Pacaran [TAMAT]

By Lulathana

253K 37.9K 3.3K

Dari kecil Bella itu sangat suka bela diri, berbagai jenis dia pelajari. Namun, karena tragedi ditolak cinta... More

Pacaran
...
1. Drama
2. Tawuran
3. Takdir yang Tak Diinginkan
4. Cowok Seblak
5. Dia Kembali
6. Rumination
7. Semangat
8. Sandera
9. Percaya Diri
10. MTNI
11. Keluarga
12. Kedua Kalinya
13. Bengkel Bang Jo
14. Banyak Sisi
15. Malming
16. Drama
17. Pertemuan
18. Teman Billa
20. Tanda
21. Cantik dan Anggun
22. Jola
23. Serangan Tak Terduga
24. Rumah Gavin
25. Kanapa?
26. Sakit
27. Sakit (2)
28. Bimbang
29. Penculikan
30. Tidak Ingin
31. Bazar
32. Photobox
33. Sosok yang Sama
34. Dia Sebenarnya
35. Menggemaskan
36. Tidak Sungkan
37. Myth
38. Melarikan Diri
39. Optimis
40. Dua Arah
41. Terungkap
uwu
42. Mulai Membaik(?)
43. Konsekuensi
44. Garis Memulai
45. Tembok Penghalang
46. ยกMaldito seas!
47. ยกMALDICIร“N!
48. Sederhana
49. Pacaran (Tamat)

19. Teman Billa (2)

4.3K 755 79
By Lulathana

Seperti biasa, hari minggu Gavin diisi dengan mengunjungi bengkel Bang Jo. Agendanya adalah service motor atau paling tidak belajar otak-atik mesin dengan nebeng peralatan di sana. Gavin bukan tipe ugal-ugalan, iaa pecinta motor yang senang melihat motornya dalam keadaan baik-baik saja. Tak heran motornya menjadi yang paling kinclong di sini.

"Tumben sepi, pada ikut sunmori ya?" tanya Gavin ketika mendapati bengkel yang biasanya ramai itu hanya ada Jo dan Komang.

"Eh Bang, lo ngapain bonyok gitu?" heran Gavin begitu melihat jelas wajah Komang. Preman wajah sangar, tapi cukup friendly itu terlihat kehilangan gairah hidup. Dia hanya diam dengan tatapan kosong.

"Lo juga Bang, ngapain ikutan murung?" Jo yang terkenal banyak bicara pun hari ini hanya duduk diam seperti orang sawan.

"Billa ...," ucapnya dengan nada yang lemah.

"Apa? Lo mau bilang mitos lagi? Mumpung ada Bang Komang ayok kalian debatlah, gue kasih cepe," ujar Gavin dengan penuh semangat.

Berbanding terbalik dengan Jo yang membaringkan tubuhnya pada bangku panjang yang ia duduki. Dia meringkuk seperti orang yang terkena meriang.

"Billa nyata," ucapnya. Lalu menadahkan tangan dengan lemah.

"Maksudnya?"

"Duitnya."

Gavin menghela napas lalu membuka dompet dan menaruh uang 50 ribu  pada tangan itu.

"Billa balik ke jalanan lagi," ucap Komang yang membuat Gavin berbalik dan menoleh padanya.

"Maksudnya?"

Komang menadahkan telapak tangan.

Gavin berdecak kesal. "Mata duitan banget sih kalian berdua!" ucapnya seraya memberikan uang. Kalau bukan tentang Billa, Gavin tidak rela diperas seperti ini.

"Udah, sekarang ceritain lengkapnya."

Komang menarik napas dalam. Sedikit memijat-mijat rahangnya sebelum kembali bersuara.

"Ada yang ganggu temen Billa, sampe dibikin nangis dan akhirnya Billa murka."

"Maksudnya yang bikin lo bonyok itu Billa?" sergah Gavin dengan kelopak mata melebar

Komang mengangguk.

