After Sunset

Por lexjulia

6.1K 3 0

Sequel cerita dari "Namaku Maira" yang aku tulis di noveltoon. Cerita kali ini adalah tentang sudut pandang d... Más

1 [Frame]
2 [Sunflower]
3 [Wind]
4 [Summer]
5 [Shrivel]
6 [Summer End]
7 [Chance]
8 [Deleted]
9 [Black Rose]
10 [Is It]
11 [Her]
12 [Red Lips]
13 [Begin]
14 [First]
16 [Third]
17 [Mine]
18 [Forgotten]
19 [Sweet of her]
20 [Care]
21 [Just Began]
22 [After Birthday]
23 [The Night]
24 [Promises]
25 [Dina]
26 [Her Smile]
27 [Happiest Day]
28 [Zahra]
29 [Tea Time]
30 [Signature]
31 [Silly Student]
32 [Telenovela]
33 [Graduated]
34 [Declined]
35 [Kids]
36 [Celebration]
37 [Growth]
38 [End Of Moment]
39 [Fallen Tree]
40 [Before Everything]
41 [Candlelight]
42 [Fairless]
43 [Betrayal]

15 [Second]

172 0 0
Por lexjulia

Dengan wajah sumringah, dimas membuka pesan dari maira, dan detik selanjutnya, mendung kembali menghiasi wajah dimas. Maira membatalkan janjinya, padahal dimas sudah sangat mengharapkan makan malam dengan maira.

Dengan perasaan marah, dimas kembali masuk ke kamarnya, melepas topinya, lalu berteriak di dalam bantalnya. Pesan yang maira berikan pada dimas, membuat mood dimas memburuk selama berhari-hari.

Menurut dimas, maira sudah mempermainkannya, dan memberinya harapan palsu. Meski hanya makan malam yang maira batalkan, tapi dimas merasa bahwa maira sudah menghancurkan harapannya.

"Dimas kenapa lagi rum", tanya gusta pada rumi, dan rumi hanya mengangkat bahunya karena rumi sendiri tidak tahu hal buruk apa yang sudah menimpa dimas.

"Kak aku boleh minta tolong bantuin koreksi tugas aku nggak", ujar agung pada rumi.

"Coba sini lihat", ujar rumi.

Agung kemudian menyerahkan Portofolionya pada rumi, kemudian melirik sekilas pada dimas lalu bergidik.

"Kenapa", tanya gusta pada agung melalui tatapannya.

Tidak ada satupun mahasiswa di studio yang berani bertanya pada dimas, mencemooh atau membuat gurauan. Setiap ada yang bertanya, atau mengganggu dimas, dimas hanya membalasnya dengan lirikan. Bagi sebagian yang mendapat lirikan dari dimas, mereka merasa telah melakukan hal yang buruk, yang membuat dimas menancapkan tombak di hati mereka. Dimas juga mengubah nama maira di kontaknya menjadi "Lupakan dia".

Sabtu pagi hingga menjelang isya, dimas dan rumi praktik kerja di salah satu biro arsitek yang ada di jalan nanda, di area pogung. Setelah menyelesaikan laporan, dimas mengikuti ajakan rumi untuk kumpul dengan anggota vario versa. Sejujurnya dimas masih enggan untuk kembali ikut kegiatan vario versa, tapi dimas butuh pengalih perhatian. Dimas juga sangat yakin maira tidak akan datang ke GSP, jadi dimas mengikuti rumi dengan pasrah.

Tak disangka orang yang paling dimas benci di hatinya, datang dengan senyum polos tanpa dosa yang dia pamerkan pada dimas.
Kebencian dimas bertambah saat maira lebih memilih untuk pergi dengan rumi. Kebencian dimas pada maira tak pernah abadi, semua terlihat saat senyum dimas mengembang ketika maira mengatakan bahwa dimas adalah alasan maira ikut kumpul dengan vario versa malam ini.

