berusaha mengatur emosinya sendiri.

Sama-sama berwatak keras dan tidak mau kalah, Jennie seperti sedang menghadapi perangainya sendiri.

BRAK!

Jennie memejamkan mata lagi mendengar suara keras dari pintu ruangnya yang ditutup kasar. Dia segera ikut beranjak keluar dan meraih tangan Yona dengan kuat sampai-sampai anaknya tertarik ke belakang.

"Akhh Mami... Lepas. Sakit..." Yona meringis tatkala merasakan cengkeraman tangannya yang memang kuat. "Mami..."

"Apa-apaan kamu?! Nggak sopan ya ke orangtua. Minta maaf sekarang!" Suruhnya tegas.

"I-iya, tapi lepas dulu Mam. Tangan Yona sakit..." Yona memukuli tangan Jennie, mencoba lepas dari cekalannya.

"JENNIE!" Suara keras dari rekan kerjanya membuat Jennie segera melepas cengkeraman tangannya.

Yona segera memanfaatkan situasi itu. Dia langsung berlari ke arah perempuan yang berdiri tegap.

"Apa yang lo lakuin?" Dia melihat pergelangan tangan Yona yang memerah akibat cekalan tangan maminya tadi. "Lo nyakitin anak lo sendiri tau nggak!"

"Yona udah nggak sopan ke gue, Joy. Gue harap lo nggak bela tuh bocah."

"Sabar!" Gertak Joyie, manajer sekaligus teman dekatnya. "Bisa dibicarain baik-baik kan?"

Bersikap tak acuh, Jennie menghentakkan kakinya dengan kesal sebelum berjalan cepat masuk ke ruangannya lagi.

Dia menghempaskan tubuhnya di sofa panjang seraya memejamkan mata. Kepalanya jadi berdenyut-denyut. Tangan kanannya lantas memijat pelipisnya dengan kuat, berusaha mengenyahkan pening yang mendera.

"Kenapa? Ada masalah? Apa lagi marahan sama Jisoo?"

Kelopak matanya secara perlahan terbuka. Jennie melirik Joyie yang baru saja duduk di sampingnya.

"Yona ngambek seriesnya batal launching. Gue juga lagi marah ke Jisoo. Ah taulah..."

"Rora juga belum pulih ya?"

"Hmm..."

Joyie meringis. Tidak bisa membayangkan betapa runyam otak Jennie sekarang.

Lalu dia meraih kedua tangan temannya itu.

"Kontrol lagi emosinya, Jen. Kasihan Yona atau anak-anak lo lainnya kalau harus jadi pelampiasan kekesalan lo."

Jennie tahu.
Jennie juga sadar akan hal itu.
Tapi emosinya yang membuat sikapnya tak menentu.

Dia juga sangat menyesal. Seharusnya dia bisa menjadi penengah bagi anak-anaknya saat mendengar alasan Yona sengaja menyusulnya ke kantor karena sedang merasa tidak nyaman dengan si bungsu.

"Iya Joy gue tahu. Gue juga menyesal."

Kepala Jennie berpendar, mencari keberadaan sosok wajah yang mirip dengannya. "Yona di mana?"

"Nunggu di lobby. Gue minta karyawan lain buat nemenin dia di sana."

Jennie mendesah panjang. Kemudian dia meraih tas sekolah Yona dan juga tas tangannya. Jennie harus segera kembali ke rumah sakit untuk mengurus anaknya yang lain lagi.

[•••]












Herman sama diri sendiri, bisa-bisanya adegan sehari tapi dibikin banyak part. Percaya nggak? Dari part 17 sampe 22 ini tuh latar waktunya sehari best, rangkaian peristiwa sehari doang. Ahahaha astagah se slow itukah alur cerita gue? Sayang bgt buat skip suatu momen masalahnya :"

Jujur besti, kalian bingung sama cerita ini nggak? Aku aja bingung nih cerita ujungnya mau apa ntar tu.
Mana pengen masukin semua momen yg kepikiran lagi, yakali adegan sehari tapi partnya banyak. Ampunnnnnn🤒

Btw, happy reading besti🤏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

128K 3.8K 20
Special Edition Faizul x Hafiz Hafiz Zafrin lari dari Zafrin Family sebab taknak uruskan syarikat family hey!aku masih 19 tahun kot!aku nk happy2 t...
7M 352K 56
A loud cry echoed through the corridors of the palace, mainly coming from the Prince's room. "I want Noona here and NOW!" Cover Credit To @LaikaTaehy...
71.4K 350 24
Shownu merupakan Seorang usahawan yg terkenal dan berjaya. Walaupun di usia yg masih muda dia berjaya membangunkan sebuah syarikat yg mempunyai banya...