SCANDAL CONTRACT

By ThIsGiRlAw

6.9K 154 20

[COMPLETED] Sepuluh tahun yang lalu, Gwenn mengira hubungannya dengan Akiro benar-benar sudah selesai. --- Se... More

-PROLOG-
1. Dendam Masa Lampau
2. Akiro's Life
3. Gwenn's Life
4. Finding Soulmate
5. Finding Soulmate pt.2
6. How Are You?
7. Flashback
8. Taruhan
9. Taruhan pt.2
10. Musuh kehidupan glamor
11. Hari yang berat
12. Tarik Ulur
13. Hutang Dendam
14. Panggilan Misterius
15. Eric
16. Bisikan Dibelakang
17. Celah Pertama
18. Drama di Pesta
19. Obrolan Panas
20. Prinsip Hidup Gwenn
21. Konsekuensi Yang Harus Ditanggung
22. Nomor Teleponmu?
23. Penjilat handal
24. Pesona Tak Terduga
25. Trending
26. Akun Anonim
27. Scandal Contract
28. Mrs.Fratt
30. Konferensi Pers
31. Berkencan
32. Berkencan pt.2
33. Kemenangan
34. Pemimpin Baru
35. Dingin kemudian Panas
36. Janji
37. Penolakan
38. Calon Mertua
39. Pertanyaan Intens
40. Double Date?
41. Sensasi Aneh
42. Sabrinna Spencer
43. Sejarah Masa Lalu
44.Paket Misterius
45. Video Singkat
46. Kesempatan Penembusan Dosa
47. Berapa Peluru yang kau Punya?
48. Puncak Acara
49. Peluru Terakhir
50. Titik Balik
51. Rumah Sakit
52. Perang Dimulai
53. Plester untuk hari yang kacau
54. Kembali Padaku
Epilog

29. Perbuatan Si Iblis

76 2 0
By ThIsGiRlAw

Sepertinya keputusan Akiro untuk kembali ke apartemennya adalah sebuah kesalahan besar.

Di depan sana, dia melihat James sedang terduduk tepat didepan pintu apartemennya. Kepalanya yang menyender ke pintu nyaris jatuh saat kedua matanya menutup karena rasa kantuk yang melanda. Begitu mendengar langkah kaki seseorang disepanjang lorong apartemen itu, seolah James memang sudah menantikan suara itu sejak lama, ia segera bangkit dari duduknya. 

Tubuh James berdiri tegak dengan cepat dan secepat itu pula tatapan mereka bertemu.

"Akiro, aku rasa banyak yang harus kau jelaskan kepadaku sekarang," ujar James berkacak pinggang dengan tatapan penuh peringatannya jikau Akiro berani kabur lagi darinya.

Besarnya kantung mata James dan melihat kondisi James yang cukup berantakan, rambut acaknya, gerakan tangannya yang mengaruk-ngaruk lehernya kemudian mulutnya yang terus menguap menandakan jika James benar-benar bermalam di depan pintu apartemennya itu.

Akiro akhirnya mempersilahkan James masuk ke dalam apartemennya, setelah pria itu membersihkan diri, dia kembali menghampiri Akiro dengan keadaannya yang sudah lebih bersih.

Dengan handuk yang setia bertengger di lehernya, membiarkan air dari rambutnya menetes turun, James buru-buru ikut duduk bersama Akiro yang sedang bersiap untuk membuka laptopnya sembari berbaring di sofa.

"Kau menginap dimana kemarin?" Tanya James, nada bicara khas seorang wartawannya kembali. James pasti akan menginterogasi dirinya habis-habisan.

"Di hotel, untuk menghindarimu," jawab Akiro jujur sembarimengetikkan sesuatu pada laptopnya.

James menggeser duduknya lebih dekat ke arah Akiro yang langsung membuat Akiro beringsut menggeser duduknya juga. Mata James menyipit dan menatap Akiro dengan raut curiganya.

"Berita itu benar? Kau punya pacar?" Tanya James, matanya membesar menandakan ketidaksabarannya untuk menunggu jawaban Akiro.

Akiro menangguk dengan santai, "Benar."

