Surat Takdir Dari Tuhan ✔️

By sweet_juminie

24K 1.9K 284

[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pi... More

[1] Manusia-Manusia Ganteng!
[2] Saudara Paling Akur!
[3] Kelas Yang Sangat Rukun!
[4] Ada Bidadari!
[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!
[6] Rencana Makan Bakso!
[7] Seisi Kantin Jadi Heboh!
[8] Berterimakasih Itu Susah!
[9] Tempat Berteduh!
[10] Hukuman Di Lapangan!
[11] Majelis!
[12] Perihal Kesopanan!
[13] Saingan!
[14] Dia Datang!
[15] Menolak Menjadi Pecundang!
[16] Ada Yang Hilang!
[17] Kado Kecil Untuk Fyan!
[18] Takdir!
[19] Do'a!
[20] Kedekatan!
[21] Keputusan!
[22] Terimakasih !
[23] Ikhlas?!
[25] Foto Lama!
[26] Ada Yang Mengejar Dan Ada Yang Berhenti!
[27] Martabat Seorang Wanita!
[28] The Real Hijrah!
[29] Pondasi!
[30] Hari Kelulusan!
[31] Menyempurnakan Separuh Agama!
[32] Takdir Ilahi!
Surat Takdir Dari Tuhan [THE END]

[24] Acara 2 sahabat!

456 51 0
By sweet_juminie

***

Sepulang sekolah tadi, setelah diminta langsung oleh Azlan untuk datang ke rumah sakit tempat Maura dirawat, Silmi bergegas kelokasi bersama Nadhif.

Silmi was-was mengetahui Maura mendapat perlakuan buruk dari pamannya hingga menyebabkan gadis itu menetap didalam ruangan yang dipenuhi bau obat.

Sepanjang koridor, Silmi dan Nadhif selalu mengedarkan pandangan.

"Aku nggak usah masuk, yaa. Maura 'kan ada perlunya sama kamu." Sahut Nadhif.

Silmi mencebik. "Malu..." cicitnya.

"Kayak mau dimakan aja."

"Ada perlu apa ya dia sama aku?" gumam Silmi yang masih mampu masuk ke pendengaran Nadhif.

"Barangkali dia mau narik perkataannya." Tebak gadis itu.

Silmi melongo, dan Nadhif sukses tertawa.

"Haha, takut banget nggak punya peluang dapet Azlan."

"Mana ada?!!"

"Mini idi!!" Nadhif mencebik.

Keduanya menghentikan langkah ketika telah sampai didepan pintu ruang rawat yang ditempati Maura. Namun, mereka lebih salah fokus dengan dua makhluk yang duduk dikursi tunggu.

Dua saudara Atharauf berdiri dengan gugup.

"Ekhem, silakan masuk." Azlan mempersilakan keduanya.

Silmi melirik sahabatnya yang menunduk dalam. Ia tersenyum licik.

"Yaudah, kamu tadi bilang mau nunggu diluar aja 'kan, Dhif. Jaga pintu takut lari." Cerocos Silmi dengan intonasi suara yang sengaja dibesarkan agar pemuda, atau lebih tepatnya Afnan mendengarnya.

Nadhif melotot garang. Inginnya protes tapi Azlan ikut menyahut.

"Lo juga disini aja, Nan. Gue harus masuk."

Afnan mendekat dan berbisik. "Maksudnya gue berdua doang sama Nadhif diluar?"

"Iya." Balas Azlan pongah.

"Berduaan nggak baik ya," Afnan masih mencoba protes.

"Siapa bilang berduaan? Banyak kok suster-suster yang lewat, dokter-dokter juga." Kata Azlan sembari menunjuk beberapa perawat yang berkeliaran disepanjang koridor.

Afnan menggertakkan giginya geram. "Lo mau gue serangan jantung, hah?"

"Urus dirimu sendiri." Tutur Azlan sembari masuk kedalam ruang rawat.

"Nuzul jingan!!!" Emosi Afnan. Sedetik kemudian ia menimpuk bibirnya cukup kencang sebab sadar ia telah mengumpat disaat ada Nadhif didepannya.

