Hari ini Kenzo mulai mengajar les yang sebelumnya sudah mereka sepakati, nampak jika Kenzo masih sungkan dan malu-malu ketika semua keluarga Princes memperlakukannya dengan begitu baik, bahkan keluarganya sendiri tidak sebaik itu.
"Tante bawakan buah dan minuman."
Kenzo, Princes, dan Bryan yang sedang berkumpul di kamar Bryan menoleh menemukan Fai datang dengan nampan di tangan, Kenzo langsung berdiri sigap membantu menyusun mangkuk ke atas meja membuat Fai tersenyum kecil.
"Nggak usah, kamu belajar aja sama mereka." Larangnya namun Kenzo hanya mengangguk dan tetap membantunya.
"Mah gak ada melon?" celetuk Bryan mengambil potongan semangka.
"Kakak selalu banyak maunya!" omel Princes meliriknya sinis dibalas Bryan dengan delikan bodo amatnya.
"Nanti biar Mamah suruh pelayan beliin dulu," ujar Fai nampak maklum dengan anaknya itu, Kenzo yang melihatnya hanya bisa tersenyum iri dengan keharmonisan keluarga ini. Selanjutnya arah tatapan Fai tertuju kepada Kenzo, "Nak Kenzo mau apa? Biar sekalian nanti Tante siapin." Tanyanya membuat Kenzo langsung menggeleng.
"Ini saja sudah cukup, terimakasih Tan." Senyumnya sopan membuat Fai menatap teduh dirinya.
"Tuh lihat Kenzo aja yang ngajarin kita gak banyak minta, sedangkan Kakak yang gak niat belajar banyak maunya!" cibir Princes tersenyum mengejek membuat Bryan langsung melempar bantal ke wajahnya, Princes yang tidak terima melempar balik bantal tadi membuat keduanya jadi adu lempar.
Fai menggeleng frustasi, nampak sudah lelah. "Jangan ribut, gak malu sama Kenzo?" ujarnya membuat keduanya langsung terdiam meskipun masih saling adu pelototan, Kenzo yang melihatnya diam-diam justru mengulum bibirnya geli.
"Yasudah kalian lanjut saja belajarnya, Tante pamit ya." Pamitnya diangguki sopan Kenzo.
Kenzo berjalan kembali ke tempat duduknya, namun jadi menghela napas melihat Bryan yang sibuk sendiri ngemil buah dengan buku yang sudah hilang entah kemana.
"Kak udah hafal rumusnya?" tanyanya meskipun sebenarnya sedikit canggung.
Bryan menoleh dengan senyuman yang kelihatan ada maunya itu, "otakku udah ngebul, istirahat dulu ya." Pintanya membuat Princes yang sedang menghafal rumusnya menoleh sinis.
"Sebelum Mamah kesini tadi Kakak kan udah istirahat!" serunya tak terima.
Bryan mendelik, hendak melempar bantal kembali namun Kenzo langsung berdiri melerainya, jangan sampai ada adegan lempar bantal bagian ke dua.
"Hafalin dulu rumusnya habis itu Kakak boleh istirahat lagi ya," jelasnya sesabar mungkin.
Bryan nampak berpikir sejenak sambil mengunyah, tak lama ia meletakkan garpu di tangannya dan duduk sempurna ke posisi awal.
"Deal!" putusnya semangat kemudian membuka kembali bukunya membuat Kenzo membuang napas lega tanpa sadar.
Princes yang mengamati hal itu diam-diam tersenyum kecil, kemudian kembali menunduk tekun ke bukunya.
"Kamu juga bisa istirahat kalau sudah hafal," bisik Kenzo membuatnya sampai mengerjap cepat saking kagetnya dengan posisi lelaki itu yang tiba-tiba di sebelahnya.
Ia tersenyum cerah, makin semangat untuk belajar membuat Kenzo yang diam-diam mengamatinya mengulum bibir.
***
"Saya makan di rumah saja." Ujarnya tidak enak melihat makanan yang sudah dihidangkan di atas meja.
