Di Ujung Penantian (End)

By FadeelahNur

124 4 0

Antara menanti dan dinanti, menunggu Masih menjadi pilihanku entah nanti kau benar pulang untuk diriku atau... More

Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5 ( End)

Chapter 1

55 0 0
By FadeelahNur

Rara mendongak memandang mata Adrian yang juga menatap nya.

Ia tak kuasa menahan tangis yang sadari tadi ingin jatuh. Rinai bening menyapa pipi mulusnya, hatinya hancur ia tak mampu mengucap sepatah katapun.

"Adrian, Aku akan menunggumu disini, diujung senja dimana kita pertama kali bertemu dan juga saling melepas janji, " Ucapnya terbata, dan masih dengan menatap wajah orang yang sangat dicintainya.

"Adrian, pergilah aku sudah berbesar hati untuk hal ini raihlah mimpimu di kejauhan sana, jika memang takdir menginginkan kamu dan aku menyatu maka kita akan bertemu di ujung penantian, namun jika takdir berkata sebaliknya aku akan menyusun bahagia untukmu, "

" Selagi aku masih beri kesempatan untuk bernafas aku akan selalu menunggumu sampai kapanpun, aku tidak akan pernah kecewa dengan pilihanku karena aku yang telah memilihnya, "

"Jika memang aku dan kamu nanti tak dapat menyatu, aku akan tetap bersyukur karena pernah di pertemukan denganmu, " Ucap Rara dengan penuh ketulusan.

Ia memang sangat mencintai Adrian, Seseorang yang akhirnya bisa membuat hidupnya berwarna lagi setelah banyak kehilangan yang dia alami.

Ia adalah gadis yang selalu berbalut tawa ceria di setiap harinya tak pernah nampak rasa sakit dari wajahnya Ia selalu tersenyum  kepada siapapun yang ia temui. Tapi tanpa mereka tahu gadis ini menyimpan luka yang tak pernah kering. Ia terlalu kuat untuk seorang gadis.

Adrian yang mendengar semua aksara yang keluar dari lisan Rara ikut tergugu, ia merasa hatinya tersayat perih mendengar penuturan dari gadis yang berdiri di hadapannya. Ia tak kuasa menahan bulir bening yang terpenjara di matanya, cairan itu ikut melebur di wajah tampannya.

Ia menatap mata sayu gadis yang amat di cintainya, Ia mengangkat tangan lantas mengusap cairan bening yang membanjiri pipi Rara Ia memajukan tubuhnya lantas mengecup lama kening sang gadis seakan ia akan pergi untuk selamanya.

Ini bukan pilihannya untuk pergi, hanya saja ia harus menuruti keinginan orang tuanya.

Setelah sekian tahun menjalin kasih Rara dan Adrian sudah mendapat restu dari orang tua Adrian, mereka sama sekali tak memandang darimana dan apa latar belakang Rara.

Hanya saja mereka tak mendapat restu dari salah satu orang tua Rara yaitu Ayah Rara, bukan tanpa alasan hanya saja ia merasa tak pantas untuk menyanding bersama keluarga Adrian yang bisa dibilang cukup terhormat di banding mereka yang hanya berasal dari keluarga biasa saja.

Di penghujung senja berbalut lara ini Adrian tak melepaskan genggaman tangannya dari sang Gadis hatinya tak rela sangat tidak rela jika harus pergi meninggalkannya, walaupun mungkin ini hanya sementara.

Melihat hal yang di lakukan Adrian padanya Rara mencoba tersenyum walaupun begitu sulit untuk ia lakukan pelan- pelan ia melepas genggaman tangan pria di hadapannya dan mendongak dengan senyum berbalut air mata yang setengah kering.

"Adrian, " Ucapnya lembut sambil mengusap pipi sang kekasih.

