Personal Assistant : WIFE!

By GreyaCraz

3.9M 116K 6.2K

Di penghujung usia tiga puluh, Jemima akan melepas masa lajangnya. Ketika ia pikir tak memiliki alasan untuk... More

1 : Overtime
2 : Visiting
3 : Sleepover
5 : Marry
6 : Stalking
7 : Darya
8 : Mad!
9 : Suggestion
10 : Divorce
11 : Heart Beat
12 : See You
13 : Invitation
14 : Restless
15 : Hero
16 : Accepted
17 SAH
Open PO

4 : Lipstick

92.4K 7.7K 630
By GreyaCraz

Dengan rambut yang ia ikat seadanya bahkan tak peduli dengan penampilan ini ia akan pergi ke lokasi proyek tiga jam lagi, Jemima dengan Langkah kaku bak robot itu berjalan ke pantry dan abaikan sapaan juga tanya teman sejawat yang penasaran dengan penampilan kacaunya pagi ini.

Duduk di kursi bar, termenung di sana dengan kelopak mata sayu, Jemima memandang sekitar yang sepi karena jam segini jarang ada yang datang untuk membuat minuman. Hanya dia di jam Sembilan pagi sudah begitu mengantuk. Apalagi gara-gara Aby, dia harus siap-siap dengan cepat jadi ketika pria itu bangun, dia sudah siap dan tinggal berangkat saja.

Dengan kendaraan masing-masing karena Jemima ingin memberi jeda pertemuannya dengan Abyasa. Sungguh, satu jam saja tak bersama Abyasa itu sudah cukup kok untuk mengumpulkan lagi sisa masa hidupnya yang ia pikir selalu berkurang tiap bertemu dengan si bos tiran itu.

Kriet!

Bunyi pintu baja dengan permukaan kaca hitam terbuka. Jemima yang sempat terbawa arus mengantuk segera angkat kepala dan lihat sosok pria yang masuk ke dalam, terlihat heran mendapati ia yang jarang sekali sudah berada di pantry sepagi ini.

Biasanya Jemima akan sibuk mengurusi Abyasa yang seperti bayi. Tapi pagi ini, wanita itu benar-benar mengantuk jadi tak peduli andai Aby akan memarahinya, Jemima pamitan untuk membuat kopi sebentar tapi tampaknya ia akan mengambil waktu cukup lama.

Dia tak tidur setelah makan malam yang kemalaman. Pikir saja! Ada pria asing—yang tak benar-benar asing—tidur di satu ruangan yang sama dengannya. Pria itu bahkan tak peduli dengan ketidaknyamanannya, hingga bisa tidur begitu nyenyak walau hanya beralas karpet.

"Saya ngga kuat kalau harus ngangkat kamu lagi. Jadi mending kamu langsung tidur di ranjang. Biar saya di karpet."

Padahal Jemima tak sama sekali meminta bahkan berharap Aby mengangkat dirinya tapi pria itu malah mengeluh seolah-olah Jemima lah yang memaksa. Malah mendengar apa yang Abyasa katakan itu, ia malu sendiri. Entah bagaimana tampangnya ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan entah bagaimana ekspresi kesusahan Abyasa karena harus memindahkan ia dari karpet ke kasur.

Ugh! Memalukan!

"Untuk berjaga-jaga, besok saya belikan Kasur lantai. Jadi saya ngga perlu kesakitan begini."

Bahkan pria itu mengomentari alas yang digunakan setelah pria itu sendiri yang memutuskan untuk menginap. Dan coba dengar apa yang Abyasa katakan setelahnya. Ingin membeli Kasur untuk berjaga-jaga, seolah Jemima mau menerima pria itu lagi di kosnya?!

Percaya diri sekali!

Jangankan menumpang untuk menginap. Mampir saja Jemima tak akan bukakan pintu.

Lain kali ia akan mengintip dulu tamu yang mengetuk pintu, bukannya langsung membuka begitu.

"Mbak kok lesu?"

