Kaffa!

By Pandaaputih

1K 347 15

Sebuah kisah cinta pada pandangan pertama seorang dokter muda dengan salah satu keluarga pasien yang ia temui... More

#1_Aku Kaffa
#2_Gadis bercadar
#3_Gadis Pinggir Kota
#4_Pertemuan Kedua
#5_Ulah Mama
#6_Nasihat Bermakna
#7_Restu
#9_Surat Misterius
#10_Akad Nikah
#11_Bidadari Syurga
#12_Teror Kalung
#13_Kecelakaan
#14_Lelaki Misterius
#15_Mama Pulang
#16_Rencana Mama
#17_Salah Faham
#18_Damai
#19_Nomor Misterius
#20_Hadiah Terindah
#21_Honeymoon
#22_Pertunangan Attala
#23_Kaffa Junior
#24_Lelaki Berbaju Hitam
#25_Tragedi

#8_Tahap Demi Tahap

40 12 0
By Pandaaputih

"Untuk semuanya, saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga saya bisa terus menjadi yang lebih baik untuk bisa membimbing Ayumi.

(Kaffa)
.
.
.
.
.
.
.

Udara hari ini cukup panas, teriknya mengundang banyak orang tetap didalam ruangan yang banyak anginnya. Namun tidak bagiku, aku harus melawan hawa panas siang hari ini untuk turut andil dalam operasi seorang gadis kecil.

Gadis kecil tangguh yang kukenal beberapa hari terakhir kemarin. Ia mengalami kecelakaan hebat yang mengharuskannya masuk kedalam ruang operasi. Seperti orangtua pada umumnya ketika putri kecilnya terbaring sakit, begitu pula dengan orangtua sang gadis yang terus mengalirkan air matanya. Keduanya harap-harap cemas ketika putri kecilnya mulai memasuki ruang operasi.

"Tolong selamatkan putri saya, dokter. Bantu ia untuk tetap hidup." mohon sang bunda ketika team dokter mulai berdatangan. Aku mengangguk seraya menggenggam tangannya.

"Itu sudah menjadi kewajiban kami sebagai seorang dokter, bu. Tolong sertakan doa untuk keberhasilan operasi putri ibu." aku berusaha menguatkan sang bunda sebelum akhirnya aku masuk keruangan operasi.

2 jam berlalu, dengan kerjasama yang baik akhirnya tim dokter bisa menyelesaikan operasi dengan baik, putri tangguh itu masih terbaring belum sadarkan diri. Kami harus cepat-cepat keluar untuk memberi tahukan pada keluarga pasien.

"Puji syukur akhirnya operasi berjalan dengan lancar, semua berkat doa dari keluarga. Untuk saat ini, obat bius Nayra belum habis sehingga ia belum sadarkan diri. Tapi, secepatnya akan kami bawa keruang rawat." ucapku pada keluarga pasien. Kulihat guratan senyum mereka yang mulai merekah.

"Alhamdulillah. Terima kasih banyak dokter." gumam sang bunda bahagia. Aku memohon undur diri untuk kembali menyelesaikan pekerjaanku yang belum selesai.

"Dokter, insyaallah malam nanti aku ingin kembali menemui ayah Ayumi. Kemarin aku sudah meminta izin untuk meminang putrinya. Dan ayahnya menyetujui, malam nanti aku ingin bicara lebih lanjut dengan orangtuanya. Doanya ya, dok" pintaku pada Dokter Kaffa.

Dokter Kaffa tersentak. "Ooo, jadi gadis itu bernama Ayumi." balasnya tertawa
Aku mengangguk tersenyum.

Dokter Kaffa menepuk pundakku.

"Pasti, doa yang terbaik untuk kamu, Fa. Intinya, aku selalu dukung apapun itu langkahmu. Nanti kalau butuh bantuan, tinggal bilang saja. Ngga perlu sungkan." bals dokter Kaffa.

Aku mengangguk kemudian banyak mengucapkan terimakasih pada senior yang sudah kuanggap sebagai bagian keluargaku sendiri. Aku menganggap dokter Kaffa lebih dari sahabat, bahkan aku menganggapnya sebagai seorang kakak.

Dengan penuh kegugupan, aku berhasil menghubungi pak Ardhi untuk membicarakan rencana nanti malam. Surat nada terhubung mulai terdengar hingga tak sadar bahwa ada yang mengucap salam dari seberang sana.

"Eeh,, waalaikumussalam." jawabku akhirnya.

"Alhamdulillah. Bagaimana kalau nanti malam kita bertemu, pak?" tanyaku akhirnya. Aku merasa campur aduk antara senang dan takut kala pak Ardhi bilang bahwa Ayumi telah memberikan jawabannya. Jawaban yang sudah kutunggu selama satu pekan lamanya.

"Baik. Untuk tempatnya, biar Kaffa yang sharelock, pak." ucapku.

Kututup telefonku. Akhirnya aku akan mendengar jawaban dari Ayumi. Mungkinkah aku akan segera membawa semua keluargaku kerumahnya untuk menuju langkah selanjutnya. Ataukah harus pergi ke laut dan mengadu padanya bahwa takdir yang kuinginkan tak berjalan sesuai keinginan. Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal.

Aku mengemasi barang-barang yang akan kubawa pulang. Sebentar lagi jam praktek akan selesai. Itu berarti aku bisa pulang dan beristirahat sebentar, mengumpulkan tenaga dan kata-kata untuk nanti malam aku bertemu dengan ayah Ayumi.

