3/10

By Lan_Lia24

227 28 103

Ketika cewek ekstrovert dipertemukan dengan cowok introvert. Sifat keduanya yang bertolak belakang apakah bis... More

Prolog
Kenapa Harus Dia?
Sindiran?
Kisah 2019
Ketemuan

Pertama Kali Foto Bareng

29 3 17
By Lan_Lia24

Aduh, fotonya langsung nangkring di situ, kan jadi maluu wkwkw. Untung blur ygy hehe.

Happy Reading! Jangan lupa dipencet bintangnya ya.

***

Aku sangat tahu Fauzan ini dari kaum introvert, tetapi aku heran, nih, kenapa dia menjadi sok berani banget memilih masuk ke tenda.

Tak tanggung-tanggung, dia malah disuruh masuk ke dalam rumah oleh nenekku. Sebelum itu dia pun menyalami tangan nenek, Tek Ika, dan mamaku, bahkan kerabatku yang di sana juga disalaminya satu persatu.

Gue tahu lu canggung banget kan, Zan. Haha, rasain tuh, lagian sok-sokan mau mampir.

Aku berdiri di belakang Tek Ika memperhatikannya.

"Lan, buatin minumlah. Kasih teh sana," suruh Tek Ika.

"Iya, Tek."

Aku pun patuh saja. Aku pu  meletakkan tugasku ke rumahku dulu. Rumahku dan nenekku bersebelahan, jadi Fauzan sekarang sedang di rumah nenekku---karena acara di sana.

Aku pun membuatkannya segelas teh, tidak tahu manis atau tidak, karena aku hanya menuangkan satu sendok gula.

Harusnya kan dua sendok biar manis, tetapi entah kenapa kurasa satu sendok aja cukup.

Kerabatku banyak yang duduk di dalam rumah nenekku, mereka semua duduk seperti melingkar di atas karpet, ya duduk lesehan.

Sedangkan Fauzan duduk di tengah-tengah kerabatku. Hahaha, aku ingin tertawa kencang melihat wajah polosnya.

Aku pun mengantarkan teh itu ke hadapannya. "Habisin, awas nggak habis!" kataku.

"Makasih."

Setelah itu, jangankan menemaninya duduk, aku malah meninggalkannya duduk di antara kerabatku di sana.

Lagi dan lagi aku menahan untuk tidak terbahak. Kuintip dari dapur dia menawarkan tehnya pada beberapa kerabatku yang duduk di sana, lalu diseruputnya teh hangat itu pelan-pelan.

"Lan ngapain di sini? Temanilah Fauzan di sana!" suruh Tek Ika lagi.

"Biarin ajalah, Tek, di sana udah rame, Lan mau duduk di mana lagi?"

"Ajak aja Fauzannya duduk di luar, kasihan dia melamun sendirian di sana, tuh," ucap Tek Ika.

Aku pun tertawa pelan. Iya, sih, kasihan. Duduk di tengah-tengah kerabatku sambil memegang segelas teh. Berasa dia lagi jadi tontonan keluarga besar.

Aku pun memanggilnya dan mengodenya untuk keluar. Untung saja dia mengerti dengan kode yang kuberikan.

Kami pun duduk di kursi plastik yang biasa ada di hajatan. Teh yang kuberikan tadi sudah habis.

"Mau nambah?"

"Nggak usah. Hambar," katanya mengomentari tehku.

"Dih, masih mending kubuatkan teh!"

"Gak lu kasih gula, ya?"

"Ada, kok, walau cuma sesendok."

Fauzan hanya menarik napas pelan. "Zan biasanya minum teh gulanya dua setengah sendok."

"Gak kemanisan emangnya?"

"Nggak."

"Ya udah, kapan-kapan dah, gue buatin lu teh yang lebih manis."

"Oke."

Tak lama setelah itu, Fauzan pun pamit pulang, karena takut kemalaman.

***

Sekarang adalah acara resepsi pernikahan Tek Ika. Kemarin adalah akad nikahnya.

Keluargaku sangat sibuk melayani tamu, ya begitu pun denganku. Teman-teman yang kuundang pada datang, aku pun melayani mereka satu persatu.

Sore ini rombongan teman SMPku yang datang. Ada Cindy, Dira, Septia, dan lain-lainnya. Kami pun berfoto bersama untuk mengabadikan momen.

