ANGKASA || JJH

By noonaNana_

82.9K 5.3K 432

"Dia yang berjanji padaku untuk bertahan, dan dia juga yang mengingkari janjinya, kasa pergi...dengan sejuta... More

|PROLOG|
|01|
|02|
|03|
|04|
|05|
|06|
|07|
|08|
|09|
|10|
|11|
|12|
|13|
|14|
|15|
|16|
|17|
|18|
|19|
|20|
|21|
|22|
|23|
|24|
|25|
|26|
|27|
|28|
|29|
|30|
|31|
|32|
|33|
|34|
|35|
|36|
|37|
|38|
|39|
|41|
|42|
|43|
|44|
|45|
|46|

|40|

1.1K 65 2
By noonaNana_

Terhitung sudah seminggu lamanya waktu berlalu, selama itu juga Angkasa masih enggan untuk membuka matanya, entah seindah apa mimpi milik Angkasa sampai-sampai anak itu enggan untuk  membuka matanya. Langit jadi penasaran, tapi juga takut, takut kalau-kalau ternyata adiknya itu lebih nyaman berada di dalam mimpinya.

Sehari pasca operasi akibat kecelakaan yang dialami Angkasa, dokter Dika, selaku dokter yang menangani Angkasa sekaligus dokter yang memimpin selama operasi berlangsung secara resmi menyatakan kalau Angkasa mengalami koma, entah untuk berapa lama, entah sampai kapan.

Hari itu semua yang berada di dalam ruangan penyakitan tersebut menggeleng tak percaya, baik Papah Bunda Langit maupun Juan, mereka semua runtuh, rasanya dunia berhenti berputar untuk sesaat, sampai suara tangis milik Bunda terdengar, disusul dengan Juan yang pada saat itu memang berada di tempat kejadian ikut menangis, menyalahkan dirinya yang telat untuk menyalamatkan sang adik.

Penyesalan lagi-lagi menyelimuti keluarga Aldinata dan juga Juan, masing-masing dari mereka kembali menyalahkan diri sendiri. Kasus kecelakaan Angkasa kini memang tengah di tangani, namun sampai detik ini belum diketahui siapa pelaku penabrakan pada hari itu, entah sekuat apa orang yang berada di belalang pelaku penabrakan.

Jam sudah menunjukan pukul lima sore, namun Langit masih enggan untuk bangkit dari kursinya, sebelah tangannya masih setia mengelus secara perlahan kepala Angkasa, sesekali tatapannya juga memeriksa layar yang menampilkan kondisi tubuh Angkasa.

"Kasa mimpi apa sih? Seru ya pasti di sana?" Gumam Langit, cowok itu tersenyum kecil sembari menatap wajah damai sang adik yang tengah tertidur pulas.

"Mimpinya pasti seru, pasti indah banget kan, sampai-sampai Kasa nggak mau buat buka mata, tapi Kasa jangan lama-lama disana ya...Kasa kan harus pulang, Kasa kan masih punya janji sama abang, masih banyak janji Kasa sama abang. Katanya Kasa mau ke pantai kan? Makanya ayo Kasa bangun, kalau Kasa bangun abang pasti langsung bawa Kasa ke pantai." Lanjutnya. Anak itu lantas terdiam untuk sesaat, tangannya lantas beralih untuk menggenggam lengan milik Kasa yang semakin hari semakin mengecil.

"Kalau Kasa bangun Kasa boleh minta apapun ke abang. Kasa bilang Kasa gak mau minum obat kan? Oke, nanti abang turutin abang bakal paksa Bunda buat gak nyuruh Kasa minum obat lagi. Terus Kasa bilang Kasa gak mau ketemu dokter Wira kan? Oke, abang turutin, Kasa gak bakal ketemu dokter Wira, abang gak akan minta Kasa lagi buat ketemu sama dokter Wira. Kasa suka sama roti cokelat kan? Nanti abang bakal bikinin itu setiap hari buat Kasa. Semua itu bakal abang turutin, asal Kasa bangun, adek bangun."

Langit menundukan kepalanya, dibiarkannya air mata miliknya kembali jatuh, anak itu lantas segera mencium lengan milik Angkasa dengan sesekali mengusapnya secara perlahan. Bayang-bayang itu terus terlintas di benaknya, seolah tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk Langit berhenti memikirkannya, tentang ketakutan dirinya akan kehilangan sosok semesta kecil kesayangannya.

