Surat Takdir Dari Tuhan ✔️

Par __jummiazizah

23.2K 1.8K 284

[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pi... Plus

[1] Manusia-Manusia Ganteng!
[2] Saudara Paling Akur!
[3] Kelas Yang Sangat Rukun!
[4] Ada Bidadari!
[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!
[6] Rencana Makan Bakso!
[8] Berterimakasih Itu Susah!
[9] Tempat Berteduh!
[10] Hukuman Di Lapangan!
[11] Majelis!
[12] Perihal Kesopanan!
[13] Saingan!
[14] Dia Datang!
[15] Menolak Menjadi Pecundang!
[16] Ada Yang Hilang!
[17] Kado Kecil Untuk Fyan!
[18] Takdir!
[19] Do'a!
[20] Kedekatan!
[21] Keputusan!
[22] Terimakasih !
[23] Ikhlas?!
[24] Acara 2 sahabat!
[25] Foto Lama!
[26] Ada Yang Mengejar Dan Ada Yang Berhenti!
[27] Martabat Seorang Wanita!
[28] The Real Hijrah!
[29] Pondasi!
[30] Hari Kelulusan!
[31] Menyempurnakan Separuh Agama!
[32] Takdir Ilahi!
Surat Takdir Dari Tuhan [THE END]

[7] Seisi Kantin Jadi Heboh!

579 58 9
Par __jummiazizah

***

Akhyar dibuat bingung dengan ketiga pemuda yang biasanya ribut dikelas menjadi pendiam. Azlan, Afnan dan Sandy sejak tadi diam membisu, tak urung saling melempar tatapan membunuh jika netra mereka bertemu.

Sang ustadz muda mendekat pada dua saudara Atharauf. "Ada masalah, yaa?"

Azlan yang lebih dulu mengangkat pandangan. Sejenak ia melirik adiknya yang tengah berkutak dengan benda pipih ditangannya.

"Nggak kok, stadz." Azlan tersenyum lebar, upaya meyakinkan Akhyar.

Randi yang selesai menyalin tugas dari buku Akhyar langsung berbalik kebelakang.

"Aneh kalau sehari aja kalian nggak ngereog." Tutur bocah itu.

"Yaelah, gue juga mau kalem kali!" Sanggah Azlan.

Fitrah datang membawa batagor di mangkuk plastik. Hasil minta-minta traktiran pada siswi sekelas.

"Siapa yang mau kalem?" tanya Fitrah sembari mengunyah batagor dengan khidmat.

"Gue." Azlan menunjuk dirinya sendiri.

Fitrah manggut-manggut, "nggak cocok!"

Sulung Atharauf mendelik sinis, "jingan, gue ini sebenarnya kalem bin cuek, cuma terpengaruh kalian yang bobrok."

Akhyar menggeleng pelan. Azlan tidak berubah, masih cerewet seperti biasa.

Randi mendengus, "lo yang nggak kalem, kok yang salah kita-kita?!!"

"Kan pengaruh orang sekitar." Terang Azlan.

Afnan mematikan layar ponsel kemudian mendongak pelan. "Gue laper..."

Fitrah menyodorkan mangkuk batagor yang sisa bumbunya saja. "Nih, makan!"

Afnan langsung emosi, "batagornya udah abis, jingan!!"

Fitrah yang masih mengunyah langsung tersedak. Ia terbatuk-batuk nyaris kehabisan nafas.

"Mati aja lo, jingan!" Sembur Afnan pedas.

***

Agung terus membuntuti sahabatnya yang tidak pernah mengeluarkan suara sejak tadi pagi. Sandy terus mengeraskan rahang seakan siap menghantam siapa saja yang ada di depannya.

Agung bergidik ngeri, "mukanya di lembutin dikit dong, San!"

Lirikan tajam dari Sandy membuat Agung langsung kicep.

"Etdah, ngeri-ngeri!!" lirih Agung mencebikkan bibir.

Mereka sampai di depan ruang kepala sekolah. Sandy langsung mendudukkan diri di teras depan ruangan itu, bersedekap dada memandang tajam pintu didepan.

Agung ikut duduk disampingnya. "Tuh pintu bentar lagi berlubang."

"Agung Muazzam." Panggil Sandy menyebutkan nama lengkap orang di sampingnya.