Semua teman-teman yang kuundang sudah pada datang, tinggal satu orang lagi yang aku tunggu-tunggu belum juga tampak.

Fauzan

Zan otw

Aku pun langsung bersiap menunggunya di luar. Memang daritadi aku menjadi pagar ayu, sang penanti tamu.

Aduh, kok jadi deg-degan, ya.

"Tekni, Fauzan mau datang!" ucapku pada Tekni yang duduk di sebelahku.

"Wah, mana, Lan?"

"Baru mau jalan, Tekni."

"Ciee ciee."

"Ah, Tekni, gak ada yang perlu dicie-cieein tau. Kan Lan cuma temenan."

"Eh, itu dia Lan!" kata Tekni yang membuat jantungnya berasa ingin copot.

Hufh, tenang-tenang. Santai, Lan, santai. Lagian kemarin satu lagi juga udah ketemu, kan? Buat pemanasan.

Aku pun pergi ke luar untuk menyambutnya, akan tetapi tak hanya jantungku yang terasa ingin copot sekarang, melainkan mataku yang melebar takut keluar dari tempatnya.

Fauzan datang bareng mama papanya!

OH MY GOD!

KIRAIN DATANG SENDIRI!

Aku yang kalang kabut sekaligus takut pun malah melarikan diri tak jadi menyambutnya.

Aku pergi ke meja makan teman SMK-ku yang datang sendiri. Namanya Icin. Aku pun duduk di belakangnya agar tidak nampak oleh Fauzan.

"Aduh, Cin, tolong, Cin!" kataku sambil ngos-ngosan.

"Kenapa, Lan?"

"Ituu ... ada teman cowokku datang. Dia datang sama orang tuanya."

"Mana, Lan?"

"Itu, tuu, Cin yang duduk di meja depan pelaminan."

Jarakku dengan mejanya lumayan jauh. Untung saja.

"Wah, samperinlah, Lan."

"Gak berani, ah, Cin. Nanti dilihatin keluargaku, belum lagi malu sama mama papanya."

"Aduh, Ulan ... Ulan."

HP-ku berdering. Mampus dia menelpon pula, tuh! Aku pun tak mengangkat teleponnya.

Fauzan

Zan udah sampe
Lan di mana?

Aku pun tak membalas pesannya. Aku tetap bersembunyi di belakang Icin.

Tak lama kemudian, dia dan orang tuanya pun sudah selesai makan dan berjalan menaiki pentas pelaminan untuk berfoto bersama sang pengantin.

Tek Ika pun tampak celingak-celinguk untuk mencariku. Aku pun mengangkat tangan supaya Tek Ika lihat.

"Lan, ayo sini!" panggil Tek Ika yang membuat semua perhatian menyorot padaku. Bahkan Fauzan sendiri sudah tau di maha aku berada.

Aku pun berjalan menghampiri pelaminan.

"Ha nih, Ulan, ayo foto bareng!" ucap Tek Ika yang sepertinya senang sekali menggodaku dengan Fauzan.

Aku pun menyapa mama dan papanya, aku menyalami orang tua Fauzan dengan sopan.

"Bentar, Mama sama Papa foto dulu, nanti baru Ulan sama Fauzan, oke?" kata papanya yang membuatku tertegun.

Mama? Papa?

Sejak kapan aku memanggil mereka dengan sebutan Mama Papa?

Aku memanggil mamanya dengan sebutan Uniang, karena orang-orang di sini memanggil mamanya dengan sebutan itu, sedangkan pada papanya aku panggil Pak, tetapi ucapan papanya tadi seolah-olah aku akan jadi bagian keluarganya saja.

Setelah kedua orang tua Fauzan selesai berfoto dengan kedua mempelai, kini gantian dengan aku bersama Fauzan. Aku berdiri di sebelah Tek Ika, sedangkan Fauzan berdiri di samping suami Tek Ika.

"Satu ... dua ... tiga!"

"Satu kali lagi, satu ... dua ... tiga!"

Kulihat ke arah Fauzan dia sangat kaku, haha apalagi muka datarnya itu.

"Gaya bebas!" ucap sang fotografer.

Aku merentangkan sebelah tanganku sambil tersenyum, sedangkan Fauzan hanya memberikan jempolnya dengan muka super kaku.