Tak lama Langit menjatuhkan kepalanya, membenamkan wajahnya pada selimut putih tebal yang menyelimut tubuh kurus milik Kasa.

"Udah, jangan nangisin adiknya terus. Lu belum makan kan? Ini gua bawain nasi, makan dulu Lang." Suara tiba-tiba milik Juan itu membuat Langit menolehkan wajahnya, anak itu menggeleng pelan, menandakan jika dirinya tidak ingin makan.

"Hah...Kasa liat abang lu nih, disuruh makan nggak mau." Gurau Juan, cowok itu dengan cepat segera memindahkan nasi bungkus yang tadi dibawa olehnya ke sebuah piring.

"Makanlah Lang, sesuap aja deh, lu daritadi pagi belum makan, Kasa pasti bakal marah kalau lu nya begini." Lanjut anak itu, dengan segera langsung memberikan piring yang berada di tangannya pada Langit, mau tidak mau anak itu mengambilnya, daripada harus mendengar omelan dari Juan.

"Thanks, ngomong-ngomong gimana hasilnya tadi? Pelakunya udah ketemu?" Tanya Langit.

Juan nampak menghela nafas, dan lantas mengangguk mengiyakan. Anak itu memang baru saja pulang dari kantor polisi, satu jam yang lalu pihak penyelidik kembali memanggilnya untuk dimintai keterangan sebagai saksi kecelakaan pada hari itu. Sampai pada akhirnya penyelidikan membuahkan hasil, keterangan yang diberikan oleh Juan mengenai mobil yang dimiliki oleh pelaku ternyata cocok dengan hasil penyelidikan pihak kepolisian.

Masalahnya bagaimana sekarang Juan akan mengatakannya pada Langit, kalau ternyata Arjuna lah si pelaku penabrakan Angkasa. Langit itu bersumbu pendek, Juan takut kalau anak itu akan mendatangi kantor polisi saat ini juga hanya untuk menonjok Arjuna.

"Siapa?" Tanya Langit.

"Arjuna, pelaku penabrakan hari itu, hasil dari keterangan yang gua berikan cocok sama hasil penyelidikan polisi selama ini. Arjuna ditemukan di daerah Bogor sama polisi, lengkap sama mobil yang di gunainnya hari itu. Pelakunya gak cuma Arjuna, temannya Naka sama Yoga juga ikut ketangkap, tapi sekarang status mereka berdua masih saksi." Jelas Juan.

Saat itu juga Langit yang semula tenang merubah raut wajahnya menjadi merah akibat menahan marah, tangannya terkepal erat sampai-sampai urat di tangannya terlihat dengan jelas. Juan yang sudah tahu Langit akan memberikan respon seperti ini lantas mengela nafas dan berjalan menghampiri Langit.

"Tenang, jangan meledak dulu. Gua bakal urus masalah ini, Arjuna harus dapat hukuman yang setimpal."

Angkasa menutup kedua matanya, senyuman hangat miliknya masih setia anak itu tampilkan, sesekali anak itu terkekeh kecil kala angin berhembus nakal secara perlahan menyapu rambut kecokelatan lebat miliknya.

Dibaringkannya tubuh Angkasa, netra cokelatnya kini menatap langit berwarna biru cerah di hiasi oleh burung-burung yang terus berterbangan. Anak itu nampak menikmati suasana yang nyaman saat ini, meski dirinya tidak tahu sebenarnya dimana dirinya berada saat ini, entah dibelahan bumi mana dirinya berada.

Yang Kasa rasakan hanya kenyamanan, rasa-rasanya tubuhnya sangat ringan dan sehat, rasa-rasanya pikirannya nampak lega, seperti tidak ada beban apapun yang tengah dirasakannya sekarang, tidak ada rasa sakit. Kasa nyaman berada disini, sendirian di temani dengan kesunyian tanpa beban tanpa sakit yang dirinya senantiasa rasakan.

"Angkasa...anak ayah." Sebuah suara yang berasal dari orang yang kini sudah berdiri berada dihadapannya membuat Angkasa menyernyit heran, lantas dirinya segera bangkit, menatap sosok pria paruh baya yang sekarang sudah berjongkok dihadapannya.

"Siapa?" Batin Angkasa.

Pria itu nampak tersenyum, mengelus sayang surai milik Angkasa. Seolah mengerti dengan raut wajah bingung Angkasa, pria itu kembali membuka suara.

"Ini ayah, kenapa Kasa ada di sini?" Tanyanya.