"Naon?"

"Bunuh adek sendiri dosa nggak?"

Agung meneguk ludah susah payah. "Bukan adek doang, bunuh orang lain pun dosa."

Sandy manggut-manggut. "Berhubung gue takut dosa, yaudah... Tahan-tahan aja."

"Lo ada niatan mau bunuh adek lo, yaa?"

"He'em, dari dia lahir."

"Se-nggak suka itu?"

"Bukan nggak suka lagi, udah ke level benci."

Agung memilih diam, ia tidak tahu adik Sandy itu bagaimana. Mereka belum pernah bertemu. Ia hanya mendengar cerita dari sahabatnya, bagaimana Sandy begitu benci dengan anak yang karena kelahirannya membuat Sandy kehilangan ibunya.

"Lo pasti mirip banget ama adek lo."

***

"Kantin yuk, Dhif." Ajak Silmi pada sahabatnya.

Nadhif menoleh, "tumben, tapi ayo, kebetulan aku laper nih."

Keduanya berjalan keluar, bersama-sama melangkah menuju kantin sekolah.

"Besok-besok bawa bekal deh," timpal Silmi.

"Boleh."

Karena kantin sekolah tak begitu jauh, mereka telah sampai disana. Kantin terlihat sangat ramai. Terlihat laki-laki dan perempuan saling berdesakan.

"Seharusnya kita ke kantin yang satu aja." Tutur Nadhif meringis pelan melihat beberapa jilbab-jilbab siswi terkotori saus kecap ataupun saus sambal.

Silmi celingukan, "nah, itu! Kita kebagian itu, nggak terlalu banyak orang." Tunjuknya pada sudut kantin yang hanya diisi beberapa siswi.

Silmi menggenggam tangan Nadhif, menuntun sahabatnya ketempat tujuan.

Kerumunan orang-orang membuat Silmi dan Nadhif semakin berjalan cepat. Takut-takut tertabrak, apalagi jika itu ikhwan.

Azlan, Afnan, Fitrah dan Randi juga ada di kantin ini. Tentu atensi mereka fokus pada dua gadis bercadar yang terlihat berjalan dengan takut.

Afnan membulatkan mata ketika seorang siswa  tertabrak dan hampir tumbang. Siswa itu pasti akan terjatuh dan Afnan meyakini akan menimpa Nadhif yang ada di sampingnya.

Afnan berlari dengan cekatan.

"Awas!"

Siswa tersebut menabrak kencang punggung Afnan yang ternyata berhasil menghalangnya menabrak Nadhif.

Nadhif menahan nafas, reflek melepaskan genggaman tangan sahabatnya.

Gadis itu menoleh dengan kaku, nafasnya seakan hilang ketika mendapati Afnan berjarak sangat dekat dengannya.

Kemudian, netranya bertemu langsung dengan mata indah milik pemuda itu.

Azlan dan kedua sahabatnya mendekat. Membantu siswa yang menabrak punggung Afnan tadi untuk bangkit sebab dia langsung terjatuh tadi.

Silmi loading sebentar, kemudian kesadarannya kembali.

Ini posisinya kok ambigu?! Silmi membatin.

"Ekhem!!" Silmi dan Azlan berdeham secara bersamaan. Hal itu membuat mereka saling melempar pandangan.

Kemudian, barulah Nadhif menjauh dari Afnan. Pemuda itu juga kembali berdiri tegak, ia mengusap tengkuknya yang tak gatal, canggung.

"Cie... Cie..." sorak Fitrah dan Randi.

"Jadi pahlawan tepat waktu nih ceritanya." Azlan ikut menyeletuk.

"Ekhem, tamat sekolah langsung nikah nggak nih?" seorang siswi bersorak semangat.

Semua seisi kantin langsung bertepuk tangan dengan tawa yang mengalun masuk ke pendengaran.

Nadhif meraih tangan Silmi kemudian membawa sahabatnya keluar dari kantin. Ia berjalan terburu-buru dengan jantung berdebar-debar sebab merasa was-was.

"Tadi kayak adegan di film-film ya, Dhif." Silmi menyengir dibalik cadar.

Nadhif mendengus, "jangan dibahas!"

Tawa Silmi mengalun pelan. "Itu lebih baik daripada kamu ditabrak tadi, Afnan juga nggak sampai nyentuh kamu 'kan?"