Jemima menyunggingkan senyum miring. Ia sudah tak tahu lagi bagaimana caranya bersikap ramah bahkan dengan Yusuf setelah mengangkat kedua sudut bibir saja ia tak mampu.

Dia Lelah sekali.

Mengantuk.

Butuh Kasur untuk tidur tanpa ada gangguan.

"Katanya kemaren mau cuti tiga hari."

Katanya.

Jemima mendengkus kasar. "Kamu pikir bakal diizinin sama tiran itu?"

Yusuf, pria yang baru bergabung di Century Giant selama dua tahun ini tertawa. Sejak awal masuk, ia bisa menebak tipe seperti apa Abyasa yang juga dijuluki workaholic itu.

"Kamu mau buat sesuatu?" Jemima bertanya. Sikunya ia sandarkan ke meja dengan seluruh tubuh menghadap Yusuf yang bersandar pada meja pantry.

"Ngga. Nyusulin mba aja."

Jemima mendengkus lagi namun tak seketus tadi.

"Mba mau sesuatu? Aku buatin?"

Kali ini Jemima memiliki tenaga untuk mengangkat kedua sudut bibirnya. "Kopi ya, Suf." Lalu ia mengerang, meremas rambutnya yang pagi tadi ia ikat asal-asalan. "Orang jahat umurnya Panjang, ya?" gumamnya yang membuat Yusuf tertawa lagi.

Pria yang lebih muda tiga tahun dari Jemima itu menatap wajah Lelah seniornya yang dikenal paling dekat dengan direktur Century Giant namun juga yang paling membenci.

Tapi mereka seperti prangko. Karena di mana ada Abyasa pasti ada Jemima. Kecuali sebaliknya karena Jemima suka kabur-kaburan. Entahlah, bagaimana ini konsepnya. Yang jelas yang selalu meminta ditempeli itu Abyasa. Titahnya begini. "Kamu kalau belum saya bolehin pulang, kamu jangan ke mana-mana. Jangan jauh-jauh dari saya!" Bahkan saat Abyasa sakit pun, yang menemani pria itu di rumah sakit adalah Jemima.

Sampai orangtua Abyasa pernah terang-terangan menitipkan pria itu pada Jemima agar diurus selayaknya anak. Catat! Anak!

Memangnya Jemima setua itu untuk merawat seorang pria yang sudah berbulu di mana-mana ... eh! Ngawur, kan!

"Kopi dengan krimmer."

Jemima tersenyum menerima mug dari Yusuf yang selalu paham apapun yang ia suka sampai ia mengira pria ini menyelidiki tentangnya. Tapi ... tak mungkin. Yusuf masih terlalu muda untuk seseorang seperti Jemima yang mengidolakan om-om dewasa dengan jenggot tipis. Ugh! Apalagi kulit yang sawo matang.

Jadi dia malah membicarakan tipenya, bukan tipe Yusuf! Ck! Yang jelas Yusuf hanya menghargai ia saja sebagai senior di sini. Sepuluh tahun loh! Teman seangkatannya sudah banyak yang kabur, memilih bos baru yang lebih waras!

Tapi setelah itu beberapa di antara mereka mengeluh karena gajinya ternyata tak sebesar gaji di Century Giant. Tapi jiwa mereka lebih sehat. Pasti! Walau kere.

"Jadi tadi malam lembur?" Yusuf, pria yang memiliki tubuh jangkung itu menarik kursi untuk duduk di hadapan Jemima yang menyeruput pelan kopi panasnya.

Menggeleng, Jemima yang meski berantakan namun sama seperti biasanya, tampak menggemaskan dengan pipi chuby pun gincu nude di bibir bervolumenya itu menggulirkan bola matanya ke atas, melirik Yusuf. "Lebih buruk dari itu," jawabnya dengan bibir masih menempel di sisi mug, lalu ia turunkan benda itu untuk menghela napas Lelah. "Terlalu banyak keluhan, jadi aku ngga bisa ceitain satu-persatu." Lagian yang tadi malam itu terlalu pribadi.