"Aku masuk dulu, yaa..." Silmi mengedipkan mata pada sahabatnya sembari membuka pintu dan masuk kedalam ruang rawat menyusul Azlan.

Nadhif mendudukkan diri dikursi ruang tunggu, dan Afnan ikut duduk diseberang tempat duduk. Jarak mereka berkisar 1 meter, tak ada yang membuka suara.

Afnan duduk tenang sembari bersedekap dada. Meskipun terlihat tenang, percaya saja, jantung Afnan tidak aman.

***

"Kenapa? Maura ngomong apa? Kok kamu daritadi diem aja?" rentetan pertanyaan ditujukan Nadhif kepada sahabatnya yang sejak tadi diam membisu.

Sedangkan yang ditanya hanya membalas dengan senyum tipis, bingung harus mengatakan semuanya dengan cara apa.

"Kalau semisal masa lalu kamu Silmi, kamu pasti seneng banget 'kan, yaa..."

Azlan menahan nafas, sedangkan Silmi menunduk dalam.

"Kamu harus berhenti, Zlan. Cukup ngejar yang nggak pasti. Kamu suka 'kan sama Silmi?"

Silmi mengepalkan tangan jengah. "Terserah apa mau, Azlan. Kamu nggak bisa ngatur sama siapa dia harus jatuh cinta dengan seenaknya. Itu pilihan Azlan, itu urusannya dengan Tuhan."

Silmi beranjak dari duduknya dan memilih keluar, meninggalkan kedua manusia berbeda jenis itu yang mematung.

"Aku kesel banget, Dhif."

Nadhif mengangguk paham, ia mengusap bahu sahabatnya lembut. "Jadi...?"

"Au, ah! Kita pulang aja."

Sedikit informasi, saat ini mereka sedang berdiri di depan bangunan rumah sakit selepas pergi begitu saja dari ruangan Maura dengan perasaan marah dan kecewa. Nadhif bingung namun tak dapat bertanya saat Silmi melesat tak mengatakan apa-apa. Ia menyusul sahabatnya tanpa pamit kepada Afnan terlebih dahulu.

"Yaudah, kita pulang, kerumah aku dulu tapi. Ambil pakaian sekolah terus kerumah kamu, aku mau nginep."

Mendengar itu mata Silmi berbinar senang. "Ayokkk!! Aaaaa prendku makasihhh." Soraknya sambil merengkuh tubuh Nadhif dengan erat.

"Btw, Dhif. Nyanyi dong."

"Hah?"

"Ituloh, lagu kamu yang lagi viral. Penjaga hati." Kekeh Silmi.

"Nama penyanyinya Nadhif Basalamah, bukan Shurafa Nadhif Aziza."

Silmi hampir tertawa keras, namun dengan segera menutup mulutnya.

"Tetap aja'kan, Nadhif penyanyinya. Hheee..."

"Yaudah, dengerin nih... Karna bersamamu semua terasa indah..."

Silmi tertegun sejenak. "Ekhem, suara kamu makin bagus aja..."

"Oh, jelas dong!"

"Idih!"

***

Azlan tak tahu harus mengungkapkan perasaan yang ia rasa saat ini dengan cara apa. Sejak pembicaraan serius ketiganya tadi, ia juga menyusul keluar meninggalkan Maura setelah memberikan tatapan kecewa.

"Jadi ini ceritanya pada ngambek semua nih sama Maura? Yaelah, kasian tuh cewek." Afnan mengintip sejenak Maura dijendela kaca pintu ruang rawat. Pemuda itu mengulum bibir kecut. "Tapi mukanya kek nggak bersalah gitu, a'nyaii!!"

Azlan melakukan hal yang sama, ia ikut mengintip Maura yang terduduk santai diranjang perawatan, cukup lama hingga netranya bertemu dengan gadis itu.

Pemuda tinggi itu mengalihkan pandangan segera, kemudian kembali mendudukkan diri disamping adiknya.

"Iya, slebew. Kek nggak ada rasa bersalah gitu," gerutu Azlan.

"Apakah mungkin semua yang ia katakan memang benar adanya?"

"Nggak usah sok indo lo, bahasanya biasa aja."

"Apesih, suka-suka gue!"

"Terserah."

Afnan mencibir, mulutnya di maju-majukan tanda mengejek.