Gavin pun menganga tidak percaya. Komang yang pernah Gavin pikir kulitnya setebal kulit kerbau bisa sampai babak belur seperti ini. Karena seorang Billa.

"Semua kena babat habis gara-gara dua orang tolol itu."

"Maksudnya semua geng Bang Komang?"

"Semua preman di sini."

"Keren. Solidnya Billa bukan kaleng-kaleng."

Komang menatap Gavin datar, maksudnya dengan dirinya yang sampai seperti ini?

"Berarti kalo lo jadi temen Billa, hidup lo aman ya. Dia sampe rela eksis lagi demi temannya itu. Jadi pengen gue."

"Temen Billa cuma satu," jelas Komang setelah memijat-mijat rahangnya lagi.

"Dia ansos?"

"Temen Billa di sini bukan yang kayak lu pikirin, Vin. Temen Billa itu bukan orang yang lo gaul sama Billa. Temen Billa di sini itu udah kayak mantra, pantangan banget lo deketin kalo udah dengerin itu."

Gavin mengernyit tidak mengerti.

"Gini maksudnya. Billa punya satu temen, dan dia bilang ke semua preman jangan sampe ganggu temennya yang satu ini. Semua udah sumpah. Jadi meskipun lo temenan sama Billa, lo nggak bisa jadi 'temen Billa' yang dapet perlindungan itu, karena emang itu khusus cuma buat dia."

Gavin terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kalimat Komang dengan baik-baik. "Gini-gini, misal. Ada preman nih nyamperin orang, orang itu bilang temen Billa, terus preman itu harus pergi jauh, gitu?" tanya Gavin yang diangguki oleh Komang.

"Kalo gitu nggak mutlak satu dong,  bisa aja ada yang ngaku-ngaku. Masa iya semua orang tau muka si temen Billa ini."

Komang menyentil kening Gavin. "Lu pikir kejadian hari ini kenapa? Karena si Tisno sama si Oji ngira cewek itu ngaku-ngaku. Makanya mereka tetep maksa buat malak." Komang menghela napas membuat kesal pada rekan-rekannya yang sudah berbuat kebodohan itu.

"Nggak bakal ada yang ngaku-ngaku. Karena cuma kita preman, Billa dan temennya itu yang tau soal ini," sambungnya yang membuat Gavin terlihat semakin tertarik.

"Gue perjelas, cuma temen Billa yang asli yang bakal bilang kalimat 'temen Billa'?"

Komang mengangguk lagi. Untuk beberapa saat Gavin terbengong. Berarti cewek magrib-magrib itu adalah teman Billa itu. Praduganya tidak salah, Billa memang ada di SMA 23.

"Semua dibabat abis karena perkara temen Billa itu. Lu tau Bang Tobi? Kagak ada artinya anjir," jelas Jo yang membuat Gavin buru-buru berbalik menghadapnya.

"Lo beneran liat Billa, Bang?"

"Lu pikir gua ini sawan karena siapa? Berasa jadi peserta Squid Game gua tadi."

Gavin tiba-tiba tergelak yang membuat Jo melirik datar.

"Sorry-sorry, terus gimana lanjutannya?"

"Jadi adonan perkedel, nggak liat tuh Bang Komang?"

"Bang Komang istilahnya 'kan imbas kemarahan. Yang gue maksudnya orang yang bikin gara-gara sama temen Billanya itu?"

"Dipotong."

"Hah?" Gavin membelalak dengan raut kaget.

"Si Oji dipotong rambut, si Tisno dipotong kuku."

"BHAHAHA ...."

Jo melirik sinis Gavin lagi.

"Anjir, sorry-sorry, Bang. Abisnya gue udah mikir yang dipotong tangan apa kaki, ini malah rambut sama kuku. Kocak-kocak." Gavin menepuk-nepuk pahanya sendiri seraya terus tertawa.

"Lu kalo liat proses eksekusinya, gue jamin lu nggak enak makan 3 hari."

