Figuran Wife [Republish]

By imtinkerlose

744K 69.3K 5.1K

Transmigration Story. Cheryl Aubie, gadis yang baru saja lulus SMA itu tiba-tiba saja terbangun dalam raga an... More

Prolog
01. Dunia Novel?
02. I'm Sorry
03. Memulai Semuanya
04. Kencan?
05. Alasan
06. Bertemu
07. Still Be Mine
08. Cupcake
09. Tidur Bareng
10. Miss You
11. Makin Sayang
12. Pemulung dan Pemilik barang bekas
13. Don't leave Me
14. Bayangan Menyakitkan
15. Roti Sobek
16. Gosip
17. Unknown Number
18. Yang Pertama
19. Perasaan Egois
20. Yakin
21. A Challenge
22. Cerita Syakira
23. Sisi Sagara yang Lain
25. Tujuan yang kini Tercapai
26. Selalu Sagara
27. Permintaan

24. Kebohongan dan Rasa bersalah

11.9K 1.4K 118
By imtinkerlose

Jangan lupa vote n komennya yaaa bastieeee 😍 Jangan pelit pelit, biar author tambah semangat up 💓

Happy reading 🍰🍓

Chapter 24. Kebohongan dan Rasa bersalah

Bertopang dagu, Syakira menatap TV besar diruang tamu yang menayangkan kartun dua kembar botak dengan tak minat. Disebelahnya ada Ziva yang sedang fokus menonton sambil melahap donat.

"Kak, Sasa gabut. Berenang yuk?"

"Berenang? Tapi ini 'kan udah siang, Sya. Nanti demam lagi,"

"Nggak akan, Kak. Sasa kalau Bunda keluar siang-siang suka berenang diam-diam. Tapi nggak demam tuh. Ayolah, Kak."

"Nggak mau, ah. Nanti Kakak kena omel Sagara. Dirumah juga Kakak suka pengen berenang, tapi dilarang sama dia. Katanya takut kena flu."

"Alah, Bang Saga aja yang lebay itu. Lagian nggak akan kena omel kalau Bang Saga nggak tau. Ayolah, Kak. Sebentar aja, 2 jam abis itu selesai."

"Yaudah deh, 2 jam terus selesai. Oke?"

"OKEE KAK!!"

Ya, rencana awalnya memang 2 jam. Tapi mereka baru selesai sore hari. Untungnya saja Sagara belum pulang dijam itu, jadi Ziva maupun Syakira selamat. Tapi setelah makan malam, Ziva malah merasa tidak enak badan. Tubuhnya mulai terasa panas dan bersin-bersin. Sudah bisa dipastikan, kalau dia terserang flu.

Berbeda dengan Syakira. Gadis itu terlihat baik-baik saja dan setelah makan malam, dia izin pada Sagara ingin belajar bersama dirumah temannya.

Ziva memeluk Sagara dari belakang ketika cowok itu sedang membuat kopi sehingga Sagara membalikkan badannya.

"Sagara," panggil Ziva dengan suara serak. Dia menyandarkan kepalanya didada Sagara dan memejamkan matanya yang terasa perih. Ia mengeratkan pelukannya saat hawa dingin semakin memeluknya hingga Ziva seolah merasa beku. Namun, berbanding terbalik dengan tubuhnya yang malah terasa panas.

Sagara mengerutkan keningnya saat merasakan hawa panas dari tubuh Ziva. Tangannya terangkat untuk menyentuh pipi Ziva. Panas. "Va, badan kamu panas."

Ziva mengangguk. Sesaat kemudian dia bersin sebanyak dua kali. Ziva mendongak menatap Sagara dengan hidung memerah. "Nggak enak badan." adunya dengan wajah melas.

"Kok bisa? Tadi pagi kamu masih baik-baik aja. Kamu ngapain aja tadi siang? Makan apa?" tanya Sagara. Satu tangannya mencengkram lengan Ziva yang memeluk pinggangnya, mengintimidasi perempuan itu agar berkata jujur padanya.

