Pacaran [TAMAT]

Od Lulathana

254K 38K 3.3K

Dari kecil Bella itu sangat suka bela diri, berbagai jenis dia pelajari. Namun, karena tragedi ditolak cinta... Více

Pacaran
...
1. Drama
2. Tawuran
3. Takdir yang Tak Diinginkan
4. Cowok Seblak
5. Dia Kembali
6. Rumination
7. Semangat
8. Sandera
9. Percaya Diri
10. MTNI
11. Keluarga
12. Kedua Kalinya
13. Bengkel Bang Jo
14. Banyak Sisi
15. Malming
16. Drama
17. Pertemuan
18. Teman Billa
19. Teman Billa (2)
20. Tanda
21. Cantik dan Anggun
22. Jola
23. Serangan Tak Terduga
24. Rumah Gavin
25. Kanapa?
26. Sakit
27. Sakit (2)
28. Bimbang
29. Penculikan
30. Tidak Ingin
31. Bazar
32. Photobox
33. Sosok yang Sama
35. Menggemaskan
36. Tidak Sungkan
37. Myth
38. Melarikan Diri
39. Optimis
40. Dua Arah
41. Terungkap
uwu
42. Mulai Membaik(?)
43. Konsekuensi
44. Garis Memulai
45. Tembok Penghalang
46. ¡Maldito seas!
47. ¡MALDICIÓN!
48. Sederhana
49. Pacaran (Tamat)

34. Dia Sebenarnya

4.2K 696 71
Od Lulathana

Aku nangis banget pas nulis part Venni ini. Tapi nggak tau feelnya nyampe ke kalian apa nggak, soalnya aku nulis sambil sibuk lapin ingus. 🙃

oOo

Venni menyodorkan teh hangat pada Gavin berikut beberapa cemilan. Sempat khawatir karena sebelumnya Gavin tidak mau diajak masuk. Ia pikir terjadi masalah seperti Gavin dan Bella putus. Namun, begitu mendengar mereka akan menonton konser bersama, Venni menjadi lega.

"Bella mandinya lama, beneran lama sampe bisa dikategoriin hal yang nggak perlu ditungguin."

Gavin tertawa kecil. "Nggak papa kok, Tan. Lagian salah Gavin yang nggak bikin janji dulu sama belanya."

"Kamu itu baik banget ya, beruntung banget Bella bisa deket sama kamu."

"Tante berlebihan, Gavin nggak sebaik itu kok."

Venni terlihat menarik napas dan memasang senyum. Raut wajahnya berubah serius. "Tante nitip Bella sama kamu ya."

Tapi Billa jelas bisa menjaga dirinya sendiri, jauh lebih hebat dari Gavin.

"Bella selalu bahas Puteri Indonesia, itu emang cita-cita Bella dari kecil ya, Tan?" Gavin hanya punya sedikit kesabaran. Ia tidak bisa menahan diri untuk mencari tahu hal lebih dari Bella/Billa.

Venni tertawa kecil seraya menggeleng. "Iya, itu memang keinginan dia."

Gavin terheran akan gestur tubuh Venni yang tidak sesuai dengan kalimat yang diucapkannya itu. Atau Gavin saja yang terlambat menyadari. Seharusnya Gavin curiga dari dulu saat Venni menggambarkan Bella sebagai orang yang sangat rapuh. Seharusnya Gavin sadar jika kata-katanya terlalu tidak masuk akal.

"Waktu kecil Bella gimana, Tan? Pasti lucu banget ya."

"Haha ... iya bener banget. Dia lucu. Dari kecil dia selalu jadi bahan pujian orang."  Venni bercerita dengan penuh semangat. Ia pun menunjuk salah satu foto pada dinding.

"Apalagi di masa ini, nih."

Venni menunjuk foto Dhika yang berusia sekitar 5 tahunan. Memakai seragam karate seraya mengacungkan mendali.

"Itu Bella?"

