Surat Takdir Dari Tuhan ✔️

By __jummiazizah

23.2K 1.8K 284

[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pi... More

[1] Manusia-Manusia Ganteng!
[2] Saudara Paling Akur!
[3] Kelas Yang Sangat Rukun!
[4] Ada Bidadari!
[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!
[6] Rencana Makan Bakso!
[7] Seisi Kantin Jadi Heboh!
[8] Berterimakasih Itu Susah!
[10] Hukuman Di Lapangan!
[11] Majelis!
[12] Perihal Kesopanan!
[13] Saingan!
[14] Dia Datang!
[15] Menolak Menjadi Pecundang!
[16] Ada Yang Hilang!
[17] Kado Kecil Untuk Fyan!
[18] Takdir!
[19] Do'a!
[20] Kedekatan!
[21] Keputusan!
[22] Terimakasih !
[23] Ikhlas?!
[24] Acara 2 sahabat!
[25] Foto Lama!
[26] Ada Yang Mengejar Dan Ada Yang Berhenti!
[27] Martabat Seorang Wanita!
[28] The Real Hijrah!
[29] Pondasi!
[30] Hari Kelulusan!
[31] Menyempurnakan Separuh Agama!
[32] Takdir Ilahi!
Surat Takdir Dari Tuhan [THE END]

[9] Tempat Berteduh!

487 49 6
By __jummiazizah

***

Sekitar 5 menit setelah kepergian Nadhif, murid-murid sudah berkerumun di parkiran. Berniat mengambil kendaraan mereka untuk segera pulang.

Azlan berlari mendekat pada saudaranya.

"Maaf-maaf, tadi ke ruang guru ngumpul catatan." Kata Azlan memberi penjelasan.

"Buku gue gimana?"

"Apanya?" tanya Afnan tak paham.

"Lo kumpul juga, nggak?"

"Gimana mau di kumpul, mas? Lo nggak nyatet apa-apa."

Afnan merespon dengan anggukan paham.

Tumben nggak ngereog. Batin Azlan.

"Langsung pulang nggak nih?"

Bungsu Atharauf tidak merespon, ia semakin intens menatap langit.

Gerimis akhirnya turun berjatuhan membasahi tanah jakarta. Afnan meneguk ludah susah payah. Teringat, jilbab Nadhif hari ini nampak tipis, jika terkena air sedikit saja, itu bisa membuat rambutnya samar-samar terlihat.

Semoga! Semoga Nadhif menggunakan ciput!! Harap Afnan dalam hati.

Dengan cekatan Afnan melepas jaket yang tersemat di tubuhnya, ia memeluk jaket tersebut upaya melindungi dari air hujan yang bisa saja membuat jaketnya basah.

Ia mengeluarkan kunci motor dari saku celananya kemudian dengan terburu-buru menyodorkannya kepada Azlan. "Lo pulang sendiri aja ya, bang. Gue jalan kaki!"

"Lah, bocah. Ini lagi hujan—" omongan Azlan tertiup angin kencang. Artinya, Afnan tak menghiraukan ucapan kakaknya.

Ia berlari cepat menerobos hujan. Sedangkan Azlan hanya mampu memandangi punggung sang adik yang perlahan menghilang.

***

Nadhif tidak menyangka hujan akan turun secepat ini, sedangkan jarak ke persimpangan masih terbilang jauh.

"Ya, Allah... Aku nggak pake ciput lagi, bisa-bisa jilbab ku transparan..." gumam Nadhif. Ia mengangkat pandangan, tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Mungkin saja, hujan akan berlangsung sampai malam hari jika diliat dari cuaca yang menggelap.

Ia berlari terbirit-birit, namun karena aspal yang licin membuatnya hampir saja terjatuh.

"Astagfirullah, astagfirullah... Aaa... Takut banget ya, Allah..."

Gerimis berganti dengan hujan deras. Nadhif kalang kabut, tidak ada tempat untuk berteduh. Jilbabnya juga mulai basah.

"Lari lagi aja." Titahnya pada diri sendiri.

Nadhif berlari kecil-kecil, penglihatannya mulai merabun sebab jalanan tertutupi hujan lebat.