"Oke, sip!" ucap sang fotografer.

Setelah itu Fauzan pun pamit pulang bersama orang tuanya. Namun sebelum itu Fauzan seperti mengodeku untuk pergi keluar.

Aku yang hendak menyusulnya ke luar, tiba-tiba dipanggil oleh Tante-ku untuk mengambil sendok ke belakang.

Mau tak mau aku pun ke dapur dahulu mengambil sendok yang baru selesai dicuci.

Ah, Fauzan kelamaan gak ya nungudi luar? Apa dia udah pulang aja, ya?

Setelah mengantarkan sendok ke Tanteku, barulah aku pergi ke luar. Akan tetapi Fauzan sudah di seberang jembatan dan lebih parahnya lagi, dia sedang foto bareng bersama seorang cewek.

Aku kenal cewek itu, namanya Idin. Dia tetangga Fauzan. Terlihat jelas oleh mataku dia mengangkat kamera HP-nya untuk ber-selfie dengan Fauzan. Dih, buat apa, sih pake selfie-selfie segala?

Aku melangkah berbalik dengan kesal, nyesal banget kenapa pergi keluar kalau melihat pemandangan tak mengenakkan itu.

Fauzan

Zan udah sampe rumah
Tadi Zan tunggu di luar Lan gak keluar-keluar

Lanjut aja foto-fotonya

Foto sama siapa?

Ntah, tadi asik banget keknya selfie di jalan

Oh, sama Idin tadi?
Zan juga pengen ajakin Lan foto tadi, tapi Lan gak keluar

Bct

Aku pun mematikan data seluler. Tak ingin chattingan dengan dia lagi.

Aku pun kembali disibukkan ke sana kemari untuk mengantar piring atau pun sendok.

Malam pun tiba, badanku terasa sangat capek. Aku pun langsung menuju kamar dan berbaring sebentar. Seharian ini aku tak bermanjaan dengan kasur.

Aku pun mengganti baju kebaya ini dengan gaun merah selutut, karena sudah malam. Aku pun mengganti rok dengan celana. Sedangkan jilbabku, masih memakai jilbab yang tadi, tetapi gayanya sudah kuubah agar lebih simpel.

Make up di wajahku juga sudah mulai memudar. Nanti sajalah kubersihkan saat mau tidur. Aku ingin berbaring melepas penat sebentar.

Aku pun menghidupkan data seluler kembali, notif-notif pun masuk ke HP-ku.

Tekni

Lan
Di mana, Lan?

Di kamar, Tekni

Lan pergi keluar sekarang

Kenapa tuh, Tekni?

Ada Fauzan nyari Ulan

WHAT THE?

Aku pun langsung bangkit dari tidur dan buru-buru keluar kamar.

Kenapa dia ke sini lagi? Kan tadi udah?

Aku kira Tekni cuma mau prank, tetapi saat sudah di tenda aku pun melihat dengan jelas dia sudah duduk manis di kursi tamu.

BENERAN DONG!

Aku pun langsung menarik Tekni untuk menemaniku melayaninya. Tak berani sendirian, karena keluargaku masih banyak mondar-mandir!

"Mau ngapain?" tanyaku pada Fauzan. Aku menarik kursi di hadapannya lalu duduk di situ.

"Pengen mampir aja. Zan abis cukur rambut," ucapnya yang seperti memerkan rambut barunya.

"Oh."

"Hekhem." Tekni malah berdeham-deham menggodaku.

"Mau nonton ini, gak?" tawarnya memperlihatkan anime kepadaku.

"Hmm ... gak ngerti."

"Gak pa-pa, nonton aja."

Dia pun mengubah duduknya menjadi di sampingku, lalu menaruh HP-nya di meja dan kami tiba-tiba nobar anime!

Setelah satu episode selesai, dia kembali menyimpan HP-nya.

"Besok ada Acara Bunkasai, acara cosplay gitu, Lan mau ikut?"

"Eh, ng--nggak usah. Mana boleh."

"Hmm ya udah."

Tiba-tiba Tekni berbisik padaku, "Lan, sini Tekni fotoin kalian berdua."

"Eh? Gak usah, Tekni. Malu," kataku.

"Ayolah."

"Gak usah, Tekni, tadi udah kok sama pengantinnya."