"Iya, semua foto di sini Bella. Anak Tante emang agak aneh. Dhika nggak mau foto waktu kecilnya dipajang, Bella nggak mau foto gedenya yang dipajang, padahal yang kayak begini berharga banget 'kan ya." Venni yang semula bersemangat bercerita itu perlahan terdiam, menyadari situasinya.

"Jadi, semua foto ini Bella, bukan Bang Dhika."

"Eu ... Vin. Selama ini Bella itu suka ... sama Dhika, dia ... suka niruin gitu, jadi ikut-ikutan, itu cuma gaya-gayaan aja kok. Anak Tante yang lemah kayak gitu 'kan nggak mungkin juara karate haha ...." Venni tertawa hambar seraya menepuk-nepuk lengan Gavin.

"Jadi Billa benar-benar penampilan kayak gini dulu."

"Iya, Billa suka ...." Venni menggigit bibirnya ia menunduk dengan tangan yang meremas. Dirinya berhasil terpancing lagi.

"Vin, sepertinya Tante agak nggak enak badan, Tante ke kamar dulu ya."

"Tante sebentar." Gavin mencegah.

"Jadi Bella itu Billa?"

Venni memucat. Dia dilanda kebingungan juga takut. Tanpa sengaja dia malah membongkar yang ingin Bella tutupi. Apa Gavin akan membenci Bella setelah ini? Apa putrinya itu akan patah hati lagi? Terlebih sekarang Venni sendiri yang menjadi pemicunya.

"Gavin nggak tau apa yang Tante takutin, tapi Gavin janji Gavin bukan mau nyakitin, Gavin sayang sama putri Tante."

Venni sedikit luluh mendengarnya. Ia menatap Gavin yang kini mulai menundukkan wajah. Anak itu tidak terlihat berbohong, justru dia terlihat sangat tulus akan perkataannya.

"Tante boleh sebut Gavin bajingan. Gavin sayang sama Bella, tapi sisi lain Gavin juga suka sama Billa. Selama ini Gavin bingung sama perasaan sendiri. Gavin benar-benar akan lega kalo seandainya benar yang Gavin suka itu orang yang sama."

Venni menyelidiki raut Gavin baik-baik. Ia menangkap gurat putus asa di sana.

"Gavin, kamu tau siapa Billa?" tanya Venni dengan hati-hati.

"Billa pernah nolong Gavin. Gavin juga udah banyak dengar cerita tentang dia."

"Kamu ... bisa nerima itu?"

"Kenapa Tante nanya begitu?" Gavin balik bertanya dengan heran. Ucapan Venni seolah berkata jika Billa tidak pantas disukai.

"Billa itu hebat, bahkan Gavin sendiri ngerasa Gavin nggak pantas buat dia. Tapi karena Gavin pun nggak bisa menahan perasaan, Gavin cuma bisa nggak tau diri buat milikin Billa. Maaf kalo Gavin lancang harapin putri, Tante."

Gavin terbingung ketika Venni menunduk, terlebih wanita itu mulai menitihkan air mata.

"Tante?"

Venni meremas bajunya, bahunya bergetar karena isakannya yang semakin dalam.

"Bener 'kan Billa itu hebat. Dia baik, selalu nolong orang, selalu utamain orang lain, dia juga nggak pernah jahatin orang yang nggak bersalah." Venni seolah tengah menumpahkan rasa sakit yang selama ini dirinya pendam.

"Billa Tante hebat 'kan, nggak seharusnya dia dihina sekejam itu. Nggak seharusnya dia ... disakiti sedalam itu."

Venni tidak pernah merasa baik-baik saja setelah kejadian itu. Bagaimana putri yang sangat dirinya cintai dan banggakan direndahkan seperti itu. Disakiti sampai dia tidak bisa menerima dirinya sendiri. Menjalani hari yang menyakiti dirinya. Tak pernah satu hari pun Venni tidak merasa khawatir akan keadaan Bella.

"Maaf ya, Vin. Tante malah cerita kayak gini." Venni menepisi air matanya dan mencoba meredam isakan.