"T-tadi siang a-aku renang sampai sore," jawab Ziva dengan suara pelan. Ia meringis saat merasa cengkraman Sagara di lengannya menguat.

"Kamu lupa kalau aku ngelarang?"

Ziva menggeleng pelan. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia ketakutan karena perasaannya yang melemah sebab tubuhnya terasa tidak enak, dan dinosaurus itu mulai marah padanya sekarang. Tatapan Sagara kini menyorot tajam padanya.

"Kenapa masih kamu lakuin? Diem-diem lagi. Mulai berani bohongin aku?"

Ingin rasanya Ziva menjelaskan. Tapi Sagara begitu mengintimidasinya sehingga lidah Ziva kelu untuk berucap. Ziva sadar kalau dia salah. Jadi dia tidak bisa mengelak lagi. Semua yang Sagara katakan benar. Dia membohongi Sagara.

Ziva menggeleng kuat saat Sagara ingin melepas paksa pelukannya. Ziva mulai menangis sambil tangannya mengambil kedua lengan Sagara dan melingkarkan nya dipinggang Ziva. Ia mengeratkan pelukannya kembali pada pinggang Sagara. "Nggak, nggak mau. Aku minta maaf. Lain kali aku nggak gitu lagi,"

"Lain kali? Jadi kamu masih punya niatan bohongin aku lagi?" Sagara bertanya dingin.

Ziva menangis kencang sambil menggeleng. Bukan itu yang Ziva maksud. Ia tidak menyangka Sagara akan semarah ini padanya. "Nggak, Sagaraaaaa. Aku nggak bakal lakuin itu lagi. Maafin aku,"

Dan itu, bukan hanya sekedar ucapan. Ziva berjanji tidak akan membohongi Sagara lagi jika perkara berenang saja Sagara bisa semarah ini.

Namun, bukan perkara berenang yang membuat Sagara semarah ini pada Ziva. Sagara tidak suka Ziva berbohong padanya. Sebab Sagara benci sebuah kebohongan mau sekecil apapun itu.

Sagara menghela napas merasa Ziva mulai menggigil dalam pelukannya. Ia lantas menggendong Ziva seperti koala dari sana untuk dibawa kekamar. Ziva masih mengangis. Dia memeluk leher Sagara dengan satu tangan. Kepalanya dia letakkan dipundak cowok itu.

"Sagara, pusing." adu Ziva dengan rengekan.

"Jangan nangis makanya. Diem,"

Mendapat respon seperti itu, Ziva malah tambah menangis. Ziva mengadu bermaksud agar Sagara merasa kasihan dan mengelus kepalanya. Tapi ternyata jawaban cowok itu diluar dugaannya. Ketika Ziva ingin bersuara lagi, Sagara sudah lebih dulu menyela.

"Diem, Va. Nggak dengar?"

"I-iya. Kamu jangan galak-galak," ujar Ziva dengan tatapan takut. Ia berusaha meredakan tangisannya.

"Biarin. Kamunya nakal," Sagara mengusap air mata di kedua pipi Ziva bergantian.

"Tapi aku udah minta maaf, Ga." decak Ziva.

Sagara memilih diam saat hembusan napas Ziva yang hangat menerpa kulit lehernya. Dia jadi merasa tidak tega jika begini. Lagipula, ini bukan sepenuhnya salah Ziva. Ia pun sadar karena mungkin terlalu over pada Ziva sehingga Ziva berani berbohong padanya.

Bukan tanpa alasan Sagara begitu mengatur Ziva. Sagara tidak mau Ziva kenapa-napa karena sakit. Karena bukan hanya Ziva nya saja yang penting untuknya. Tapi kesehatannya juga.

"Kamu mau maafin aku, 'kan?" tanya Ziva pelan.

"Iya. Tapi jangan coba buat bohongin aku lagi. Aku bakal kasih izin selagi itu hal baik. Cukup sekali ini aja kamu bohongin aku, Ziva. Karena aku benar-benar benci kebohongan, mau sekecil apapun kebohongan itu."