"Jadi kamu maafin aku", tanya maira dengan tatapannya yang cukup intens untuk dimas.

"Iya", jawab dimas sambil berusaha menyembunyikan wajahnya yang tersipu.

"Terimakasih ya", ujar maira dengan senyum manis yang mengembang.

Sepanjang hidupnya, belum pernah ada cewek yang ucapan manisnya, membuat dimas merasa begitu spesial. Senyumnya membuat hati dimas berdegup kencang. Dimas tidak punya pilihan, selain jatuh semakin dalam akan rayuan yang maira tawarkan.

Maira dengan mudahnya membuat emosi dimas naik turun. Semua kalimat yang keluar dari mulut maira, terasa seperti sapuan hangat cinta yang meresap langsung ke jiwa dimas. Kata-kata manis yang maira ucapakan pada dimas, membawa senyum yang enggan berakhir dari wajah dimas sepanjang perjalanan dimas kembali ke kos dari rumah maira.

"Kamu naksir maira", tanya rumi pada dimas.

Dimas enggan menjawab dan hanya memberi rumi senyum lebarnya.

"Naksir maira dim, sejak kapan, jangan-jangan emosi kamu naik turun akhir-akhir ini gara-gara dia", tanya rumi.

Dimas masih menjawab rumi dengan senyum lebarnya, dan senyum lebar dimas tetap terukir hingga dimas sampai di kamar kosnya. Sementara rumi hanya bisa melihat dimas dengan tatapan heran, karena senyum dimas seolah-olah tak akan pernah pudar.

Semua kebahagiaan yang dimas rasakan, hanya karena maira menjanjikan untuk pergi berdua dengan dimas di hari selasa. Meski begitu, dimas tidak ingin terlalu senang dulu, karena maira bisa saja membatalkannya lagi, meskipun dia sudah berjanji.

Dimas tidak ingin patah hati lagi, dengan mempercayai maira secara buta, tapi maira menepati ucapannya, dan dimas merasa luar biasa senang. Dimas tutupi rasa senangannya dengan baik, karena dia tidak ingin terlihat seperti sangat berharap pada maira, walaupun itu kenyataannya.

"Mau pakai jaket aku nggak", tanya dimas saat mereka baru keluar dari taman pintar dan bersiap untuk makan siang.

"Nggak usah", jawab maira.

"Yakin, mataharinya nyengat banget loh", ujar dimas.

"Iya nggak papa, kamu aja yang pakai biar kamu nggak masuk angin nanti", jawab maira sambil tersenyum.

Pergi dengan maira, membuat suasana hati dimas menjadi sangat baik. Dimas yang dulu hanya menyukai gadis cantik saat remaja, kini begitu terpesona dengan wajah manis maira dan kesederhanaannya.

"Emang kenyang cuma makan burger aja", tanya dimas pada maira.

"Ini burger favorit aku dim, kalau nanti laper lagi, tinggal makan lagi di kantin", jawab maira dengan polosnya.

"Emang kamu kalau makan siang dimana", tanya maira pada dimas.

"Aku jarang makan siang, biasanya makan kalau udah jam tiga sore", jawab dimas.

"Kenapa", tanya maira sambil menunjuk pesanannya pada pegawai Mr. Burger.

"Kalau udah di studio suka lupa waktu, lagian cuma makan sendiri, jadi kurang berselera", jawab dimas.

"Jangan gitu dong dimas, kamu boleh sibuk mengejar cita-cita kamu, tapi kamu harus tetap jaga kesehatan kamu", ujar maira dengan penuh perhatian.

"Males kalau makan sendiri", jawab dimas, sambil menarik kursi untuk maira duduk.

"Yaudah, kalau nanti kamu butuh temen, aku temenin deh, tapi kalau aku lagi di kampus ya", ujar maira.

Umpan dari dimas dimakan dengan baik oleh maira. Dimas berhasil memancing maira untuk lebih sering bertemu dengannya.

