Starlit Night - [nomin]

By dazzlingyu

37.3K 3.3K 460

Sepenggal kisah tentang Lee Jeno dan dunianya, Na Jaemin. [nomin short story collection] dazzlingyu, 2020. f... More

1. sembilan belas
1.1. sembilan belas
1.2. sembilan belas
1.3. epilog
2. light my cigarette
2.1. always taste like you
2.2. hoping things would change
3. kamu yang paling bisa
4. my muffin, my pumpkin, na jaemin<3
5. roommate
6. pacaran by accident
7. overprotektif
8. classmate
8.1. soulmate
9. the broken leg and those lingering feelings
9.1. all i can do is say that these arms were made for holding you
9.2. i've loved you since we were 18, long before we both thought the same thing
10. si manis na jaemin
11. into your skin
12. merry kissmas
13. last chance
13.1. final chance
13.2. epilog
14. movies
16. benefits
16.1. i like u
17. green eyes with malibu indigo

15. nala

280 23 1
By dazzlingyu

"Nalafi, nanti malam kosong?"

Nalafi namanya—atau akrab disapa Nala. Seorang pemuda jangkung berwajah manis dengan mata bulat bening sebagai ciri khas.

Pertanyaan pembuka obrolan terlontar dari pemuda di hadapan Nalafi—Noah namanya. Seorang teman sekelas di bangku kuliah semester genap, mendadak menunjukkan ketertarikan padanya di detik mereka saling mengetahui nama satu sama lain.

"Aduh, Noah! Percuma! Nalafi pasti bakal nolak!"

Celetukan asal datang dari pemuda yang berada di balik tubuh jangkung Noah—Haidar namanya, pemuda yang memiliki wajah cukup imut menurut Nalafi.

Si Cukup Imut beranjak menghampiri, merangkul bahu Noah akrab.

"Secara dia udah nolak banyak ajakan kencan, termasuk ajakan kencan si kating ganteng kemarin. Ya gak, Nala?" Ucap Haidar sembari nyengir tipis. "Kamu gak ada apa-apanya dibanding bule Kanada itu, Bro. Jangan harap Nalafi—"

"Nanti malam aku kosong kok, Noah."

Satu kalimat singkat dari Nalafi sukses membungkam mulut Haidar—bahkan menarik perhatian beberapa pasang mata lain yang masih berada di kelas.

"Se-serius?" Noah mengerjap salah tingkah yang kemudian dibalas anggukan kecil oleh si manis. "Saya jemput jam tujuh, ya?"

"Boleh."

Nalafi tersenyum sembari membereskan barang-barangnya, lantas ia berdiri dan berpamitan pada dua remaja teman sekelasnya tersebut.

"Aku tunggu kabarmu ya, Noah."

Setelah punggung Nalafi menghilang di balik pintu, Noah langsung menepuk-nepuk bahu Haidar semangat, memasang wajah sumringah yang jelas mengundang sorakan teman sekelas.

"Gila?! Nalafi gak nolak?!"

"Kok Nala mau sama Noah?!"

"No, lo pake pelet apa?! Kok Nala terima ajakan lo jalan?!"

Noah langsung mendadak besar kepala. Pemuda itu langsung bersedekap dan menaikkan dagunya, memandang teman sekelasnya satu per satu dengan wajah sombong.

"Siapa dulu, Jeremy Noah mah jagoan!"

"Wuuuu!! Baru kencan sekali aja udah besar kepala!"

"Iri bilang bos!"

Malam ini topiknya tentang Nala dan hatinya yang tengah berbunga. Malam nanti pukul tujuh, ada janji yang tengah ditunggunya.

Nala tengah menyibukkan dirinya dengan memilih dan memilah baju yang sekiranya pantas dipakainya untuk kencan malam ini.

Kembali lagi ke hati yang sedang berbunga, Nala menyunggingkan senyum yang tak kunjung pudar sejak siang hari.

Sudah lama ia menaruh hati pada si mata sipit pemilik senyum bulan sabit. Sudah lama ia menanti Noah memulai pergerakannya sendiri. Hati berbunga tak kunjung mereda. Duh, bolehkah Nala merasa jumawa?

Pilihan Nala jatuh pada luaran berwarna biru cerah dipadukan dengan kemeja putih berkerah rendah. Celana yang dipilih berwarna hitam, dipadukan dengan sepatu putih pemberian mama.

Pukul tujuh kurang sedikit, Nala selesai berdandan. Menatap diri di cermin, mendadak Nala salah tingkah. Kenapa pula ia harus meminjam riasan wajah milik kakaknya hanya untuk kencan malam ini?

Perona pipi, pemerah bibir, pelentik bulu mata—aduh! Nala cantik, manis sekali. Apa Noah akan suka jika dirinya begini?

Pukul tujuh tepat, ponsel Nala bergetar. Di layar yang menyala terang, terpampang pesan dari sang pujaan.

Nala, maaf. Saya ada urusan dadakan, harus temani mama acara. Maaf, maaf sekali.

Hati Nala mendadak mencelos, langsung menatap dirinya di depan cermin.

