Surat Takdir Dari Tuhan ✔️

By sweet_juminie

24K 1.9K 284

[TAHAP REVISI] Setelah merasa bebas karena berhenti mondok dan melanjutkan pendidikan di bangku MA, Azlan pi... More

[1] Manusia-Manusia Ganteng!
[2] Saudara Paling Akur!
[3] Kelas Yang Sangat Rukun!
[4] Ada Bidadari!
[6] Rencana Makan Bakso!
[7] Seisi Kantin Jadi Heboh!
[8] Berterimakasih Itu Susah!
[9] Tempat Berteduh!
[10] Hukuman Di Lapangan!
[11] Majelis!
[12] Perihal Kesopanan!
[13] Saingan!
[14] Dia Datang!
[15] Menolak Menjadi Pecundang!
[16] Ada Yang Hilang!
[17] Kado Kecil Untuk Fyan!
[18] Takdir!
[19] Do'a!
[20] Kedekatan!
[21] Keputusan!
[22] Terimakasih !
[23] Ikhlas?!
[24] Acara 2 sahabat!
[25] Foto Lama!
[26] Ada Yang Mengejar Dan Ada Yang Berhenti!
[27] Martabat Seorang Wanita!
[28] The Real Hijrah!
[29] Pondasi!
[30] Hari Kelulusan!
[31] Menyempurnakan Separuh Agama!
[32] Takdir Ilahi!
Surat Takdir Dari Tuhan [THE END]

[5] Jalan Menuju Mushola Sekolah!

828 69 18
By sweet_juminie

***

"Ada nggak pengobat rindu selain ketemu?" tanya Azlan lesuh, ia selonjoran di lantai kelas. Tidak peduli bajunya yang terkotori oleh debu. Matanya sudah sayu, ia mengantuk.

Sandy yang duduk dikursi tak jauh jaraknya dari Azlan mengerutkan kening. "Rindu sama siapa emang?"

Kesadaran Azlan hampir hilang, matanya sudah tertutup tapi mulutnya masih mampu mengeluarkan suara.

"Ama, tante Ruqayyah..." gumamnya.

Tangan Sandy terkepal, ia menatap nyalang pada sepupunya yang tidak menyadari tatapannya, Azlan sudah tidur setelah berhasil membuat Sandy sakit hati.

"Kenapa?" Agung mendekat dan bertanya, ia heran saat menyadari raut wajah sahabatnya yang mengeras tak enak di pandang.

"Nggak!" Decit Sandy.

"Kok sewot?!"

"Sstt, bacot lo!"

Agung menahan nafas, ia mengusap dadanya pelan. "Astagfirullah, dosa apa guee?..."

Kemudian pemuda tinggi itu mendudukkan diri di samping Sandy. Ia menatap wajah sahabatnya yang mulai melembut. Agung tersenyum tipis.

"Gue heran, lo bilang gue sahabat lo 'kan?"

Sandy meliriknya dengan ekor mata, "emang pernah gue bilang lo anak gue?"

"Hah, kamprett! Gue nggak bakal ngomong lagi ama lo! " Ceritanya Agung merajuk.

"Iya-iya, lo sahabat gue. Sahabat rasa saudara." Sandy seperti tidak bersungguh-sungguh mengatakannya tapi Agung merasa bangga.

Pemuda jangkung itu beralih pada Azlan yang terlihat tidak nyaman di tidurnya.

"Mimpi buruk keknya tuh anak," tunjuk Agung pada Azlan.

Sandy ikut menatap sepupunya, dia mimpiin orang yang paling gue sayang.

***

Petikan gitar mengalun indah, terus bersenandung hingga telinga candu dibuatnya. Afnan yang memainkan gitar itu menutup mata, bersiap mengeluarkan suara emasnya.

Saat ini keempat laki-laki berbeda usia sedang duduk bersila diatas karpet, mereka berada di taman belakang rumah. Tempat yang cukup menyejukkan untuk menenangkan pikiran dan menambah energi yang hampir habis terkuras.

"Memenangkan hatiku bukanlah,
suatu hal yang mudah.
Kau berhasil membuat ku tak bisa
hidup tanpamu..."

Azlan menutup matanya sembari tersenyum tipis, ia dibuat candu dengan suara adiknya. Indah sekali, ada baiknya Afnan terus seperti ini daripada sibuk berceloteh yang tak berfaedah seperti biasanya.

"Beruntungnya aku...
dimiliki... Kamu...."