" Ingatlah ini bukan akhir dari segalanya, di waktunya nanti kita akan bertemu lagi, "

"Pergilah, dan kutitipkan hatiku padamu pergilah dan aku akan tetap menanti kembalimu. Namun jika di pertengahan jalanmu meraih mimpi kau menemukan seseorang yang bisa saja selama ini kau cari maka bangunlah kisah impianmu bersamanya, " Ucapnya dengan lembut dan lirih

" Aku tak akan marah ataupun kecewa, aku sudah terlalu sering merasakannya aku ikhlas Adrian, pergilah, orang tuamu selalu menginginkan yang terbaik untukmu, kejarlah mimpimu dan biarkan aku disini untuk terus menantimu, "

Mendengar semua itu Adrian kembali terisak dengan sangat pedih ia rasakan di relung hati terdalamnya. Mengapa semesta melakukan ini padanya? Apa salahnya? Semua pertanyaannya bermunculan di kepalanya.

"Rara, tolong jangan katakan semua itu aku pasti kembali padamu aku berjanji, " Ucap Adrian bersungguh-sungguh,

Sembari tersenyum layu Rara menjawab  " Aku sudah menebak jawabanmu Adrian aku tau kau akan mengatakan itu, " Balasnya.

"Sekarang berbaliklah, waktumu sudah tiba jangan sia-siakan kesempatanmu untuk semua keberhasilan yang menantimu, " Ungkapnya sambil mendorong tubuh Adrian untuk berbalik.

"Pergilah Adrian, Biarkan aku menantimu di sini, " Ucapnya dengan senyum penuh ketulusan menghiasi wajahnya.

" Melangkahlah dan jangan pernah menengok kebelakang, ingatlah kita belum berakhir di rencana takdir selanjutnya kita akan berjumpa jua, " Rara berkata dengan begitu lembut dan tulus nya.

Adrian yang melihat itu membuat langkah kakinya semakin berat untuk melangkah. Namun mau tidak mau ia harus melakukannya siap tidak siap ia harus siap dengan segala konsekuensi yang dipilihnya.

Hari itu 8 April Tahun 2019 Ia meninggalkan sang kekasih demi meraih mimpinya. Di ujung petang yang sangat indah, di bawah langit jingga yang begitu mempesona.

Dengan penuh keteguhan ia akhirnya pergi entah untuk sementara atau selamanya ia hanya berharap kelak di pertemukan lagi dengan Rara Gadis yang  sangat di cintainya.

###################################

3 tahun berlalu dan Rara masih melakukan kebiasaannya sepeninggal Adrian, setiap tanggal 8 April ia akan  kembali ke pantai itu menunggu berakhirnya senja, menunggu sang kekasih yang tak jua datang.

Selama kepergian Adrian  ia sudah tak pernah sama sekali mendengar kabar dari kekasihnya itu, Adrian perlahan menghilang di telan bumi, tak ada jejaknya sama sekali. Bahkan rumah Adrian kini sudah kosong seluruh keluarganya ikut pindah ke luar negeri.

Rara tak lagi dapat membaca jejaknya, bagai di sapu ombak laut, semua hilang. Tak selembar pun surat ia terima dari sang pria terkasih. Nihil tak ada jawaban.

Namun buka Rara namanya jika ia akan menyerah begitu saja, ia tetap setia menunggu kepulangan sang kekasih.

Ia selalu menulis surah yang akan di masukannya pada botol lalu ia akan hanyutkan, dengan harapan seluruh surat berisi kerinduan itu sampai pada Adrian.

Rambut panjangnya yang terkena angin mengibar dengan indahnya, sesekali ia memperbaiki anak rambut yang menghalangi penglihatannya.

Gadis dengan gaun long dress vintage berwarna peach beserta syal putih rajut menjadi sangat indah di tubuhnya.

Mata coklat indahnya tak jemu memandangi langit jingga yang tak lama lagi akan berganti biru gelap sesekali mengisi harap yang telah hirap termakan waktu.