Saat itu juga Ziva tertegun. Ia menatap Sagara yang menatap kedepan dengan perasaan takut yang luar biasa. Ucapan Sagara benar-benar menampar Ziva pada kenyataan bahwa dia sedang menyimpan kebohongan besar dari cowok itu.

Jika Sagara bisa semarah ini hanya karena kebohongan kecil, bagaimana jika dia tahu kalau Ziva sedang menyimpan kebohongan yang lebih besar daripada hal ini?

Ya, kebohongan bahwa dia bukan Ziva Kanaya yang sebenarnya. Melainkan orang asing yang entah bagaimana bisa menggantikan jiwa istrinya.

"K-kalau misalnya aku bohongin kamu lagi, gimana?"

"Aku bakal kecewa banget sama kamu,"

***

Semakin hari, Aurora semakin merasa aneh dengan sikap Altair. Aurora merasa Altair menjauhinya. Dia selalu terlihat sibuk, bahkan saat dirumah. Aurora juga merasa Altair menghindar setiap kali dirinya mendekati cowok itu.

Pernah sekali Aurora melihat Altair tertidur diruang kerjanya dengan ponsel yang masih menyala. Saat Aurora periksa, Altair mencoba mengajak Ziva ketemuan lewat pesan. Sudah bisa dipastikan kalau Altair belum selesai dengan masa lalunya. Ah, lebih tepatnya tidak mau mengakhiri urusan masa lalunya. Bahkan bisa dibilang, Altair ingin memperjuangkannya.

Sakit tentu saja. Aurora merasa sakit hati. Aurora benar-benar merasa dipermainkan. Aurora memiliki perasaan yang tulus untuk Altair, tapi balasan apa yang Aurora dapat dari cowok itu? Altair malah berusaha untuk berselingkuh darinya. Altair bahkan selalu berkata seolah-olah dia menyesal menikahinya dengan cara membandingkan Aurora dan Ziva.

Sikap Altair benar-benar berubah padanya. Cowok itu bersikap seolah dia tidak pernah menginginkannya sekarang. Dan satu yang bisa Aurora yakini. Altair merubah sikap padanya karena Ziva. Ya, menangnya karena siapa lagi? Perempuan itu yang selalu mencoba menjauhkan Altair darinya. Dari dulu hingga saat ini.

Hari itu, Aurora menunggu Altair pulang diruang tamu. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun, mobil Altair belum juga memasuki halaman rumah.

Aurora melirik arlojinya. Tepat saat menit ke 30, pintu rumahnya terbuka. Aurora saat itu juga beranjak bangun. Ia menatap Altair yang terlihat berantakan dengan terkejut. Aurora berlari mendekati Altair yang hampir ambruk.

Ia mengernyit saat mencium bau alkohol yang menyeruak dari napas Altair. "Al, kamu mabuk?!"

"Minggir, Ra. Aku mau tidur," ujar Altair dengan suara serak. Kepalanya terasa pening sekarang. Cowok itu berjalan melewati Aurora yang terlihat menahan kesal di tempatnya.

"Al, kamu kenapa sih?! Sebelumnya kamu nggak pernah kayak gini!" teriak Aurora dengan mata memerah karena tidak bisa menahan gejolak amarah dihatinya.

Altair tetap berjalan seolah tidak peduli dengan teriakan dan kemarahan Aurora.

"Sikap kamu juga berubah sama aku! Kamu juga nggak pernah menghargai setiap yang aku lakuin buat kamu lagi, Al! Kenapa sih?! Apa karena perempuan murahan itu?!"

Dulu Altair tidak pernah masalah dengan kesalahan kecil yang dia buat. Seperti memasak makanan keasinan. Bahkan, Altair memberinya semangat untuk jadi lebih baik lagi. Tapi kini, Altair malah marah dan tidak segan-segan membandingkan Aurora dan Ziva.

Kali ini Altair berhenti melangkah. Ia berbalik menatap Aurora tajam. "Siapa yang kamu maksud perempuan murahan?!"

Aurora berdecih. "Siapa lagi kalau bukan sahabat kamu itu?! Dia 'kan yang buat kamu kayak gini?! Dia yang buat kamu berubah sama aku, Altair!"