Walaupun masih terkejut tetapi James ikut bahagia, "Kalau begitu perkenalkan dia kepadaku, kenapa kalian berkencan diam-diams eperti itu. Aku tidak melarangmu bahkan agensi juga tidak, mereka bahkan ingin membantumu menghapus komentar jahat itu. Hanya saja Mrs. Bella tidak suka dengan fakta kalau kalian berkencan di sebuah kelab, ada tempat kencan yang lebih baik dari itu Akiro," jelas James panjang lebar. 

Aturan dalam kontrak dengan agensi Richard tidak menyebutkan kalau Akiro tidak boleh berkencan, hanya saja harus memberitahu mereka terlebih dahulu berikut dengan latar belakang profesi mereka. Mungkin alasan Akiro menghindari mereka karena malas mendengar ocehan Bella dan dirinya, jadi James harus memberitahu pria itu bahwa berkencan bukan sebuah kesalahan.

"Dan kemarin kenapa kau pergi begitu saja? Kau tahu bahkan mrs. Victoria telah menunggumu selama berjam-jam demi bisa berbicara denganmu. Kusarankan untuk mengajaknya bertemu dan minta maaf atas kejadian itu dan..."

James menggangtungkan kalimatnya sebelum berujar, "Dan menolaknya menggunakan alasan yang logis."

James sudah bersepakat dengan Akiro kalau sehabis pemotretan itu Akiro akan berbicara dengan Gwenn dan menolak kontrak yang mereka tawarkan berhubung Bella juga tidak akan setuju dengan kontrak itu tetapi nyatanya Akiro malah menghilang secara mendadak bersamaan dengan skandal kencannya yang menguap ke publik.

"Akiro, kau kemana kemarin?" Tanya James lagi saat belum mendapat jawaban atas pertanyannya.

Jari-jari Akiro yang sedari tadi sibuk mengetik tiba-tiba berhenti, tatapannya berubah dingin diikuti dengan sekelibat memori dalam benaknya yang tanpa aba-aba kembali menghampirinya. Tanpa peringatan, membuat dirinya hampir hilang kendal untuk beberapa saat.

Bibi Fratt, nama yang tertera dalam panggilan itu sebelum Akiro mengangkatnya dengan segera.

"Akiro, kumohon kau cepatlah pulang. Iblis itu mengamuk lagi," sedetik setelah panggilan itu tersambung, kalimat ini yang Akiro dengar dengan jelas bersamaan dengan suara pecahan beling yang samar-samar, diikuti tangis histeris yang sangat Akiro kenal itu. Nada bicara bibi Fratt terkesan terburu-buru, bercampur isak tangisnya yang menyiratkan kepanikan. 

Akiro mengeraskan rahangnya, mematikan panggilan itu secara sepihak sebelum meginjak gas dan meninggalkan area parkiran dengan cepat.

Hanya butuh beberapa menit bagi Akiro untuk sampai pada tujuannya, dengan pikirannya yang berkecamuk sepanjang perjalanan, kecepatan mengemudinya kian meningkat, membelah jalan raya tanpa ragu untuk dapat sampai dengan cepat. Sebanyak apapun Akiro menarik napas untuk meredam emosinya yang memuncak, nyatanya itu tak berhasil untuk mengurangi pikiran negatifnya yang terus bermunculan.

Akiro membanting pintu mobilnya secara keras sebelum melangkah masuk ke dalam sebuah rumah. Tipe rumah sederhana satu lantai yang hanya cukup ditinggali oleh sebuah keluarga kecil.

Akiro membungkukkan tubuhnya sedetik setelah membuka pintu. Secara cepat dan tak terduga, sebuah botol kaca melayang tepat ke arahnya. Akiro refleks menghindar dengan cepat, alhasil botol kaca tadi berakhir menampar permukaan dinding dengan keras dan hancur menjadi kepingan kaca-kaca kecil yang membanjiri lantai. Napas Akiro berpacu dengan cepat saat sebuah realita menghampiri dirinya, kepalanya itu nyaris menjadi korban.

Akiro kembali bangkit berdiri sebelum mendongakkan kepalanya dan mengedarkan pandangannya ke sekitar. Guna mengambil jeda untuk napas memburunya, Akiro dapat melihat dengan jelas keadaan rumah saat ini.

Banyak pecahan beling yang berserakan di sepanjang lantai, genangan-genangan cairan berwarna kuning yang berkumpul pada beberapa titik sebelum semacam terseret oleh langkah kaki hingga berakhir kacau. Akiro juga mendapati bercak darah pada salah satu pecahan botol kaca.

