(Seri 2) D'FORSE | FINDING TH...

By omerafe

29.8K 3.7K 453

Setelah berhasil keluar dari dimensi kerajaan D'Forse, Varischa berniat masuk kembali ke dalam dimensi keraja... More

PRA KATA
PROLOG - STEPHEN
BAB 1 - PERTEMUAN KETURUNAN KESATRIA PEDRO
BAB 2 - TURN BACK TIME
BAB 3 - GUA PUTIH
BAB 4 - LEMBAH DIRMAGA
PENTING! DIBACA!
BAB 5 - D'JINO
BAB 6 - DIBALIK PERCINTAAN
BAB 7 - PERSIAPAN PERANG
BAB 8 - PERJALANAN MENUJU LEMBAH DIRMAGA
BAB 9 - PENGARUH ANTHANASIUS
BAB 10 - HEWAN DI ATAS DINDING GUA
BAB 11 - SANG TETUA
INFO INSTAGRAM
BAB 13 - PERTEMPURAN
BAB 14 - PERTEMPURAN (2)
BAB 15 - AKHIR DARI SEGALANYA
BOYKOT NCT!

BAB 12 - ANTHANASIUS DAN VARISCHA

1.1K 132 26
By omerafe

Selamat tahun baru 2024 guyss!!!

Maaf kalau banyak typo.
Update tanpa revisi soalnya.

-BAB 12-

|ANTHANASIUS DAN VARISCHA|

"Ya. Aku sudah lama menunggumu. Menunggu sesuatu yang kau bawa keluar dari dimensi ini."

Pandangan Anthanasius turun ke arah leher Varischa. Varischa menyadarinya, Anthanasius pasti mengincar kalung Ratu Ramera yang ia kenakan.

"Kau menginginkannya?" Varischa menyentuh kalung itu.

"Tentu saja." Anthanasius menjawab dengan tatapan mata tajam.

"Kalau begitu, kalahkan aku dulu!"

"AARRGGHHHH."

Kepala Anthanasius mendongak ke atas disertai mata yang melotot dan mulut yang menganga sembari berteriak. Kemudian sebuah cahaya berwarna merah muncul dalam tubuhnya, yang lama kelamaan cahaya itu keluar dari dalam tubuh Anthanasius dan membentuk suatu rupa. Baik para Putra Kerajaan, Raja Ambraka, dan Varischa, cukup membuat mereka menganga atas kekuatan yang dimiliki oleh Anthanasius. Pasalnya cahaya tersebut terbentuk menjadi seorang monster dengan tinggi 30 kaki, lebih tinggi dari pada Raja Ambraka sendiri.

"Aku tidak menyangka dia mengkhianati kita sedalam ini," gumam Pangeran Inocenzio dengan resah.

Sebuah monster telah terbentuk. Tapi rupanya tak lebih seperti beruang bertubuh coklat gelap dengan gigi taring yang mencuat. Monster beruang itu melompat ke bawah singgasana, lebih tepatnya ke depan para Varischa dan yang lain. Mereka tersentak sedetik setelah kejadian. Sementara di atas sana, Anthanasius tertawa pelan karena berhasil menciptakan monster kedua, setelah sebelumnya telah menciptakan Tarantula raksasa. Kali ini sama dengan Tarantula raksasa, beruang itu memiliki mata yang merah menyala.

"RAAARGGHHH!" Monster beruang mengaum.

"Heh heh! Jangan berteriak seperti itu. Suaramu hampir membuat gendang telinga kami pecah." Pangeran Hannes bersikap santai dengan menegur monster beruang tersebut.

"Baiklah, kali ini aku harus memperlihatkan kekuataan dari para pasukanku. Apa kalian siap?" Pangeran Hannes sepertinya sudah tidak sabar untuk menunjukkan aksinya.

"Sebaiknya kita mundur, biarkan Hannes yang menyelesaikan ini. Jika keadannya tidak membaik, kita harus segera menolong Hannes." Raja Maizer memberikan perintahnya pada yang lain untuk mundur.

Yang lain setuju pada rencana Raja Maizer. Ini bukan berarti Raja Maizer tega membeiarkan Adiknya menyerang si monster beruang sendirian. Tapi ia percaya bahwa Pangeran Hanes pasti bisa mengalahkan si monster beruang itu sendirian, mengingat Pangeran Hannes memiliki kelicikan dan memiliki kecerdasan tingkat tinggi di antara saudaranya yang lain. Apalagi Pangeran Hannes juga memiliki pasukan yang hebat, sudah bisa dipastikan bahwa Pangeran Hannes bisa menang.

"Pasukanku... Tunjukkanlah permainan yang indah!"

Dengan satu perintah saja, pasukan air itu langsung bergerak saling mendekat. Tubuh mereka yang awalnya terbagi menjadi banyaknya pasukan, kini berubah menjadi bentruk abstrak. Mereka seperti mengalir untuk saling menyatukan diri. Bedanya mereka tidak mengalir ke bawah, namun mengalir ke atas, seperti memanjat. Tak lama, wujudnya mereka mulai terbentuk dan lama kelamaan terlihat jelas. Ternyata pasukan air itu menyatu untuk membentuk monster beruang yang mirip seperti monster beruang yang dibuat oleh Anthanasius.

