Strong Girl

By Langit_Alaska7

63.3K 7.4K 417

Semesta selalu membuatnya terpojok. Tak pernah ada celah untuk bernafas bebas baginya di dunia ini. Karena di... More

Prolog
01. Hadir Yang Salah
02. Tidak Ada Yang Mudah
03. Semangkuk Sup Hangat
04. Kejutan Menyakitkan
05. Sebuah Awal
06. Kedai Sup Nenek
07. Demam
08. Terbongkar
09. Lebih Dari Jatuh
10. Sulit Di Lewati
11. Alat dan Jalan
12. Alasan Untuk Tidak Menyerah
13. Damai Yang Tak Abadi
14. Tanya Tanpa Jawab
15. Hubungan Yang Rumit
16. Kedatangan Orang Baru
17. Gangguan Baru
18. Semua Karena Keadaan
19. Teman
20. Masalah Tak Terduga
21. Resah
22. Pengecut
24. Hilang Bukan Pergi
25. Penyesalan
26. Beban
27. Luka Dan Tawa
WARNING!

23. Hampa

1.4K 209 15
By Langit_Alaska7

Suara gemeletuk kayu yang di bakar terdengar samar. Kelopak mata yang terus tertutup seharian itu perlahan terbuka. Beberapa kali mata hazel itu mengerjap, mencoba menilik sekitar.

"Pak, gadis ini bangun!"

Lisa menoleh ke samping, terlihat seorang wanita paruh baya yang baru saja bicara itu mendekat padanya dengan wajah khawatir. Tak lama kemudian, seorang pria yang sepertinya suaminya juga datang mendekat.

Lisa menatap dua orang itu bingung, dia juga bertanya-tanya dalam hati sebenarnya dia ada dimana sekarang.

"Kau baik-baik saja, nak? Apa ada yang kau rasakan?" Lagi, wanita tua itu bertanya sembari mengelus rambut Lisa.

Lisa menggeleng, juga tubuhnya mencoba bangun. Namun saat bergerak, lengan kirinya terasa sakit hingga ia meringis.

"Tanganmu terluka, suamiku menemukanmu tak sadarkan diri di pinggir sungai dan dia membawamu kemari. Ke rumah kami, nak." Wanita itu bicara ramah, sepertinya berusaha agar Lisa tidak takut pada mereka.

Gadis berponi itu menatap mereka bergantian setelah mendengar penjelasan tersebut.

"Aku .. dimana? Dan kalian siapa?"

Pria yang duduk di samping istrinya tersenyum ramah, sepertinya ia faham jika sekarang gadis di hadapannya sedang bingung.

"Kau ada di rumah kami, nak. Tidak perlu takut."

"Apa yang... Awh!"

"Hei, kau baik-baik saja?" Wanita tua itu bertanya khawatir.

Lisa meringis kembali, kali ini karena kepalanya yang terasa sakit. Mendadak gadis itu teringat dengan kejadian yang terjadi padanya tadi malam. Bukannya memikirkan diri sendiri, gadis itu malah teringat pada Rose yang terakhir dia ingat gadis itu tak sadarkan diri dan hampir tenggelam.

"Nak?"

"Apakah .. apakah kalian menyelamatkan kakakku juga? Dimana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja, Pak, Bu?"

Kedua orangtua itu saling bertatapan, terlihat tidak mengerti apa yang Lisa katakan.

"Nak, suamiku hanya menemukanmu sendirian saat dia akan pulang setelah bekerja. Tidak ada siapapun saat dia menemukanmu."

Lisa meremas selimut tipis yang menutup setengah tubuhnya. Mendengar itu, ia tidak bisa tenang. Fikiran tentang kakaknya tak bisa hilang begitu saja.

"Sebaiknya kau istirahat, nak. Kondisimu belum terlalu baik sekarang."

"Tapi... Aku harus pulang. Aku harus melihat kakakku. Dia... Aku ingin tau kabarnya."