Gavin mengangkat sebelah alisnya. Wajahnya yang masih dihiasi tawa terlihat meremehkan.

"Lo tau samurai Bang Tobi yang suka dipajang di atas?"

"Billa gunai itu?"

Jo mengangguk. "Billa ayunin dari luar ke arah leher Oji, yang lo tau, sedikit aja Billa telat nahan, bukan cuma rambut yang kepotong, tapi sama leher-lehernya juga."

Gavin mengerjap dan menatap Jo dengan raut yang serius.

"Lo tau pedagang daging? Tangan Tisno udah kayak ceker ayam, disimpan di atas meja dan Billa penuh tenaga acungin samurainya dari atas. Yang terjadi apa? Kukunya kepotong tapi kulit Tisno nggak kegores sedikit pun."

Gavin sekarang benar-benar dibuat melongo. Itu bukan skill tingkat dewa lagi, tapi kakek dari kakeknya kakek dewa.

"Billa bisa menahan sampe hal sedetail itu. Lo masih mikir itu kocak? Sementara bagi dia ngilangin nyawa udah kayak motek bekas bisul."

Gavin termenung kembali, tenggelam dalam pikirannya. Jemarinya saling bertaut. Sebelumnya saja Gavin sudah menganggap Billa hebat, ternyata lebih hebat dari yang dirinya perkirakan itu.

"Bang, lo bisa tunjukkin Billa yang mana?"

"BOSEN IDUP LU!"

oOo

Billa sudah kembali menunjukkan dirinya, kesempatan Gavin untuk menemukannya semakin terbuka lebar kini. Gavin benar-benar tidak bisa menahan semangat dalam dirinya.

"Dek." Gavin menggedor pintu Jola dengan sedikit terburu-buru.

"Apa sih?" Jola menyembulkan wajah dari balik pintunya, wajahnya terlihat kesal karena acara bersantai sorenya terganggu.

"Billa beneran sekolah di sekolah kamu," jelasnya karena kemarin-kemarin adeknya itu sudah mengacungkan bendera putih soal per-Billa-an.

Jola mendengkus. "Aku 'kan udah bilang, bahkan Kak Gavin udah cek sendiri, nggak ada lagi yang namanya Billa di sekolah aku. Aku mesti cari ke mana lagi?"

"Ada."

"Nggak ada ...!" Jola menghentak-hentakkan kaki geram. Tangannya terangkat seolah ingin mencakar

"Oke, tapi di sekolah kamu udah pasti ada temen Billa."

"Apalagi ini." Jola memegangi kepalanya. "Billanya aja jelas nggak ketemu, gimana mau tau temennya?"

"No, ini nggak seribet itu. Kamu inget kemarin Kakak telat jemput kamu 'kan? Nah waktu kakak lewat sekolah kamu, Kakak ketemu sama temen Billa di halte."

Kerutan di kening Jola terlihat semakin dalam.

"Intinya temen Billa ini pasti anak OSIS kayak kamu, Kakak harus temuin dia biar bisa tanyain Billa langsung."

"Kak ih, lama-lama aku beneran jadi kriminal deh bocorin data-data orang mulu," ucap Jola yang mulai mengerti ke mana arah perbincangan Gavin ini.

"Kakak 'kan nggak gunain buat hal yang buruk. Ayo tunjukkin."

Jola menahan tubuh Gavin yang hendak masuk ke dalam kamarnya, ia pun mengernyit.

"Ada dia?"

Jola mengangguk meski bibirnya masih mengerucut kesal. "Tunggu di sini," ucapnya lalu masuk ke kamar. Tak lama dia kembali seraya membawa laptopnya.

Jola dan Gavin pun pindah ke ruang tengah. Dengan kesal Jola langsung membuka file-file yang dirinya punya.

"Nih, yang mana?" tanyanya dengan ketus.

Gavin pun mulai melihat-lihat foto di sana dengan raut yang serius, menggeser satu persatu dengan hati-hati agar tidak ada yang terlewan. Namun, hingga tombol gesernya tidak bisa ditekan lagi, wajah yang Gavin cari tidak ada.