Monster beruang itu pun juga mengaum untuk menantang monster beruang yang sudah siap untuk menyerang. Monster beruang lebih dulu melakukan penyerangan pada beruang air. Namun, beruang air tak tersentuh ketika monster beruang hendak menghantam beruang air. Tubuh beruang air yang terbuat dari air membuatnya seperti transparan ketika disentuh. Monster beruang seperti menembus tubuh si beruang air tersebut.

Kini giliran beruang air yang memberikan perlawanan. Beruang air dapat dengan mudah memberikan perlawanan pada monster beruang. Satu pukulan telak telah melesat ke wajah monster beruang, hingga membuat tubuhnya oleng ke belakang. Kemudian beruang air mentekel kaki monster beruang hingga membuatnya terjatuh terjerembab ke permukaan gua yang dingin.

"YA! BAGUS SEKALI!" Pangeran Hannes bersorak kegirangan kala dengan mudahnya beruang air mengalahkan monster beruang.

Anthanasius menggeram, kemudian ia mengeluarkan mantra kembali untuk memberikan perlawanan terhadap monster beruang air milik Pangeran Hannes. Tak lama, wujud monster beruang berubah secara perlahan seperti dimainkan oleh sebuah sihir. Kali ini tak berbentuk monster beruang lagi, namun berbentuk manusia raksasa dengan tubuh yang terbuat dari pasir. Tampaknya ini menjadi ancaman untuk beruang air.

"Wow, kau tau kalau air akan menyatu dengan pasir, Anthanasius. Kau pintar sekali untuk mengalahkan pasukan air ku. Tapi ingat, aku tidak sebodoh itu," Gema Hannes di dalam gua.

Raksasa pasir kemudian berjalan ke arah beruang air yang turut melakukan hal sama. Keduanya kini bersiap untuk melakukan pertaruhan yang kedua. Beruang air kemudian berlari ke arah si raksasa pasir, hendak mendorong raksasa pasir dengan tubuhnya. Namun sayang, begitu beruang air sampai di hadapan raksasa pasir, tubuhnya malah menyatu ke tubuh raksasa pasir, seperti tersedot dan lengket bagaikan adonan. Beberapa tetesan air juga keluar dari tubuh raksasa pasir dan warna dari tubuh raksasa pasir sedikit gelap, seperti pasir pantai yang mulanya kering kemudian berubah warna menjadi lebih gelap karena terkena deburan ombak.

Untuk sesaat keadaan hening, kecuali tawa kemenangan dari raksasa pasir yang seakan berhasil mengalahkan beruang air milik Pangeran Hannes. Raja Maizer, Raja Ambraka, Varischa, Pangeran Jeofrel, Pangeran Inocenzio, Pangeran Rugero, dan Pangeran Jemiriel yang kini bersembunyi di balik bebatuan, menyaksikan dengan cemas bagaimana beruang air hilang bak tertelan oleh raksasa pasir. Mereka seakan tak percaya bahwa pasukan milik Pangeran Hannes yang terkenal licik, bisa dikalahkan dengan mudah hanya dalam waktu beberapa detik.

"Bagaimana Hannes? Masih ingin bermain?" Anthanasius mengeluarkan suara serak. Pertanyaan Tetua itu seperti hendak mempermainkan emosi Pangeran Hannes.

Tak lama setelah itu, tubuh raksasa pasir yang semula membelakangi Pangeran Hannes, berputar sepenuhnya dan berjalan mendekati sang Pangeran air.

"Hannes! Mundurlah!

Pangeran Hannes seolah tuli. Dia sengaja tidak berpindah atau pun menjauh dari raksasa pasir itu. Karena sesungguhnya Pangeran tahu bahwa ini bukanlah akhir. Lambat laun raksasa pasir itu sampai di hadapannya. Kemudian perlahan tubuh raksasa pasir membungkuk ke bawah, serta diiringi gerakan tangannya yang bergerak ke arah Pangeran Hannes. Dalam posisi terdesak seperti itu pun, Pangeran Hannes tak kunjung beranjak atau lari dari hadapan raksasa pasir.

Sungguh, demi apapun dan demi seisi alam semesta, Raja Maizer takut Adiknya kenapa-kenapa. Meskipun wajahnya datar dan tidak terlihat panik, tetapi pancaran matanya tidak bisa bohong kalau ia sangat gelisah dengan keselamatan Pangeran Hannes. Mereka memang abadi, tidak akan mati meskipun ditikam berkali-kali, bahkan luka yang mereka dapatkan bisa menghilang dalam sekejap mata dan kembali sehat seperti semula. Persis yang dialami Pangeran Jeofrel saat dicakar oleh pasukan serigala tadi. Namun, seiring banyaknya luka, tingkat kekuatan dan daya tahan tubuh mereka akan 1 tingkat menurun. Dan ini dapat mengakibatkan efek fisik yang melemah seiring berjalannya waktu.

