After Sunset

By lexjulia

6.1K 3 0

Sequel cerita dari "Namaku Maira" yang aku tulis di noveltoon. Cerita kali ini adalah tentang sudut pandang d... More

1 [Frame]
2 [Sunflower]
4 [Summer]
5 [Shrivel]
6 [Summer End]
7 [Chance]
8 [Deleted]
9 [Black Rose]
10 [Is It]
11 [Her]
12 [Red Lips]
13 [Begin]
14 [First]
15 [Second]
16 [Third]
17 [Mine]
18 [Forgotten]
19 [Sweet of her]
20 [Care]
21 [Just Began]
22 [After Birthday]
23 [The Night]
24 [Promises]
25 [Dina]
26 [Her Smile]
27 [Happiest Day]
28 [Zahra]
29 [Tea Time]
30 [Signature]
31 [Silly Student]
32 [Telenovela]
33 [Graduated]
34 [Declined]
35 [Kids]
36 [Celebration]
37 [Growth]
38 [End Of Moment]
39 [Fallen Tree]
40 [Before Everything]
41 [Candlelight]
42 [Fairless]
43 [Betrayal]

3 [Wind]

354 0 0
By lexjulia

Dimas memarkirkan mobilnya di depan bangunan dengan kaca berwarna gelap. Sambil melihat jam di tangannya, dimas lalu bergegas turun dari mobilnya dan memasuki bangunan yang di atasnya bertuliskan Ranger Cafe & Resto.

Sesuai dengan nama yang tertera, begitu masuk ke dalam, dimas langsung di sambut oleh sofa-sofa yang mengelilingi ruangan tersebut.

"Dimassss", sapa seorang perempuan yang masih terlihat cantik meski usianya melewati pertengahan tiga puluh tahun.

"Da", jawab dimas sambil menerima pelukan dari helda.

"Yang lain belum dateng", tanya dimas.

"Belum, baru aku kamu sama raka aja", jawab helda.

"Raka mana kok nggak kelihatan", tanya dimas lagi sambil mengikuti helda.

"Lagi di kitchen", jawab helda.

Dimas kemudian melihat sekeliling ruangan yang masih belum banyak perubahan. Bangunan dengan tinggi dua lantai, yang selalu dimas dan sahabat-sahabatnya kunjungi sejak masa SMA.

Lokasinya yang dekat dengan sekolah mereka, membuat tempat tersebut selalu menjadi tempat janji temu mereka. Dulu mereka selalu duduk dan nongkrong di lantai dua, tapi sejak mereka mengakui kalau mereka mulai menua, mereka memilih untuk ngopi di lantai satu.

"You doing okay dim", tanya helda pada dimas.

"Yeah", jawab dimas.

"I wish in the rest of your life, only fill with happiness dim", ujar helda, sambil menggenggam tangan dimas.

"Thank you", jawab dimas.

Helda adalah istri raka, keduanya sudah menjadi sahabat dimas sejak dimas masih berusia lima tahun. Ketiganya sekolah di yayasan yang sama sampai mereka tamat SMA.

Yayasan Nusa Bangsa, yayasan yang tidak hanya menawarakan pendidikan sekolah menengah atas, tapi yayasan tersebut juga menawarkan pendidikan preschool, kindergarten, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai dengan sekolah menengah atas. Biaya masuk sekolahnya yang terbilang mahal, membuat sekolah tersebut menjadi lingkungan yang eksklusif. Semua ibu-ibu ambisius yang tinggal di solo tahu, kalau murid yang sekolah di yayasan nusa bangsa bukanlah dari kalangan menengah atau menengah bawah di solo, tapi dari kalangan atas solo.

Solo bukanlah seperti jakarta, yang kekayaan setiap warganya bisa terlihat jelas. Semua konglomerat di solo, hampir tidak terdeteksi radar atau surat kabar. Tidak akan ada yang mengira kalau sirkulasi ekonomi di solo, adalah yang terbesar di jawa tengah. Sekolah di yayasan nusa bangsa, bisa menjamin siswanya memiliki relasi yang kuat saat mereka sudah dewasa nanti. Tak heran, banyak orangtua yang memaksa anaknya untuk sekolah di yayasan tersebut, meski ekonomi mereka tergolong sulit.

"Kamu dari tadi da", tanya dimas.

"Sekitar sepuluh menit yang lalu sampai sini", jawab helda.

"Wanda kamu tinggal", tanya dimas, menanyakan bayi mungil milik helda.