"Jaga ucapan kamu, Aurora! Ziva bukan perempuan murahan!"

"Bukan perempuan murahan?!" Aurora terkekeh sinis. "Terus rela ngangkang di depan kamu itu namanya apa?! Jalang?!"

"AURORA!"

Altair berteriak marah dan membanting guci disebelahnya hingga menimbulkan suara pecahan nyaring. Guci itu langsung hancur dan berserakan dimana-mana.

Aurora tersentak dan menatap Altair tidak percaya. Altair bisa semarah itu hanya karena Aurora berbicara fakta tentang Ziva? Sudah Aurora bilang kalau Ziva yang membuat Altair seperti ini padanya. Sialan!

Aurora melangkah mundur saat Altair berjalan mendekat dengan tatapan berapi-api padanya. Amarahnya kini tergantikan dengan rasa takut saat Altair mencengkram kuat rahangnya dengan satu tangan hingga Aurora meringis lirih.

"Jangan lancang, Aurora," ujar Altair dingin.

"Kenapa? Nggak terima kamu? Fakta nya emang kayak gitu, 'kan? Ziva itu murah––"

"Shut up, sialan!" Altair menghempaskan rahang Aurora hingga tubuh perempuan itu terhayung. "Lo itu nggak lebih dari perempuan miskin yang numpang hidup sama gue. Mulut lo nggak pantas buat menilai Ziva sedikit pun. Jadi jaga batasan lo karena gue nggak pernah segan buat usir lo dari sini,"

Setelah mengatakan itu, Altair pergi meninggalkan Aurora yang menangis kencang sambil mengumpat kasar. Perempuan itu menghempaskan lampu hias diruang tamu seraya berteriak untuk melampiaskan amarahnya.

"Sialan! Ziva, sialan! Gue benar-benar benci sama lo! Fuck!" teriak Aurora dengan mata yang memancarkan kebencian.

Sama seperti amarahnya, rasa benci Aurora pada Ziva semakin tak terkendali. Dari dulu hingga kini, Ziva selalu mengusiknya. Dan Aurora benar-benar tidak tahan lagi.

Ponsel Aurora bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Mencoba meredakan tangisannya, Aurora menatap nomor tidak kenal yang akhir-akhir ini sering menganggunya lewat pesan maupun panggilan telpon. Aurora lantas menerima panggilan itu.

"Mau apa lagi lo, hah?!" kecam Aurora.

"Hei, calm down, babe. Gue cuma mau nanya. Gimana sama tawaran gue kemarin? Tertarik?"

Aurora berdecih. "Nggak sama sekali. Gue nggak akan pernah mau sama lo."

Si penelpon laki-laki itu tertawa pelan diseberang sana. "Lo tahu? Penolakan lo itu bikin gue sakit hati, Selina. Dan anehnya, gue selalu nggak bisa buat benci sama lo terlepas dari semua sikap lo sekarang. Gue malah tambah sayang sama lo."

Aurora mendengkus. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah meninggalkan Altair. Rasa cintanya pada Altair telah melumpuhkan semua logika yang ada dalam dirinya.

"Dengar, sampai kapanpun gue nggak akan tertarik sama tawaran lo. Gue nggak akan pernah ninggalin Altair, karena gue benar-benar cinta sama dia. Gue harap otak lo yang katanya pintar itu nangkap semua yang gue ucapin,"

"Yes, I know. Dan kita, sama-sama dibuat buta karena cinta,"

Aurora berdecak. Salah karena dia sejak awal meladeni cowok ini. Ketika Aurora hendak memutus sambungan, si penelpon lebih dulu menyela.

"Jangan dimatiin dulu, sayang. Gue belum selesai bicara," Dia seolah cenayang karena mengetahui apa yang akan Aurora lakukan.

"Apa lagi, sih?!" decak Aurora sudah muak.

"Datang ke alamat yang gue kirim."

"Lo pikir gue ma––"

"Jangan nolak. Or the big secret that you've been keeping from everyone, will be revealed tomorrow."