Pangeran Jeofrel, Pangeran Inocenzio, Pangeran Rugero, dan Pangeran Jemiriel tidak kunjung bergerak untuk menyelamatkan Pangeran Hannes. Entah kenapa, tapi mereka seolah mendapatkan perintah dari Pangeran Hannes, bahwa ia akan baik-baik saja dan jangan melakukan perlawanan. Bahkan, kejadian di depan mata mereka yang sedikit lagi dapat membahayakan Pangeran Hannes, tak kunjung memberikan mereka kesadaran untuk menyelamatkan si Pangeran air tersebut.

"Aku tahu kalian khawatir, tapi biarkan Hannes menyelesaikannya sendiri." Raja Maizer memberikan petuah, yang mana sebenarnya ia ragu juga.

Keempat Adik Raja Maizer mengerti maksud perkataan Kakak tertua ini. Raja Ambraka juga paham kalau Pangeran Hannes tidak akan kenapa-kenapa. Tapi yang sejak tadi cemas berlebihan adalah Varischa. Bahkan, Aryina yang tadinya tersandang di punggung kecil itu, kini berpindah tempat di genggamannya yang mungil. Varischa benar-benar menggenggam Aryina sekuat tenaga, bersiap-siap untuk melayangkan satu anak panah ke raksasa pasir jika seandainya terjadi sesuatu di luar kendali mereka.

Tak lama kemudian, raksasa pasir menggenggam tubuh Pangeran Hannes yang ukurannya seperti 1:10.000, di telapak tangannya sendiri. Tubuh Pangeran Hannes terangkat tinggi seiring raksasa pasir menegakkan tubuhnya yang telah padat karena menyedot pasukan air tadi. Raksasa pasir tertawa karena mengira sudah menang dan mampu mengalahkan Pangeran air terlicik ini. Anthanasius yang masih duduk di atas singgasana milik Raja Ambraka, juga menampilkan senyum licik di balik jenggot putih yang lebat. Tatapan si Tetua nampak tajam dan bengis.

Pangeran Hannes tak bergerak atau meronta sama sekali di dalam genggaman raksasa pasir. Seolah-olah menikmati rasa sakit yang diberikan. Entah itu sakit atau memang tidak merasakan apa-apa, entahlah, yang pasti, Pangeran Hannes memang sangat tenang di posisi seperti itu.

"Sudah puas tertawanya?" Pangeran Hannes bertanya, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangan dari raksasa pasir tersebut.

Tawa raksasa pasir terhenti seketika. Ia memandang bingung sekaligus tak suka pada si Pangeran air.

"Sudahlah, Hannes. Jangan berpura-pura kalau kau kuat. Aku tahu kapasitasmu," sahut Anthanasius bersuara serak.

"Ya, kau memang tahu kapasitasku. Tapi, kau tidak tahu isi otakku, Anthanasius."

Senyuman Anthanasius hilang, dan tak lama kemudian...

Ggrrrr!

Seluruh tubuh saksasa pasir gemetar hebat dan mulutnya mengeluarkan suara seperti sedang menahan sesuatu yang hendak meledak.

"Apa yang kau--?" ucapan Anthanasius terhenti kemudian.

ARRGGGHHH!

Tiba-tiba saja raksasa pasir berteriak nyaring, mengerang seperti merasakan sakit yang luar biasa dari dalam tubuh yang terbuat dari pasir itu. Bahkan, raksasa pasir juga menggeliat hebat, disertai kepala yang mendongak ke atas, mata si raksasa pasir itu terpejam dan mulutnya terbuka lebar. Tak lama, raksasa pasir tumbang ke lantai gua yang dingin, menimbulkan sedikit getaran dan bunyi berdentum yang kuat. Bersamaan dengan jatuhnya raksasa pasir, secara tak terduga pasukan air yang tersedot tadi, mengalir keluar dari sela-sela tubuh si raksasa pasir, bergulir di atas permukaan lantai gua, dan kemudian bergulir naik ke atas seperti sebuah asap.

Tubuh raksasa pasir melebur bak pasir kering di pinggir pantai. Efek air yang menghilang, mengakibatkan pasir terurai dengan mudah. Alhasil, tubuh raksasa pasir yang tegap dan gagah tadi seketika hanya tinggal gundukan pasir yang tak berguna. Semua yang menyaksikan terkesiap, inilah yang dimaksud Pangeran Hannes adalah orang yang paling licik. Awalnya ia terlihat kalah, tapi kemudian ia patahkan rasa bangga lawannya dan menghancurkannya hingga berkeping-keping.

Lalu, bagaimana dengan Pangeran Hannes? Si Pangeran air itu dalam keamanan aman. Tadi, ketika raksasa pasir itu tumbang, Pangeran Hannes masih tetap berada di dalam telapak tangan si raksasa pasir, hingga akhirnya saat ini ia duduk di atas gundukan pasir yang mulanya itu adalah tangan si raksasa.