Wanita tua itu mengelus bahu Lisa, masih tersenyum lembut hingga perasaan Lisa sedikit membaik melihatnya.

"Jika kondisimu sudah membaik, kami akan segera membantumu untuk pulang. Tapi sekarang, kau membutuhkan istirahat hingga tubuhmu pulih, nak."

"Kami ingin sekali membawamu ke rumah sakit, tapi tempatnya cukup jauh dan kami sangat menyesal karena tidak punya cukup uang untuk menolongmu." Lisa menatap pria tua itu yang baru saja bicara setelah istrinya.

Dan saat mereka masih membujuk Lisa agar kembali istirahat, terdengar suara seseorang memanggil dua orangtua itu dengan kencang dari arah luar. Mereka menoleh, termasuk Lisa.

"Kakek! Nenek! Aku pulang!"

Seorang gadis yang kira-kira usianya di bawah Lisa, terlihat melengang masuk dengan wajah ceria dan sebuah keresek putih yang entah apa isinya. Gadis berambut hitam sebahu dan poni tipis itu nampak terkejut melihat Lisa yang menatapnya.

"Ya ampun, kakak cantik sudah bangun?!"

Lisa mengerjapkan mata, sedikit terkejut karena gadis itu tiba-tiba duduk sangat dekat dengannya dan menatap wajahnya dalam-dalam.

"Ya ampun, Chi. Jangan buat Kakaknya takut. Dia baru saja bangun, lho." Wanita tua itu menegur pada sang cucu. Di tegur demikian gadis itu malah terkekeh dan sedikit mundur dari Lisa.

"Maaf Kakak cantik. Aku terlalu senang kakak akhirnya bangun."

Lisa mengangguk kaku dan menatapnya.

"Dia seharian tadi menungguimu, Nak. Sejak semalam kakeknya membawa orang asing, gadis nakal ini tidak berhenti bertanya dari mana kakeknya membawamu."

Lisa tersenyum, senyuman tipis pertamanya hari ini.

"Mana makanannya? Segera berikan pada Kakak cantik itu, dia belum makan."

"Baik nek."

Gadis itu membuka keresek putih yang tadi dia bawa, ternyata berisi sebuah nasi bungkus yang sepertinya dia beli saat Lisa masih belum sadarkan diri tadi.

Gadis itu meraih piring yang kakeknya sodorkan juga sendok.

"Kakak cantik makan ya? Maaf karena lauknya hanya telur."

Lisa menatap gadis itu ragu, kemudian melirik piring yang di sodorkan. Lauknya memang hanya telur dan ada sedikit sambal di pojoknya, tapi bukan itu alasan Lisa tidak menerimanya. Hanya saja, gadis itu hanya membeli satu bungkus. Lisa tidak enak jika harus memakannya meski tak di pungkiri dia lapar sekarang.

"Ayo makanlah. Kami sudah makan kok, jadi tidak perlu sungkan." Seakan tau apa yang Lisa fikirkan, gadis berponi tipis itu bicara.

Lisa menelan ludah, melihat telur dadar di piring membuatnya semakin lapar.

"Bolehkah?"

Gadis kecil itu terkekeh hingga matanya tertutup, sangat menggemaskan. "Tentu saja boleh. Aku sengaja membelinya untuk Kakak. Jadi di makan, jika tidak aku akan sedih."

Lisa tersenyum, kali ini senyumannya tulus. Dia menatap gadis di hadapannya dengan tatapan penuh terima kasih.

"Oh iya, kalau boleh tau nama kakak siapa? Namaku Chiquita. Kakak bisa memanggilku Chici."


************************************



Jennie terkejut saat tangan adiknya yang ia genggam terasa bergerak. Dia bergegas menekan tombol di dekat ranjang agar dokter atau siapapun bisa segera datang ke tempatnya sekarang.

"Rose? Kau sudah sadar?"

Jennie erat menggenggam tangan Rose, matanya berkaca-kaca karena sangat senang, sang adik akhirnya bangun setelah tidur cukup lama dan membuat mereka khawatir semalaman.