Bungsu Atharauf terus bernyanyi, hingga dibagian reff suaranya bergetar.

"Kamu adalah bukti,
dari cantiknya paras dan hati,
kau jadi harmoni saat ku bernyanyi,
tentang terang dan gelapnya hidup ini."

Ketiga laki-laki berbeda usia yang duduk mengelilingi Afnan langsung bengong saat menyadari Afnan bernyanyi dengan air mata yang mengalir di pipi.

"Kaulah bentuk terindah,
dari baiknya Tuhan padaku...
waktu tak—"

"Yah, bang Isrul baperan!" Celetuk Wais membuat Afnan menghentikan nyanyian dan petikan gitarnya.

Ia langsung mengusap pipinya yang basah, "gue nggak sadar..."

Azlan tertawa mengejek, "Wais, Fyan, abang kalian yang satu ini lagi jatuh cinta..." Ujarnya sembari menunjuk Afnan.

Pemuda yang ditunjuk tersenyum licik, "kiw kiw, lulus sekolah abang nikah!"

Mata Fyan nampak berbinar polos. "Bentar lagi dong."

Wais menampeleng kepala sahabatnya keras, heran mengapa Fyan bisa sepolos itu.

"Emang ceweknya mau sama abang?" tanya Wais yang membuat Azlan meledakkan tawa. Sedangkan Afnan hanya mendelik.

"Sama aja lo kek, Azlan!"

"Pasti mau dong, bang Isrul 'kan baik dan ganteng." Puji Fyan. Afnan yang sempat kesal langsung sumringah.

"Aaaa... Emang, ya, adek abang yang satu ini paling ngerti abang itu gimana..." Afnan mencubit pipi Fyan gemas membuat pipi adik sepupunya memerah.

Wais mencebikkan bibir, "ceweknya pasti nolak, abang'kan sinting!"

Bocah itu langsung berlari menjauh saat Afnan memelototinya. "Heh! Bocil kematian, Jangan harap lo masih liat matahari besok!!"

***

"Atharauf Azlan Nuzula! Apa itu Erlen Meyer?!!"

Azlan yang sibuk berkutak dengan handphone langsung menegakkan badan. Suara guru kimia yang melengking menyadari Azlan jika ia ketahuan tidak memperhatikan pelajaran. Semua pasang mata tertuju padanya.

Sandy dan Agung mengatupkan bibir menahan tawa. Sedangkan Afnan yang duduk disamping kakaknya itu menggeleng kasihan, siapa suruh sih main HP pas jam pembelajaran!

"Apa, bu? Coba ulang."

Bu Wahyuni mengatur nafas, "Erlen Meyer, apa itu?!" ulangnya mengajukan pertanyaan yang sama.

"Oh, itu bu... salah satu make-up cewek." Bangga Azlan menjawabnya.

"Itu, eyeliner, bang!" Sahut Afnan cukup keras hingga seluruh murid mendengarnya. Tawa satu kelas menyadarkan Azlan jika ia salah jawab.

Randi berbalik dengan wajah memerah lantaran tertawa. "Lucu banget lo, Azlan!"

Azlan mencebik kesal.

"Akhyar, apa itu Erlen Meyer...?" bu Wahyuni beralih bertanya pada Akhyar.

Pemuda bergelar ustadz muda itu berdiri segera.

"Erlen Meyer, salah satu peralatan laboratorium. Terbuat dari kaca, ukurannya bervariasi, mulai dari 50 mili sampai 1000 mili liter. Fungsi dari Erlen Meyer adalah sebagai wadah pencampur dan juga sebagai tempat pembakaran."

Bu Wahyuni tersenyum, kemudian menatap tajam kearah Azlan. "Kamu dengar itu, Azlan?!"

Azlan mengangguk ogah-ogahan.

"Kali ini saya maafkan, jangan diulangi..." bu Wahyuni membereskan peralatan yang tadi dibawanya. "Baik... Sebelum saya keluar, ada yang mau bertanya?"

Azlan langsung mengangkat tangan tinggi-tinggi. Seluruh murid memusatkan atensi padanya lagi. Beberapa siswa mendengus, mau apalagi bocah ini?

Bu Wahyuni mengangguk mempersilakan.

"Gunanya pelajaran ini buat masa depan saya apa, bu?" Tanya Azlan sembari tersenyum lebar memperlihatkan dua gingsul yang terdapat di sisi kiri dan kanan giginya.

Seluruh murid melongo, nyawa Azlan ada berapa sampai berani bertanya seperti itu?