"Bagaimana, Anthanasius? Masih ingin bermain?" tanya Pangeran Hannes.

Anthanasius hanya diam. Matanya menajam, tapi tidak ada rasa ketakutan sama sekali dari binar mata tersebut. Yang lain, yang tadinya bersembunyi, kini keluar dan mendekati Pangeran Hannes.

Pangeran Hannes berdiri dari posisi duduknya, sambil berucap, "salah satu kelemahan mu adalah, setiap makhluk yang kau ciptakan, tidak akan bisa hidup kembali dan tidak abadi. Sementara aku dan... kita?" Pangeran Hannes tersenyum miring, tidak melanjutkan ucapannya. Dan Anthanasius mengerti maksud ucapan tersebut.

"Ya, kau benar Hannes." Anthanasius turut berdiri dari posisi semedinya. Perlahan, tubuh ringkih itu berjalan menuruni setiap anak tangga singgasana yang terbuat dari batu.

"Kau memang abadi, aku pun begitu, dan semua yang ada di dimensi Azra juga hidup abadi."

Hening, semua orang mendengarkan dengan seksama. Suara berat bercampur serak itu mengelilingi indra pendengaran mereka. Suara berat bercampur serak itu yang mereka dengar lebih dari ratusan tahun, berpaling dan mengkhianati kerajaan. Dulunya menjadi Tetua kerajaan yang sangat disanjungi, kini berubah menjadi yang paling dimusuhi. Roda kehidupan berputar. Hal ini menjadi kenyataan untuk Anthanasius. Dan Roda kehidupannya berputar ke bawah karena ulah ia sendiri.

"Tapi kau lupa 1 hal, Hannes." Rubuh bungkus dan rihgkih itu berhenti, kedua tangan yang telah mengeriput, menumpu pada tongkat yang hanya setinggi pinggangnya.

"Ada sebab mengapa aku melakukan hal ini," lanjut Anthanasius.

Tawa kecil terdengar. Anthanasius memandang ke arah Varischa. Satu-satunya perempuan yang ada di sana. "Seperti yang kukatakan di awal kita berjumpa, aku menginginkan sesuatu yang dibawa keluar dari dimensi ini, Varischa."

Varischa mendengus kesal. Lantas ia melangkah mendekati Anthanasius, sambil berkata, "aku tak bermaksud membawa yang kau inginkan keluar dari dimensi ini, Tetua kerajaan D'Forse. Bukankah kalian yang tidak meminta kalung ini saat aku hendak melewati gerbang Lentera?"

Varischa tampak menantang Anthanasius. Ia sedikit menunduk menatap Anthanasius yang lebih pendek darinya. Jarak mereka hanya beberapa meter kini.

"Perempuan yang dulu terlihat lemah, sekarang begitu pemberani," sarkas Anthanasius, "aku tak meminta kalung itu karena aku tahu hanya kau yang dapat memakainya dan membuatmu kembali masuk ke dalam dimensi ini, Varischa."

Kerutan samar di dahi Varischa tercetak jelas, "kenapa kamu melakukan hal ini? Kau merugikan banyak pihak, Anthanasius. Bahkan, jika kau ingin melakukan ritual lagi, kau harus menunggu bulan purnama selama ratusan tahun ke depan. Dan aku sudah tidak hidup lagi saat itu." Nada suara Varischa terdengar tak terima. Sedikit meninggi.

"Di dunia ini banyak cara untuk melakukan sesuatu, Varischa. Termasuk cara lain untuk keluar dari dimensi ini."

Kerutan-kerutan semakin terlihat jelas di dahi mereka. Kata-kata Anthanasius mengandung makna yang cukup dalam. Keluar dari dimensi ini, cukup sensitif untuk didengar, tetapi ini juga bisa menjadi sebuah pertanda yang tak baik. Apalagi Anthanasius seperti yakin dengan ucapannya.

Varischa menjadi dejavu. Dulu, Anthanasius juga berucap tentang cara keluar dari dimensi Azra. Dan kini, kata-kata itu kembali terucap, seolah waktu kembali diputar ke 9 tahun yang lalu. Apa ritual 9 tahun yang lalu akan terjadi kembali, di saat Varischa sendiri sebenarnya masih trauma akan masa lalu? Kini dia lebih ikhlas dalam menjalani kehidupannya sebagai sebatang kara dan hanya memiliki Tuan Amberson sebagai teman. Apa ia harus menyerah lagi seperti dahulu kala? Apa ia harus kembali ke versi terlemah dirinya?

"Apa maksudmu?" Varischa berbisik lirih.

CRAASHH!

Tiba-tiba Anthanasius mengeluarkan sebuah cahaya merah dari telapak tangannya yang mengakibatkan sekelebat cahaya tersebut terlempar ke arah Varischa. Namun, cahaya yang lebih mirip ke arah serangan itu tidak berhasil mengenai tubuh Varischa, karena dengan cepat Varischa mengangkat Aryina ke depan tubuhnya, sehingga tercipta sebuah tabir berwarna putih yang menghempaskan cahaya merah milik Anthanasius.