"Janji ya", pinta dimas.

"Iya", jawab maira dengan senyum manisnya.

Hati dimas yang sudah mekar sempurna untuk maira, menjadi semakin berbunga saat dimas mendengar janji dari maira. Burger favorit maira yang dulu terasa biasa saja di lidah dimas, kini menjadi terasa sangat enak dan dimas menjadikannya sebagai burger favoritnya juga.

Maira menepati janjinya untuk menemani dimas makan siang dua hari setelahnya.
Maira juga selalu menjawab telvon dari dimas, dan membalas pesan dari dimas dengan cepat.

"Kamu kenapa jarang banget ikut kumpul sama vario versa", tanya dimas pada maira, sabtu malam saat dimas masih di pavilliun studio mahasiswa arsitek tahun angkatan dimas.

"Bosen aja, kamu bayangin aja, aku lahir dan besar di jogja, sodaraku banyak yang tinggal di jogja, temen-temen aku juga hampir semuanya tinggal di jogja, jadi semua sudut jogja udah aku kunjungi, masa aku harus muter-muter lagi", jawab maira.

Dimas hanya tertawa mendengar jawaban maira yang terdengar seperti keluhan.

"Dimas dimana", tanya maira di telvon.

"Masih di studio", jawab dimas.

"Udah hampir jam sepuluh malam masih di kampus", tanya maira lagi.

"Iya, soalnya tugasnya belum selesai", jawab dimas.

"Masih ramai di kampus", tanya maira.

"Kampus mah sepi ra, tapi studio anak arsi masih ramai", jawab dimas sambil menggaruk kepalanya yang mulai gatal.

"Jangan pulang malem-malem ya, kalau bisa tidur di kos aja", pinta maira.

"Iya, bentar lagi juga pulang kok", jawab dimas sambil tersenyum.

"Aku udah ngantuk nih, aku tidur duluan ya", ujar maira.

"Yaudah, tidur gih", jawab dimas.

"Dimas nggak mau matiin telvon", tanya maira.

"Enggak, pingin denger kamu tidurnya ngorok atau enggak", ledek dimas pada maira.

"Yaudah aku yang matiin", ujar maira mulia sewot, dan maira langsung menutup telvon untuk dimas.

Dimas tertawa begitu telvonnya ditutup oleh maira, dan membuat rizal menaikkan alisnya saat menatap dimas.

Setiap malam yang dimas lewati dengan suara dari maira, membuat dimas yakin bahwa maira adalah the one untuknya.

"Jangan lebar-lebar ketawanya, nanti kemasukan nyamuk", ujar rizal yang juga ada di studio.

Dimas hanya melirik rizal, dan kembali menyusun maketnya sambil tersenyum. Perhatian maira yang semakin intens di tujukan untuk dimas, membuat dimas merasa bahwa maira juga menyukainya. Tiga kali dalam seminggu, maira selalu menemani dimas makan siang. Setiap malam sebelum maira tidur, telvon dari dimas juga selalu dijawab oleh maira. Meski dimas yakin kalau maira menyukainya, tapi masih ada hal yang dimas tidak mengerti dari maira. Maira sering mengeluh bosan, dimas jadi kesulitan membuat maira senang. Setiap dimas menawarkan untuk membelikan maira sesuatu, maira selalu menolaknya.

"Kamu mau sepatunya", tanya dimas saat mereka mampir ke outlet blue, setelah mereka makan siang.

"Suka sih, tapi mahal", jawab maira yang masih memandangi sepatu kets dengan motif bunga warna biru.

"Aku beliin mau", tanya dimas pada maira.

Maira tidak menjawabnya, dan hanya menatap dimas dengan kesal, lalu keluar dari outlet.

"Kalau kamu nggak mau tinggal bilang aja ra, nggak perlu ngambek", ujar dimas saat menyusul maira.