"Tante sayang banget sama Bella, Tante nggak sanggup kalau harus liat dia disakiti lagi."

"Gavin mungkin masih banyak kekurangan, tapi Gavin janji Gavin bakal jaga Bella biar nggak terluka lagi."

Venni menyunggingkan senyum. "Makasih ya, Vin."

oOo

Bella yang baru turun dari kamarnya itu menatap dengan kening berkerut. "Mama kenapa?" tanyanya begitu melihat wajah Venni yang agak sembab.

"Nggak perlu tau, ujungnya kamu cuma ngejek," jawab Venni dengan nada setengah ketus.

"Jangan bilang Mama sama Gavin itu bahas cerita Titanic lagi." Bella memandang dengan tatapan julid. Dia bahkan berdecak mencela.

"Udah-udah sana pergi." Venni mengibas-ngibaskan tangannya.

"Ma, bosen kali orang denger cerita Jack sama Rose mulu."

Venni berdecak. "Ini anak ya. Bukannya ngerasa bersalah karena udah bikin Gavin nunggu lama malah nambah ngeritik mamanya sendiri."

Venni bangkit. Ia menepuk-nepuk bahu Bella sebelum berlalu ke arah kamarnya.

Bella mengangkat bahunya acuh, tak ambil pusing, lalu menghampiri Gavin yang sudah bersiap pergi.

"Kisah Jack sama Rose nggak semenyedihkan itu 'kan padahal."

Gavin hanya terkekeh lalu meraih tangan Bella. "Sedih kok."

"Itu cuma film, cuma fiksi."

"Tante mungkin cuma terlalu tersentuh."

Bella menggeleng-geleng tidak mengerti.

"Malam ini nge-date-nya masih beneran 'kan?"

Bella mengangguk. "Tentu." Bella bersenandung dalam hati, toh ini akan segera berakhir dan Bella bisa kembali pada kehidupan semulanya.

Sayangnya Gavin tahu itu dan dia sudah bertekad untuk tidak mewujudkannya.

oOo

Gavin terus berada di sisi Bella. Tak melewatkan setiap geriknya sedikit pun. Dan setelah beberapa waktu, Gavin pun baru menyadari jika selama ini dirinya itu terlalu tersihir oleh senyum Bella. Matanya terlalu fokus ke sana hingga dia tidak menyadari hal-hal kecil yang Bella lakukan.

Seperti menangkap nyamuk yang terbang hanya dengan telunjuk dan jempol. Menjatuhkan orang jahat hanya dengan menendang krikil sementara mulutnya tetap berceloteh dan memandang Gavin.

Begitu bodohnya Gavin selama ini.

"Gimana soal Papa Clara itu?" tanya Bella di sela-sela orang yang berteriak karena aksi di panggung. Karena mereka bukan berada di barisan depan, keadaan tidak terlalu bising hingga masih bisa mengobrol.

"Papa bilang udah ngobrol sama Om Alfian, tapi buat hasilnya Papa belum ngasih tau."

Bella mengangguk-angguk. "Semoga aja bisa cepet beres."

"Seandainya udah selesai, lo mau ngapain?" Gavin penasaran dengan itu

"Ya hidup kayak biasa mmm ... yang jelas nggak perlu waswas lagi soal Clara."

"Lo takut sama Clara?"

"Takut banget," ucap Bella dengan bola mata yang bergetar.

Sebelumnya Gavin benar-benar termakan oleh raut itu. Raut ketakukan Bella sukses membuatnya juga ikut takut dan ingin melindunginya sekuat tenaga.
Namun, setelah mengetahui kebenarannya sekarang, Gavin malah ingin tertawa. Bella terlihat sangat menggemaskan dengan ekspresi seperti itu.

Sumpah, Bella benar-benar imut!

"Jangan takut, gue di sisi lo kok." Gavin mengusap puncak kepala Bella. Ia pun sedikit merangkul bahu Bella begitu seseorang hampir menabraknya.