Aku akan selalu berada di sisimu

Masih teringat jelas oleh Varischa, saat bertemu dengan Ratu Ramera di luar gua. Apa ini maksudnya? Ratu Ramera akan selalu melindungi Varischa meskipun raganya tak lagi di dunia.

"Ratu Ramera memilihku dan memberikan anugerahnya padaku, Anthanasius. Sekuat apapun kekuatanmu, tidak akan pernah bisa mengalahkanku selagi kalung Ratu Ramera aku genggam."

"Ya... mari mainkan!" tegas Anthanasius sebelum akhirnya berniat melayangkan lagi sebuah cahaya hasil mantra sihirnya kepada Varischa.

Varischa tentu saja dengan cekatan menangkis setiap cahaya berwarna merah itu menggunakan Aryina milik Ratu Ramera. Jika cahaya ini berhasil mengenai tubuh Varischa, mungkin saja tubuhnya akan terpental jauh ke belakang dan mengakibatkan ia celaka. Beberapa kali Varischa memang berhasil mengelak, tetapi perlahan ia mulai tampak kewalahan.

Pangeran Jeofrel berlari maju ke arah Varischa. Tidak akan ia biarkan pujaan hatinya menghadapi hal ini sendirian. Katana pun ia ayunkan untuk menangkis segala serangan, sehingga menciptakan bias cahaya yang pecah tat kala pinggiran Katana bertemu dengan cahaya merah Anthanasius. Tapi makin lama, Anthanasius seperti mengeluarkan semua kekuatannya untuk menyerang Varischa dan Pangeran Jeofrel, sehingga beberapa kali mereka hampir celaka.

Melihat hal itu, Pangeran Inocenzio menarik pedang miliknya dari dalam selongsong baja, dan kemudian berteriak memanggil Varischa.

"VARISCHA!" teriak Pangeran Inocenzio hingga Varischa menoleh. Pangeran Inocenzio lantas melempar pedangnya pada Varischa dan ditangkap dengan sigap tanpa melukai Varischa sedikitpun.

Raja Ambraka berubah wujud menjadi serigala, tak lama ia ikut menyerang Anthanasius. Ia manfaatkan cakar tangannya untuk menghancurkan lemparan cahaya-cahaya merah tersebut. Berkali-kali ia berguling, berusaha menghindar saat hampir saja cahaya itu mengenai tubuhnya. Sementara Raja Maizer, Pangeran Jemiriel, dan Pangeran Rugero lantas segera membantu Varischa dan Pangeran Jeofrel yang agak kewalahan.

Di sisi lain, Pangeran Hannes menggunakan pasukan airnya untuk membentuk sebuah tabir pelindung untuk Pangeran Inocenzio yang pastinya tidak bisa ikut berperang. Hal ini dilakukan, agar terhindar apabila sewaktu-waktu ada cahaya merah yang nyasar dan mengenai Pangeran Inocenzio. Lalu, sisa dari pasukan airnya, ia gunakan untuk menghempas mati cahaya merah hingga kini Anthanasius lah yang kelelahan.

Anthanasius kembali unjuk gigi dengan kekuatannya. Kali ini, ia tidak mengeluarkan serangan seperti tadi ataupun membuat makhluk-makhluk seperti monster beruang dan raksasa pasir untuk menyerang mereka, melainkan dirinyalah yang kini berubah wujud dengan bentuk tak beraturan dan sangat menyeramkan. Tingginya sekitar 5 meter, lebih tinggi dan besar dari pada Raja Ambraka. Semua orang menganga tak percaya atas apa yang mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri.

Bentuknya seperti hewan berkaki empat, sedikit kurus dan dagingnya terlihat sangat keras. Setiap kaki yang hampir mirip tulang itu, memiliki 4 cakar yang tajam. Lehernya sedikit lebih panjang, dan hanya ada sedikit daging di bagian tersebut, ibaratnya sisa tulang belulang yang mencuat keluar seperti cakar dengan jumlah yang banyak. Di kepalanya ada tanduk yang bercabang-cabang, dan kemudian bentuk wajah hewan tersebut tidak bisa dikatakan mirip dengan sesuatu, serta lidah yang sangat panjang menjulur keluar (mirip lidah ular). Warna tubuh lebih gelap dan beberapa bagian tampak berbulu. Ekornya seperti dinosaurus.

Ilustrasi ya guys...
Tapi aku suka banget sama ilustrasi ini. Bentuknya pas dan cantik 😭

Tak lama setelah berubah wujud, Anthanasius dalam wujud... hewan? Bagaimana menyebutnya? Ia mengaum keras seperti monster yang haus akan darah. Ini bagaikan ancaman besar. Sebenarnya kekuatan seperti apa yang dimiliki oleh Anthanasius sehingga bisa berubah wujud sedemikian rupa? Bahkan tampaknya, wujud itu sangat kuat dan tidak bisa dikalahkan hanya dengan sebilah Katana atau senjata tajam lainnya. Apalagi tulang-tulang yang ada di lehernya itu, siapapun tidak akan bisa menungganginya.