Sekarang, tidak ada yang bisa Nadhif lakukan. Sungguh, ia ingin menangis saja. Tubuhnya telah menggigil kedinginan. Ia memeluk tubuhnya sendiri sembari terus berjalan.

Namun...

Hujan tak mengenainya lagi. Apa hujan sudah berhenti?

Nadhif mendongak keatas, dimana sebuah jaket melindunginya dari lebatnya hujan. Kemudian, barulah Nadhif menoleh ke samping. Dimana Afnan selaku seseorang yang membawa jaket tersebut, sekaligus seseorang yang rela basah kuyup demi menahan hujan mengenainya, berdiri di sampingnya dengan nafas yang tak beraturan.

Apa mungkin Afnan berlarian kesini untuk menyusulnya?

"Ayo jalan." Titah Afnan.

Kedua kalinya mereka bisa berada dalam jarak sedekat ini karena sebuah insiden.

"Ini... kita?" gumam Nadhif.

Afnan hanya samar-samar mendengar, mereka juga terus berjalan cepat.

"Hah? Kamu ngomong apa?" tanya Afnan dengan suara yang keras sebab suaranya tertelan lebatnya air hujan.

Nadhif ikut mengeraskan suara, "ini jarak kita... Terlalu deket...!!"

Entah mengapa, pipi Nadhif memanas mengatakannya.

Dan Afnan?

Jika saja denyutan hati dapat terdengar, mungkin Nadhif akan tertawa sebab hati Afnan berdenyut mengalahkan kerasnya suara hujan.

"Maaf, tapi saya lebih takut aurat kamu keliatan." Cicit Afnan, dan Nadhif mendengarnya.

Hangat sekali suasana hati Nadhif mendengarnya.

"Jilbab kamu tipis." Kata Afnan dengan intonasi suara yang bertambah.

Posisinya masih sama, Afnan sudah basah kuyup, sedangkan Nadhif tidak terlalu basah sebab ada jaket yang melindunginya.

Terimakasih, terimakasih. Batin Nadhif. Ia mengulum senyum tipis di balik cadar.

"Kamu dingin?" tanya Afnan ketika menyadari wajah Nadhif terlihat memucat.

Nadhif tersenyum tipis, "nggak kok."

Oke, Afnan melihat mata gadis itu menyipit. Tanda sedang tersenyum manis.

"Sekarang suasananya lagi hangat banget."

"Hangat kenapa? Padahal kamu basah kuyup begini."

"Perasaan saya, hangat banget."

Nadhif menghentikan langkah, ia menoleh kearah Afnan yang bingung dengan pergerakannya yang tiba-tiba berhenti.

"Kenapa?"

"Terimakasih." Katanya tanpa menatap langsung mata Afnan.

"Untuk?"

"Semuanya, tentang yang di kantin, dan tentang hari ini."

Afnan membuang pandangan, bibirnya berkedut menahan senyum. Ia menetralkan wajahnya menjadi sok kalem.

"Itu persimpangan jalan'kan?" tunjuk Afnan kearah depan dengan dagunya, tentu, sebab tangannya masih setia memegang sisi jaket.

Nadhif mengangguk membenarkan.

Kemudian langkah mereka dipercepat. Sampai akhirnya sampai di persimpangan jalan, tempat yang sejak tadi ingin dituju.

Melihat suasana yang sepi, barulah Afnan melepaskan jaket dari kepala Nadhif. Ia memeras jaket tersebut upaya mengurangi air yang menampung pada kain jaket.

Nadhif memperhatikan rambut Afnan yang basah, kenapa? Bulir-bulir air yang jatuh dari rambutnya justru menambah ketampanan bungsu Atharauf.

Gadis itu membuang pandangan, terserah, intinya tidak melihat Afnan. Nadhif panas dingin karena pemuda itu.

Astagfirullah, astagfirullah.

Nadhif terus merapal dalam hati, melangitkan istighfar atas apa yang terjadi.

"Nadhif?" Panggil Afnan.

"Iya."

"Saya pulang duluan, yaa..."