"Iya lagi di rumah neneknya", jawab helda.

Helda, dimas dan raka bukanlah satu-satunya penghuni yayasan tersebut sejak preschool, tapi juga ada gilang, rendra, alex, serta sofi, yang sudah sekolah bersama dimas sejak dahulu.

Helda, raka, gilang, ketiganya yang paling dekat dengan dimas, tapi helda spesial, karena dia selalu menjadi penasehat cinta dimas saat masa SMA. Begitu juga dulu, saat dimas mendekati ratih, helda adalah informan pentingnya. Dari helda, dimas tahu, bahwa ratih tidak tertarik dengan cowok yang suka mengejarnya dan memberinya hadiah.

"Ratih itu tipe cewek yang butuh challenge setiap saat", ujar helda kala itu setelah dimas menceritakan salah satu aib raka padanya.

Dimas akhirnya mengerti kenapa ratih tidak pernah bergeming dengan semua usaha yang dimas lakukan. Ratih memang pernah satu kali setuju untuk jalan dengan dimas, tapi dia tidak sendiri, dia membawa serta adiknya yang masih duduk di kelas dua sekolah dasar.

"Kalau kamu pakai cara yang sama kayak cowok-cowok lain, ratih bosanlah", ujar helda lagi, kali ini sambil makan es krimnya di pinggir lapangan basket.

"Aku pasti dimarah mbak dina lagi nih, soalnya uang jajanku udah habis", keluh dimas yang juga menggenggam es krim di tangannya.

"Emang kamu uang jajannya di jatah ya", tanya helda dengan polosnya.

"Iyalah, mbak dina ketat banget soal pengeluaran", keluh dimas.

"Kamu udah kasih apa aja sama ratih sampai uang jajan kamu habis", tanya helda.

"Banyaklah, seringnya boneka", jawab dimas sambil menghembuskan nafasnya, dan helda langsung tertawa mendengar jawaban dimas.

"Ratih nggak suka boneka", ujar helda masih sambil tertawa.

"Nindy bilang ratih suka boneka warna biru", jawab dimas dengan muka terkejut.

"Nindy tau apa sih soal ratih, mereka aja baru kenal pas kelas dua ini", ujar helda.

"Bener ratih suka warna biru, tapi bukan boneka dimas, kamu fikir ratih anak SD", cemooh helda.

"Terus menurut kamu apa yang ratih suka", tanya dimas dengan putus asa.

"Ngobrol aja, ayo latihan", teriak raka dari tengah lapangan sambil melempar bola basket pada dimas, dan dimas menangkap lemparan bola basket dari raka dengan tepat.

"Aku kasih tau kalau kamu bisa bikin raka ngajakin aku nonton", ujar helda pada dimas, lalu helda berjalan keluar dari lapangan.

"Bener ya da, awas aja kalau ingkarin janji", teriak dimas pada helda, dan helda hanya memberi tanda kalau dia tidak akan ingkar janji.

Memang sudah semenjak sekolah menengah pertama helda menaruh hatinya pada raka, tapi raka lebih sibuk menjadi anak yang penurut bagi kedua orangtuanya.

Orangtua raka sangat ketat, dan tidak mengijinkan anaknya untuk memiliki pacar. Hari libur raka juga lebih banyak diisi dengan belajar dan les berbagai macam bakat. Namun dimas terlalu menyukai ratih, jadi dia tidak ingin melewatkan penawaran dari helda.

Sambil mendrible bola ditangannya, dimas berfikir keras memikirkan cara untuk membuat raka setuju dengan rencana dimas. Dimas kemudian memasukkan bolanya ke jaring, dan menandai kemenangannya dari raka.

"Alex sama rendra nggak ikut", tanya dimas pada raka, sambil berjalan ke arah luar lapangan.

"Mereka ada les, bentar lagi mereka ujian nasional", jawab raka setelah meneguk air dinginnya.

"Aku tahun depan juga kayaknya nggak mungkin ikut latihan rutin", ujar raka lagi.

"Kenapa", tanya dimas.

"Mama udah daftarin tiga les tambahan", jawab raka, dan jawaban raka membuat dimas bergidik.

"Kamu mau ikut", tanya raka pada dimas.

"No thank you", jawab dimas, yang memilih berdiri untuk kembali bergabung dengan arvin dan lian yang masih latihan, tanpa menghiraukan senyum kecil di wajah raka.