"Kita tidak akan bisa mengalahkannya!" Pangeran Inocenzio berkata demikian. Ia sangat cemas.

"Dan dia mengincar Varischa!"

Sepersekian detik setelah ucapan Pangeran Inocenzio, Anthanasius yang berwujud hewan tersebut benar-benar berlari ke arah Varischa. Varischa tak lagi gentar. Apapun itu, siapapun lawannya kini, ia akan melawan dan mengibarkan bendera perang. Termasuk Tetua kerajaan yang sangat dihormati ini.

Varischa mengangkat Aryina, menarik busurnya sehingga anak panah muncul dengan cahaya putih, kemudian ia arahkan busur itu ke arah Anthanasius yang siap menerjang kapan saja. Detik selanjutnya, Varischa melepaskan satu anak panah tersebut, sehingga satu anak panah itu terbelah lagi menjadi banyak anak panah yang kini bergerak untuk menyerang semua sisi tubuh hewan Anthanasius.

"RAAARGGHHH!"

Karena ada tubuh Anthanasius di dalam hewan tersebut, jadi ia dapat merasakan kesakitan ketika seluruh anak panah berhasil menancap ke tubuhnya. Namun, karena kekuatan si Tetua sangat kuat, anak-anak panah itu berhasil terbakar oleh panas tubuh hewan Anthanasius. Dan berulang kali Varischa melayangkan anak panah ke arahnya, tak satupun berhasil mengalahkan Anthanasius secara telak.

Karena melihat situasi yang tak bisa tertolong lagi, dan Anthanasius sedikit lagi akan menerjang Varischa, Pangeran Jeofrel memutuskan untuk menarik tangan Varischa dan berlari keluar gua. Begitupun dengan Pangeran Hannes yang juga segera menarik tangan Pangeran Inocenzio dari dalam tabir air pelindung, dan memutuskan untuk lari bersama Pangeran Jeofrel yang telah membawa Varischa pergi terlebih dahulu. Namun, sebelum Pangeran Hannes benar-benar pergi, ia mengalihkan pasukan air tadi untuk menghalangi Anthanasius sementara waktu. Mengingat Pangeran Inocenzio yang tidak bisa berlari terlalu cepat dikarenakan pinggangnya yang masih sakit.

Tindakan mereka memang seperti pengecut, tapi ini demi keselamatan Varischa sendiri.

Sementara Raja Maizer, Raja Ambraka, Pangeran Jemiriel, Pangeran Rugero, dan pasukan air yang diperintah oleh Pangeran Hannes, berusaha menghalangi Anthanasius dan yang hendak mengejar Varischa.

Pangeran Jeofrel, bersiul memanggil pasukan perang gaib untuk membantu mengalahkan Anthanasius. Pasukan perang gaib masih di sana, bersembunyi di luar gua, di antara bebatuan, mereka baru datang setelah dipanggil, sama seperti ketika Pangeran Jeofrel diserang oleh pasukan serigala.

"Datanglah!" sementara Pangeran Rugero berbisik memanggil pasukan bayangan hitam yang juga bersembunyi seperti pasukan perang gaib.

Pasukan perang gaib, pasukan bayangan hitam, dan pasukan air, bersatu untuk memberikan perlawanan pada Anthanasius. Pasukan air membuat Anthanasius risih dengan cara berputar-putar di sekitar wajah si Tetua seperti gerombolan lebah. Pasukan bayangan hitam menyerang dengan kekuatan listrik yang mereka punya. Dan pasukan perang gaib memberikan pukulan-pukulan telak di setiap tubuh Anthanasius. Hal itu pastinya membuat si Tetua merasa kewalahan.

Merasa mendapatkan kesempatan, Raja Maizer, Raja Ambraka, Pangeran Jemiriel, dan Pangeran Rugero lantas pergi menyusul untuk keluar dari gua.

"Ayo susul Varischa. Aku takut akan ada hal lain yang mengincarnya," kata Raja Ambraka dan disetujui oleh yang lain.

Biarkan pasukan air, pasukan perang gaib, dan pasukan bayangan hitam yang melaksanakan tugasnya.

Di balik sebuah batu besar yang tak jauh dari bibir gua, yang berada tepat di bawah tebing, di sanalah Pangeran Jeofrel menuntun Varischa, Pangeran Hannes, dan Pangeran Inocenzio untuk bersembunyi dari kejaran Anthanasius yang dapat membahayakan mereka.

"Ada apa?!" Varischa seolah tak terima oleh tindakan Pangeran Jeofrel.

Kening Pangeran Jeofrel berkerut. Bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Varischa.

"Kenapa kau lari? Apa kau takut padanya?!" Varischa mengeluh tak terima.

"Varischa... kau tidak aman jika di sana terus." Pangeran Jeofrel berusaha tenang di saat ia terengah-engah.

"Lalu, menurutmu kita lari darinya adalah hal yang bagus?"

"Mau bagaimana lagi?" Pangeran Jeofrel terlihat putus asa.