Dia dan Abyasa tentunya tak melakukan apapun. Namun jika ada yang tahu Abyasa menginap di tempatnya maka rumor buruk akan menyebar di mana selain menjadi asisten di kantor, Jemima juga pelayan di Kasur. Sebenarnya kabar seperti ini sudah sering ia dengar namun selalu hilang timbul karena memang tak ada bukti yang akurat. Dan jika ada yang mengetahui Abyasa yang menginap di tempatnya, itu akan dijadikan alat fitnah oleh orang-orang yang memang tak suka padanya.

Memangnya mereka pikir menjadi asisten Abyasa adalah keuntungan seumur hidup yang langsung dipakai sekaligus. Begitu?

Padahal entah berapa kali Jemima mengatakan jika ia Lelah menjadi budak korporat terlebih atasannya langsung adalah Abyasa yang tak pernah kenal waktu saat bekerja. Tapi mereka bilang itu hanya alasan saja. Dasar Jemima yang enggan berbagi Abyasa. Begitu katanya.

Huuuh ... untung ada beberapa orang waras yang paham akan kondisinya terutama Yusuf yang walau baru mengenalnya dua tahun namun bisa menjadi teman untuk meluapkan unek-uneknya.

"Kamu ngga kerja? Ntar dicari bu Berta, loh." Tim keuangan yang menjadi atasan langsung Yusuf.

Pria dengan warna rambut kecoklatan, cocok dengan kulit putih beningnya itu menggedikkan bahu. "Buk Berta cuti. Kabar-kabarnya sih mau resign." Di kantor ini, Yusuf adalah salah satu pemandangan indah untuk membersihkan pikiran setelah aura positif dihancurkan oleh Abyasa yang kalau bicara suka tak dipikir dulu.

Abyasa tampan. Tentu. Makanya banyak yang iri dengan Jemima karena bisa memandang pria itu tiap waktu. Tapi bagi yang paham paras Abyasa yang bak malaikat itu, jauh dengan karakternya yang persis menyerupai iblis.

Bahkan Jemima dan para haters Abyasa memiliki grup sendiri untuk membicarakan pria itu saja. 

"Eh? Masa?" Rasa kantuk perlahan menghilang, Jemima menatap serius pada Yusuf yang makin mendekat dan berbicara berbisik padanya.

"Ruang rapat kemaren heboh. Bu Berta dibabat habis sama pak Yasa."

Jemima lantas mendesis mendengar cerita singkat Yusuf yang tampak begitu serius. Tapi karena masalah laporan keuangan yang tak cocok itu sih, Jemima harus lembur sampai satu minggu untuk menyelidiki termasuk dengan pergi ke lokasi proyek bahkan tanpa Abyasa ia melakukan interogasi, memeriksa laporan harian bahkan harus mencocokkan ini dan itu. Dia bahkan juga bolak-balik ke pergudangan material yang letaknya jauh sekali di belakang gedung Century Giant, dan itu jalan kaki! Aksesnya hanya akan menjadi lebih jauh jika ia harus menggunakan mobil. Cara tercepat dan termudah adalah dengan menggunakan motor. Tapi apa daya jika Jemima tak bisa naik motor?

Tapi sebenarnya beberapa kali dia naik forklift, sih. Tubuh besarnya ini menyempil di samping operator. Ssst! Tapi Abyasa tak boleh tahu. Bisa diamuk dia nanti.

Jadi pada intinya penyiksaan yang ia dapatkan dari pengeluaran yang membengkak itu, Berta layak kena maki. Pun dengan para staf yang menjadi penanggung jawab proyek yang pasti ikut kena damprat juga. Tapi kalau sampai kemarahan Aby membuat bu Berta tak masuk kerja sih, pasti parah sekali.

"Kalau ada mba Mima, mungkin ngga akan separah itu."

Ya masalahnya Jemima tak tahu kalau kejadiannya sampai seperti itu walau agak ia syukuri juga, sih. Dia masih kesal saja karena hal seperti ini terus saja berulang. Sudah tahu jika ada masalah dengan pak Restu selaku manajer proyek, tapi buk Berta masih saja membantu. Masalah uang kan sensitif, ya. Walau hanya melebihkan seratus ribu dari pengeluaran harian, tapi kalikan saja jika proyek berjalan selama berbulan-bulan dan tiap hari selalu ada kelebihan pengeluaran begitu. 