Dan Aurora, tidak bisa melakukan apapun lagi selain menurut.

***

Syakira membuka pintu kamar Sagara dengan pelan. Ada Ziva yang sedang berbaring dikasur sambil menonton TV. Melihat wajah pucat Ziva, membuat Syakira merasa sangat bersalah. Jika ia tidak memaksa Ziva, mungkin kakak ipar nya itu tidak akan flu dan jadi demam seperti sekarang.

Dia tahu kalau Ziva demam dari Sagara. Dan lebih parahnya lagi, Syakira belum mengaku pada Sagara kalau dia yang mengajak Ziva berenang disiang bolong hingga Ziva demam.

Syakira berjalan masuk membuat Ziva menoleh kearahnya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya duduk dipinggir Ziva.

"Kakak, gimana kondisinya?" tanya Syakira.

"Udah mendingan kok," Ziva menjawab sambil tersenyum kecil. Tahu kalau adiknya itu merasa bersalah dilihat dari raut wajahnya. Namun, Ziva tidak mau menyalahkan Syakira sebab, jika saja Ziva tetap pada pendiriannya untuk tidak ikut ajakan Syakira, dia tidak akan demam dan berakhir membohongi Sagara. Jadi Ziva rasa ini adalah kesalahannya.

"Kamu mau sekolah? Udah sarapan?"

"Udah, Kak. Pake roti tadi."

"Maaf ya, Kakak nggak bisa buatin sarapan."

Syakira semakin merasa bersalah mendengarnya. "Nggak, Kak. Gara-gara Sasa maksa, Kakak jadi demam gini. Maafin Sasa ya, Kak?"

"Nggak apa-apa. Lagian ini bukan salah––"

"Oh, jadi elo yang ngajak Ziva kemarin?" Ucapan Ziva disela oleh Sagara yang baru saja keluar dari kamar mandi. Cowok itu berjalan kearah Syakira yang sudah ketakutan dengan tatapan tajam.

Syakira berdiri dengan cepat. Kepalanya tertunduk tidak berani menatap Sagara. Syakira tersentak saat Sagara menarik lengannya kuat. "Jawab," katanya dingin.

Ziva beranjak duduk. Ia merasa kasihan pada Syakira yang ketakutan karena kemarahan Sagara. "Sagara," tegurnya merasa Sagara keterlaluan. Tapi Sagara terlihat tidak mendengarkan.

Syakira mengangguk pelan. "Iya, abang. Maaf," katanya dengan bibir bergetar menahan isakan. Dibanding Bram–– Sang Ayah, Syakira lebih menaruh rasa takut pada Sagara.

Menghela napas kasar, Sagara melepaskan cekalannya dilengan Syakira saat mendengar ringisan keluar dari mulut adiknya itu. "Masuk kamar, sekarang."

"T-tapi––"

"Jangan keluar sebelum gue suruh. Paham?"

Syakira tidak bisa berkutik lagi saat mendapat tatapan intimidasi dari abang satu-satunya itu. Mau melawan pun, ia sadar Sagara marah seperti ini juga karena salahnya. Ia menghela napas kemudian mengangguk pelan sebelum berjalan keluar kamar.

"Ga, kamu keterlaluan. Nggak seharusnya kamu kurung Syakira kayak gitu, kasian dia." Ziva menghela napas saat Sagara lagi-lagi tidak mendengarkannya. Ziva seolah lupa dengan fakta jika Sagara sudah mengambil keputusan, cowok itu tidak akan bisa dibantah.

Dan Ziva rasa, Sagara memiliki temperamen buruk jika sedang marah. Mungkin itu yang menjadi alasan Ziva takut bahkan hanya untuk sekedar membantah cowok itu.

Sagara duduk disebelah Ziva. Ia menyentuh keningnya dengan punggung tangan. Masih terasa panas walaupun tidak separah tadi malam.

"Kamu nggak kerja?" tanya Ziva.

"Nggak. Mau jagain kamu,"

"Kamu kerja aja. Aku udah nggak apa-apa kok. Nanti siang juga pasti sembuh."