Wajah cantik, pakaian necis.

Percuma, malam yang dinanti ternyata tidak jadi. Nala murung, perasaannya terluka. Cerita kepada siapa? Teman tidak ada.

Sekiranya, apa ada yang bisa saya lakukan supaya Nala gak marah? Maaf sekali, diluar kendali.

Tidak ada.

Oh, Nala sedih sekali.

Nala itu figur sederhana. Tak ramai kelilingnya, namun tetap banyak yang mengidolakan paras cantik manis miliknya.

Noah jatuh cinta pada pandangan pertama—terdengar konyol memang, tapi benar adanya.

Senyum manis, mata bulat, wajah cantik, dan bulu mata lentik. Aduh! Makin dibayang, makin kepayang.

Ingin sekali Noah menghabiskan waktu berduaan dan pada akhirnya, sang pujaan hati menerima ajakan kencan. Noah bukan pria yang ulung dalam urusan perasaan, maka ajakan kencan yang diterima Nalafi jelas sebuah pencapaian.

Pukul tujuh begitu ditunggunya. Tubuh rapi terbalut kemeja, parfum disemprotkan berkali-kali hingga sepenjuru kamar beraroma teh melati.

Rambut sudah disisir rapi, tubuh sudah dibuat wangi. Semua dilakukan untuk si sederhana Nalafi.

Aduh, tapi—

"Noah, ikut Mama acara sosialita. Mau kenalkan kamu sama anak teman Mama."

Noah tepuk jidat. Maksudnya?! Hanya Nala yang ada di hatinya!

"Noah ada kencan dengan Nala, Ma! Gak bisa, harus jemput si cantik dalam lima belas menit!"

"Aduh, jangan sama Nala! Ayo, ketemu anak teman Mama aja!"

"Gak bisa, Ma! Kasihan Nala!"

"Haduh, jangan! Ayo, Noah. Jangan melawan!"

Kalau Mama sudah bertitah, dia bisa apa?

Dengan berat hati, Noah mengabari Nala mengenai janji yang dibatali. Sungguh, sangat tidak enak hati. Padahal, wajah cantik Nalafi sudah Noah nanti-nanti.

Ah, sial. Nalafi tidak membalas. Jelas sekali ia marah.

"Ah, sudahlah. Nalafi marah bisa minta maaf, Mama marah tak dapat uang jajan."

Noah pasrah.










































Sungguh tidak nyaman rasanya berada bersama si gadis seumuran yang Noah bahkan lupa namanya. Banyak tanya, terlalu ingin tahu ini-itu. Duh, bisakah berhenti? Noah cuma suka Nalafi!

"Ma, mau pulang..."

"Sebentar banget? Sudah selesai kenalan dengan Anastasia?"

"Gak, Ma. Mau ketemu Nala..."

"Nala? Siapa Nala?" Si gadis menyergah kepo, buat Noah berdecak malas.

"Oh, bukan siapa-siap—"

"Pacarku! Nala pacarku!"

Mama sontak terdiam, menatap Noah dengan alis dikerutkan. "Noah?!"

"Aku pulang, Ma!"

Mama melongo, hanya mampu menatap Noah yang berlari meninggalkan lokasi pesta.

Dasar anak durhaka.

Pukul delapan, ada yang membunyikan bel rumah. Nalafi yang sedang menonton TV beranjak membukakan, terkejut ketika melihat sang pujaan berada di ambang pintu tanpa pemberitahuan.

"Noah?"

"Halo, Nalafi. Maaf ya, kamu pasti kecewa."

Nalafi tidak segera menjawab, hanya menautkan jemari satu sama lain sembari mengangguk kecil.

"Kenapa kamu kesini? Acara dengan mama sudah selesai?"

"Sudah cantik sekali begini, sayang kalau gak jadi pergi." Ucap Noah sedikit menggoda. "Saya tinggal, gak betah."

Senyum bulan sabit buat hati Nalafi luluh. Aduh, memang kalau sudah jatuh cinta, susah!

"Aku ambil jaket dulu, Noah."

"Silakan, Cantik. Saya tunggu di depan, ya."

Akhirnya, kencan perdana terlaksana. Noah senang luar biasa, tiada hentinya memuja paras Nala yang sungguh sempurna.

Nala tersenyum gugup malu-malu, mendongak menatap langit mencoba mengalihkan wajah. Tapi percuma, Noah menatapnya terang-terangan.

"Hari ini seru, makasih ya." Nalafi memutuskan memulai obrolan duluan, mencoba mengubah atmosfer sunyi di antara mereka.

"Gak masalah, saya senang kalau kamu senang, Nala." Noah tertawa ringan, buat Nalafi ikut tertawa. "Gak saya sangka kita punya banyak kesamaan. Lain kali kita coba hal baru kalau Nala mau."

"Aku mau," Nala mengangguk cepat. "Kabarin aja, aku bakal meluangkan waktu."

"Untuk kencan kedua?"

"Kalau Noah anggap demikian, aku pun gak keberatan."

Keduanya lantas tertawa lepas. Angin malam mulai berhembus menyisir rambut keduanya. Noah dengan sengaja merapat pada Nala yang kemudian membaca sinyal darinya.

