Pacaran [TAMAT]

By Lulathana

254K 38K 3.3K

Dari kecil Bella itu sangat suka bela diri, berbagai jenis dia pelajari. Namun, karena tragedi ditolak cinta... More

Pacaran
...
1. Drama
2. Tawuran
3. Takdir yang Tak Diinginkan
4. Cowok Seblak
5. Dia Kembali
6. Rumination
7. Semangat
8. Sandera
9. Percaya Diri
10. MTNI
11. Keluarga
12. Kedua Kalinya
13. Bengkel Bang Jo
14. Banyak Sisi
15. Malming
16. Drama
17. Pertemuan
18. Teman Billa
19. Teman Billa (2)
20. Tanda
21. Cantik dan Anggun
23. Serangan Tak Terduga
24. Rumah Gavin
25. Kanapa?
26. Sakit
27. Sakit (2)
28. Bimbang
29. Penculikan
30. Tidak Ingin
31. Bazar
32. Photobox
33. Sosok yang Sama
34. Dia Sebenarnya
35. Menggemaskan
36. Tidak Sungkan
37. Myth
38. Melarikan Diri
39. Optimis
40. Dua Arah
41. Terungkap
uwu
42. Mulai Membaik(?)
43. Konsekuensi
44. Garis Memulai
45. Tembok Penghalang
46. ¡Maldito seas!
47. ¡MALDICIÓN!
48. Sederhana
49. Pacaran (Tamat)

22. Jola

4.2K 699 32
By Lulathana

"Kak Bella biasa dipanggil Billa sama Kak Jeya. Apa ini bisa jadi petunjuk ya? Tapi 'kan Kak Gavin deket sama Kak Bella, masa iya Kak Gavin nyari orang yang di depan mata?"

Jola mengetuk-ngetuk jemarinya pada atas permukaan meja. Tatapannya terlihat nyalang dengan bibir mengapit sedotan. Ia hanya menggigit -gigitnya memainkan.

"Aku harus tanyain, Billa itu nama asli apa cuma panggilan."

Pintu terdengar dibuka, Jola menoleh dan mendapati Gavin yang baru pulang. Jola siap menyapa, sayangnya begitu melihat wajah lesu Gavin, ia mengurungkannya.

"Katanya abis nganter Kak Bella, kok ditekuk gitu? Love-love dong," ucap Jola menggoda."

"Nggak nganterin."

"Loh? Aku udah bela-belain naik ojol. Kak Bellanya nggak mau dianterin? Ck! Skill Kak Gavin nggak banget, masa bujuk cewek aja nggak bisa."

"Bukan gitu."

Gavin duduk pada kursi di samping Jola lalu menumpukan keningnya pada permukaan meja.

"Kenapa sih?" Jola benar-benar terheran. Sangat tidak biasa Gavin tidak bersemangat seperti ini. Aneh sekali

"Clara ternyata benar-benar nekat," ucap Gavin dengan bergumam.

Jola ikut membaringkan kepalanya, menyimpan  atensi penuh pada Gavin, penasaran. "Maksudnya?"

Gavin menggeleng. Seolah hal ini tidak perlu dia bicarakan pada Jola. Padahal mereka biasa terbuka satu sama lain.

"Kenapa sih, Kak?"

"Pegel, pijitin dong." Gavin menepuk-nepuk bahunya, memilih mengalihkan topik.

"Dih, ogah." Jola berdecak. Ia melipat tangannya di dada dengan kesal.

"Dek."

"Apa?"

"Kenapa kamu nggak suka Clara?"

"Karena masih banyak perempuan-perempuan di luar sana yang lebih baik buat Kak Gavin," jawab Jola dengan lantang. Ia bahkan merentangkan tangannya. Seolah kalimat yang mulutnya utarakan adalah template yang tidak perlul dipikirkan lagi.

"Clara di mata kamu itu gimana?"

Jola terdiam, tangannya seketika berubah kaku. "Aku ke kamar deh, banyak tugas." Jola bangkit dari kursinya kemudian berjalan meninggalkan Gavin.

"Kalo Kakak suka sama Clara gimana?" tanya Gavin lagi yang membuat langkah Jola berhenti.

"Kak Gavin nggak suka sama Kak Clara," ucap Jola yang terdengar seperti tercekat.

"Kenapa nggak? Nggak ada yang buruk kok dari Clara."

Gavin memerhatikan tangan Jola yang berubah mengepal mengepal.

"Terserah," ucap Jola dengan nada dingin kemudian benar-benar pergi dari sana.

Gavin menghela napas. Dirinya bingung sekarang.

oOo

"Gavin cuma brandalan SMA. Dia kebetulan menonjol di tongkrongan Jo karena yang paling jago fisik. Dia akrab sama preman karena orangnya emang humble dan gampang ngeluarin duit. Intinya murni cuma temem ngopi-ngopi doang."