"Jadi... Inti dari maksud Maura itu gimana..." Afnan bertanya dengan jengah.

"Dia mau gue ngejar Silmi." Azlan menunduk.

Kemudian ia melanjutkan dengan gumaman hingga nyaris tak terdengar ditelinga Afnan. "Nggak perlu disuruh pun gue bakal ngejar cinta gue yang sekarang."

Afnan melotot. "Hah? Apa?"

"Nggak ada siaran ulang."

"Ah, nggak asik lo. Gii bikil ngijir cinti gii ying sikiring."

"Napa sih lu bocah!!! Gini yang katanya tamat sekolah mau nikah? Yang ada Nadhif menua sebelum waktunya."

"Gapapa, yang penting menuanya bareng gue."

"Terserah, terserah!!!"

***

Tak genap satu jam waktu Silmi dan Nadhif didalam rumah, mereka keluar lagi untuk sekedar berbelanja ke supermarket yang jaraknya terbilang jauh dari rumah Silmi.

Rencana keduanya akan membuat acara hanya untuk mereka sendiri, kebetulan orang tua Silmi tidak ada dirumah untuk malam ini.

"Bakar-bakar sosis enak kali, yaa..." tutur Silmi sembari memperhatikan jejeran cemilan dihadapannya, ia meneguk ludah lantaran merasa lapar melihat makanan didepannya.

"Boleh, sekalian beli pop mie." Timpal Nadhif yang sejak tadi tak memisahkan diri dari Silmi.

Gadis bercadar yang memiliki tinggi tubuh kurang lebih 153 itu tersenyum sumringah dibalik cadarnya.

"Kita beli sosis, pop mie, biskuit nabati, yakult, sereal, susu, teh, emm... apalagi ya..."

"Pepsodent, sabun mandi, rinso, sabun colek."

Silmi mendelik. "Kita mau makan-makan, bukan mau mandi."

"Pepsodent buat bersihin gigi kita kalau abis makan, sabun mandi buat nyuci badan kalau kita kecipratan makanan, rinso buat nyuci baju kita yang kotor kalau kecipratan makanan juga, sabun colek buat nyuci piring-piring dan peralatan yang kita pake kalau makan-makan, hahahaha..."

"Oh, iya juga, hahaha..."

***

Nadhif menunggu didepan supermarket, sedangkan Silmi yang memilih makanan didalam sana. Ia sibuk mengotak atik handphonenya, terus menggeser ikon seperti orang kurang kerjaan.

Suara langkah kaki seseorang membuatnya melirik dengan ekor matanya. Terlihat atensi seorang pria paruh baya mendekat.

Nadhif berdecak risih akibat asap rokok yang dikeluarkan pria paruh baya tersebut.

"Halo, dek." Sapanya genit.

Nadhif tak merespon.

"Sendiri aja."

"...."

"Yaudah saya temenin."

Gadis itu menggeser diri menjauh, risih dengan kelakuan pria berpenampilan bajingan disampingnya.

"Masih sekolah nggak?"

"Nggak."

"Loh, kenapa?"

"Udah malem."

Pria paruh baya yang merasa diremehkan itu, berdecak kesal kemudian pergi tanpa berbalik. Nadhif mengulum bibir menahan tawa.

"Ganggu banget sih." Gerutunya.

Ia berbalik kebelakang, dimana Silmi telah keluar dengan belanjaan yang menumpuk.

"Yok, pulang."




















Tbc.

Follow IG :

wattpad.mejza_

Continue Reading

You'll Also Like

435 134 10
Apakah kalian pernah membayangkan akan Berjodoh dengan seorang Idola kalian? Mungkin beberapa dari kalian pernah membayangkan nya namun bayangan ters...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

4.2M 250K 54
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.4K 284 15
Update 1 hari 2/1 kali! FOLLOW DULU SEBELUM BACA🙌🏻🙌🏻 "jika semesta berpihak, mari hidup bersama." Sosok perempuan cantik bernama Azalea Kayla Az...
11.1K 1.7K 62
Plagiat skipp!!! Murni hasil tulisan author!!! Selamat membaca, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua, jika ada yang baik itu datang dari Allah da...