(-_-)

Sabtu sore setelah pulang sekolah, dimas langsung ke rumah raka. Meski dimas sudah terburu-buru, tapi guru les raka datang lebih dulu, jadi dimas harus menunggu raka selesai les di ruang tamu rumahnya.

"Dimas nggak les", tanya mama raka dengan muka dingin pada dimas.

"Kata mbak dina nanti kalau udah kelas tiga", jawab dimas sambil mengusap lengannya yang terasa dingin.

"Memang kamu nggak mau masuk universitas favorit, bukannya kamu mau masuk UGM, kalau nggak belajar dari sekarang nanti kamu gagal dimas", ujar mama raka.

Dimas hanya tersenyum, sambil terus mengusap lengannya yang semakin terasa dingin. Dimas kemudian melihat tutor pembimbing belajar raka turun dari lantai dua, dan dimas langsung berlari ke kamar raka.

Semua teman-teman raka memang takut pada mama raka, selain karena dia tegas dan galak, dia juga selalu terlihat penuh ambisi. Ucapan yang keluar darinya terasa seperti bongkahan es yang ia lemparkan ke lawan bicaranya.

Mama raka selalu menekankan pada raka kalau sekolah itu bukan untuk bermain, tapi untuk punya masa depan yang lebih cerah. Sementara dimas, rendra dan gilang, selalu berfikir, bahwa sekolah itu harus lebih sering bermain dan bersenang-senang.
Mama raka juga mengharuskan raka bisa masuk kampus terbaik, karena mamanya berharap raka bisa menjadi pengacara yang sukses.

"Gimana pemahaman raka, apakah bertambah atau masih ada kendala", tanya mama raka pada tutor pembimbing anaknya setelah dimas menghilang dari pandangan mereka.

"Raka sempurna bu, dia anak yang cerdas, raka mampu menyerap pembelajaran dengan baik", jawab tutor pembimbing raka.

"Baik saja tidak cukup, raka harus sempurna dalam segala bidang, karena dia akan menjadi pengacara terkenal di masa depannya", ujar mama raka.

Meski keluarga raka sangat mampu untuk membiayai raka sekolah dimanapun, tapi mamanya selalu memaksa raka untuk punya nilai akademik bagus, supaya raka bisa mendapat beasiswa dengan jalur prestasi.

Pendidikan raka juga sudah direncanakan sepenuhnya oleh mamanya, dan mamanya tidak suka jika raka membantah.

"Tumben kamu sabtu kesini, nggak ke tongkrongan", tanya raka pada dimas yang baru masuk ke kamarnya.

"Mamamu nggak berubah ya, tetap menyeramkan", ujar dimas, lalu senyum kecil menghiasi wajah raka.

"Ada apaan", tanya raka pada dimas.

"Pinjem handphone dong", pinta dimas.

Raka kemudian menyerahkan handphonenya pada dimas. Dimas lalu mencari nama helda, dan mengetik pesan untuk helda mengajaknya nonton di hari minggu sore.

"Besok sore luangin waktu ya", pinta dimas pada raka.

Raka hanya menggeleng, kemudian kembali ke komputernya.

"Ini tiketnya, besok jangan lupa jam tiga sore ketemu di depan bioskop", ujar dimas, sambil menyerahkan tiket film terbaru di hadapan raka.

Raka melihat dua tiket nonton di depannya, lalu menghembuskan nafasnya dengan berat.

"Dimas, kalau ketahuan mamaku, nanti les minggu depan bisa ditambahin jamnya", protes raka pada dimas.

"Kalau kamu nggak ngomong nggak akan ketahuan raka", ujar dimas.

Pintu kamar raka kemudian terbuka, dan mama raka muncul dari baliknya. Secara reflek, raka langsung menyembunyikan tiket bioskop dari dimas dengan buku di meja belajarnya.

"Raka besok kamu ada les piano pagi, terus siangnya les bahasa jerman, habis pulang les kamu boleh main dua jam, terus pulang karena jam tujuh ada les matematika", ujar mamanya tanpa tersenyum, dan langsung keluar dari kamar raka.

"Pas, jadi kamu bisa pergi", ujar dimas.

"Dimas aku bisa pakai waktu dua jamku untuk ngegame bukan untuk nonton", keluh raka.

"Ayolah, sekali ini aja", pinta dimas.

"Oke, kali ini aja ya", tegas raka.

Dimas mengangguk dengan tegas, kemudian pamit pulang, karena terlalu lama ada di rumah raka, dimas merasa, dia akan segera membeku.