Nadhif spontan menoleh, "masih hujan."

"Gapapa, daripada berduaan begini. Kamu nggak takut'kan sendiri?"

Entah sudah keberapa kali Nadhif dibuat kagum dengan pemuda ini.

"Ini." Afnan menyodorkan jaketnya. "Pakai aja dulu, buat jadi pelindung kepala."

Nadhif menerima jaket tersebut dengan hati-hati, ia mengangguk mengizinkan.

"Iya, kamu boleh pulang. Makasih untuk semuanya..."

Kali ini Afnan tidak menyembunyikan senyumnya.

"Senang bisa bantu kamu."

***

"Ini gimana, Sil... Mau mati aja aku!!" Jerit Nadhif sembari meremas kuat hijabnya.

Saat ini, ia menginap dirumah sahabatnya, Silmi. Sebab orang tuanya pergi ke kampung sang ibu, Nadhif tidak ikut karena besok harus sekolah.

Ia telah menceritakan semuanya kepada Silmi. Semuanya, tanpa terkecuali.

"Jadi jaket yang direndam di kamar mandi itu punya Afnan?" Silmi menduga.

"Nah, iya-iya." Nadhif mengangguk dengan semangat.

"Gila! Kek sinetron banget!!" Pekik Silmi heboh.

"Kalau kamu sama Azlan?"

Silmi terkekeh canggung, "apa'an sih, masa karena kamu suka sama Afnan, aku juga harus suka sama kakaknya."

"Emang kamu nggak suka?" tanya Nadhif penasaran.

Silmi mengulum bibir bingung, "nggak tuh. Biasa aja."

"Biasa ajahhh... Awas kemakan omongan sendiri!"

"Beneran kok!"

Silmi melepas hijabnya yang sedari tadi tersemat, membaringkan diri di kasur empuk.

Nadhif salah fokus, ia memicing memperhatikan hal janggal di kening sahabatnya.

"Ini kenapa, Sil?" tanya Nadhif sembari menunjuk kening Silmi yang terdapat bekas jahitan. Nadhif tidak  pernah menyadari itu sebelumnya.

Silmi ikut memegang keningnya, mengusap pelan kemudian mengedikkan bahu. "Kamu baru liat, ya..? Ini udah ada dari kecil, kata bunda ku sih, aku pernah kecelakaan dulu."

"Serius?" kaget Nadhif.

"Iyaa... Tapi aku nggak inget."

"Nggak inget? Lupa ingatan dong!"

Silmi langsung menegakkan tubuhnya, "iya'kan? Aku juga mikir gitu, tapi orang tuaku tuh, kek nyangkal terus!"

"Jangan-jangan ada sesuatu dibalik kecelakaan kamu dulu." Nadhif memasang wajah serius.

Sedangkan Silmi hanya menggeleng pelan, "udah, ah! Nggak usah serius gitu mukanya!"

Kemudian ia kembali membaringkan diri memunggungi Nadhif. Meskipun, Silmi juga penasaran.

Silmi ingin mengingat, hal-hal yang terjadi sebelum ia melupakan semuanya di masa kecilnya.


Tbc.

Follow IG :

wattpad.mejza_

Continue Reading

You'll Also Like

5.6K 1.3K 28
Bagaimana jadinya seorang pemuda shaleh dan alim di ajak berpacaran oleh seorang mahasiswi cantik yang sedang KKN di kampung nya? ~~~~ "Mau kah kamu...
Raffasya By Maryam

Teen Fiction

290 110 8
Udah follow? Belum! Waduh, follow dulu sayang biar nyaman bacanya. Starting from : 19 april 2024 Finished : -- hay, kenalin ini cerita baru aku. sem...
1K 119 11
PRIVAT SECARA ACAK. FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠ Sifat pendiamnya yang menjadi bahan bullyan laki-laki dengan kekonyolan. Perjuangannya untuk membuat saha...
52.5K 2.5K 40
💫[SEQUEL ADAM AJARI AKU HIJRAH]💫 Melangitkan untaian do'a untuk kembalinya separuh raga dan jiwa, hanya terbalaskan dengan gumpalan rasa kecewa. M...