Something About You

By RiriLidya

138K 5.5K 284

Peringatan konten dewasa! MASIH LENGKAP Gara-gara harga kos tempatnya tinggal naik, Leah Winata terpaksa menc... More

Something About You
1. New chapter in life
2. The impolite man
3. Her flatmate
4. Terminated
5. Life is never fair
6. Overhear
7. Got a new job
8. Accidentally peeked
9. Ugly duckling becomes angel
10. Free food!
11. Interested in her
12. Want to take a shower?
13. Does my peach look great?
14. Give him a hand
15. Not her banana
16. Misunderstood
17. Devil inside me
18. That's not how this work!
19. I'm counting on you
20. Change position
21. Her fears had come true
22. You don't hate me
23. Fever
24. Fever II
25. Sleep well and sweet dreams
26. You can count on me
27. Euphoria
28. Past experience
29. Delights
30. Let's get to know each other
31. Everyone likes her
32. Why is he here?
33. Vivi
34. Spread your legs
35. The appeal of him
36. He's in her head
37. Restlessness
39. Heart out
40. Is it OK to be selfish?
41. A warm morning
42. Simple yet meaningful
43. So BIG!
44. He's younger than me
45. Hope
46. Self-love
47. Mad love
48. Meeting his mum
49. Will it be a long night?
50. A woman who is afraid of the dark
51. This day would come
52. Someone she recognised
53. Will he believe?
54. He knows where she lives!
55. Will you believe me?
56. She began to open up
57. Humiliated
58. No one believed her
59. Trust her
60. Trust her II
61. Changes
62. The Last Chapter
RIRI'S NOTE (SAY)

38. Confession, confusion & restraint

1.5K 62 5
By RiriLidya


"Maaf jika aku terlalu lama tadi." Leah menatap Gabriel dengan tatapan menyesal ketika sudah masuk ke dalam mobil pria itu.

Gabriel tersenyum. "Tidak apa-apa. Tapi, apa kamu baik-baik saja?"

Leah mengangkat alisnya bertanya, "Hmm?"

"Wajahmu merah. Apa kamu sakit?"

Seketika, Leah membisu dan wajahnya menjadi panas. Ingatan apa yang dilakukan Ben padanya tadi datang begitu saja.

"Leah, wajahmu semakin merah. Kamu sakit? Lebih baik kita ke rumah sakit dulu." Gabriel ingin menyentuh dahi Leah namun wanita itu menghindar dan menggelengkan kepalanya.

"Aku baik-baik saja. Hanya saja, tadi ... uhm ... aku berlari. Ya, aku berlari." Leah mengangguk dengan sungguh-sungguh sambil mengipasi wajahnya. Sebelum Gabriel bisa bicara, Leah lebih dulu berbicara, "Kita bisa berangkat sekarang."

"Oke .... Aku akan menaikkan pendinginnya."

"Terima kasih." Leah tersenyum.

Dengan begitu Gabriel mulai mengendarai mobil ke jalan raya. Sepanjang perjalanan, Leah termenung dengan wajah serius. Sampai-sampai Gabriel tidak enak hati mengganggunya. Alhasil, tidak ada pembicaraan selama di dalam mobil.

Hanya memakan waktu sebentar, mereka tiba di depan rumah Gabriel. Ketika Leah melepaskan seat belt, Gabriel memanggil namanya membuat dia menoleh secara naluriah.

"Ya, Gabriel?"

Gabriel menoleh menatapnya. "Tentang yang ingin aku katakan saat kita makan sebelumnya."

Leah yang sabar memiringkan wajahnya. "Ya?"

Menelan salivanya, Gabriel mengambil tangan Leah lalu menggenggamnya hingga Leah membeku seketika.

Kemudian berkata dengan suara lembut, "Aku menyukaimu, Leah."

Raut wajah Leah amat perlahan berubah terkejut ketika kalimat itu keluar dari bibir Gabriel. Bibirnya sedikit terbuka. Namun tidak ada yang ia lakukan atau ucapkan. Dia mendadak menjadi pasif.

"Sebenarnya sudah sangat lama, sebelum kamu mengajar Ara. Maaf, aku mendengar obrolanmu dan Esther tentang kamu yang mencari pekerjaan, jadi aku mencoba peruntunganku. Apakah aku egois? Maafkan aku jika kamu berpikir aku seperti itu. Tapi sungguh, aku melakukannya karena ingin semakin lebih dekat denganmu. Aku ingin lebih mengenalmu. Aku juga ingin terus bersamamu. Aku ... benar-benar jatuh cinta padamu, Leah."

