"Lo siapa? "
"Calon suami kedua mu~"
Duakk!!!
Jejak pukulan di wajah Gabriel bertambah di bawah kepalan tinju Alrescha.
"Kalem kalem, " Arabella menenangkan kekasihnya yang seakan ingin membinasakan orang asing yang telah jatuh tersungkur.
"Ampun Al, tobat. " Gabriel memamerkan dua jarinya.
"Lo ngapain juga sih cari gara gara? Kalo mau jadi masokis jangan di depan gue dong. " sewot Johan.
"Shuuttttt! Udah! Duduk! "
Mereka semua benar benar diam dan pergi mencari tempat untuk duduk. Ada yang di sofa, di karpet, meja biliar, di lantai bahkan ada juga yang duduk di anak tangga.
Arabella, sang pemberi titah pergi sebentar lalu kembali membawa kotak p3k.
"Biar cepet saling bantu membantu ya. Heran gue, bonyok bonyok begini bukannya pergi ke dokter malah ke markas. " gadis itu terus mengomel sambil membagikan alat alat yang digunakan untuk mengobati luka mereka.
"Makasih bu bos! "
"Sama sama, ada yang mau gue bantu? "
Gabriel mengangkat tangannya tinggi tinggi. "Neng Ara, Aa minta bantuan dong~"
Arabella mengangguk. "Oke, nama lo siapa? Tadi gue nanya ya. "
"Nama gu-"
"Orang tidak penting, abaikan saja. Serahkan dia pada ku ." Alrescha mengambil kapas dan betadin dari tangan Ara.
"???"
Setelah drama menjadi dokter dokteran selesai, mereka mengobrol bersama di ruang tengah dan memperkenalkan diri masing masing pada The Queen of Azazel. Walaupun tidak mengingat semuanya, Arabella juga bekerja sama dan memperkenalkan dirinya sendiri.
"Gue masih ga nyangka sih, lo beda banget dari yang difoto Ra. " ujar Cakra.
"Hooh, sumpah lo pucet banget kayak mayat. Lo ga lagi sakitkan? " sahut Gabriel yang memang sebelumnya pernah melihat foto bocah itu.
"Emang pucetnya keliatan banget? Hahaha, biasanya gue pake make up sih jadi ga keliatan. Gue ba-"
"Dia ga lagi baik baik saja. " Alrescha memotong ucapan Arabella.
Arabella mendongkak, menatap laki laki di sampingnya dengan serius.
"Jadi selama ini lo beneran sakit Ra?!" kaget Aidan.
"Bu bos emang sakit apa sampe pucet banget gitu Al? " tanya Alexe yang juga cukup terkejut melihat kondisi koki favoritnya.
Mereka memang baru kali ini melihat wajah Arabella tanpa make up. Tak hayal mereka juga cukup kaget saat pertama kali melihatnya.
" Eeeeee kalian kan beda geng, kok bisa akur gini? " sela Arabella ketika melihat Alrescha ancang ancang untuk bicara.
Laki laki itu melirik kekasihnya sekilas.
Sudah lah, biarkan saja.
"Gue sama Alrescha bestie dari smp. Dulu gue pengen dia gabung ke geng gue eh ternyata dia sendiri juga punya geng. Ya udah deh kita jadi sekutu aja, lumayan bisa sparing sama mereka. " jelas Gabriel sambil memakan kripik kentang di atas meja. Tentu saja itu adalah cemilan Arabella.
"Lumayan juga bisa kenal atm berjalan. " imbuhnya.
"Bener wkwkwkwk. "
"Mal, Mel, diem bae, ga mau ngomong ta? " tanya Aidan.
"Sariawan." celetuk Malvin.
"Sariawan? Habis di cipok siapa Mel? " tanya Shailendra sok tau.
"Dia Malvin goblok." Ini nih yang tidak Melvin suka jika kembar dengan sang kakak. Kebanyakkan mereka pasti salah memanggil nama mereka. Kalaupun benar pasti cuma untung untungan.
"Lo yang di cipok! Enak bae jadi orang. " sewot Malvin.
"Ih sensi bat jadi cowok!"
"Woya terserah gue! "
"Kok kalian jadi mirip Alexe dkk sih? Ga jadi deh gue bilang kalian dingin kayak Rescha. " ucap Arabella.
"Lo juga mau mau aja jadi ceweknya kutub utara. Ga takut mati kedinginan lo? " canda Johan.
