BILLIONAIRE HUSBAND

By dregax99

16.2K 3.8K 2K

21+ || DARK LOVE THRILLER • • • Azhaan Jaafhaer Zhaiens, begitu kejam dan berkuasa. Billionaire from Ame... More

𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 𝐇𝐔𝐒𝐁𝐀𝐍𝐃
𝐅𝐎𝐑𝐄𝐖𝐎𝐑𝐃
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19

PART 3

841 215 97
By dregax99

. . .

PART 3

Happy Reading

Play List :
Prilly Latuconsina - Luka Kecil

. . .

Four Seasons Hotel, Casablanca - Maroko | 08.00 PM

"Azhaan! kau sudah selesai?" pekik Rhiana sembari merapihkan kembali dress berwarna biru dongker senada dengan hijabnya yang ia kenakan pada malam ini.

"Ya." dengan malas pria itu menyahut dari balik pintu kamar hotelnya.

Benar-benar tidak ada semangat dalam diri Azhaan saat ini. Tidak pernah terpikirkan oleh pria itu bahwa ia akan di jodohkan dengan seorang gadis asing yang sama sekali belum pernah ia temui.

Azhaan keluar dari kamarnya, menampakkan tubuh atletis yang terbalut kemeja berwarna hitam senada dengan kemeja putih sang adik.

Rhiana sangat terpukau menatap kedua putranya bergantian. Wanita paruh baya itu sedikit terharu melihat kedua putranya yang sangat tampan. Rhiana merasa bangga terhadap dirinya sendiri. Kurang lebih delapan tahun ia membesarkan kedua putranya seorang diri. Setelah sebuah kejadian nahas yang membuat Enver trauma hingga saat ini.

"What's wrong Mom?" tanya Enver yang tidak sengaja melihat Rhiana menitikkan air matanya.

"Nope. Mommy hanya terharu pada kalian berdua," ujar Rhiana yang langsung terhambur dalam pelukan kedua putranya. Mencium kening Azhaan dan Enver bergantian.

Azhaan sedikit tersentuh akan perlakuan Rhiana. Azhaan merasa sangat bersalah akan sifat keterlaluan nya terhadap Rhiana belakangan ini. Namun dibalik itu semua, Azhaan sangat mengkhawatirkan Rhiana.

Melihat Rhiana yang menangis haru seperti ini, hati Azhaan semakin tersentuh. Ia akan merasa sangat bersalah jika dirinya membuat masalah hingga mengecewakan Rhiana.

"Don't cry Mom, your makeup will fade," ucap Enver menghapus lembut air mata yang membekas di kedua pipi Rhiana.

Rhiana tertawa mengibaskan kedua tangannya. Lalu mengusap lembut rambut putra bungsunya tersebut.

Drrttt

Terdengar dering ponsel yang berasal dari dalam tas gucci berwarna hitam milik Rhiana. Rhiana merogoh tasnya mengambil ponsel tersebut.

"Kalian tunggu sebentar." ucap wanita paruh baya itu pada kedua putranya di balas dengan anggukan oleh Azhaan dan Enver.

Mereka bergegas menuju sofa untuk bersantai menikmati pemandangan malam hari dari balik jendela kamar hotelnya sembari menunggu Rhiana.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Enver mencoba memulai topik pembicaraan dengan sang kakak.

"Nothing."

Enver sudah menduga, bahwa kakaknya akan menjawab seperti itu.

Azhaan melirik Enver sekilas yang tengah menatap kosong jendela kamar. Ia sedikit berdengus, tersenyum mengingat bagaimana dulu bocah itu sangat cengeng dan selalu merepotkan bahkan hingga saat ini. Tidak terasa adiknya tersebut semakin dewasa. Meski umur keduanya terpaut hanya dua tahun, tetap saja bagi Azhaan adiknya tersebut hanya anak kecil yang terpaksa dewasa.

"Kau—" ucap Azhaan terpotong membuat Enver menoleh ke arahnya.

"Why?"

Azhaan membenarkan kerah kemejanya. Sesekali ia menyeruput teh hangat yang telah di sediakan oleh Rhiana sebelumnya. "Bagaimana perasaanmu saat ini?"

"Kamu nanya?" ledek Enver yang langsung mendapati tatapan tajam dari Azhaan. Enver terkekeh pelan melihat sang kakak yang selalu saja sensi seperti wanita yang tengah datang bulan. "Seperti biasa, bahkan lebih buruk." lanjutnya.

Azhaan menaikkan sebelah alisnya seperti ingin bertanya, why?

"Mommy menyuruhku melupakan kejadian itu," ucapnya yang paham akan ekspresi yang di berikan oleh Azhaan.

Azhaan membuang kasar nafasnya, menyandarkan tubuhnya pada sofa.