Pangeran Hannes memutar bola mata ke atas, lagi-lagi Varischa berdebat di tengah situasi yang genting ini.

"Menurutmu apa yang bisa kita lakukan padanya?" Pangeran Hannes membuka suara.

"Kita punya kalung Ratu Ramera!" tegas Varischa.

"Apa kau bisa menggunakannya?" Pangeran Hannes bertanya dengan nada tenang, tetapi terdengar mengintimidasi.

Varischa terdiam lama.

"Yang aku lihat, kau hanya menggunakan Aryina milik ibuku, setelahnya tidak ada!"

Ya, Pangeran Hannes benar.

"Bahkan hanya 30% yang kau lakukan untuk melawan Anthanasius. Tanpa pasukan air yang kupinjam dari sungai abadi dan pasukan Jeofrel serta pasukan Rugero, kau tidak akan selamat."

"Mana bukti kalau kau bisa menggunakan kekuatan dari kalung Ibuku? Kalung itu hanya bertengger manis di lehermu."

Entah kenapa Pangeran Hannes seolah mengeluarkan unek-uneknya pada Varischa.

"Jika kau tidak bisa membantu, tolong jangan mengacau Varischa..."

"Bahkan saat Tarantula raksasa tadi hampir merenggut nyawamu, Jeofrel yang mengorbankan dirinya untukmu!"

"Ugh..." Pangeran Inocenzio melenguh merasakan sakit di pinggangnya, di sela-sela unek-unek Pangeran Hannes. Pangeran Jeofrel menghampiri sang Adik bungsu lalu duduk membelakangi, dan menuntun si Adik untuk bersandar di punggungnya. Posisi mereka saling membelakangi.

Varischa melirik ke arah Pangeran Inocenzio. Akibat jatuh dari kuda tadi, efek bagi pinggangnya cukup parah.

"Kau bisa lihat sendiri, kan? Bagaimana kondisi Adikku? Tak mungkin kubiarkan dia di dalam sana dengan kondisi yang tidak siap berperang."

Kini mata Varischa berkaca-kaca.

Di saat itu, Raja Maizer, Raja Ambraka, Pangeran Jemiriel, dan Pangeran Rugero, berhasil sampai di luar gua. Mereka menghampiri keempat orang yang sedang dalam situasi bersitegang ini.

"Maaf jika harus mengatakan ini, Varischa. Tapi karena adanya dirimu, keadaan semakin kacau. Kau suka sekali memberontak dan keluar dari rencana kita."

"Hannes..." Pangeran Jemiriel menegur Pangeran Hannes. Karena ia merasa ucapan Pangeran Hannes tak pantas. Pangeran Jemiriel lantas mendekati Varischa, bertanya-tanya mengapa Pangeran Hannes mengatakan hal tersebut, tetapi hanya dibalas gelengan lemah oleh Varischa.

Setelahnya, Pangeran Hannes acuh tak acuh. Ia lebih memilih memberikan perhatiannya pada sang Adik bungsu. Pangeran Hannes membuka resleting jaket tebal milik Pangeran Inocenzio, kemudian melepaskan sabuk bajunya. Pangeran Hannes lantas mengangkat sedikit baju milik si Adik ke atas, bermaksud melihat bagian pinggangnya.

"Pinggang Ino membiru," gumam Pangeran Hannes.

Hal itu lantas membuat sang Kakak Tertua, Raja Maizer, otomatis bergerak untuk menghampiri. Benar saja, pinggang kanan Pangeran Inocenzio terdapat corak yang membiru serta urat-uratnya terlihat mencuat. Kontras dengan kulit putihnya.

"Kemungkinan ada otot-otot yang menegang," kata Raja Maizer.

Raarrghhh

Samar-samar terdengar raungan dari dalam gua, tampaknya masih terjadi perlawanan di dalam sana.

"Ino, kali ini kau tetaplah di sini sampai masalah ini selesai."

"Tapi Kak—"

"Ini perintah dari Rajamu, Pangeran Inocenzio!" Raja Maizer mempertegas perkataannya sehingga tidak ada lagi sanggahan atau bantahan dari si bungsu.

"Ayo! Kita harus jauh dari Ino. Biarkan tubuh Ino beristirahat terlebih dahulu." Setelahnya, Raja Maizer bangkit dan pergi ke arah luar Lembah Dirmaga untuk memancing Anthanasius menjauh dari Pangeran Inocenzio yang tergeletak. Diikuti oleh Raja Ambraka sekaligus berdiskusi bagaimana caranya mengalahkan Anthanasius.

Pangeran Jeofrel membantu si bungsu untuk duduk bersandar ke bebatuan, kemudian menepuk pelan puncak kepalanya beberapa kali dan berikutnya berjalan menyusul Raja Maizer dan Raja Ambraka. Begitupun dengan Pangeran Rugero dan Jemiriel.

"Kau tetap di sini. Jaga Ino." Itu pesan Pangeran Hannes saat Varischa hendak ikut pergi bersama mereka.