Tanpa menunggu peretujuanku, Tekni pun langsung berdiri di depan kami berdua dan mengangkat HP-nya.

"Ayo lihat sini kalian berdua!"

Mau tak mau aku pun hanya bisa tersenyum menatap kamera, sedangkan Fauzan yang kaget tiba-tiba dipotret hanya bisa diam dengan muka kakunya.

"Oke, berdiri kalian, di spot foto tuh bagus!" kata Tekni.

"Ayolah," ajakku pasrah.

"Ke mana?"

"Ke depan, tuh, yang ada lampu-lampu, bagus di sana buat foto."

"Oke."

Aku pun memberikan HPku pada Tekni. Dengan senang hati Tekni pun memotret kami sebanyak-banyaknya.

Mulai dari gaya berdiri sampai duduk, bahkan saat aku dan Fauzan sedang tak siap pun dipotret oleh Tekni.

Setelah selesai berfoto ria, kami bertiga pun kembali duduk. Keluargaku sudah tidak ada di tenda, tamu pun sisa Fauzan sendiri saja, karena Tekni kan bukan tamu.

Kerabatku sudah tidur bersama-sama di dalam rumah, ada juga beberapa yang masih mondar-mandir ke dapur.

"Udah, udah, post lagi!" ucap Tekni.

Aku pun memilih satu foto terbaik untukku post di SW. Namun, ternyata kuotaku habis.

"Kenapa?" tanya Fauzan, karena melihat reaksiku.

"Paket habis."

"Ya udah, nih, pake hotspot Zan," katanya yang bermurah hati sekali memberikanku tebengan kuota.

Aku pun meng-upload foto dengannya, memakai caption "Minta Hotspot" akan tetapi, penonton story yang kuizinkan hanyalah beberapa orang terdekat. Ya, tidak semua ke kontak saya.

Baru juga dua menit ku-post sudah ada saja yang mengomentari SWku.

Takut nanti jadi ramai, aku pun memilih menghapusnya.

Mungkih hanya lima orang tadi yang sempat melihat SW-ku.

"Tadi Zan diajak selfie sama Idin."

"Tau."

Dih, kenapa dibahas lagi, sih, kan kesal lagi.

"Mungkin karena dia kaget ngelihat Zan pergi kondangan."

"Masa? Kayak gak pernah pergi kondangan aja."

"Emang gak pernah, kerabat Zan aja nikah, Zan tidur aja di rumah," ucapnya.

"Kok gitu?"

"Zan gak terbiasa sama keramaian, kurang nyaman aja. Ini pertama kali Zan pergi kondangan ...," Dia menatap mataku sebentar lalu melanjutkan perkataannya, "karena Ulan yang ngundang."

Aku menahan untuk tidak tersenyum. Gak, gak boleh baper, slow Lan, santai.

"Hmm, iya, deh, percaya."

"Ya udah, Zan pulang dulu, ya. Nanti kemalaman."

Kulihat jam di HP-ku, sudah jam sepuluh malam. Memang sudah saatnya dia pulang.

"Oke, hati-hati."

"Iya, jangan lupa kirim fotonya."

"Oke."

"Oh, iya, foto sama Idin tadi gak ada Zan minta sama dia. Zan cuma minta foto kita, jadi jangan lupa kirim."

Aku terdiam beberapa detik mencerna ucapannya.

"O--oke," ucapku.

"Daah," ucapnya mengangkat tangan.

"Dadaah," balasku melambaikan tangan.

Setelah itu dia pun pulang. Entah kenapa aku merasakan dia menjadi sedikit berbeda. Ah, mungkin perasaanku saja.

Entah apa yang akan terjadi ke depannya, aku tidak tahu. Aku hanya mengikuti alur takdir yang dipersiapkan untukku.

Entah takdir bersama orang lain, atau ... takdir bersamanya.

See you next chapter!

Spoiler next chapter : Apakah Fauzan confess?

***

Halo, sampe sini dulu, ya! Ini bab terpanjang dari bab bab sebelumnya. Jadi jangan lupa klik bintangnya, ya!

Baca terus ya, makasi banyak semua

~Amalia Ulan




Continue Reading

You'll Also Like

458K 52.2K 34
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
445K 23.4K 35
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
5.2M 350K 67
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
2.3M 124K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...