"Mommy benar sudah wak—"

Dengan cepat Enver memotong ucapan sang kakak. "Tidak akan." telaknya.

Mereka kembali terdiam. Tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

5 years ago

Washington, Amerika Serikat | 08.30 PM

Hujan deras di kota Washington membuat seorang pemuda berusia sekitar dua puluh  tahun terpaksa berlarian di bawah gelapnya langit dan derasnya hujan. Pemuda tersebut berniat untuk meneduh, namun karena jaraknya yang sudah tidak jauh dari rumah ia memutuskan berlari menerobos air hujan.

Di tengah guyuran air hujan, pandangan pemuda itu terhenti pada sebuah mobil sedan berwarna putih yang sangat ia kenali pemiliknya. Mobil dengan plat nomor LAZ-584 yang ia yakini milik sang ayah. Dengan langkah tergopoh-gopoh pemuda tersebut menghampiri mobil untuk meminta tumpangan kepada Ayahnya, Lionel Aamir Zhaiens. Setibanya di sana, ia di kagetkan atas apa yang telah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

Dengan penuh amarah, pemuda itu mengambil sebuah batu bata merah yang berada di dekatnya dan melempar batu bata tersebut ke arah spion mobil hingga membuat dua orang yang tengah bercinta di dalamnya terperanjat kaget. Bagai tersambar petir di siang bolong, ia kembali terkejut ketika mendapati sang kekasih berada di dalamnya. Ya, Ayahnya telah bercinta dengan seorang wanita yang di yakini adalah kekasihnya.

Lionel panik bukan main saat ia tertangkap basah oleh putranya sendiri. Pemuda itu menyunggingkan bibirnya menatap Lionel dan kekasihnya bergantian dari luar jendela mobil. Dengan perlahan ia berjalan mundur, sebelum akhirnya meninggalkan mereka. Lionel yang sudah kelewat panik bersiap menancapkan gasnya guna mengejar putranya tersebut. Namun sayang, ketika mobil sedan berwarna putih tersebut ingin memutar arah, sebuah mobil truck mengalami rem blong hingga menabrak mobil Lionel dengan sangat keras. Membuat mobil sedan itu terseret sejauh tujuh kilometer dengan sang kemudi yang terpental keluar dari mobilnya.

Sang pemuda yang menyaksikannya secara langsung hanya bisa tersungkur lemah di bawah derasnya hujan. Menatap miris mobil yang sudah tergeletak hancur dan sang ayah yang tidak berdaya tepat berada dihadapannya. Dangan langkah tergopoh, ia mendekati Lionel. Melihat sebuah lengan berurat yang tampak mulai keriput memberikan pergerakan.

"Maafkan Daddy Enver," ucap pria paruh baya itu sebelum akhirnya tewas.

Ya, pemuda itu bernama Enver Mehr Zhaiens. Putra bungsu dari Lionel Aamir Zhaiens. Enver menatapnya tak percaya. Ia benar-benar hancur saat ini. Kejadian saat Lionel bercinta dengan kekasihnya sendiri, hingga kecelakaan yang menewaskan Lionel.

"Dad? Wake up Dad!"

"Daddy! Kau tidak boleh pergi sebelum kau mengakui kesalahanmu kepada Mommy!" pekik Enver yang sudah sangat kacau keadaannya.

Enver terus meracau tanpa henti sembari memangku kepala sang ayah. Ia berharap kejadian ini hanyalah mimpi. Meski pemuda itu sempat berpikir bahwa Lionel adalah pria brengsek karena telah mengkhianati istrinya, namun ia tetaplah Ayahnya. Perasaannya saat ini tidak bisa di tutupi, bahwa ia sangat kecewa terhadap Lionel.

DUARRR

Ledakan yang berasal dari mobil sedan berwarna putih itu mampu menarik perhatian Enver. Ia teringat bahwa kekasihnya masih berada di dalam mobil. Enver bersegera menghampiri mobil tersebut, namun pergelangan tangannya di tahan oleh beberapa polisi yang sudah tiba di tempat kejadian.

"Apa kau gila? Kekasihku berada di dalam sana!" pekik Enver memarahi salah satu polisi yang menahannya.

"Anda tidak bisa kesana! Ini terlalu berbahaya. Kemungkinan akan ada ledakan susulan dari mobil itu," jelas polisi yang masih berusaha menahan Enver.

DUARRR

Benar saja ledakan kedua terjadi lagi ketika api menyambar bensin yang berceceran di sekitaran mobil. Enver menutup wajahnya tidak percaya. Dunia nya saat ini sangat hancur. Ketika menyaksikan wanitanya tersebut terbakar angus oleh api yang membara. Ia tahu bahwa dirinya telah dikhianati oleh sang kekasih, akan tetapi wanita itulah yang selalu menemani ia selama tiga tahun belakangan ini. Enver sangat merutuki dirinya sendiri karena terlambat untuk menyelamatkan kekasihnya.