"Dimas itukan harganya mahal, aku nggak suka aja kamu buang-buang uang orangtua kamu semudah itu, mereka kerja keras buat kamu, jadi jangan boros dong", pinta maira dengan wajah kesal.

"Aku pakai tabungan aku ra, aku juga nggak hambur-hamburin uang", jawab dimas yang juga mulai kesal dengan tuduhan maira.

Hal itu merupakan satu contoh dari sikap maira yang dimas tidak bisa mengerti, karena menurut dimas, cewek manapun sangat menyukai cowok royal. Maira juga sangat mudah ngambek, dan sekalinya ngambek, maira mendiamkan dimas selama beberapa hari. Dimas kemudian mengikuti sikap maira, saat maira tidak menjawab telvonnya, atau melupakan pesannya. Sikap kecewa dimas, dimas tunjukkan persis seperti saat maira marah padanya.
Menariknya, maira selalu berusaha lebih keras untuk membujuk dimas, saat dimas marah.

Kedekatan dan kebersamaan yang dimas miliki bersama maira, membuat dimas ingin segera menjadikan maira sebagai pacarnya.
Dimas siap untuk menerima jika sesekali maira ingin pergi ke club malam. Dimas memang tidak menyukainya, tapi dimas akan membiarkannya, selama maira pergi ke club malam membawa serta dimas.

"Kamu dimana", tanya dimas dengan lembut, saat dia menelvon maira hari sabtu pukul tujuh malam, seminggu sebelum dimas harus ujian studio tematik.

"Di rumah", jawab maira singkat.

"Di rumah aja malam ini", tanya dimas sambil tersenyum.

"Enggak, mau siap-siap ke bosche", jawab maira.

"Jam berapa", tanya dimas.

"Sekitar jam delapan, nunggu agak rame, soalnya masih pagi", jawab maira tanpa beban.

Dimas tersenyum sinis, karena maira mengatakan pukul delapan malam masih pagi untuk pergi ke bosche.

"Sama siapa", tanya dimas dengan nada keberatan.

"Sama kiki", jawab maira singkat.

"Kiki aja", tanya dimas lagi mulai bersikap posesif.

"Sama temen-temen kampus kiki, susi sama fian juga ikut", jawab maira dengan santai.

Dimas langsung menutup telvon maira, lalu menelvon rumi.

"Kamu dimana rum", tanya dimas begitu rumi menjawab telvonnya.

"Lagi di kos, mau siap-siap ke bosche", jawab rumi santai.

"Hari ini agendanya anak vario versa ke bosche, kok kamu nggak bilang rum", protes dimas.

"Emang kamu pacar aku apa, sampai aku harus laporin kegiatanku", jawab rumi dengan acuh.

Dimas menutup telvon rumi setelah menanyakan jam berapa rumi akan pergi, kemudian menjadi sangat kesal, karena maira pergi ke club malam tanpa membicarakan dulu dengannya.

Dimas kemudian sadar, kalau dia bukan siapa-siapa maira, bukan keluarganya, dan yang terutama dia bukan pacar maira. Maira bebas pergi kemanapun, dan dimas tidak punya hak untuk melarang kegiatan maira.

Di tengah frustasi dimas karena tugasnya masih belum selesai, dan juga karena dimas tidak bisa menyusul maira, rizal datang seolah-olah mengenakan jubah bercahaya, berjalan melewati dimas menuju meja kerjanya yang sangat berantakan oleh aneka prakarya khas mahasiswa arsitek.

"Zal", ujar dimas sambil mendorong kursinya ke arah rizal yang mulai sibuk dengan maketnya.

"Hmmm", jawab rizal.

"Kamu nggak malam mingguan", tanya dimas.

"Mau sih, tapi bentar lagi ujian", jawab rizal.

"Rumi lagi mau jalan ke bosche", ujar dimas.