"Eh nggak boleh, masa kita biarin tamu kita pulang dalam keadaan perut kosong!" bantah Princes langsung menarik tangannya ke meja makan.
"Tapi—"
"Bener kata Princes, makan dulu sebelum pulang." Potong Bryan menatapnya membuat pemuda itu jadi tidak bisa menolak lagi.
Selanjutnya mereka duduk bersama di meja makan, seperti biasa jamuan yang dihidangkan pasti sangat banyak dan mewah, Kenzo dan keluarganya biasanya hanya makan bersama ketika malam saja karena kesibukan keluarganya, jadi jujur ia sedikit senang diajak makan bersama sekarang.
"Oiya makanan kesukaan Nak Kenzo apa? Biar lain kali Tante buatin."
Kenzo mengerjap perlahan, makanan kesukaan? Tanpa sadar ia tersenyum getir, "saya suka apa saja, tidak ada yang spesifik." Jelasnya pelan sembari mengalihkan tatapan.
Fai menatapnya sejenak, menghela napas pelan. "Ada alergi nggak?"
"Nggak Tan."
"Okey Minggu depan Tante buatin makanan spesial buat kamu." Senyumnya cerah membuat Kenzo diam-diam merasa senang karena diperhatikan, ia mengajari Princes dan Bryan setiap hari Minggu jadi bisa dibilang ia akan kesini seminggu sekali.
"Gimana tadi belajarnya, kalau Bryan susah diatur kamu bilang aja ke Om." Celetuk Kalendra membuat Bryan sampai tersedak.
"K-kok cuma aku yang dituduh!" pekiknya tak terima.
Kalendra menatapnya dengan tatapan nampak sudah lelah. "Adikmu lebih bisa dipercaya daripada kamu," balasnya membuat Princes yang mendengarnya langsung melemparkan tatapan mengejek kearah Bryan, pemuda itu hanya bisa mencebik tak bisa membantah.
Kenzo yang sudah lumayan akrab dengan keluarga ini jadi menyadari satu hal, seharusnya keluarga itu harmonis seperti ini bukan justru saling adu kompetitif dan sibuk dengan urusan masing-masing seperti keluarganya.
"Kak Bryan penurut kok Om." Jawab Kenzo pelan.
Kalendra tersenyum tipis, entah berapa kalipun ia menatap pemuda ini ia masih saja merasa jika pemuda ini benar-benar mempunyai sisi kemiripan dalam beberapa hal dengan dirinya.
"Saya senang anak-anak saya punya teman yang bisa diandalkan seperti kamu." Ucapnya tulus.
"Terimakasih, itu pujian yang berlebihan untuk saya." Balas Kenzo dengan sudut hati sebenarnya begitu senang mendengar pujiannya.
"Kamu tidak perlu terlalu sungkan dengan saya karena masalah status, di sini anggap saja saya seperti Ayah kedua kamu." Jelas Kalendra jelas tahu jika pemuda itu menahan diri dengan sangat hati-hati karena statusnya yang merupakan atasan keluarga dia.
Kenzo mengerling pelan mendengarnya, entah itu hanya sebatas basa-basi atau sungguhan tapi jujur ia merasa tenang mendengarnya. Setelah keluarganya tahu ia akan mengajar Princes dan Bryan mereka jelas begitu senang karena menganggapnya berhasil mendapatkan koneksi, mereka juga selalu memberikan peringatan keras untuknya agar menjaga sikap supaya tidak membuat Kalendra marah, sehingga ia sebisa mungkin selalu berhati-hati.
"T-terimakasih." Lirihnya sambil menyuapkan makanan ke mulutnya sengan sudut bibir terangkat samar, semua orang yang melihat hal itu diam-diam saling lempar senyuman penuh arti.
"Ini tambah lagi ayamnya." Fai dengan antusias menambah potongan ayam ke piringnya.
Bryan dan Princes yang melihatnya kemudian saling lempar kode yang hanya mereka pahami.