Angkasa lagi-lagi menyernyit, sampai di detik selanjutnya tiba-tiba air matanya jatuh. Menatap tak percaya sosok pria dihadapannya ini adalah Ayahnya, Sulthan Aldigbrata yang selama ini dirinya pertanyakan "Ayah...Sulthan?"

Lagi-lagi bak mengerti maksud Angkasa, Sulthan pria paruh baya itu mengangguk, dan lantas membawa Kasa masuk ke dalam dekapnya.

"Iya...sayangnya ayah, ini ayah Sulthan, ayahnya Kasa." Balasnya, pria paruh baya itu membiarkan sang anak menangis di dalam dekapnya.

Lima belas menit berlalu kini ayah dan anak itu tengah terduduk diam, Kasa menyadarkan kepalanya pada bahu sang Ayah dengan Sulthan yang mengelus pelan kepala sang anak, mereka masih terdiam, keduanya masih enggan untuk membuka mulut, hingga helaan nafas pelan milik Sulthan terdengar, membuat Kasa menolehkan wajahnya.

"Kasa kenapa ada disini?" Pertanyaan yang sama kembali pria lontarkan. Membuat anak yang berada disampingnya kembali menolehkan wajahnya, menatap rerumputan hijau dibawah sana. Gelengan pelan Sulthan dapatkan, anak itu menggerakan bibirnya secara berlahan, berkata pada sang ayah jika dirinya juga tidak tahu.

"Kasa nggak tau, emang ini dimana? Kenapa ayah juga ada disini?" Anak itu bertanya balik.

"Karena, disini tempat ayah, dan seharusnya Kasa belum ada disini."

Ucapan Sulthan lagi-lagi tidak dapat Kasa mengerti, memang kenapa seharusnya Kasa belum ada disini? Memang seharusnya Kasa dimana?.

"Kasa pulang ya? Kan banyak yang lagi nunggu Kasa." Balas Sulthan.

Anak itu lagi-lagi menggeleng, buat apa pulang? Lagipula harus kemana dirinya pulang?

"Kasa nggak ngerti ayah, siapa yang nunggu Kasa? Kasa harus pulang kemana?" Ucap anak itu, menatap wajah sang ayah dengan penuh tanda tanya.

Sulthan tersenyum, mengeratkan pelukannya. "Ke rumah Kasa, pulang ya? Banyak yang nunggu adik buat pulang, luka Kasa juga belum sembuh, kalau mau disini lukanya harus sembuh dulu."

"Luka?" Tanya Kasa. Sulthan mengangguk, jari telunjuknya menunjuk dada kiri milik Kasa.

"Ini, luka yang ada disini harus sembuh. Kalau sudah, Kasa baru boleh ada disini." Lanjut Sulthan.

Kasa terdiam untuk sesaat, sampai akhirnya anak itu kembali menggeleng kuat, luka yang ayah maksud ternyata luka yang selama ini susah untuk Kasa sembuhkan, luka yang sudah sangat basah yang Kasa sendiri bahkan tidak tahu bagaimana cara menyembuhkannya. Sudah terlanjur sakit, sudah terlanjut banyak lukanya.

"Sakit ayah, gamau. Lukanya udah banyak, Kasa gak tau gimana caranya buat sembuhin. Kasa mau disini aja, sama ayah." Ucap Kasa, namun justru dibalas gelengan pelan oleh Sulthan.

"Belajar memaafkan ya? Itu obatnya, sekarang Kasa pulang dulu, maafin semuanya, ikhlasin semuanya, baru boleh kesini lagi." Balas Sulthan.

Angkasa hanya diam, sampai pada akhirnya anak itu menguap, matanya terasa memberat, ditambah elusan di kepalanya membuat Angkasa tambah mengantuk.

"Kasa ngantuk..."

Sulthan hanya tersenyum, pria itu lantas mencium kening sang anak dan membisikkan sesuatu pada telinga Kasa, entah apa, terdengar samar, yang Kasa dengar hanya kata 'tunggu sebentar lagi...' setelah itu dirinya tertidur.

Angkasa - 40


Continue Reading

You'll Also Like

5.3K 367 38
"Gue sakit. Kalo bukan karena Bunda mungkin gue udah mati dari dulu." ******************** [HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Sejujurnya, sulit sekali...
468K 46.8K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
1M 63.5K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
4.5K 443 38
(Jangan lupa Follow sebelum baca, biar gk ketinggalan🤗) This my first story!! Pacaran dengan sosok setampan Saga memanglah tak mudah. Setiap mereka...