Tatpan Akiro berubah menggelap saat mendapati ibunya terduduk di dekat meja makan, menaikkan pandangannya, fokus Akiro jatuh pada kedua lengan ibunya yang memeluk erat kaki seorang pria. Tangisannya pecah denggan keras, ia berteriak kuat, meraung meminta belas kasihan yang sebenarnya tidak pantas ia dapatkan dari orang kejam sepertinya. Pria itu bahkan tidak pantas untuk hidup.

Akiro mengeraskan rahangnya, tidak tahan untuk menyaksikan hal itu lebih lama lagi, akhirnya Akiro buka suara.

"Hentikan sekarang."

Walau nada bicaranya terkesan tenang tanpa emosi, tapi suaanya benar-benar kuat dan penuh dengan nada peringatannya. Tatapannya terarah tajam ke arah depan, tepat ke arah mereka berdua yang tampaknya masih belum menyadari kehadirannya.

Ibunya masih menangis, menggosok kaki pria itu secara berulang menggunakan tangannya yang dipenuhi bercak darah, berusaha menahan pria itu yang hendak pergi dari jangkauannya.

"Hentikan sekarang dasar baj*ngan!"

Akiro berteriak kuat, melampiaskan amarahnya melalui suara tegnsya. Keheningan melanda rumah itu untuk sesaat, tangis ibunya reda, bibi Fratt yang sedari memperhatikan interaksi mereka sambil berjongkok disudut ruangan ikut mengambil napas sebanyak-banyaknya dan berakhir pada pria itu yang menoleh ke arah Akiro. Dia tersenyum miring. Akiro dapat melihat dengan jelas senyum licik yang bersarang pada wajah iblisnya itu.

"Aku tahu hanya dengan cara seperti ini maka kau akan kembali ke rumah ini, dasar anak durhaka," ujarnya menghempaskan secara kasar kakinya membuat ibu Akiro terhuyung ke belakang karena gerakan yang tak diduga olehnya itu.

"Hans!" Fratt memekik kaget dengan perbuatan Hans sebelum menghampiri ibu Akiro dengan gerakan cepat.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Fratt sembari membantu wanita itu untuk bangkit berdiri, baru hendak membantu  untuk membersihkan kaki telanjangnya, jaga-jaga jika ia menginjak serpihan kaca yang tersebar di rumah itu, namun ia lebih dulu menerobosnya dengan kaliamit cepatnya.

"Aku ingin suamiku, mana dia? Aku ingin dia," ujarnya dengan nada putus asanya diikuti tatapannya yang mendadak kosong seperti orang kebingungan karena tidak mendapati kehadiran Hans disekitarnya.

Fratt tak kuasa menahan isak tangisnya saat mendapati kondisi kacaunya sekarang. Rambut panjangnya tergerai acak-acakan, bercampur dengan keringat dan bau amis darah membuat sebagian wajahnya tertutupi oleh rambut lengketnya itu. Gaun putihnya kotor akan noda kuning dari sisa alkohol yang tercecer di lantai. Tanpa merasa terganggu, wanita itu terus menggerakkan tubuhnya, berusaha melepaskan diri dari kuncian tangan Fratt dan saat Fratt lengah, wanita itu merangkak, menyeret lututnya menyeberangi lautan pecahan kaca itu untuk sampai kepada Hans. 

Tidak perduli kalau tubuhnya penuh sakit dan luka, yang terpenting baginya sekarang adalah kehadiran Hans didekatnya.

"Mana uangnya?" Setelah berdiri tepat dihadapan Akiro, Hans menyodorkan tangannya ke arah Akiro dengan raut percaya dirinya seolah merasa tidak bersalah atas kekacauan yang ia sebabkan dibelakangnya itu.

"Kau benar-benar seorang iblis," desis Akiro sembari memberikan tatapan menjijikkannya kepada Hans.

Hans kemudian maju selangkah, menjambak kerah baju AKiro dengan sekali gapai kemudian menariknya secara keras kedepan selum membantingnya dengan keras kebelakang tanpa melepaskan genggaman kuatnya. Akiro merasa tercekik, dalam detik-detik penuh penderitaan itu, Akiro tidak berniat menghentikan aksinya. Kalaupun detik itu Hans ingin melenyapkannya, maka Akiro juga tidak apa-apa.