Arabella mengendikkan bahunya. " Ya gue kan emang bentar lagi ma- umph! "
Gadis itu memelototi Alrescha yang menyumpalkan kukis ke dalam mulutnya. Mulutnya yang cemberut berusaha secepat mungkin menghaluskan makanan yang ada di dalam dan menelannya.
"Jangan katakan, aku tidak menyukainya. "
"Hooh, lo udah janji ya Ra sama Alrescha. Sedikit lagi, cuma sampe besok kok! Beri gue sedikit waktu! " sambung Shailendra.
"Haha, iya iya maaf. Habis gue ga mau ngerepotin kalian. " Arabella menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kamu tidak merepotkan, sama sekali tidak. " Alrescha mengusap pucuk kepala kekasihnya dengan lembut.
"Nantiin aja! Gue pasti bakal jadiin lo sehat se sehat sehatnya!" tukas Shailendra.
Senyum lembut terbit di bibir mungil Arabella. " Makasih. "
"Lo pada ngomongin apa sih? Sumpah gue ga mudeng! " stress Aidan.
"Lah gue kira lo yang satu geng mudeng, " sahut Gabriel.
"Bukan apa apa kok, ga mudeng juga ga papa. " tukas Arabella.
".........??!!"
"ARA!!! "
"Ap-" mimisan?
Arabella menatap darah yang ada di ujung jarinya dengan sedikit linglung sebelum kemudian tersadar kembali akibat Alrescha yang membantunya membersihkan darah dengan tisu.
"Ra lo ga papa? " tanya Karlen khawatir.
"Ga papa, gue ga papa tenang aj-!!" Arabella menepis tangan Alrescha yang masih membantunya lalu berlari pergi menuju kamar mandi. Karena terburu buru, ia bahkan lupa untuk mengenakan alas kaki.
"Ella! "
Tanpa memberi waktu yang lain untuk bereaksi, Alrescha pergi menyusul Arabella yang sudah menutup pintu kamar mandi dengan keras. Shailendra juga segera mengikuti tanpa melihat raut wajah bingung yang lainnya.
"Mereka mau ngintip Ara buang air? " bingung Aidan.
"Kalo si Alrescha gue masih ngeh, lah kalo si Shailendra? "
Karlen bangkit dari duduknya dan pergi menyusul Shailendra dan Alrescha. Alisnya berkerut merasakan sebuah firasat buruk.
Dengan bingung, yang lain mengikuti di belakang Karlen.
"Ella! Buka pintunya! " titah Alrescha.
"Sebentar, Uhuk! Uhuk! Aku segera selesai. " suara lemah yang diselingi batuk menyakitkan menjawab dari dalam.
"Ealah Ra, buka napa? Lo kayak gini bikin tambah panik orang o on! " tukas Shailendra.
"Uhuk! Ya-ng bener? " suara dari dalam memyahut lagi.
"Iya lah bego! " kesal Shailendra. Saking paniknya, ia bahkan tak sadar bahwa nada suaranya seperti sedang memarahi seseorang.
Walaupun agak kesal dengan nada bicara sahabatnya, sekarang bukan waktunya untuk memperhatikan hal itu. "Ella, buka pintunya atau ku dobrak! "
"Ok-oke oke sebentar, Uhuk! Jangan di dobrak. "
Alrescha menunggu dengan sabar di depan pintu. Sementara yang lain belum sepenuhnya paham dengan apa yang terjadi.
Satu hal yang pasti, sesuatu yang buruk pasti tengah terjadi pada Bu Bos mereka.
Pintu dibuka dengan pelan, menampakkan Arabella dalam keadaan kacau. Rambutnya tidak lagi rapi, kulit pucat bertambah pucat. Dahinya di penuhi dengan keringat dan baju serta tangannya di penuhi dengan darah.
"Ara! "
"Gapapa, aku gapapa. " Arabella mencoba menenangkan kekhawatiran mereka.
Alrescha mengangkat tubuh Arabella yang oleng lalu membawanya pergi ke kamarnya di markas itu. Shailendra menyusul untuk mengecek kesehatan Arabella sementara yang lain ditinggalkan dalam kondisi mematung terkejut.
Mereka menatap darah di lantai kamar mandi yang belum sempat di bersihkan dengan takjub.
Bukankah mereka baru saja mengobrol dengan riang gembira?
Bukankah dia tadi baik baik saja?
Bukankah..........
Bagaimana ini bisa terjadi?
Bagaimana dengan situasinya?
Apa Ara baik baik saja?