Pemuda itu turut merapat, kini duduk di bangku taman dengan bahu bersisian. Lengan Noah diulurkan untuk merangkul pinggang Nala, buat si manis merona luar biasa.

"Nalafi, boleh saya jujur malam ini?"

Nalafi sontak merasa gugup. Ia paham pembicaraan mereka mengarah kemana.

"Tentu boleh."

Diluar dugaan, Nalafi mampu menjawab dengan tenang, buat rasa percaya diri Noah meningkat.

"Saya suka kamu, Nala. Sudah lama, semenjak semester dua." Noah memulai. "Akan adil menurut saya kalau Nala bersedia juga untuk beritahu isi hatinya. Supaya saya tau, batas saya sampai mana."

Terdapat keheningan pendek sebelum Nala menjawab. Dadanya sukses dibuat berdebar hebat.

"Mu-mungkin terlalu cepat? Nala boleh menjawab nanti, kalau sudah punya jawaban pasti. Maaf, saya—"

"Aku juga suka Noah, makanya terima ajakan kencan malam ini."

Noah bungkam, tangan yang berada di pinggang makin merengkuh erat. Dia gak salah dengar, 'kan?

"Kamu serius, Nala?"

Noah berusaha meyakinkan diri, takut halusinasi.

"Kalau gak suka, mana mungkin cuma ajakan kencan Noah yang aku terima sementara yang lain aku tolak."

Cengiran kecil Nala buat Noah tertawa. Ingin sekali ia cubit pipi gembil tersebut sampai memerah.

"Kamu mau... jadi pacar saya?"

Nalafi mengangguk senang, tertawa setelah melihat ekspresi Noah yang tengah bersorak dalam keheningan.

"Wohooo!! Aku pemenangnya! Aku pemenang hati Nala!"

"Noah!!" Nala ikut tertawa ketika Noah mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Kamu senang sekali ya?"

"Senang banget! Aku suka kamu udah sejak lama, Nala. Tapi, tapi—emangnya siapa yang gak suka kamu dan berandai jadi pacarmu di detik pertama kali bertemu?!"

Lama-lama Nala makin tersipu malu. Lagian, memangnya juga siapa yang gak mau jadi pacar si tampan Noah?

"Kayaknya cuma kamu, Noah."

"Rasa sukaku memang berlebihan."

Lantas, keduanya tertawa dengan Noah yang kini merangkul bahu Nala. Tak lama, tawa keduanya reda. Dua pasang netra kemudian saling tatap, menyelami dunia yang tersimpan di masing-masing bola mata.

Tanpa sadar, Nala mendekat. Noah menyadari pipi putih itu merona merah. Nalafi memang cantik sekali. Tanpa perlu repot merias diri, Nalafi sudah paripurna luar biasa.

"Cantik."

Noah memotong, buat Nalafi berhenti. Dada keduanya berdegup tak karuan, mungkin keduanya juga dapat saling merasakan debaran.

Tangan Noah naik menangkup pipi putih Nalafi. Dibawanya wajah itu mendekat sebelum ia pertemukan bibir keduanya.

Nalafi meremat kemeja Noah erat-erat, mencoba mencari pegangan karena tangannya mulai gemetaran saking berdebarnya.

Nalafi mungkin hampir pingsan ketika Noah melumat bibirnya. Akibatnya, Nalafi kehilangan kekuatan atas tubuhnya, rasanya tubuhnya meleleh akibat perlakuan Noah padanya.

Noah kemudian menarik diri menjauh, menatap wajah Nala yang merona seluruhnya.

"Noah, aku malu." Nalafi sontak menutupi kedua wajahnya ketika sadar Noah betah menatapnya.

"Gak perlu malu gitu, kamu kan pacarku sekarang." Noah terkekeh sembari menarik Nalafi mendekat, memeluknya erat-erat.

"Astaga, Noah~!"

Kencan malam ini ditutup dengan kecupan singkat Nalafi pada pipi Noah, buat pemuda tampan itu sontak melongo dengan wajah bodoh.

Nalafi tertawa jenaka, mendorong tubuhnya untuk berdiri lantas menarik tangan Noah untuk bergabung.

"Yuk, pulang."

Keduanya berjalan menyusuri taman tempat kencan sederhana mereka. Ditatapnya lagi wajah Nalafi yang disinari rembulan, dikaguminya berkali-kali pahatan sempurna tanpa cela.

Nalafi bukan main cantiknya. Sungguh manis parasnya.

Noah jatuh cinta.

























hi, long time no see 👋

Continue Reading

You'll Also Like

201K 21.7K 41
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...
7.8K 526 33
Berawal dari perjodohan hingga kehidupan nomal jaemin berubah hanya dalam beberapa bulan Berlandasi cinta,dan keserakahan yang tak ada ujungnya,hingg...
8.8K 862 15
[END] Jeno selalu bermimpi tentang orang yang sama. Saking seringnya, membuat ia kebingungan mengapa pemuda itu selalu hadir ke dalam mimpinya. Perta...
724K 67.6K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...