Suara Zara menjadi teman angin yang bertiup malam ini. Bella yang hanya memakai tanktop dan celana pendek itu sedikit pun tidak merasa terganggu akan dinginnya. Justru rautnya kini terlihat serius.

"Orang biasa?" Bella kembali meminta penegasan. Tidak puasa akan informasi yang Zara beberkan.

"Seriusan dia cuma cunguk biasa. Kalo soal dia yang bisa gampang nangkap orang yang nyerang Billa, itu karena dia emang deket sama Komang. Ada duit juga, tapi selebihnya dia nggak ada sangkutan di jaringan mana pun."

Bella mengetuk-ngetuk kepalanya. "Terus kenapa dia nyari gue?" tanya Bella yang lebih pada gumaman untuk diri sendiri

"Kalo itu, kurang tau."

Gavin jelas bukan hanya orang biasa-biasa aja. Pasti ada alasan kenapa dia ingin menemui 'Billa".

Bella memutar bola mata. "Cari tau di masa lalu apa gue pernah punya urusan sama seseorang yang berhubungan sama dia."

"Iya-iya, Billa serahin aja sama gue. Tapi sumpah nih Billa nggak bakal comeback? Udah aktif gini."

Bella memutar bola matanya. "Nggak. MTNI udah di depan mata."

"Iya-iya. Nanti gue infoin yang lain, tapi mungkin mereka pada ngelag dulu. Selain nama, mereka juga nggak bakal ngenalin wajah Billa."

"Dengan kata lain lo bilang gue dulu emang sejelek itu."

"Haha ... bukan gitu. Meskipun beda, Billa yang dulu maupun yang sekarang tetep keren kok."

"Lo bilang gitu cuma buat bikin seneng."

"Eh ajang kayak gitu pake vote nggak sih? Kalo pake, Billa bisa menang jalur anak Billa."

Bella memutar bola mata mendengarkan ocehan Zara itu. Ia memilih menopangkan tangan pada pagar. Keningnya sedikit mengernyit begitu melihat ada bayangan perempuan yang berjalan di pekarangan rumahnya.

"Gue hubungin nanti."

Bella menurunkan ponselnya. Ia lebih menyipitkan mata untuk melihat dengan jelas.

"Adeknya Gavin, ngapain malem-malem ke sini?"

Bella segera masuk ke dalam lalu turun ke bawah. Di sana Jola sudah berbincang-bincang dengan Venni.

"Tuh Bellanya. Kamu mau minum apa? Tante ambilkan," ucap Venni dengan ramah.

"Nggak papa kok, Tan. Aku nggak bakal lama kok." Jola sedikit menunduk sungkan

"Eh nggak papa, Tante bikinin minuman yang anget aja ya, tunggu sebentar." Venni mengusap lengan Bella kemudian berlalu ke arah dapur.

"Duduk." Bella mempersilahkan cewek itu. "Kamu ada apa nih malam-malam ke sini?" tanya Bella dengan raut cerah juga kalimat yang riang.

"Eu, anu. Sebelumnya maaf banget aku ambil alamat kakak dari data sekolah."

Nggak kakak, nggak adek, ini keluarga emang hobi jadi intel ya.

"Nggak papa, ada hal yang penting pastinya ya?" Kalau sampai Jola cari tahu sendiri, artinya Gavin tidak tahu soal kedatangan adiknya itu ke sini.

"Kakak jangan tinggalin Kak Gavin ya?"

Bella mengernyit tidak mengerti. "Maksudnya?"

"Tanpa aku cerita kakak udah pasti denger 'kan dari Kak Gavin soal Kak Clara. Aku nggak ngerti apa yang terjadi sama Kak Gavin, tapi dari gelagatnya Kak Gavin seolah mau nyerah sama Kak Clara."

Bella mengernyit. Seingatnya sikap Gavin tadi masih baik-baik saja. Bella cukup yakin dengan dua preman itu yang tidak akan membongkar tentang dirinya. Artinya pengakuan yang Gavin terima adalah tentang Clara.

"Maksudnya Gavin mau nerima Clara?"

Jola mengangguk.

Baguslah, Bella jadi tidak perlu pura-pura lagi. Bella bisa merasakan kebebasannya kembali

"Mungkin emang Gavin mulai suka Clara. Banyak kok kasus kayak gitu, awalnya nggak suka, tapi karena kegigihan akhirnya  hati seseorang luluh juga."

Jola menggeleng. "Kak Gavin nggak suka sama Kak Clara," tolak Jola dengan tegas. Rautnya terlihat sangat yakin seolah yang dibahas bukan orang lain, tapi dirinya.

"Isi hati orang 'kan nggak ada yang tau."