Apa ini? Leah mendadak tidak dapat bereaksi. Bibirnya masih kelu dan otaknya sama sekali tidak bekerja.

Gabriel menangkup wajah Leah dan menatapnya serius. "Tiap kali melihatmu, aku kesulitan menahan detak jantungku yang berpacu, Leah. Setiap hari aku selalu memikirkanmu. Aku selalu memikirkan betapa hebat dan mengagumkannya kamu. Dan kamu harus tahu."

Gabriel mencoba mendekati wajahnya dan tepat saat itu wanita itu bergerak menunduk menyebabkan dia menatapnya bingung. "Leah ...."

Gabriel memperhatikan wajah Leah dengan seksama. Wanita itu tampak linglung dan kaget. Jelas, mungkin ini bukan waktu yang tepat, pikirnya. Juga, dia mengatakannya secara tiba-tiba. Siapa yang tidak akan kaget?

Dia kemudian mendesah pelan. "Maafkan aku. Pernyataanku yang tiba-tiba pasti mengejutkanmu. Mungkin kamu masih berpikir jika aku bercanda. Tapi itu tidak benar. Aku serius dengan semua perkataanku. Untuk sekarang jangan pikirkan dulu. Kita bisa masuk ke dalam rumah karena Ara menunggumu."

Masih menunduk, mata Leah terbelalak kesal dan tangannya gemetar.

Tuhan pasti sedang bercanda dengannya.

Ini sungguh aneh. Seseorang yang dia sukai baru saja menyatakan perasaannya, tapi kenapa Leah tidak merasakan apa pun? Dan kenapa juga wajah Ben tiba-tiba dia bayangkan?

Apa yang salah dengan dirinya sendiri?!

***

Sepulang mengajar, Leah membuka pintu unit dan melihat Ben duduk di tempat yang sama ketika mengacaukan Leah. Pria itu berdiri cepat dan mendekatinya.

"Kamu menepati janji-"

"Jangan ganggu aku. Aku butuh waktu sendiri," ucap Leah pelan dan lemah ketika melewati Ben hingga pria itu hanya bisa menatapnya dalam diam.

Berbaring di atas tempat tidurnya, Leah menatap langit-langit kamar masih dalam keadaan bingung.
Selama mengajar Ara, Leah tetap memikirkan saat mereka di mobil tadi. Lalu di saat dia ingin pulang, Gabriel mencoba berbaik hati untuk mengantarnya tapi dia menolak.

Leah sungguh bingung dengan dirinya sendiri. Dia tidak tahu bagaimana merespons tadi. Penyataan itu membuat Leah kaget, jujur saja. Tapi hanya itu. Tidak ada hal lainnya. Bukankah seharusnya dia girang dan bahagia? Dia harusnya berpikir bahwa dia sedang bermimpi saking bahagianya.

Tidak ada detak jantung yang menggebu cepat. Tidak ada kupu-kupu beterbangan dan ladang bunga di dadanya. Tidak ada apa pun.

Sangat aneh .... Mendengar ucapan manis dari Gabriel, perasaannya tidak tergerak sama sekali.

Leah memejamkan matanya dan mendesah. "Apa yang salah denganku?"

Terdengar pintu diketuk saat itu membuatnya menoleh ke arah pintu. "Aku sudah bilang aku tidak ingin diganggu!"

Namun setelah itu tidak ada jawaban. Leah beranjak dari tempat tidur dan mendekati pintu. Saat dia membuka pintu kamarnya, dia melihat sekotak coklat di lantai. Dan ada catatan di atasnya.

Jika kamu membutuhkan teman bicara, panggil aku.
-B-

Tanpa mengambil coklat itu, Leah menutup kembali pintunya.

***

Hari-hari terus berlanjut dengan Leah yang masih memikirkan di mana perasaan senang itu berada di dalam dirinya. Dia mencari-cari dan terus mencari hingga dia kelelahan sendiri.

Di saat dia melihat Ben ketika mereka makan bersama, tidak ada bayang-bayang Gabriel di benaknya. Dan ketika dia berada di kamarnya sendiri untuk mencoba memikirkan Gabriel, dia malah menangis, hal yang sudah lama sekali tidak ia lakukan. Dia masih tidak bisa membayangkan wajah malaikat Gabriel.

Dan mungkin Benjamin memahami jika dia sedang bingung dan banyak pikiran. Jadi, pria itu tidak mengganggunya semenjak hari dia tidak mengambil coklat.

"Hei, semangat dong!" Esther datang dan mengejutkan Leah yang sedang melamun. "Apa kau tidak lihat, anak-anak didik kita sedang berlomba. Kenapa kau malah lesu dan melamun?"

