August's First July ✅

By Hyonashi

42.4K 8.2K 5.9K

Part Lengkap-Sudah dibukukan dengan versi lebih panjang. August Harrington tahu dia berkuasa, mendominasi, sa... More

01. Arrival
02. Manor
03. Eden Harrington
04. Rapat Keanggotaan Harringtons
05. Harrington Residence, dan Tersesat
06. Nona Aria
7. Jane Briar
8. Argumen member 'baru' Harrington
9. Eden's Mom?
10. Katanya, sih... di suruh pindah
11. Kandidat Mama Baru
12. Mendadak hilang?
13. Jus Jeruk
14. Bawa Dia Pergi
15. Teman Tidur?
16. Pilihan untuk Jane
17. Harus izin dulu
18. Fairy Mother
19. Laut dan August
20. His Touch and Questions
21. Who is the real one?
22. The War Begin
23. I'm Hot and You have to know it
25. Harrington Vs Vergamo
26. Sweet Harrington, Endearing Briar
27. Harrington's Effort
28. She's tough and fragile at the same time
29. Party and Pretty Pressure
30 A. Jane Decision
30 B. August Decision (End)
Spoiler Versi Novel

24. Hide and Seek

626 169 88
By Hyonashi




Voter ke berapa nih?

Gimana, cakep gak kover barunya AFJ? hehehehe





Pintu kamar Jane yang August tutup berdebum lirih di belakang punggungnya. Napas pria itu terembus besar dan berat. August mengedip perlahan dengan rahang dikeratkan sesaat. Terlambat menyadari, ekor mata August menangkap seseorang yang tengah menatap padanya di balik gaun tidur sutra lengan panjang berwarna hitam tepat di depan pintu kamar Eden.

"Vergamo?" August terkejut, matanya menatap penuh curiga saat mendekat perlahan. "Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana caramu bisa masuk?"

Jasmine menyugar santai rambutnya, pupil seabu-abu kromium itu praktis tak mempermasalahkan pertanyaan August dan bagaimana ia tertangkap basah. "Jane memberiku kode pintunya dan aku datang ke sini hanya ingin melihat Eden."

Tangan Jasmine yang memegang gagang pintu berhasil dicengkeram August hingga wanita itu menoleh.

"Kau pikir aku akan percaya?"

"Memangnya kepercayaanmu penting untukku? Buat apa?"

August jelas-jelas terkenal memiliki sumbu kesabaran paling tebal di antara enam saudaranya. Di saat orang-orang hanya berani memutus satu benang kesabaran, entah kenapa berhadapan dengan Jasmine membuat August merasa wanita itu menggunting nyaris semua ketenangan yang ia punya. August menarik tangan Jasmine, mendorong salah satu pundaknya hingga si pemilik mata tegas itu tersudutkan pada tembok.

Kala August hendak membuka mulut dan bersuara, langkah dari kamar Jane sukses membuat keduanya menoleh. Dalam hitungan sekon August menarik tangan Jasmine dan masuk ke dalam kamar Eden. Debum pintu itu terdengar bersamaan derit pintu Jane yang dibuka.

"Tuan August? Saya mendengar ada yang berbicara."

"Hanya aku, Jane. Sedang di kamar Eden. Kembalilah tidur."

"Oh, begitu, ya... Baik, Tuan August."

Saat suara pintu lain berdebum, August terlihat mengembuskan napas besar. Jasmine merasakan mulutnya dibungkam dengan telapak tangan yang besar, sementara dadanya sedikit terjepit oleh tubuh bidang August. Matanya, hidungnya, garis rahangnya, dan lehernya, Jasmine dipaksa untuk melihat pemandangan August Harrington begitu saja.

August tercengang, melihat seberapa cepat semua terjadi dan apa yang telah ia lakukan. Jasmine ia sudutkan sekali lagi pada belakang pintu, tangan August terasa lembab saat menyentuh bibir Jasmine yang hangat. Sama hangatnya dengan apa yang August rasakan bersinggungan dengan dadanya. August refleks melepaskan tangan dan melangkah mundur.

"Sepertinya Tuan August Harrington ini memang senang membungkam mulut. Itu seksi, sih. Tapi aku lebih senang dibiarkan bersuara sebanyak yang aku mau."