"Loh habis?"

"Ya emang Kak Gavin ngira anggota OSIS itu berapa ratus?"

"Tapi dia belum ketemu."

"Ini udah semua, bahkan anggota yang udah out pun ada."

Gavin menyimpan jari di dagu. Billa itu misterius, masa temannya juga harus ikut misterius seperti ini.

"Dek, boleh minta tolong lagi?"

"Apa?" ucap Jola ogah-ogahan.

"Kami bisa kumpulin info tentang ekskul yang ngadain kumpulan kemarin? Mungkin dia bukan anak OSIS"

Mulut Jola menganga. Matanya menatap tidak percaya. "Ini Kak Gavin udah masuk obsesi deh. Kak, obsesi itu nggak baik."

"Tolong cariin Dek, nggak papa fotonya aja."

Jola menghela napas panjang. "Udah-udah, nggak mau, aku capek."

"Dek ...."

"Kak Gavin aneh. Padahal katanya kemarin Kak Bella diserang orang, masa ini malah ngurusin orang lain?" Jola mendelik tidak suka.

"Bukan gitu, nanti Kakak juga mau ke rumah Bella kok."

"Omong doang. Harusnya Kakak tuh kayak Kak Ganesh. Nih ya kalo Kak Jeya terluka kayak gitu, Kak Ganesh pasti temenin dia seharian. Pasti Kak Ganesh hibur Kak Jeya sampe Kak Jeya nggak ngerasain sakitnya," jelasnya dengan panjang lebar. Soal pasangan itu, Jola memang yang paling tahu.

"Iya-iya, Kakak 'kan bukan Ganesh."

Jola berdecak. "Nggak idaman banget!" serunya dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

"Beneran kesel ya," gumam Gavin. Ia menyentuh kepala Jola.

"Sensian banget ya hari ini."

"Kak Gavinnya nyebelin!" Jola mengepal lebih kuat

"Keluar?"

"Nggak!"

"Pizza?"

"Dua."

Gavin tertawa mendengar jawaban yang seolah tanpa berpikir itu. "Yaudah ayok."

"Tambah kebab."

"Buger, martabak, ayok."

Jola pun berdiri dan Gavin langsung memeluknya. Gavin mengusap puncak kepala Jola dengan lembut kemudian memberi kecupan.

"Jangan kesel-kesel mulu dong. Inget kata Dokter Vian, emosi yang berlebih itu nggak baik."

Jola terdengar menghela napas.

"Perlakuin Kak Bella dengan baik."

"Iya."

"Kak Gavin harus jadi Ganesh-nya Kak Bella. Meskipun boongan, tapi sekarang statusnya Kak Bella tetep pacar Kak Gavin."

Gavin berguman-guman.

"Ih! Jawab yang bener!" Jola memukul dada Gavin lalu setelahnya Gavin mendengar adiknya itu terisak.

Gavin menghela napas kecil. Ia semakin memeluk erat Jola.

"Kak Gavin minta tolong pilihin makanan buat dibawa jenguk Kak Bella, boleh?"

Jola mengangguk seraya masih terisak.

oOo

17 Juli 2023

Continue Reading

You'll Also Like

79.4K 4.9K 71
Apakah salah jika aku bukan gadis yang cantik? Apakah di dunia ini yang diutamakan hanya mereka yang berparas cantik dan good looking? Sementara yang...
1.5M 200K 85
Elgar tertarik dengan Cloudy. Namun, saat diberi pilihan, dia lebih memilih Windy--sepupu Cloudy--untuk menjadi calon istrinya. Mau menghindar dengan...
988K 14.8K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
72.6K 11.2K 39
Jangan terlalu percaya dengan apa yang matamu tunjukkan tentang dunia dan isinya. Dunia selalu penuh tipu daya dan manusia selalu berkamuflase. Begit...