"Sampai kapan pun kejadian ini akan selalu kuingat."

.   .   .

"Mau sampai kapan?"

"Sampai aku benar-benar menemukan wanita yang dapat menggantikan Bella," sahutnya langsung beranjak menuju jendela.

Azhaan menatap kosong sang adik. Ia hanya tidak ingin Enver terus-menerus berlarut dalam rasa trauma itu. Ya, meskipun ia juga tahu kejadian ini murni kesalahan Lionel dan mantan kekasih adiknya. Sedangkan Enver? Ia hanyalah seorang korban atas kejadian tersebut.

"Sayang ada kabar tidak mengenakan," ucap Rhiana tiba-tiba menghampiri kedua putranya yang berada di ruang keluarga.

Azhaan menoleh ke arahnya begitu juga dengan Enver.

"Why Mom?" tanya Enver penasaran menghampiri Rhiana yang telah duduk di sisi Azhaan.

"Hari ini kita tidak jadi berkunjung ke rumah Asya," ucap Rhiana dengan ekspresi yang dibuat-buat.

Kali ini Azhaan angkat bicara. Bingung, antara bingung dan bahagia. "Why?" tanyanya penasaran.

Rhiana mendengus menatap putra sulungnya tersebut. "Tak perlu berlagak bingung. Mommy tahu kau pasti sangat senang kan?" katanya dengan tatapan sinis.

Azhaan membuang nafasnya kecewa, merebahkan kembali punggung nya pada bantalan sofa. "Apakah semudah itu untuk menebaknya?"

"Kami semua tahu kau orang seperti apa," sahut Enver.

"Okay. Azhaan besok mungkin kau bisa ke New York untuk kembali mengurus pekerjaanmu," ujar Rhiana membuat Azhaan terbangun dan melongo di buatnya.

"Lalu? Bagaimana dengan acara perkenalan itu?" tanya Azhaan bingung begitupun dengan Enver yang sangat penasaran.

"Mereka sedang berada di luar kota. Kemungkinan sekitar dua minggu lagi mereka akan kembali," jelas Rhiana sembari menyeruput teh nya.

"Tidak. Aku akan tetap berada di Maroko hingga mereka tiba," jawab Azhaan yang membuat Rhiana menyemburkan teh nya.

"Mom!" pekik Azhaan.

"Maaf, Mommy hanya terkejut dengan apa yang dikatakan olehmu," Rhiana mengelap dress nya yang sedikit terkena cipratan air teh tersebut. "Maksudmu bagaimana? Bukankah kau tidak betah berada disini?" lanjut Rhiana bertanya pada putra sulungnya tersebut.

"Aku akan tetap disini. Soal pekerjaan aku sudah meminta Daniel untuk meng-handle nya," ujar Azhaan santai.

"Lanjutkan pembicaraan kalian, aku ingin keluar," tukas Enver bersiap meninggalkan mereka di hotel.

"Kau ingin kemana?" tanya Rhiana.

"Mencari udara segar Mom,"

McLaren Speedtail berwarna hitam melaju dengan kecepatan tinggi di kota Casablanca. Pikiran Enver saat ini sangat kacau. Mengapa Rhiana dan Azhaan menyuruhnya untuk melupakan kejadian tersebut? Padahal Rhiana sendiri telah dikhianati oleh Lionel, pria brengsek itu.

Enver membuang nafasnya kasar.

AARGHHH!

Enver kembali menambahkan kecepatan mobil yang sedang ia kemudi.

Lupakan, lupakan, lupakan.

Persetan dengan semua kata-kata itu. Momen dimana Lionel menjamah tubuh Bella, semua masih teringat jelas di dalam pikirannya. Selama tiga tahun ia menjaga kekasihnya, Bella. Namun dengan mudahnya Bella memberikan kehormatannya tersebut kepada Lionel.

Jalanan di tepi pantai saat ini sudah sangat sepi, karena jarum jam yang menunjukkan pukul sepulu malam. Pria itu menginjak gas nya kembali dengan kecepatan empat ratus dua kilometer per jam. Rasanya, pikiran Enver sekarang benar-benar sangat lepas. Melupakan semua omongan Rhiana dan Azhaan.

BRAKKK

Enver menarik pedal rem nya hingga mengeluarkan suara. Pria itu melihat dari kaca spionnya bahwa ia telah menabrak seseorang yang di yakini adalah seorang wanita. Enver kebingungan beranjak keluar dari mobilnya. Tubuhnya kini sangat lemas ketika melihat gadis yang berada dihadapannya tersebut tergeletak tidak berdaya. Dengan sigap Enver melepas kemejanya hingga tersisa kaus polos berwarna putih dengan tujuan untuk menutupi pendarahan yang terus keluar dari kepala gadis itu. Betapa terkejutnya Enver ketika melihat wajah gadis itu.