"Kalau begitu kau merupakan putra seorang iblis bodoh," umpat Hans tepat didepan wajah Akiro yang melemas.

Dengan gerakan lemahnya, tangan Akiro meraba saku celananya kemudian mengeluarkan dompetnya dari sana. Akiro meringis saat jari kuku Hans tak sengaja mencakar area lehernya saat sibuk menarik kerah bajunya. Ia segera mengeluarkan puluhan lembaran uang tunai yang ada sana kemudian melemparnya tepat ke arah wajah Hans.

"Pergi dari sini dan kuharap jangan kembali lagi," peringat Akiro dengan nada seriusnya sesaat setelah tarikan napas panjangnya dan dadanya yang naik turun. Ia menyaksikan Hans yang berlutut didepannya untuk memungut lembaran uang itu satu per satu.

Kemudian Hans berdiri sebelum mendengus kecil, cenderung merendahkan Akiro, tidak ada sirat ketakutan ataupun rasa bersalah yang dapat Akiro temukan dalam tatapannya.

"Bagaimana ya? Tapi ibu kesayanganmu ini tidak akan membiarkannya Akiro, dia tidak bisa hidup tanpa aku. Mau kubuktikan?" Tanya Hans, menepuk pipi Akiro dua kali sebelum berbalik untuk meninggalkannya dan menuju ke arah ibu Akiro.

Setelah menyadari langkah Hans yang mendekat ke arahnya, wanita itu langsung merespon dengan cepat. Ia merangkak ke arah Hans sembari terus menggosok kedua telapak tangannya, membuat gerakan memohon ampun.

"Aku minta maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku tidak akan selingkuh lagi," dia terus mengulang kalimat itu diikuti tangisnya membuat Akiro memejamkan kedua matanya untuk sesaat, berusaha menjernihkan pikirannya dengan situasi kacau ini walau nyatanya tidak berhasil. Akiro benar-benar tidak tahu, keputusan apa yang harus ia perbuat waktu itu.

Hans berjongkok kemudian mengelus rambut lengketnya sebelum turun ke area pipinya dan berakhir mencengkeram dagunya kuat-kuat, "Kau bilang apa? Maaf? Kau dan putramu, ini dosa yang harus kalian tanggung dasar perempuan j*lang."

Akiro sudah cukup sabar dalam merespon semua perilaku Hans hari ini, tetapi Akiro tidak bisa mentoleransi kata terakhir yang diucapkan pria itu. Akiro berjalan cepat ke arah Akiro dan menendang punggung ayahnya dari belakang, membuat Hans jatuh terjerembap dengan lengannya yang menyapu lantai berisikan serpihan kaca itu dan uang yang berada ditangannya kembali berserakan.

Ibu Akiro membulatkan matanya setelah melihat kejadian itu, ia segera berdri dan mendorong bahu Akiro sekuat tenaga dengan kedua tangannya. Akiro masih setia pada posisinya, dorongan itu tidak memberikan luka padanya namun sikap ibunya yang masih membela pria itu membuat hati Akiro benar-benar sakit. 

"Kenapa kau mendorongnya? Ibu yang salah disini. Ibu yang salah," dia terus menunjuk dirinya sembari mengulang kalimatnya.

Akiro benar-benar tidak mempercayai pemandangan didepannya itu. Akiro menarik napas sejenak, mendapati ayahnya yang sibuk berjongkok untuk memungut lembaran uang dan pukulan-pukulan kecil yang dilayangkan wanita itu ke arahnya membuat emosi Akiro memuncak dan sampai pada batasnya.

"Seorang ayah tidak akan bersikap seperti itu!" Teriak Akiro lantang ke arahnya membuat wanita itu menghentikan pukulannya karena terkejut dan beringsut menyeret langkahnya mundur.

Dia ketakutan, tangan wanita itu terangkat ke atas sebelum mencengkeram dadanya secara kuat. Walau terlihat samar namun Akiro bisa melihat kalau terdapat semacam luka goresan tepat pada area pergelangan tangan ibunya.

Akiro mengacak rambutnya frustasi, ia hendak menggapi tangannya untuk meminta maaf tapi berakhir ditepis oleh wanita itu. Dia lebih memilih untuk hilang dari hadapannya dan menghampiri Hans.