"Beneran, Kak Gavin nggak suka sama Kak Clara. Aku tau sekarang Kak Gavin lagi jatuh cinta meski dia belum sadar, tapi itu bukan Kak Clara."

Bella mengernyitkan keningnya. Ternyata Jola ini tipe orang yang mengambil keputusan sendiri, lalu mempercayai pendapatnya itu tanpa konfirmasi lebih.

"Kak Gavin itu nggak suka deket sama cewek. Satu-satunya cewek yang deket sama Kak Gavin itu cuma Kak Bella, jadi kemungkinan yang ditaksir Kak Gavin itu Kak Bella."

Tawa Bella pecah seketika. "Jangan aneh-aneh deh. Lagian Gavin tau kok aku suka sama orang lain."

"Kakak suka sama orang lain?"

Bella mengangguk.

"Siapa?" Jola menatap wajah Bella dengan fokus.

"Bagas."

Jola menggeleng. "Kak Bella nggak cinta sama dia," ucap Jola yang menunjukkan sisi sok tahunya itu lagi.
Agak menyebalkan juga ya anak yang satu ini.

"Hal yang paling aku kuasai adalah cinta. Dari tatapan Kakak barusan, Kakak nggak punya cinta buat orang yang namanya Bagas itu."

"Aku yang rasain."

"Kalau Kakak cinta, Kakak nggak bakal semudah itu nyebut namanya apalagi di depan orang yang nggak kenal baik. Kakak bisa selantang itu karena ego Kakak yang main, bukan perasaan."

Bella terdiam sejenak. Meskipun berkesan sok, tapi logika Jola memang bisa dipertimbangkan.

"Sorry nih, kayaknya kamu terlalu jauh," ucap Bella dengan raut ramahnya yang sedikit menurun.

"Maaf Kak, aku nggak maksud." Jola menunduk bersalah. Ia sedikit meruntuki sifat impulsifnya yang memang kadang melupakan batas privasi seseorang.

"Tapi Kak, seandainya Kakak nggak bisa suka sama Kak Gavin, Kakak bisa bertahan sama Kak Gavin sampe Kak Clara nyerah."

"Clara udah lama 'kan ngejar Gavin, nggak semudah itu buat dia nyerah."

Jola menunduk tangannya terlihat meremas rok yang dirinya kenakan. Membenarkan yang Bella katakan dan dirinya terbingung harus mengambil langkah ke mana lagi.

"Kak ...," ucap Jola terdengar putus asa.

Bella melipat tangannya di dada, matanya menilik Jola dengan teliti. "Kamu bahkan nggak kenal aku. Kenapa kamu malah dukung Gavin sama aku?"

"Eu ...."

"Kamu tau alasan aku mau jadi pacar pura-pura Gavin itu biar Bagas nggak disakitin. Jadi, kalo kamu bilang aku baik, itu jelas cuma omong kosong karena aku punya tujuan sendiri."

Bibir Jola terbuka, tapi hingga beberapa detik berlalu tidak ada kata yang sanggup ia ucapkan.

"Clara emang separah apa?"

Jola terperanjat kaget. Bella memerhatikan tangan Jola yang mencengkeram kuat.

Bella menghela napas. Ia menyandarkan tubuhnya dengan santai. "Gavin nggak tau ya?"

Jola menunduk semakin dalam. Bella meraih tangan Jola lalu menggenggamnya. Saat seseorang pernah berhadapan dengan monster, hasilnya ada dua, kalau bukan nganggep semua orang jahat, dia bakal naif dengan nganggep semua orang baik.

"Aku mungkin nggak sebaik yang kamu pikir dan Clara mungkin nggak seburuk yang kamu pikir."

"Nggak!" tolak Jola. "Maksudnya, Kak Bella pasti orang baik."

Bella menilik baik-baik sorot mata Jola. Tidak ada keyakinan di sana. Artinya Jola ada di opsi pertama.
Dia sangat krisis kepercayaan.

Ah, tapi apa peduli Bella?

"Kamu lagi diet nggak? Aku ada cokelat, mau?"

Jola mendongak. Ia melihat Bella yang bangkit lalu menghampiri sebuah rak kaca. Bella mengeluarkan sebuah kotak cantik. Ia membukanya. Yang membuat Jola sedikit bertanya-tanya, kotak secantik itu hanya digunakan untuk menyimpan satu batang cokelat.

Bella kembali dengan senyum yang hangat. "Nih, buat kamu."

"Aku?"

Bella mengangguk. "Itu cokelat spesial, tapi aku nggak bisa makan."

Jola pun perlahan menerimanya.

"Makasih, Kak."

"Sama-sama," balas Bella seraya mengusap-usap puncak kepala Jola.

Jola sempat terkaget, hingga perlahan sudut-sudut bibirnya membentuk senyuman.