"Aku nggak minta pendapat kamu," balas Sagara cuek, membuat Ziva berdecak.

Tatapan Ziva lantas mengarah pada laci nakas. Ia membukanya dan mengeluarkan rubik milik Syakira. Ziva menunjukkan rubik itu pada Sagara sehingga kini Sagara menatapnya.

"Syakira bilang, kamu kasih rubik ini ke dia karena aku nolak." Ziva menatap Sagara sedih saat mengingat cerita Syakira.

Sagara mengangguk. "So?"

"Maaf karena udah nolak. Kamu pasti sedih banget kan waktu itu." ujar Ziva.

Sagara terkekeh. Wajah sedih Ziva masih sama seperti dulu ternyata: saat menolak pemberiannya dengan perasaan tidak enak yang sangat kentara sampai Sagara tahu lewat suaranya.

"Nggak perlu merasa sedih gitu. Namanya juga PDKT, nggak selamanya bakal berjalan lancar. Ditolak itu udah jadi resiko."

Ziva mengerucutkan bibirnya. "Iya juga sih,"

"Lagian aku lebih senang kamu nerima perasaan aku dibanding kamu nerima rubik itu,"

Ziva langsung menatap mata Sagara yang menyorot dalam kearahnya. "Aku lebih senang karena kamu akhirnya berakhir sama aku. Juga, nggak ada yang bisa buat aku senang dan ngerasa sakit selain kamu, Va."

"Jadi, jangan sakit. Aku mohon tetap baik-baik aja. Karena, aku nggak menginginkan apapun lagi selain kamu tetap ada disisi aku. Kamu berharga buat aku,"

Lagi, lagi dan lagi Sagara berhasil membuat Ziva tertegun. Dari semua yang Sagara lakukan selama ini, sudah tidak bisa diragukan lagi kalau Sagara benar-benar mencintai Ziva.

Ya, Ziva Kanaya. Bukan mencintai dirinya sebagai Cheryl Aubie. Detik itu juga, rasa bersalah langsung menyerang hatinya. Tanpa disadari, Ziva telah melukai Sagara lebih dalam sebab membuat Sagara semakin mencintai Ziva Kanaya. Sementara Ziva saja tidak tahu bagaimana perasaan Ziva Kanaya seperti apa untuk Sagara. Ah, jangankan perasaan, keberadaan jiwa Ziva Kanaya saja dia tidak tahu.

Perasaan cowok itu pasti akan sangat hancur dan kecewa jika mengetahui yang mencintainya bukanlah Ziva Kanaya, melainkan dirinya. Cheryl Aubie, seseorang yang dia kenal sebagai istrinya.

Karena pastinya, Sagara akan merasa perasaan yang dimilikinya tidak akan pernah terbalaskan oleh orang yang benar-benar dia cintai.

Dengan mata berkaca-kaca, Ziva beranjak memeluk Sagara erat berharap semua akan baik-baik saja saat dia berada dalam dekapan cowok itu. Namun, saat tangan Sagara terangkat untuk membalas pelukannya, rasa bersalah malah merundungnya hingga Ziva tidak dapat menahan air matanya lagi.

***

Bau apa ini? Oh bau bau konflik 😁


SEE YOU 💗

27 Juli 2023.

Continue Reading

You'll Also Like

350K 21.3K 24
❗Follow akun sebelum membaca❗ JANGAN REPORT! INI KELANJUTAN TRASMIGRASI MOMMY GRIL TAPI DIAKUN YANG BARU! 🔫Tidak menerima Plagiat🔫 Serena penga...
349K 47.2K 30
Keteledoran Zean yang malah memberikan ramuan cinta pada Zelena, membuatnya dalam masalah besar. Zean Tharioda, remaja 19 tahun yang termasuk ke jaja...
759K 75.1K 43
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
23.7K 2.4K 20
Hidup gadis bernama Aletta Quency Narinda berubah 180° setelah kecelakaan yang menyebabkannya koma selama enam bulan tapi setelah bangun dari koma ia...