Ah—shit!

Buru-buru ia menggendong gadis dengan hijab berwarna hitam tersebut untuk masuk ke dalam mobilnya. Enver semakin panik karena darah yang ia tutupi dengan kemeja kian merembas. Pikirnya, gadis itu sedang apa malam-malam jalan sendiri. Tidak peduli dengan semua pertanyaan itu-yang terpenting saat ini ia harus segera tiba di rumah sakit sebelum kejadian yang tidak diinginkan terjadi.

Benslimane Hospital, Casablanca - Maroko |11.00 PM

Setibanya di rumah sakit, Enver langsung menggendong tubuh mungil gadis itu yang sudah bersimbah darah. Beberapa perawat menghampiri Enver membawa sebuah brankar. Dengan cepat, Enver bersama beberapa perawat yang membantunya berlari menuju ruang ICU. Kini diri Enver sudah sangat kacau. Kaos putih polosnya sudah penuh dengan bercak berwarna merah.

"Please wait outside." ucap salah seorang perawat pada Enver.

"Please do your best for his safety," pinta Enver sebelum akhirnya perawat tersebut menutup pintu ruang ICU.

Enver mendudukkan bokongnya di atas lantai. Mengusap kasar wajahnya. Teringat jelas bagaimana kacau nya keadaan wanita tersebut. Ia bersumpah pada dirinya sendiri jika dokter dapat menyelamatkan gadis itu, ia akan selalu membantu gadis tersebut hingga selesai masa pemulihannya. Namun sebaliknya, jika gadis itu tidak dapat di selamatkan maka Enver akan terus menyalahi dirinya sendiri. Saat ini yang bisa Enver lakukan hanyalah berdoa memohon pertolongan kepada Allah untuk keselamatan gadis malang itu.

Ponselnya bergetar, menandakan banyak telepon dan pesan masuk dari Rhiana serta Azhaan.

21 missed call, 10 unread message

Ia berniat mematikan daya ponselnya. Tidak mungkin jika ia berterus terang pada Rhiana dan Azhaan bahwa dirinya telah menabrak seseorang hingga tak sadarkan diri. Enver beranjak dari duduknya-berjalan kesana kemari dengan perasaan gundah tidak tenang.

Dua jam berlalu, seorang dokter keluar dari ruangan ICU. Enver segera menghampiri dokter tersebut. Untuk menanyakan bagaimana kondisi gadis yang telah ia tabrak hingga tak sadarkan diri.

"Bagaimana dok?" tanya Enver panik dengan diri yang sudah sangat kacau berantakan.

Dokter tersebut membuang nafasnya kasar. "Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi takdir berkata lain." ucap sang dokter yang membuat Enver mengernyit kan dahinya.

Pikiran Enver tidak karuan kemana-mana.

"Tidak, tidak mungkin jika gadis itu .... "

"Maksud dokter?"

"Pada pukul satu malam, Pasien telah meninggal dunia karena gagal operasi akibat pendarahan di bagian kepalanya. Pasien juga mengalami beberapa kerusakan pada organ dalamnya, salah satunya patah tulang di bagian kaki dan tangan karena benturan yang cukup keras." jelas dokter tersebut.

Seperti tersambar aliran listrik, sekujur tubuh Enver melemas tak berdaya.

"Aku telah membunuh seseorang."

Enver mengacak-acak rambutnya prustasi.

ARGHHH!!!

BUGHHH

Dengan keras ia menonjok dinding rumah sakit hingga membuat dokter yang berada di sisi nya terperanjat kaget. Kini, Enver hanya bisa tersungkur lemah. Pikirannya terus terbayang akan wajah gadis itu. Senyumnya, tatapan matanya, cara ia berbicara, semua masih terekam jelas pada ingatan Enver. Gadis yang sebelumnya menarik perhatian pria itu kini telah tiada.

Enver hanya bisa menangis sesenggukan. Ia harus bagaimana? Bagaimana cara ia memberitahu keluarga gadis itu? Bagaimana ia menjelaskan kejadian ini kepada Azhaan dan Rhiana? Kini, ia tidak jauh berbeda dengan Lionel yang telah membuat Bella kekasihnya tewas.

TO BE CONTINUED

Author noted :

McLaren Speedtail salah satu unit terakhir dari hanya 106 model yang diproduksi McLaren. Sumber tenaganya berasal dari unit V8 4,0 liter twin-turbo dengan bantuan hybrid, yang menghasilkan total 1.035 daya kuda (772 kilowatt).

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 235K 58
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
4.2M 250K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.2M 129K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 221K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...