Jasmine menyilangkan kedua tangan di depan dada. Gaun tidurnya yang sedikit berpotongan rendah membuat kedua mata August tanpa sadar mengikuti nalurinya. Jasmine yang menyadari hal itu bergerak lambat ke arah rak tinggi dan mengambil satu handuk besar untuk dilingkarkan pada pundaknya sendiri. Seolah-olah berkata 'ini salahku karena keluar malam-malam dengan penampilan seperti ini' kepada August melalui tindakannya.

August praktis mengabaikan kata-kata Jasmine yang jelas-jelas merujuk pada pembahan yang erotis. Setidaknya, itulah yang August tangkap dari sorot matanya.

"Jangan khawatir, aku memang tidak berniat gaduh." Jasmine mengimbuh. Kedua matanya mengabaikan August dan lebih memilih melihat kamar sang putra dengan sorot yang melembut. "Aku masuk ke sini saja sudah berusaha setenang mungkin. Salahmu sendiri kenapa harus keluar dari kamar Jane. Tidakkah lebih benar kalau kau kembali dari kamar Jane besok pagi?"

"Sebenarnya kau ini melarang atau mendukungku bersama Jane?"

Untuk kali pertama, Jasmine tidak menjawab apa pun. Wanita itu secara praktis tidak menggubris pertanyaan August dan lebih memilih berdiri di dekat ranjang Eden sembari mengulas senyum. Jasmine menunduk, tapi tidak mengulurkan tangan untuk membelai pipi sang putra kendati dia sangat ingin melakukannya. "Kau tumbuh dengan baik dan tampan," jeda Jasmine. "Setelah ini, Mama akan menebus semua perjuangan yang telah kau lalui dengan hal terbaik yang bisa kuberikan. Terima kasih sudah bertahan, Jagoan."

Kata-katanya tidak diucapkan dengan nyaring, bahkan August yakin Jasmine berusaha berbisik. Tapi keheningan malam dan ketenangan kamar Eden membuatnya bisa mendengar dengan baik seperti August yang tengah diajak bicara. Dan yang paling penting dari itu semua, kalimat Jasmine terdengar tulus, ada sedikit emosi yang dibalur tekad. Tangan Jasmine bergetar tipis saat meremas ujung handuk yang menyelimuti punggungnya. Lampu tidur Eden menerangi sisi wajah Jasmine dan August sekilas melihat mika pupilnya berkaca-kaca.

Namun dengan cepat, Jasmine kembali menegakkan punggungnya. Wanita itu mengambil napas besar saat sejenak memunggunginya. Lalu berbalik untuk menatap padanya. Keduanya lalu hening, hanya saling menatap satu sama lain. Jasmine terlihat masa bodoh, namun August jelas-jelas tengah bersiteru dengan pemikirannya sendiri. Lima puluh persen menyesal harus berdiri bersama Jasmine di sini, lalu sisanya August tidak menduga ia merasa sedikit lega.

Perasaan yang mengisi ceruk-ceruk batin August bertumpuk-tumpuk dan saling berkebalikan. Tapi setidaknya, August bisa meyakinkan diri kalau ia tidak memiliki getaran perasaan yang berarti untuk Jasmine Vergamo. Namun secara bersamaan, August juga penasaran untuk beberapa hal yang spesifik.

"Aku ingin bertanya padamu," kata August.

"Jangan di sini bicaranya, Eden bisa terbangun," jeda Jasmine memberikan saran saat mendekat dan berdiri di depan August. "Kita ke kamar saja."

Sudut bibir August tersungging satir. "Siapa bilang aku bersedia membawamu ke kamarku?"

"Kau ini tidak waras, ya?" Jasmine mendorong singkat pipi bagian dalamnya dengan lidah. "Bagaimana mungkin aku masuk ke kamarmu saat ada Jane di condo yang sama? Kalau dia salah paham bagaimana?"

Dahi August mengerut dalam. "Kenapa kau peduli sekali dengan perasaan Jane? Kau ini jangan-jangan jatuh cinta dengan Jane, ya?"

Jasmine menggerus rahang, tangannya sudah diangkat, hendak-hendak menjambak August namun diurungkan dan diganti dengan menginjak. "Pria sinting."