"Sini aku tuangin air."
"Capcainya juga enak banget, nih cobain."
Kedua bersaudara itu kemudian sangat sibuk memberikan pelayanan terbaik mereka untuk Kenzo, Kenzo yang sejak tadi menahan dirinya akhirnya bisa tertawa lepas untuk pertama kalinya membuat semua orang yang melihatnya ikut tersenyum.
***
Di mana ini?
Kenapa semuanya serba putih?
Princes berputar-putar di tempatnya dengan kebingungan, sepanjang mata memandang hanya ada warna putih membuatnya makin mengerutkan dahi.
"Bagaimana hidupmu?"
Ia terperanjat, spontan memutar kearah suara dan detik itu juga sekujur tubuhnya menegang bagai tersengat listrik. Seorang gadis yang berdiri di depannya menatapnya tanpa ekspresi, dengan rambut tergerai panjang gadis itu melangkahkan kakinya mendekatinya namun tanpa sadar ia justru bergerak mundur.
"S-siapa kamu!" pekiknya panik karena melihat wajah gadis itu.
Gadis itu justru mengerut, balik menatapnya lurus. "Bukankah kamu sudah familiar dengan wajahku ini," kekehnya menyentuh wajahnya sendiri membuatnya makin membeku di tempat.
Benar, gadis yang tiba-tiba muncul di depannya itu memiliki paras sama persis seperti wajahnya saat ini, namun ekspresi wajahnya yang dingin dan datar membuat keduanya memiliki aura yang berbeda meskipun berwajah sama.
"Sepertinya kamu hidup dengan nyaman ya," ujarnya masih tak menunjukkan ekspresi apapun.
Ia hanya bisa bergerak mundur meskipun percuma karena jarak diantara mereka seperti tidak berubah. "K-kenapa kamu bisa ada disini bukankah kamu sudah—"
"Mati?" potongnya tak lama tawanya menggelegar dengan begitu mengerikan, "ah iya juga kan sekarang tubuhku sudah menjadi milikmu." Imbuhnya memindai dirinya dari atas rambut sampai ujung kaki.
Ia menelan ludah susah payah, merasakan degup jantung yang berpacu hebat dengan darah seperti mendidih. "Bagaimana kamu bisa ada disini? Dimana kita sekarang?" tanyanya berusaha setenang mungkin.
Gadis yang merupakan Princes sesungguhnya itu memutar kepalanya ke sekeliling tempat mereka, kemudian dia menghela napas panjang seperti lelah.
"Apakah itu penting?" balasnya balik dengan datar, "kamu tidak penasaran kenapa tubuhku menjadi milikmu sekarang?" lontarnya membuat ia makin terdiam kaku di tempat.
"K-kamu tahu alasannya?" tanyanya gemetar, entah kenapa ia merasa aura gadis di depannya itu sangat menekan dan menakutkan.
Gadis itu menurunkan tatapannya, memandangnya dengan tajam. "Aku tidak akan berbicara banyak sekarang karena belum waktunya, tapi disini aku ingin memperingatimu satu hal," gadis itu tiba-tiba sudah berada di sisinya dalam sekejap mata, sebelah tangannya menyibak rambutnya ke belakang telinga dan mendekatkan bibirnya. "Hiduplah tanpa ikut campur banyak hal, jika tidak aku akan mengambil kembali apa yang menjadi milikku." Bisiknya.
Ia seperti tersihir, tidak bisa menggerakkan tubuhnya sendiri. "Jawab dulu sebenarnya apa rahasia di balik pertukaran tubuh ini! Aku harus tau!" teriaknya bercampur antara emosi dan panik.
Gadis itu justru tersenyum miring, menepuk wajahnya sesaat.
"Susah kubilang jangan ikut campur."
"HAAAH...!"
Princes terbangun dari tidurnya dengan napas memburu dan keringat bercucuran, pupil matanya membesar dengan tubuh bergetar hebat.
"Apa yang terjadi?" gumamnya tremor.
***
TBC.