Gadis berambut pirang itu membuka matanya, tapi belum sepenuhnya terbuka. Uap di masker oksigennya terlihat saat Rose menghembuskan nafas.

"Rose? Kau bisa mendengar Unnie?"

Suara di sampingnya membuat gadis itu menoleh pelan. Terlihat wajah kakak keduanya basah oleh air mata.
Kepalanya terasa berat, hingga ia kembali memejamkan mata.

"Dokter! Adikku sadar!" Jennie berseru karena terlalu senang. Dokter dan seorang perawat yang bersamanya segera mendekati Rose dan mulai memeriksanya.

Setelah selesai dengan pemeriksaan, ia mengatakan pada Jennie jika kondisi Rose sudah membaik dan berpesan untuk tidak terlalu khawatir. Setelah menyuntikkan sebuah cairan pada Rose, dokter dan perawat itu pun pamit pergi.

Rose masih setia memejamkan mata, Jennie tak sadar jika adiknya itu mulai menitikkan air mata karena dia terlalu senang mendengar kabar adiknya yang mulai membaik.

Dia meraih ponselnya untuk menghubungi kakaknya, Jisoo. Tadi siang kakaknya itu pamit pulang untuk mengambil beberapa keperluan mereka. Namun belum sempat Jennie melakukannya, gerakan Rose yang melepas masker oksigennya dan akan mencabut infus ditangannya membuat gadis bermata kucing itu tanpa sadar melempar ponselnya dan segera menahan gerakan tangan sang adik.

"Rose! Apa yang kau lakukan?!"

Rose seolah tak mendengar, gadis itu mulai terisak dan mencoba mencabut paksa jarum infus di tangan kirinya.

"Rose! Ada apa denganmu?! Sadarlah!"

Jennie berhasil menahan tangan Rose dengan segera memeluknya erat. Gadis itu menangis kencang, terlalu kalut melihat adiknya yang bertingkah seperti itu.

Rose mau tak mau berhenti berontak, akhirnya gadis itu ikut menangis di bahu Kakaknya. Dadanya sesak bukan main, dia mulai teringat apa yang telah terjadi padanya. Dan saat sadar dirinya masih hidup, Rose sangat kecewa, tidak terima.

"Jangan melukai dirimu sendiri, Rose-ya... Kau membuatku takut. Hiks.."

Rose menggeleng, segera menjauhkan tubuhnya dari sang kakak dan mulai menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tangisnya masih keras.

Jennie yang melihatnya tidak tega, dia kembali memeluk adiknya dari samping.

"Unnie... Aku harusnya mati saja. Aku sudah membuat kalian malu... Hiks.."

Jennie menggeleng, tidak suka akan ucapan adiknya itu.

"Aku tidak pantas hidup, Unnie... Aku sampah.. aku kotor .. aku j--"

"Sut~ Gwaenchana.... Unnie di sini. Jangan takut... "

Rose bungkam, tangisnya semakin keras. Hatinya sakit, mendengar kakaknya menangis karenanya dia lebih sakit. Dan saat mendengar ucapan kakaknya selanjutnya, Rose seketika terdiam. Mendadak dia tidak bisa mengatakan apapun lagi.

"Unnie sangat bersyukur kau selamat Rose. Unnie tidak tau harus bagaimana nanti jika kau benar-benar pergi. Lisa menolongmu, Rose-ya. Lisa menyelamatkanmu.... "


**********************************

Jisoo memegang gagang pintu itu cukup erat. Dia baru saja akan masuk, namun pinggang kirinya kembali berulah. Padahal sejak pagi baik-baik saja.

Suara dari dalam membuatnya ingin segera masuk, namun rasa sakitnya sekarang tak tertahankan. Itu karena dia melupakan obatnya, akibatnya akan seperti ini.

Gadis itu menyimpan tas besar itu di depan pintu, memilih segera menjauh dari ruang rawat adiknya untuk menuju toilet. Dia ingin bersembunyi disana sementara sampai rasa sakitnya pergi. Dia tak ingin Rose dan Jennie khawatir.