Betul juga. Meskipun jarak mereka dekat, pemuda itu terlihat sebisa mungkin tidak bersentuhan dengannya.

"Kamu tau darimana nama dia?" Nadhif lebih heran dengan fakta sahabatnya telah mengetahui nama pemuda yang jika bertemu dengannya selalu melempar tatapan sinis. Entah, pemuda bernama Afnan itu ada masalah apa dengannya.

"Kan, liat papan namanya."

Nadhif tidak pernah memperhatikan papan nama orang, 'kan tidak penting. Iya, tidak penting pokoknya! Nadhif meyakinkan diri dalam hati.

"Nanti, bilang makasih."

Nadhif langsung melemas, "nggak mau, coba aja laki-laki lain, nggak apa-apa. Lah ini harus dia, nggak mau aku."

"Harus, sekecil apapun itu. Dia udah nolongin kamu loh. Masa ngucapin makasih aja nggak mau."

"Iya... tapi kenapa harus dia?" gumam Nadhif yang masih terdengar ditelinga gadis pendek disampingnya.

"Kamu nggak suka dia?" tanya Silmi heran.

Nadhif menggeleng cepat, "bukan nggak suka, tapi... ah, pokoknya gitulah!"

Silmi tersenyum penuh arti. Ia manggut-manggut seolah mengerti.

"Kamu suka dia, makanya kamu nggak mau sering ketemu."

***

"Fyan nggak kesini, ya..?"

Wais lesu. Sejak kemarin ponsel sahabatnya tidak aktif. Fyan juga absen disekolah hari ini. Naluri seorang anak kecil mengatakan Fyan sedang tidak baik-baik saja.

Afnan meringis melihat kondisi Wais dari atas sampai bawah. Lingkaran dibawah mata sudah menjawab pertanyaan yang bersarang di otaknya. Wais pasti tidak tidur, ia khawatir pada Fyan sampai melupakan kondisi sendiri.

"Ngeliat lo nggak bersemangat gini, gue juga ikutan nggak semangat, Cil. Padahal gue punya gosip terbaru..." tutur Afnan.

Wais mendongak menatap Afnan, "abang juga!! Kenapa tinggi banget?!!" gerutunya.

"Lah, bocah. Lo aja yang terlalu pendek!"

"Abang Azlan mana?!"

"Ada tuh—"

"Kenapa nyari gue, Cil? Kangen, yaa..."

Tiba-tiba Azlan telah muncul dari dapur, ia membawa segelas air putih di genggamannya.

"Nggak berfaedah banget rindu ama ente." Celetuk Wais kejam, Afnan meledakkan tawa.

Sekarang Azlan benar-benar ingin melempar gelas kaca kearah kedua makhluk itu.

"Terserah, males ladenin bocil kematian." Azlan dengan santai meneguk air putihnya.

"Abang kok makin jelek?"

Byurr

Air putih yang belum masuk kedalam kerongkongan, langsung tersembur keluar secara paksa. Kaget Azlan dibuatnya. Semakin hari, mulut Wais semakin pedas saja.

"HEHH!!" Teriaknya emosi. Tanduknya sudah tumbuh, telinganya sudah mengeluarkan banyak asap.

"Gue cincang lo lama-lama," desis Azlan emosi.

Wais mencibir, "apa wajahku terlihat peduli?"




Tbc.

Follow IG :

wattpad.mejza_

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Raffasya Par Maryam

Roman pour Adolescents

278 105 7
Udah follow? Belum! Waduh, follow dulu sayang biar nyaman bacanya. Starting from : 19 april 2024 Finished : -- hay, kenalin ini cerita baru aku. sem...
1.6M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
Forget Me Not Par Elrhmh

Roman pour Adolescents

926 100 9
Tahun 2021 masa dimana banyaknya quotes tentang; "Tanpa disadari, sebenarnya kita sudah bertemu dengan jodoh kita sejak tahun 2016." Pada awalnya, Ay...
RELASI RASA [END] Par GIPOL

Roman pour Adolescents

62.5K 3.1K 33
Tersemat Janji indah yang mulai kandas seirama dengan perasaan, ucapan manis yang mengawali terbitnya senyum kini telah berganti hati. Kami bukan tem...