"Cita-cita kamu apa memangnya?" tanya bu Wahyuni berusaha tenang.

"Masuk surga!" Sorak Azlan semangat.

Akhyar dan Fitrah tak kuasa menahan tawanya. Keduanya menutup mulut agar suara tawa mereka tak terdengar oleh guru diatas.

Sedangkan Afnan langsung menepuk jidatnya pasrah. Ia tidak tahu terbuat dari apa otak saudaranya ini.

Agak laen!! Batinnya misuh-misuh.

"Cita-cita yang mau kamu capai didunia, Azlan Nuzula...." bu Wahyuni hampir habis kesabaran.

"Oh, didunia, ya, bu. Saya mau jadi petani!"

Seisi kelas diisi dengan tawa murid 12A. Seru sekali memiliki teman seperti Azlan yang super receh.

Afnan melotot, "serius?!"

"Ssttt, ngarang doang gue..." bisik Azlan.

Bu Wahyuni kehabisan kata-kata. Gunanya kimia untuk petani apa, ya?

"Pokoknya itu bakal berguna buat kamu nanti."

"Tapi gunanya apa, bu?!!" Azlan semakin mendesak.

"Waktu saya sudah habis, selamat bertemu pekan depan." Bu Wahyuni langsung pamit, ia pergi dengan terburu-buru sampai lupa mengucap salam.

"Gila lo, Lan! Nilai lu bakal mines nanti." Agung mendekat mengeluarkan isi pikirannya yang sudah ia tahan sejak tadi.

"Iya, loh. Mines akhlak banget!" Timpal Fitrah.

Azlan hanya membalas dengan cengiran khasnya.

"Janji deh nggak gitu lagi, kalau saya gitu lagi, saya janji lagi."

Afnan tersenyum masam. "Maaf, dia bukan abang gue!"

***

Silmi berlari terbirit-birit menuju mushola sekolah. Adzan telah berkumandang sejak 5 menit yang lalu, ia terlambat karena peniti khimarnya hilang. Alhasil ia harus pergi ke kelas dulu mengambil peniti di ranselnya. Nadhif tidak bersamanya, ia menyuruh sahabatnya untuk duluan saja.

"Eh, tunggu!"

Gadis itu spontan menghentikan langkahnya. Ia berbalik cepat, hingga menemukan atensi seorang siswa yang ditemuinya kemarin. Silmi langsung menunduk.

Siswa itu yang tak lain merupakan Azlan mendekat, menyodorkan cadar putih pada Silmi.

"Cadar kamu jatuh." Jelasnya sembari menyodorkan cadar gadis itu.

Silmi meringis dengan kondisi cadarnya yang kotor dipenuhi debu. Ia memang selalu mengganti cadar setiap akan sholat, karena terlalu terburu-buru tadi sampai tidak menyadari cadarnya lepas dari genggamannya.

"Syukron." Silmi berterimakasih kemudian menerima cadarnya dengan hati-hati. Takut tangannya bersentuhan dengan pemuda itu.

Azlan yang sadar segera menjauhkan tangannya.

"Kalau gitu saya permisi." Pamit Azlan berlalu pergi. Bibirnya berkedut menahan senyum, hatinya menghangat berada dekat dengan gadis itu.

Silmi berjalan dibelakang, ia menyadari pemuda itu juga berniat ke mushola. Kepalanya terangkat, menatap punggung tegap Azlan.

Tanpa sadar, bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis dibalik cadar.









Tbc.

Follow IG :

wattpad.mejza_

Continue Reading

You'll Also Like

413 73 8
Gus? yang ada di pikiran kalian jika dia seorang Gus itu apa? pastinya seorang anak kyai yang tampan, belajar agama dengan sungguh sungguh, dan memba...
64.9K 5.3K 28
(FOLLOW AKUN) Arfa Zahransyah LauhulMahfudz sangat tegas soal agama terhadap ke-tiga adik perempuannya. Hingga keluarlah empat peraturan yang ia buat...
206K 11.8K 15
(Sekuel Dianggap Sang Pendosa) | Bisa dibaca terpisah Pertemanan yang seharusnya berjalan dengan baik harus terputus karena seorang Ning dari Pondok...
2.4K 274 15
Update 1 hari 2/1 kali! FOLLOW DULU SEBELUM BACA🙌🏻🙌🏻 "jika semesta berpihak, mari hidup bersama." Sosok perempuan cantik bernama Azalea Kayla Az...