Fratt menyaksikan semuanya, biasanya Akiro dapat mengontrol emosinya dan memberikan uan kepada Hans kemudian kekacauan itu akan berakhir dengan dia yang hanya ingin meminum obat tidur yang diberikan oleh Akiro. Tapi ia tidak menyangka kejadian hari ini akan berubah menjadi situasi yang semakin tidak terkendali. Fratt berlari kecil ke arah dapur dan segera mencari obat wanita itu di dalam laci.

Hans masih sibuk untuk fokus memungut lembaran uang yang terlihat sangat berharga baginya itu saat dia kembali menghampirinya. Saat wanita itu hendak menggapai kakinya, Hans segera menghempaskannya dan pergi dari sana tanpa menoleh ke belakang dsedetikpun.

Ia menghampiri Akiro kemudian dengan tatapan penuh peringatannya, ia berdesis pelan, "Kuperingatkan kau unuk jauhi Sharren atau akan kubunuh wanita itu," ujar Hans sebelum benar-benar meninggalkan rumah, meninggalkan kekacauan yang ia perbuat kepada Akiro layaknya seorang pengecut.

Hans membuang ludahnya tepat saat melewati pintu rumah, "Dasar menyedihkan."

Ibu Akiro terlihat mau mengejar kepergian Hans tetapi Akiro segera menangkaonya dan membawanya ke dalam pelukannya, "Dia tidak pantas menerima permintaan maafmu," ujar Akiro sembari menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan isak tangisnya agar tidak kelaur. Akiro tidak boleh terlihat lemah sekarang, dia masih membutuhkan kehadirannya. Ini belum waktunya untuk menyerah.

Tidak memperdulikan kalimat AKiro, dia masih terus memaku panndangannya pada punggung Hans yang semakin lama semakin jauh dan berakhir menghilang.

"Aku minta maaf, aku yang bersalah."

Fratt segera mengeluarkan dua pil obatnya dan segera memasukkannya ke dalam wanita itu berikut dengan segelas air. Awalnya wanita itu meronta, namun berada dalam pelukan Akiro membuatnya sedikit tenang dan obat itu berhasil ia telan.

Setelah dia sudah lebih tenang, tangs wanita itu tidak terdengar lagi, Fratt segera mengambil ahli tubuh ibu Akiro. Fratt melirik sekilas ke arah Akiro yang tampak tertekan dengan kejadian tadi sebelum memapahnya untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Aku akan mengurus ibumu, kau bersihkan saja kekacauan ini AKiro," ujar Fratt.

Akiro menangguk, "Terima kasih bibi Fratt."

"Setidaknya bantuanku ini bisa menebus sedikit dari rasa bencimu kepada kakakku," ujar Fratt terakhir kali sebelum benar-benar pergi dengan ibu Akiro dari sana.

Akiro ditinggalkan sendirian di ruang tamu yang berantakan itu, rasanya tenaganya terkuras habis karena perdebatan tadi. Baik fisik maupun mentalnya. Tubuh Akiro merosot ke bawah, ia terduduk ke atas lantai sebelum menyenderkan tubuhnya pada dinding di belakangnya sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat. Berharap dapat melampiaskan perasaan rumitnya itu melalui sebuah tangisan, namun sebuah fakta kembali menampar dirinya, membungkusnya dalam penyesalan tak berujung.

Jika ia menangis sekarang, maka pertahanan diri yang selama ini ia bangun akan runtuh dan tak bersisa.

Akiro belum siap untuk menyerah.

"Akiro?" Panggil James yang berhasil membuyarkan lamunan Akiro.

"Itu soal privasiku," ujar Akiro singkat, nada bicaranya berubah merendah, nyaris tak terdengar.

"Kalau begitu beritahu saja aku siapa ceweknya. Jujur, aku juga sangat penasaran," James menaik-turunkan alisnya berniat menggoda Akiro.

Tetapi Akiro hanya terdiam untuk waktu yang lama, dia tidak berniat untuk menjawab.

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 68.2K 43
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
167K 9.5K 28
[TAMAT] You have one job, Ivy! SATU TUGAS: mengantar undangan pertandingan basket ke SMA Auguste! Entah bagaimana tugas yang terdengar sederhana itu...
246K 9.2K 40
(Follow terlebih dahulu sebelum baca) Book 1 of Johnson's #2 Billionaire (18 Februari 2020) #11 Billionaire (21 Februari 2020) #10 Billionaire (23 Fe...
1.5M 121K 153
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...