Sebenarnya Abyasa ini tak pelit. Hanya saja pria itu butuh keterbukaan. Jika dirasa kurang, maka minta saja dana tambahan selama pembangunan proyek. Ya ... meski harus menerima makian Abyasa dulu, sih.

"Difa terus ngapain?" Sebagai sekretaris, Difa harusnya mengontrol agar ruang rapat tetap kondusif bahkan meski Abyasa mengamuk. Karena hampir di tiap meeting emosi Aby agak tak terkontrol. Secuil kesalahan saja akan pria itu bahas atau andai tak ada kesalahan, maka akan dicari-cari sampai ada!

Kadang niatnya membicarakan kegiatan outing, lalu Abyasa akan membahas soal aturan-aturan yang malah membebani para karyawan yang ingin bersenang-senang.

Tapi jika ada Jemima, biasanya wanita itu akan langsung memotong aksi Abyasa dengan berakta; "Pak, masih ada jadwal berikutnya. Tenaganya jangan dihabisin di sini." Atau; "Bapak kan kesalahannya masih bisa diperbaiki, jadi jangan dimarahin terus. Kalau mereka keluar, kita mau cari pengganti di mana dalam satu hari?" Atau yang paling frontal tapi cukup mempan; "Bapak kayak monster." Pasalnya pria itu tak suka terlihat jelek.

"Oh iya." Yusuf menyeringai. "Kemaren Ikhsan liat Difa keluar ruangan pak Yasa nangis-nangis."

Wah?

Jemima langsung menganga takjub.

Bagaimana bisa si anak manja itu kena damprat oleh Abyasa yang selama ini terkesan selalu ada di pihak si anak bawang. Buktinya hampir semua pekerjaan Difa dilimpahkan pada Jemima meski andai Difa yang bekerja, hasilnya selalu Jemima perbaiki lagi, sih?

"Kemaren mba keluar sih dari grup, jadi ngga tau." Yusuf lantas menggeser kursinya mundur sementara Jemima seketika itu menepuk jidatnya sendiri.

"Chat Tia suruh masukin aku lagi!" Karena tak mau diganggu Ketika mengambil cutinya, Jemima sengaja keluar dari grup kantor bahkan beberapa nomor yang suka mengganggu waktu istirahat ia blokir sementara waktu.

Sebentar.

Jemima melotot saat ingat sesuatu.

"Pak Aby masih aku blokir!" Jemima mengeluarkan ponsel dari celana bahan hitamnya dan membuka blokiran nomor Aby cepat-cepat.

"Mba tuh suka cari perkara, ya?"

Jemima tergelak mendengarnya. "Kamu tahu kalau ada di posisiku." Menyeruput lagi kopi buatan Yusuf, lalu ia letakkan benda itu di meja. "Terus ada bertita--

Kriet!

Pintu pantry terbuka. Tentunya itu segera menarik perhatian Yusuf dan Jemima yang sontak melotot saat melihat siapa yang lantas masuk dan menutup pintu kaca itu dengan bantingan agak keras.

Aduh! Setannya datang.

"Ngapain kamu?" Abyasa menatap penuh selidik pada sosok Yusuf yang segera berdiri. 

"Ngo ... ngopi, pak. Eh ... bikin kopi, pak!" Cepat-cepat, Yusuf mengambil mug kopi milik Jemima yang langsung terkesiap.

"Ehh?" Tapi wanita itu melempar tatapan kembali pada Aby dan mengangguk-angguk kooperatif. Wanita itu lindungi Yusuf. 