Varischa mengangguk lemah dan berjalan lesu ke arah Pangeran Inocenzio yang kini menutup mata. Ia duduk sambil melihat kaki di sebelah Pangeran Inocenzio.

"Kau bukan pengacau Varischa," lirih si bungsu.

"Tidak. Aku pengacau Ino." Varischa mengalihkan pandangan. Mata sebesar kacang itu berkaca-kaca, bibir yang sudah pucat karena kedinginan itu ia gigit ke dalam.

"Kak Hannes hanya sedang marah saja."

"Maafkan aku Ino. Sejak dulu sampai sekarang, aku hanya mengacau."

Pangeran Inocenzio tampak menghela napas panjang, ada senyuman tipis di bibir kecilnya. "Kau tahu, jika kau pengacau, maka aku adalah sumber masalah."

Varischa seketika menoleh.

"Lihatlah kondisiku. Menyedihkan. Sejak dulu, aku selalu berada di bawah perlindungan Kakakku. Aku tidak bisa menjaga diri sendiri. Dan kau juga harus tahu, hanya aku yang tidak memiliki kemampuan khusus di antara semua saudaraku. Aku yang paling lemah. Satu hal yang bisa kubanggakan adalah memiliki Jino. Tapi kondisi Jino sama denganku saat ini. Sama-sama tidak berguna."

"Jino seperti itu karenaku juga. Dia yang menyelamatkanku dari ritual. Intinya semua ini adalah salahku." Varischa berujar lirih.

"Jika dia tidak menyelamatkanmu, maka jalan ceritanya akan berbeda," sanggah Pangeran Inocenzio.

"Maksudmu?"

"Coba kau pikirkan. Jika ritual itu memang berhasil, lalu kami keluar dari dimensi ini, dan kembali ke peradaban, bukankah orang-orang akan kaget serta bertanya-tanya? Bagaimana bisa kerajaan yan hilang 500 tahun, kembali begitu saja? Semuanya akan berbondong-bondong mencari kami, bertanya apa yang terjadi, dan kemudian menyebarkan berita ke mana-mana, bukankah hal itu akan sangat merepotkan? Orang-orang di dimensi kalian pasti banyak yang tidak percaya dan menganggap kami adalah makhluk dari antah berantah."

"Jadi menurutmu... tetap tinggal di dimensi ini dan hidup abadi sampai akhir dunia adalah jalan yang terbaik?"

Pangeran Inocenzio mengangguk. "Beberapa tahun lalu, aku pernah berdiskusi tentang hal ini dengan semua kakakku, dan mereka setuju denganku. Kami sudah ikhlas jika tidak keluar dari dimensi ini. Tapi sepertinya Anthanasius masih ingin mencobanya dengan cara lain, seperti yang dia ucapkan tadi."

"Bagaimana jika Anthanasius berhasil?"

"Entahlah Varischa. Aku berdoa semoga itu tidak berhasil."

Kembali hening. Pangeran Inocenzio menahan mati-matian rasa sakitnya. Namun, di dalam keterdiamannya, ia menyebut nama D'Jino dan berbicara melalui telepathy. "Jino, rasanya sakit sekali."

Dan ucapan Pangeran Inocenzio memang sampai ke D'Jino karena adanya ikatan satu sama lain.

Samar-samar terdengar langkah kaki dari arah dalam gua. Varischa dan Pangeran Inocenzio sama-sama menunggu Anthanasius yang akan segera keluar. Tak lama kemudian, dari balik batu, mereka bisa melihat Anthanasius yang masih dalam wujud hewan menyeramkan tadi, berlari sangat kencang ke arah luar Lembah Dirmaga. Mengejar Raja Maizer dan yang lainnya. Baik Varischa dan Pangeran Inocenzio, terbebas dari kejaran tersebut untuk beberapa saat ke depan.

"Di mana si Pangeran sihir dan si anak kota itu? Sejak awal aku tak melihat mereka," gumam Pangeran Inocenzio. Dia sama sekali tak terganggu dengan keberadaan Anthanasius yang baru saja keluar dari gua.

"Tidak tahu, mereka sepertinya berkencan." Varischa menjawab asal dan menyandarkan kepalanya ke bahu Pangeran Inocenzio. Sama sekali tidak peduli dengan Anthanasius.

Dan Pangeran Inocenzio terkekeh pelan kala mendengar ucapan Varischa.

Hihihi... update nya pas di tanggal 1 Januari 2024 nihhh!
Selamat tahun baru! Enjoy sama tahun barunya!

Maaf... lama update lagi hehe.

Ome🌻
Ig: omerafe19
Twt: omerafe199

Continue Reading

You'll Also Like

612K 37.3K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
199K 22.7K 200
Huang Renjun Quotes. • 黄仁军 | 황 런준 • Beberapa kutipan quotes dari para member NCT - WayV , terutama sang Pure Boy Huang Renjun. Yang akan memotivasi m...
1.4M 75K 40
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
12.8K 1.1K 32
Gue jadi bagian hidup dari 23 bintang?