"Bilang sama Kak Gavin, jangan pernah ngasih cokelat."

Jola membelalak lagi, kali ini terlihat ada binar-binar senang di sana. "Iya, Kak. Ada lagi?

Bella terlihat berpikir. "Oh iya, jangan maksa aku makan seblak lagi."

"Kak Gavin maksa Kakak makan seblak?"

"Iya. Ngeselin banget 'kan?" Bella menatap  Jola seolah mengadu. "Padahal jelas banget lemak di sana itu banyak."

"Hahaha....." Tawa Jola tiba-tiba pecah.

"Kamu ketawa?" Bella berpura-pura memasang wajah cemberut

"Haha ... maaf, Kak. Soalnya aku baru nemu cewek yang makan seblak harus dipaksa."

"Seblak bikin gendut tau."

"Enak, Kak."

"Ah, kamu sekubu ya sama Gavin? Nyesel curhat aku." Bella mencebikkan bibirnya yang semakin membuat Jola tertawa.

oOo

"Udah Abang anter dengan selamat 'kan?" tanya Bella seraya mengalihkan pandangan dari ponsel pada Dhika yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Udah," jawab Dhika seraya menyimpan kunci ke atas lemari kecil di samping TV.

"Jangan lo gebet."

"Ya kali sama bocah." Dhika mendengkus.

"Dia adek Gavin."

Dhika mengangguk-angguk. "Oh, jadi yang tadi itu rumah Gavin."

"Nggak usah aneh-aneh deh." Bella melayangkan tatapan penuh ancaman. Sebenernya kalau tidak akan meninggalkan kecurigaan, Bella ingin mengantar Jola langsung.

"Suudzon aja lo." Dhika merebahkan tubuhnya pada sofa.

"Kirain itu anak lo," ucap Dhika dengan nada yang bisa dibilang serius.

"Dia telat 2 taun."

"Anjay, buat peduli aja ada expire gitu."

"Ada, ini juga lagi nunggu expire lo."

"Adek laknat." Dhika menggerutu. Ia menatap langit-langit dengan diam untuk beberapa saat.

"Gue seneng," ucap Dhika tiba-tiba. "Lo perlahan mulai kayak diri lo lagi."

"Iya-iya, karena selama ini di mata lo gue cuma kesurupan." Bella memutar bola mata.

"Gue suka lo debat kayak gini."

"Dan gue suka kalo punya abang kayak Gavin. Anter-jemput adeknya, dukung apa yang dimau sama adeknya, selalu prioritaskan dia. Nggak kayak yang di sini."

Dhika tergelak tawa. "Lo nggak perlu abang kayak Gavin, lo 'kan udah jadi ceweknya. Lo bisa ambil alih bahkan jauh dari adeknya."

"Nggak guna banget ya gue ngomong sama lo." Bella bangkit dari duduknya, lebih baik dia kembali ke kamar.

Dhika menarik senyum satu sudut. Sebuah ide tiba-tiba muncul di kepala Dhika. Dhika bangkit lalu meloncat ke arah punggung Bella. Bella sempat terkaget tapi untungnya dia bisa cepat meraih keseimbangan hingga tetap bisa berdiri meski menggendong tubuh yang punya bobot dua kali darinya itu.

"Wah adek, gue keren. Gendongin sampe kamar dong."

Bella berdecih kecil. Tangannya mulai bergerak memegang tubuh Dhika. Dengan cepat dia membungkuk dan membanting tubuh Dhika ke lantai.

Dhika sempat ke kesusahan bernapas karena punggungnya yang terbentur, tapi setelahnya dia tertawa senang.

"Gila," umpat  Bella.

"Uhuk, uhuk, adek gue comeback," ucap Dhika seraya terbatuk.

"Bell suara apa barusan?" teriak Venni dari arah kamarnya.

"Bang Dhika kepleset, Mama nggak usah ke sini!" seru Bella sebelum kegilaan anggota keluarganya yang lain ikut terpancing.

"Bukan Ma, Bell--"

Bella membekap mulut Dhika dengan cepat, matanya melotot memperingatkan.

Dhika mengacungkan tangannya dengan simbol OK, hingga Bella pun melepaskan bekapannya.

"Gendong gue ke kamar."

Bella memutar bola matanya jengah.

oOo

6 Agustus 2023

Continue Reading

You'll Also Like

4.5M 361K 37
Nara memergoki pacarnya berciuman dengan sahabat terdekatnya. Sakit hati, rasa dikhinati, semua berkumpul memenuhi rongga dadanya. Belum lagi orang-o...
7.6K 1.5K 23
[Cerita masih lengkap!] Jika hari ini putus, besok mereka akan balikan. Dan setelah itu mereka akan putus lagi. Mirna cukup lelah menghadapi sifat Bo...
585K 27.7K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
1.7M 123K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...