Leah mencoba tersenyum dan ikut menatap anak-anak mungil yang berlari dengan sorakan para orang tua yang mendukung mereka.

"Ada apa?" Esther bertanya pelan dan lembut. "Kau bisa menceritakannya denganku."

Aurora mendapatkan tongkat dari temannya lalu berlari sekencang yang dia bisa. Ketika dia sampai di garis finish, para orang tua bersorak senang. Dan Gabriel memeluk anaknya sambil tersenyum lebar.

Leah mendesah panjang. Selang beberapa menit panjang terdiam, dia kemudian angkat bicara, "... Apa kau pernah ditembak seseorang yang kau suka, tapi kau tidak merasakan apa-apa selain kaget?"

Esther tampak berpikir. "Ada yang salah dengan itu."

Leah mendongak menatap Esther. "Apa maksudmu?"

"Jika orang yang kau sukai menyukaimu juga, seharusnya kau senang dan ceria. Atau paling tidak bersemangat dan lega. Tapi jika kau tidak merasakan apa pun, itu artinya kau tidak terlalu menyukai orang itu."

Leah terdiam kembali.

Esther duduk di sebelahnya dan mengusap punggungnya. "Pikirkan lagi. Apa kau benar-benar berpikir menyukainya atau tidak."

Tidak jauh dari tempat mereka, Gabriel memperhatikan Leah. Dia menghela napas berat. Beberapa hari ini Leah sangat jelas menghindarinya. Selepas mengajar les, Leah tidak mau makan bersama dan memilih pulang menggunakan angkutan umum. Di sekolah juga, wanita itu sering melamun dan hanya menyapanya singkat jika mereka berpas-pasan. Sampai membuat dia bertanya-tanya, apakah salah untuknya mengutarakan perasaannya pada wanita itu?

Pulang sekolah seperti biasa Esther dan Leah keluar bersama-sama. Di luar gerbang, nampak Gabriel yang berdiri seolah sedang menunggu kehadirannya.

Leah menatap rumit Gabriel dari jauh. Bagaimana caranya agar dia bisa mengikuti perkataan Esther tadi pagi? Bagaimana cara dia agar sudut hatinya paling kecil tidak lagi menyembunyikan perasaannya pada Gabriel?

Ayo pikirkan kebaikan Gabriel selama ini, Leah ..., batinnya frustasi.

Melihat kedua orang berdiri berhadapan dengan jarak yang cukup jauh, membuat Esther merasakan adanya kecanggungan.

Dia pun membersihkan tenggorokannya sebelum berkata, "Aku ... akan menunggu kekasihku di cafe sana. Sampai jumpa di hari Senin, Leah, Pak Gabriel."

Gabriel dan Leah tersenyum pada Esther yang melambaikan tangannya seraya menjauh.
Dan setelah dirasa hanya mereka berdua saja di sana, Gabriel kemudian angkat bicara pertama, "Apakah ... pernyataanku di hari itu membebanimu, Leah? Kamu tidak perlu menjawab jika merasa terbebani. Aku hanya ingin mengutarakan perasaanku. Maaf jika aku membuat hubungan kita menjadi canggung."

"... Aku hanya tidak tahu untuk meresponsnya," ucap Leah pelan.

"Seperti yang aku bilang tadi, jangan dipikirkan." Gabriel menggaruk tengkuknya sambil membuang wajahnya sebentar sebelum terpaksa tersenyum. "Aku pikir kamu juga menyukaiku, makanya aku beranikan diri. Kamu sering diam-diam melirikku. Jadi aku- Haa, maaf. Aku akan pergi sekarang. Kumohon, jangan karena isi hatiku, kamu jadi ingin berhenti mengajar Ara. Sampai jumpa sore nanti, Le-"

"Gabriel," panggil Leah memotong perkataan Gabriel.

"Ya?"

Mungkin ini satu-satunya cara agar dia menyadari bahwa dia menyukai Gabriel, bukan Ben. Pikir Leah.

Leah menatap tepat di manik mata Gabriel. "Ingin ke tempat tinggalku?"

Continue Reading

You'll Also Like

20.5K 1.6K 17
Casey Montgomery dan William Harrison bersahabat sejak kecil. Suatu saat, Casey sadar bahwa dia menyukai Will. Tapi, tidak dengan Will. Will hanya me...
16.8M 729K 42
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
1.3M 63.8K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
105K 18.8K 40
Perbuatan kecil yang dilakukan oleh seorang wanita cantik membuat dirinya bertemu dengan pria tampan yang mempunyai janji untuk memiliki Wanita itu m...