Tersenyum lebar, Yusuf yang agak gemetar, lalu angkat sedikit mug di tangannya untuk tawari Abyasa. "Kopi, pak." Ia dekatkan bibir mug ke bibirnya, berlagak hendak menyeruput. Tapi Abyasa yang bahkan tak membagi seulas senyum itu langsung mengambil mug berisi cairan kopi dari tangan Yusuf yang lansung melotot pun Jemima apalagi wanita itu sampai terkena percikan kopi. Untung sudah tak panas lagi. Untung juga di celana yang berwarna gelap.

Wanita itu menggosok pelan bagian yang basah, sambil terus perhatikan tatapan permusuhan yang Abyasa lempar pada Yusuf yang menelan salivanya dengan kasar.

"Saya hitung sampai dua." Abyasa makin mempertajam tatapan membunuhnya pada Yusuf yang bisa merasakan bagaimana dinginnya kutub utara hanya dari tatapan Abyasa saja. "Lenyap dari hadapan sa--"

"Permisi mba Mima, permisi pak Yasa!"

Belum dihitung. Yusuf langsung melangkah lebar, cepat-cepat hilang dari pandangan Abyasa yang sama sekali tak melirik kepergian pria bertubuh jangkung itu--bahkan sedikit lebih tinggi dari Abyasa yang sudah tinggi--karena sorot mata sudah tertuju pada Jemima yang kemudian berlagak tak berdosa.

Wanita itu malah menguap begitu tenang, tak takut andai Abyasa ingin mengamuk. 

Dia masih marah dengan pria ini karena menginap di tempatnya tadi malam.

"Jadi bapak mau hitung sampai berapa sampai saya lenyap dari hadapan bapak?" Lalu tak lagi gentar, padahal jantungnya kebat-kebit ketakutan, Jemima berpangku dagu. "Hitung sampai satu, saya hilang. Dijamin ngga balik--"

"Siapa yang mengusir kamu." Sesaat, bola mata Abyasa bergulir ke arah mug yang ia putar-putar pelan, sebelum kemudian berhenti di satu titik yang ia incar sebelum bibir mug meluncur pelan menuju bibirnya membuat Jemima yang berlagak santai, melotot tak percaya.

"Bapak itu--"

Abyasa menurunkan mug yang sudah ia habiskan isinya.

Jemima menganga.

Kenapa sih ini or ... eeh? Itu.

Jemima mendapati sesuatu di bibir Abyasa yang membuat ia cepat-cepat membuang wajah karena detik itu ia rasakan panas mulai menjalari sekitaran pipi.

Ada noda lipstik di bibir pria itu.

"Ini terlalu manis." Meletakkan mug kembali ke meja. 

Jemima yang kebetulan palingkan wajah menghadap ke arah papan berwarna coklat itu lantas memandangi bibir mug berwarna putih yang sudah kehilangan sebagian jejak lipstik dari bibirnya.

Dia tahu Abyasa pasti tak sengaja, tapi ... kebetulan ini membuat hatinya jadi tak karuan saja.

Sial!

Kalimat terlalu manis yang Abyasa ucapkan mengapa juga terkesan memiliki arti di otak Jemima.

Duh, Mima! Ngga usah aneh-aneh.

Tapi tak aneh-aneh juga, sih. Kopi yang Yusuf buatkan tak semanis yang Abyasa katakan. Eh ... tapi bisa saja itu memang terlalu manis untuk Abyasa yang tak suka manis.

Aaarrghh!!!!

Entahlah!!!

Sialan!

"Ke ruangan sekarang." Membuat Jemima berjengit kaget, Abyasa lalu berbalik.

Hal yang kemudian tak bisa wanita itu lihat ketika Abyasa mengangkat ibu jari untuk mengusap pelan bibir bagian bawah sebelum menurunkannya kembali tepat di bawah tatapan tajam Abyasa. Ada noda yang memiliki warna sama dengan warna bibir Jemima.

Warna lipstik.

Tbc....

Kalau suka katakan suka, kalau cinta katakan cinta. Eaaaak.

With Love,

Greya

Continue Reading

You'll Also Like

1M 8.1K 39
hanya cerita random berbau kotor KK.
418K 571 4
21+
550K 9.3K 19
suka suka saya.
261K 28.5K 95
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...