August menahan geramannya dan melotot ke arah Jasmine sebab injakan kakinya sakit sekali.

"Aku tak menyukai payudara kecuali punyaku sendiri." Jasmine menyahut sewot. "Kita pergi ke kamarku. Jelas-jelas condo ini tidak terlalu kedap suara. Aku tak mau berbicara berbisik-bisik terus."

Jasmine berjalan lebih dulu, melewati August begitu saja untuk memimpin jalan.

"Tunggu."

August tiba-tiba berkata, berhasil menghentikan Jasmine yang menoleh heran ke arahnya. August bersidekap, menatap tak sepenuhnya berkenan dan sedikit congkak kala menaikkan dagunya tipis. "Kembalilah ke sini," kata August saat menunjuk sisi sampingnya dengan dagu. "Cepat."

"Ha?" Dahi Jasmine mengernyit tidak mengerti, sementara bibirnya menyunging sangsi. "Kau menyuruhku untuk apa?"

"Kembali ke sini, Vergamo." Tentu saja, August benci merasa dikalahkan. Jasmine sudah merebut banyak poin darinya.

Jasmine merotasikan bola mata dan praktis mengabaikan August sebelum memilih melangkah kembali. Tapi dengan cepat, lengannya terasa ditahan dan ditarik kembali ke posisi semula. Jasmine nyaris mengumpat. Saat Jasmine mendongak, August terang-terangan mendengkus, menyeringai dengan deretan gigi terlihat tipis.

Pribadi itu lantas berjalan lebih dulu, meninggalkan Jasmine yang keheranan. "Tunjukan arahnya, tapi kau tetap berjalan di belakangku."

Wah, benar-benar. Rasanya Jasmine ingin menarik kaus belakang August sebelum menyikut perutnya dengan lutut. Kesombongan macam apa itu?! Apakah August kesal karena merasa kalah hanya dari hal sepele? Ini hanya tentang siapa yang berjalan lebih dulu, astaga!

"Itu siapa berisik-berisik."

Jasmine memaku, August memaku. Jasmine sudah membuka bibir, tapi August lebih gesit untuk menutupkan telapak tangan besarnya pada mulut. Untuk kedua kalinya.

"Bukan siapa-siapa, Eden. Hanya Papa." August berkata lebih dulu, lembut dan perhatian sampai Jasmine mendongak sengit. "Kembalilah tidur, besok kita pulang ke Harrington Manor."

"Oh, Papa, ya...." Eden hanya mengucek mata tanpa benar-benar melihat dan kembali merebahkan kepalanya yang terlampau berat. "Oke, deh...."

August lantas membawa Jasmine tanpa melepaskan bekapan tangannya. Setelah keluar dan menutup pintu Eden, barulah August membebaskan Jasmine yang menatap jengkel padanya. Mendapati hal itu, August menarik sudut bibirnya tipis, memainkan singkat lidahnya dengan mendorong pipi bagian dalam. Tanpa mengatakan apa pun, August berbalik dan berjalan santai keluar dari Condo miliknya. Sementara Jasmine mendecak dan menyipitkan mata saat melihat punggung August menjauh.


**


TBC

Terima kasih tantangannya sudah terpenuhi dan kemarin sambil nungguin 300 komen malah ketiduran :''')

Semangat ya yang maraton AFJ hehehehe, nanti malem ada lagi part barunya

See you! ^^

Continue Reading

You'll Also Like

111K 9.2K 29
this story is NOT mine
824K 110K 53
"Ca, gue boleh minta sesuatu ga?" "Apaan?" "Berhenti suka-sukaan sama oppa korea, sukanya sama gue aja." "MATI AJA LO!!!!" Start: 170625 End: 171230
8.8K 6 1
|•Hiatus•| Setiap chap bakal ku revisi dengan alur yang hampir sama kek sebelumnya tapi mungkin ada beberapa perbedaan [satu satu ygy] Tokoh utama Ay...
879K 61.1K 49
Sherren bersyukur ia menjadi peran figuran yang bahkan tak terlibat dalam scene novel sedikitpun. ia bahkan sangat bersyukur bahwa tubuhnya di dunia...