Rizal hanya menutup matanya dan merasa iri pada rumi.

"Mau nyusul", tanya dimas.

"Maketmu udah jadi emang", tanya rizal.

"Belum", jawab dimas.

"Portofoliomu", tanya rizal lagi.

"Belum juga", jawab dimas.

"Laporannya", tanya rizal.

"Hampir selesai", jawab dimas.

"Yaudah kita susul rumi, tapi satu jam lagi, aku mau beresin taman rumah sakitnya dulu", jawab rizal sambil melihat jam di tangannya.

"Zal", ujar dimas lagi.

"Kenapa lagi", tanya rizal mulai kesal karena dimas masih mengganggunya.

"Jadi gini", ujar dimas mulai berkonsultasi.

"Bentar, aku duduk dulu", ujar rizal memotong kalimat dimas.

"Gimana", tanya rizal begitu dia duduk dan mulai menatap dimas.

"Kalau kamu suka sama cewek, dan kamu yakin cewek itu suka sama kamu, kamu pasti pingin ungkapin tuh, tapi kamu belum yakin kalau cewek itu mau terima kamu, kamu juga takut kalau dia tolak ungkapan kamu", ujar dimas mulai curhat.

"Kenapa kamu takut ditolak", tanya rizal to the point.

"Ya kamu pasti patah hati banget kalau sampai ditolak", jawab dimas.

"Kamu takut ditolak maira", tanya rizal yang sudah mengetahui kalau dimas mendekati maira.

"Iya", jawab dimas.

"Kamu yakin maira suka sama kamu", tanya rizal.

"Yakin", jawab dimas percaya diri.

"Terus kenapa takut ditolak", tanya rizal.

Dimas kemudian berfikir, tapi berakhir dengan mengangkat bahunya.

"Kalau kamu takut ditolak, kamu harus yakin dulu dia nggak akan pernah tolak kamu", ujar rizal menjelaskan pada dimas.

"Maksudnya", tanya dimas karena merasa bingung.

"Contoh nih, kalau dia natap kamu kayak gini", ujar rizal yang mulai menatap dimas dengan mata sayunya.

"Jelasin aja zal, nggak ngerti aku", ujar dimas karena mulai risih dengan tatapan rizal.

"Kalau dia natap kamu dengan tatapan mendayu, terus kamu merasa jantungmu berhenti, dan nggak lama kamu ngelihat kembang api di mata maira, itu tanda kalau dia jatuh ke perangkap kamu", ujar rizal menjelaskan.

Dimas memahami rizal dan menganggukkan kepalanya.

"Terus", tanya dimas lagi.

"Terus, kalau dia angkat telvon kamu, di dering pertama, artinya dia tungguin telvon kamu, berarti dia lagi kangen sama kamu", jawab rizal.

"Ada lagi nggak", tanya dimas.

"Dua itu aja udah cukup jelas kalau maira nggak akan tolak kamu", jawab rizal yang mulai kembali menyusun maketnya.

Dimas memahami ucapan rizal, dan kembali ke mejanya.

**

Seguir leyendo

También te gustarán

729K 75.4K 28
في وسط دهليز معتم يولد شخصًا قاتم قوي جبارً بارد يوجد بداخل قلبهُ شرارةًُ مُنيرة هل ستصبح الشرارة نارًا تحرق الجميع أم ستبرد وتنطفئ ماذا لو تلون الأ...
2.9K 212 7
It will contain Brightwin/Sarawattine short stories... It will have sweet, fluffy or some angst with happy ending long stories... If you guys want...
1.2M 29.1K 45
When young Diovanna is framed for something she didn't do and is sent off to a "boarding school" she feels abandoned and betrayed. But one thing was...
11.2K 4.2K 35
Masa SMA adalah masa yang harus dipergunakan Aluna agar waktunya tidak terbuang sia-sia. Dan mempunyai 3 (tiga) sahabat cowok yang super duper ganten...