"Aku mohon, berhentilah berulah... "

Dugh!

Entah kesal atau karena apa, Jisoo memukul pinggang kirinya tempat rasa sakit itu muncul. Bukannya hilang, rasa sakitnya malah semakin menjadi.

Air matanya lolos, tak bisa lagi di tahan. Tubuh kurus itu terduduk, meringkuk di samping closet dengan mulut mengigit ujung jaket agar suaranya tidak terdengar.

"Jika aku pergi sekarang, bagaimana adik-adikku.... Tuhan, setidaknya tolong biarkan aku melihat mereka bahagia. Aku hanya ingin pergi dengan damai sebelum menyusul ibuku."


***********************************

Jennie melepas pelukannya saat menyadari adiknya tidak bereaksi setelah apa yang dia katakan. Dia melihat wajah Rose yang pucat menatap kosong ke depan.

"Rose... "

Rose tak menjawab, namun gadis itu menatap Jennie. Tatapannya terlihat datar dan menahan sesuatu.

"Ada apa?" Jennie menyentuh wajah dingin adiknya, khawatir.

Rose menatap kakaknya lebih dalam, kemudian mengatakan sesuatu yang membuat Jennie terkejut.

"Kenapa anak bodoh itu menyelamatkanku? Bukankah dia sudah gila, Unnie?"

"Rose..."

"Harusnya dia membiarkan aku mati, aku sudah mengucapkan selamat tinggal padanya."

Jennie menggeleng, wajahnya menahan tangis.

"Bukankah dia sengaja? Dia pasti sengaja membiarkan aku hidup agar lebih menderita, bukan?" Rose menepis tangan kakaknya di wajahnya. Air mata kembali turun di wajah pucat itu.

"Dia ingin menghancurkan aku karena aku telah menghancurkannya. Dia... Pasti dia... " Rose tak bisa melanjutkan ucapannya. Dia malah teringat Lisa yang sangat khawatir padanya malam itu. Tak ada kebohongan di mata gadis itu seperti biasanya. Rose ingin menyalahkan Lisa, tapi dia tak tau apa salah gadis itu di hidupnya selama ini. Yang ada, dia yang selalu membuat gadis itu kesulitan.

Jennie menangkup kembali wajah Rose yang basah, susah payah dia ingin mengatakannya.

"Rose, dengar... "

Rose menatap Jennie dengan air mata yang terus turun.

"... Lisa menyelamatkanmu malam itu, tapi dia... Dia... "

"Ada apa Unnie. Dimana gadis itu sekarang? Aku harus memukulnya!"

Jennie menggeleng, dadanya sesak saat ingin memberitahu kebenarannya pada Sang adik. Dia takut Rose terkejut.

"Unnie... Ada apa? Kenapa kau tidak menjawab ku?" Rose memeluk pinggang Jennie. Perasaannya berdebar tidak nyaman.

"Maaf Rose, tapi Lisa hilang. Sampai sekarang tim pencari dan polisi belum menemukan jasadnya."

Rose terbelalak, sangat terkejut.

"Apa maksudmu Unnie?! Jasad siapa?!"

Jennie menunduk, membiarkan Rose mengguncang-guncang tubuhnya.

"Unnie... Tidak mungkin... " Rose seakan kehilangan tenaga, tubuhnya terasa lemas. Hingga tak lama kemudian gadis itu jatuh tak sadarkan diri setelah mendengar fakta mengejutkan itu.

Saat itu pula, Jennie masih panik dengan keadaan Rose yang tiba-tiba pingsan, tiba-tiba muncul seorang wanita memasuki ruang rawat dengan berisik. Wanita itu adalah orang yang Jennie benci selama ini.

"Dimana anakku! Apa maksudnya berita sialan itu hah?! Dimana Lisa!"


*************************

Happy reading!

Noted;
Kalo rame lanjut lagiii... 🫣

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
1M 52.6K 69
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.6M 267K 32
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
672K 78.5K 10
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...