"Suka konser kayak gini?" tanya Gavin berbasa-basi. Karena sedari tadi mereka tidak menikmati acaranya.

"Sebenernya nggak sih, terlalu dempet-dempetan."

"Padahal Sirius yang tampil."

"Terus kenapa?"

"Cewek-cewek di sekolah gue selalu ngomongin. Katanya personilnya ganteng-ganteng. Apalagi vokalisnya, suaranya bagus lagi."

"Lo muji cowok?" Bella berekpresi ngeri.

"Haha ... lo emang seanti itu ya sama cowok ganteng?"

Bella bergedig jijik. "Kerjanya cuma banggain tampang, apa kerennya?"

"Kata orang yang selalu bilang dirinya cantik."

Bella memutar bola mata "Gue cantik bukan buat mereka."

"Buat gue?"

Bella menatap Gavin dengan bibir kiri atas yang terangkat. "Nggak, karena lo ganteng."

Gavin tertawa. "Dibilang ganteng sama lo, gue bingung mau seneng apa sedih."

Bella mengernyit begitu Gavin meraih tangannya. Ia memasukan jemarinya di antara jemari-jemari ramping Bella.

"Bell, kalo gue suka sama lo gimana?"

"Nggak gimana-gimana. Gue udah peringatin lo. Resiko patah hati tanggung sendiri." Bella memutar-mutar tangannya yang digenggam Gavin itu.

"Jadi ini maksudnya flirting?"

"Kenapa harus flirting, kita 'kan emang lagi nge-date."

Bella menghela napas. "Inget ya ini ada batas waktunya, jadi jangan terlalu baper."

"Kalo malah lo yang baper gimana?"

Bella melirik Gavin remeh. "Emang lo tau cara bikin gue baper?"

"Baca manga, nonton anime, nggak banyak gaul sama orang, punya banyak waifu." Gavin menyebutkan semua ciri-ciri Bagas.

"Lo ngeledek ya?"

"Nggak, cuma nyebutin to do list. Liat aja pas gue wujudin."

"Gila."

"Bell, ternyata lo banyak ngumpat ya."

Bella secara spontan menyentuh bibirnya. "Ya-ya karena lonya nyebelin! Makanya gue kelepasan."

Gavin tersenyum senang. Sebenernya akting Bella juga tidak sesempurna itu, kadang dia ceroboh seperti ini. Kenapa Gavin tidak menyadarinya ya?

Ngomong-ngomong, Bella yang terbata-bata begitu, lucu juga ya.

oOo

"Papa ...."

Alfian yang termenung dalam duduknya itu menoleh. Ada Clara yang datang dengan senyum riang. Wajah Alfian yang sebelumnya kusut pun mulai berhias senyum.

"Kenapa sayang?" Alfian merentangkan tangan dan Clara pun segera berlari. Duduk di sampingnya dan memeluk erat.

"Makasih buat mobil barunya," ucap Clara seraya menatap ayahnya penuh binar. Kebahagiaannya sangat terpancar.

Alfian mengusap sisi wajah Clara. "Kamu suka?"

"Suka banget!" Clara memekik penuh riang.

Alfian mengusap-usap rambut putrinya penuh sayang. "Kamu beneran cinta sama Gavin?"

"Kenapa? Papa mau larang?" Suara Clara terdengar agak menciut.

"Nggak kok. Itu terserah kamu. Papa cuma mau bilang kalo kamu harus berusaha sendiri, Papa nggak bakal bantu."

"Loh? Papa udah nggak sayang lagi sama Clara?"

"Bukan begitu sayang, tapi semua orang itu berhak atas cinta. Semua berhak memperjuangkan, kalo Papa bantu kamu, nanti yang lain ngerasa nggak adil."

Clara mengernyit tidak mengerti.

"Lakukan apa pun, Papa nggak bakal larang."

"Aku nggak ngerti deh sama Papa malam ini."