Selain itu, aku juga harus menyiapkan hati jika pada akhirnya nanti Ayumi mengatakan yang sebenarnya aku tak ingin mendengarnya. Kusetel air mataku untuk tidak tumpah ketika jawaban Ayumi ternyata tak sesuai fikiranku.

###

"Papa. Kaffa izin keluar, ya. Kaffa minta restu papa. Malam ini Kaffa ingin bertemu dengan orangtua Ayumi untuk membicarakan lebih lanjut tentang niat Kaffa." ucapku ketika kami sedang berkumpul diruang tengah.

Pernyataanku membuat Attala tersedak minuman yang sedang ia minum.

"Lu serius?" tanya Attala tak percaya. "Ternyata lu ngga bohong ya, bang." sambungnya lagi. Papa tertawa.

"Kapan gue bilang gue bercanda? Gue bilang serius, tapi lu ngga percaya." ketusku pelan. Attala semakin mengernyitkan dahinya.

"Bang." rengeknya manja, bahkan aku melihat ada air mata yang keluar diujung kelopak matanya.

"Mengapa, Attala? Abangmu ini sudah cukup umurnya untuk menikah. Jadi, biarkan saja ia memilih pendamping untuk menemani kehidupannya." ucap Papa. Aku menjulurkan lidah pada Attala.

"Tapi, pa. Mama..?" ucapku terputus.

"Kamu tak perlu memikirkan mama, jalani saja apa yang menjadi keinginanmu. Pasal mama, itu bisa diurus nanti." jawab papa. Aku semakin bersemangat untuk bertemu pak Ardhi malam nanti.

Kutarik nafasku dalam-dalam, sudah hampir 15 menit aku berada di cafe yang menjadi tempat yang kami janjikan. Namun hingga kini, pak Ardhi belum juga memunculkan wajahnya.

"Assalamualaikum, dokter Kaffa." akhirnya pak Ardhi datang, ia menjabat tangan kemudian duduk dihadapanku.

"Waalaikumussalam."

"Maaf, dokter Kaffa. Saya datang terlambat. Tadi mobilnya harus diperbaiki sebentar." ucap pak Ardhi, aku baru menyadari bahwa pak Ardhi datang sendirian, tidak dengan kursi roda dan orang yang membantu mendorongnya.

"Tidak masalah, pak. Bagaimana keadaan bapak sekarang?" tanyaku memulai pembicaraan.

"Seperti yang dokter lihat sekarang, saya sudah baik-baik saja. Alhamdulillah saya sudah bisa masuk kerja seperti biasanya." ucap pak Ardhi antusias.

"Alhamdulillah." gumamku pelan. Pak Ardhi tertawa.

"Oiya, dokter. Untuk jawaban yang dokter ajukan beberapa hari yang lalu.." pak Ardhi memotong ucapannya. Kutarik nafasku dalam-dalam. Detak jantungku berdebar begitu kencang, ku biarkan pak Ardhi melanjutkan ucapannya.

"Ayumi menerimanya. Tapi jika dokter Kaffa masih ingin mengetahui lebih lanjutnya, atau ingin mendengar langsung bagaimana dan apa yang harus disiapkan dari Ayumi, dokter Kaffa bisa merencanakan jadwal selanjutnya, karena Ayumi masih sibuk mengajar." Aku bernafas lega. Mulutku tak henti-hentinya mengucap syukur. Senyumku merekah.

"Baik, pak. Terima kasih, tolong sampaikan pada Ayumi saya mengucapkan banyak terima kasih padanya." balasku. Bahkan aku tak tahu kata-kata apa lagi yang harus kuutarakan sebagai wujud rasa bahagiaku.

"Boleh saya tahu tentang kepribadian Ayumi, pak?" tanyaku pelan. Pak Ardhi tertawa, namun ternyata tawa nya justru menahan sebuah tangisan.

"Ayumi itu putri sulung saya. Putri kebanggaan saya dan istri. Ayumi hadir disaat kami masih belajar menjadi orangtua baru yang belum mengerti apapun. Sejak lahir, saya dan istri selalu berupaya untuk mengenalkan agama pada putri-putri kami. Kami juga menyekolahkan mereka di sekolah-sekolah basic islami. Tapi hanya Ayumi yang berhasil mendapatkan beasiswa di Cairo. Sejak kecil memang Ayumi bercita-cita ingin bersekolah disana. Dan Alhamdulillah, semua impiannya tercapai, dokter. Ayumi selalu bisa membahagiakan papa dan mamanya dengan prestasi hebat yang selalu ia raih. Namun, saat ia masih menyelesaikan pendidikannya di Mesir, mama nya meninggal dunia. Mama nya kalah dengan penyakit Kanker darahnya, Ayumi pernah marah karena ia tak pernah diberi tahu tentang penyakit mamanya. Bahkan kami baru memberanikan diri untik memberi tahu Ayumi saat 3 hari setelah mamanya meninggal. Tapi, lambat laun ia mulai bisa menerimanya." jelas pak Ardhi, aku berkali-kali dibuat takjub dengan kisah tentangnya.

Berulang kali pula pak Ardhi berkata bahwa Ayumi adalah putri kebanggaannya. Mungkin orangtuanya sangat bangga memiliki putri sepertinya.

Cukup lama aku dan pak Ardhi berbincang tentang Ayumi. Lagi-lagi aku dibuat takjub dengan ceritanya. Ya, aku yakin tak salah memilih Ayumi.

"Terima kasih, pak. Untuk semuanya saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga saya bisa terus menjadi lebih baik untuk bisa membimbing Ayumi."

###

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
8.9M 950K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...
770K 34.5K 48
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
1.1M 105K 57
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...