(^0^)

Senin pagi, dimas sudah menunggu helda di parkiran untuk menagih janjinya. Dengan senyum lebarnya, dimas menghampiri helda yang baru turun dari mobilnya.

"Pulang sekolah aku tunggu di lapangan", ujar dimas pada helda.

Helda hanya memutar kedua bola matanya kemudian menyetujui dimas. Saat dimas melihat ratih berjalan keluar dari parkiran, dimas memilih untuk berjalan mendahului ratih karena kesal.

"Kalau kamu mau ratih jadi pacar kamu, kesempatan kamu nanti kalau rendra udah lulus", ujar helda membuka pembicaraan, karena dimas sudah mengganggunya sepanjang hari.

"Maksud kamu, ratih suka sama rendra", pekik dimas, merasa tidak percaya bahwa saingannya sangat berat.

"hmmm", jawab helda disertai anggukan.

Rendra adalah idola semua murid perempuan di sekolah dimas. Semua siswa laki-laki di sekolah dimas, juga dimas sendiri, mengakui bahwa rendra sangat rupawan.

Selain rupawan, rendra juga berangkat ke sekolah dengan motor sport warna merah yang keren. Hal itu membuat dimas terlihat seperti upik abu jika dibandingkan dengan rendra.

"Dia suka si playboy rendra", tanya dimas dengan lunglai.

"Tepatnya bukan karena rendra yang playboy, tapi rendra yang cuekin ratih", ujar helda.

"Jadi ratih yang naksir rendra, bukan sebaliknya", tanya dimas dengan perasaan lega.

"Semua cewek disekolah juga naksir rendra dim", ujar helda.

Dimas kemudian memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di pohon yang ada dibelakangnya.

"Ayo jalan, aku jam tiga ada les soalnya", ujar raka.

Dimas lalu membuka matanya, dan melihat raka yang sedang mengulurkan tangannya pada helda. Dimas terkejut dan hampir menyoraki helda dan raka, sementara helda hanya tersenyum dengan ujung bibirnya pada dimas. Helda lalu meraih tangan raka, dan berjalan menuruni tangga penonton yang ada di pinggir lapangan.

"Helda kamu pakai pelet apa kasih tau aku", teriak dimas pada helda.

Helda hanya mengedipkan sebelah matanya pada dimas, lalu berjalan melewati lapangan sambil memamerkan tangannya yang digenggam oleh raka. Dimas yang tinggal sendiri hanya memasang wajah iri, karena dia juga ingin menggandeng tangan ratih.

Rasa jenuh akan ambisi untuk mendapatkan ratih, mulai menghinggapi hati dimas, dan kegagalan seperti lebih mudah terasa bagi dimas. Kegagalannya juga menjadi penanda dimulainya profesi dimas sebagai sopir gilang selama tiga bulan.

Dimas tidak mau itu terjadi, karena bagaimanapun dia tidak ingin kalah dari gilang.

***
 

Continue Reading

You'll Also Like

262K 19.7K 58
Archana have everything that a girl could wish for, studying in one of the top universities of India, she have everything a human ever need, loving p...
261K 29.9K 76
#Book-2 of Hidden Marriage Series. πŸ”₯❀️ This book is the continuation/sequel of the first book "Hidden Marriage - Amazing Husband." If you guys have...
239K 14.4K 16
"α€˜α€±α€Έα€α€Όα€Άα€€α€œα€¬α€•α€Όα€±α€¬α€α€šα€Ί α€„α€œα€»α€Ύα€„α€Ία€œα€Ύα€―α€•α€Ία€žα€½α€¬α€Έα€œα€­α€―α€·α€α€²α€·.... α€™α€Ÿα€―α€α€Ία€›α€•α€«α€˜α€°α€Έα€—α€»α€¬...... ကျွန်တော် α€”α€Ύα€œα€―α€Άα€Έα€žα€¬α€Έα€€ α€žα€°α€·α€”α€¬α€™α€Šα€Ία€œα€±α€Έα€€α€Όα€½α€±α€€α€»α€α€¬α€•α€«.... α€€α€»α€½α€”α€Ία€α€±α€¬α€Ία€›α€„α€Ία€α€―α€”α€Ία€žα€Άα€α€½α€±α€€...
3M 87K 26
"Stop trying to act like my fiancΓ©e because I don't give a damn about you!" His words echoed through the room breaking my remaining hopes - Alizeh (...