Alfian hanya tersenyum dan memeluk Clara lebih erat. "Papa cuma nggak nyangka kalian tumbuh dengan cepat. Putri-putri Papa sekarang udah pada ngerti cinta," ucap Alfian dengan suara yang pelan.

"Apa, Pa?"

"Papa sayang putri Papa, kamu nggak emang?"

"Kata siapa, Clara yang paling sayang Papa tau!"

Alfian pun tertawa lalu mengecup puncak kepala putrinya dengan gemas.

oOo

"Billa gawat!"

Bella melirik sekitar, memastikan ulang tidak ada orang di sekitar meski dia sudah berjalan jauh dari keramaian.

"Gimana? Udah dirangkum data yang bisa bermanfaat buat nyerang Alfian?"

"Itu bukan masalah! Ada yang lebih penting."

"Apa?"

"Alfian nyelidikin Billa sama cowok yang namanya Gavin!"

Bella menghela napas. "Kirain apa. Itu 'kan bukan masalah."

"Ini masalah Billa!" Zara memekik dengan kencang. "Alfian tuh nyelidikin Billa sama Gavin pacaran!"

"Terus masalahnya?"

"SEKARANG BILLA PUNYA PACAR?!" Zara mengerang kencang seolah baru tertimpa masalah yang besar.

"Karena gue nggak mungkin nikah sama lo."

"BILLA...."

"Jangan bikin geli, gue geprek juga lama-lama." Bella mendengkus, ia pikir ada hal yang penting. Zara hanya membuang waktunya saja

"Billa gue patah hati."

"Sumpah ya lo bikin gue merinding. Lagian bukan pacaran beneran, ini buat sementara. Jadi jangan ngorek soal gue dan Gavin."

"Beneran cuma boongan?"

"Iya, tapi kalo lo bisa bikin Alfian paham gue cinta mati sama Gavin itu lebih bagus."

"Kenapa harus gitu? Bukannya misi kita cuma biar Chandra balikin uangnya?"

"Lo kenal Alfian?"

"Nggak."

"Dia adalah definisi dari bucin tolol yang mengagungkan cinta di atas segala-galanya. Kalo dia tahu gue bantu keluarga Gavin tanpa rasa cinta, yang ada dia bakal ribetin semuanya." Bella mendengkus setelah menjelaskannya.

"Hah? Gimana sih? Bukannya kalo dia mengagungkan cinta dia itu orang yang penuh belah kasih."

"Omong kosong, dia itu manusia yang nggak punya rasa kasihan dalam hidupnya. Kalo ada kebaikan yang terjadi dalam hidup dia, itu harus terjadi karena cinta, bukan kasihan."

"Ada ya orang gila kayak gitu?"

"Sebisa mungkin jangan ketahuan lo nyelidikin dia."

"Aaa ... Billa sweet, Billa protect gue dari orang gila."

"Lo juga orang gila yang ngarep dinikahin cewek!"

Bella mematikan sambungan telepon dengan kesal. Kesal karena kenyelenehan Zara, juga kesal karena Alfian.

Bella harus terlihat sungguh-sungguh pacaran dengan Gavin. Tapi, tidak apa-apa toh ini juga sebentar. Kalau uangnya sudah kembali mereka juga berakhir.

Justru ini opsi termudah, yang tak membuat Bella harus membuang banyak tenaga.

Padahal Bella sudah memperkirakan, ternyata tetap pening ya menghadapi seorang Alfian itu.

oOo

26 September 2023

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.7M 123K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
39K 5.3K 32
"Nggak mau minta maaf?" Shalka mendongak. "Maaf?" ulangnya bingung. "Maaf karena Io udah cium gue dua kali." Shalka melotot, apa cowok itu bilang?! ...
1M 16.7K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
5.1M 427K 48
Anggoro series 1. "Kamu kenapa, sih? Aku udah bilang, dengarin aku dulu!" sentak Dewa marah. Gladis memberanikan diri menatap lurus ke arah mata lela...