"Ra kita pulang yuk, udah mau magrib, " Ucap laras sambil mengusap bahu sang adik dengan lembut. Kemudian di angguki oleh Rara.

"Ayo kak, " Balas Rara.

Laras yang mendengar penuturan sang adik pun mengangguk dan tersenyum sembari mendorong kursi roda yang di duduki oleh Rara menjauh dari kawasan pantai.

Laras memperhatikan setiap gerak sang adik terkadang hatinya merasa sangat getir melihat semua penderitaan yang di alami adiknya apalagi setelah mendengar kabar 2 tahun lalu yang membuat dirinya seakan ingin berhenti bernafas.

Flashback On

Laras yang baru saja kembali dari kantor sangat terkejut ketika melihat sang adik yang sudah menelungkup lemas dengan hidung penuh darah di lantai kamar mandi. Dengan cepat ia segera membawa sang adik kerumah sakit sembari menghubungi orang tuanya yang sedang di luar kota.

"Ayah dimana, " Tanyanya dengan tergugu

"Udah mau nyampe rumah, kenapa laras? Ada nak? " Balas ayahnya dengan nada yang juga panik.

"Adek Yah, Bun, "

"Adek kenapa kak?, " Jawab sang bunda yang juga terdengar panik.

"Sekarang bunda sama ayah puter balik aja, kerumah sakit segera, adek di rumah sakit bun, Yah, " Ucap laras terisak

Ambar dan Fadhil yang mendengar hal itu segera berbalik kerumah sakit, mereka sangat khawatir dan juga penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.

Sesampainya di rumah sakit, mereka melihat laras yang masih terisak di depan  IGD. Mereka menghampiri sang anak dengan segera.

Laras yang telah melihat kehadiran kedua orang tuanya langsung memeluk keduanya.

" Udah sayang ya, adek kenapa? Kamu tenang dulu, " Ucap sang bunda sambil mengusap kepala laras yang berbalut hijab.

Laras menarik diri dari pelukan sang bunda ia  mengatur napas dalam-dalam kemudian berkata " Adek bun tadi pas Laras pulang dari kantor Laras nemuin adek tergeletak di lantai kamar mandi dengan kondisi yang  sudah tak sadarkan diri dan juga hidungnya banyak darah, Laras yang panik langsung bawa Adek kerumah sakit. " Ungkapnya kepada Ambar dan Fadhil.

Mendengar hal itu tentu saja Ambar dan Fadhil sangat terkejut karena Rara ini adalah anak yang sangat jarang mengeluh sakit, ia bahkan cenderung menyembunyikan semua yang ia rasakan.

"Krieet, " Suara pintu terbuka, terlihat seorang dengan jas putih khas dokter keluar dari ruang IGD

"Keluarga Shakila Alnaira? " Tanya sang dokter memastikan.

" Iya dok, " Jawab mereka bertiga kompak.

"Kenapa dengan  anak saya dok? " Tanya Fadhil penasaran.

"Diagnosa awal adalah pasien kelelahan dan juga ada gejala Tipes, mungkin karena kegiatan yang berlebihan menyebabkan hal ini terjadi, "

" Hanya saja ada beberapa gejala yang janggal sehingga kami menyarankan dan juga meminta izin kepada keluarga agar pasien bisa di rawat inap dan juga di lakukan tes lab untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi Pada dek Shakila ini, " Tutur sang dokter

Fadhil yang mendengar penuturan sang dokter segera menyetujuinya, apapun itu akan ia lakukan untuk kesembuhan sang anak.

##################################

Dua pekan sudah Rara dirawat di rumah sakit dan sejauh ini belum banyak perubahan mengenai kondisinya, karena selama di rawat kondisinya naik turun. Tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya tak jemu melakukan  yang terbaik untuk Rara.

Setelah menunggu selama dua pekan hasil yang dinantikan pun akhirnya keluar, hasil lab mengenai penyakit apa yang sebenarnya bersarang di tubuh Rara.

"Permisi Bapak Ibu. " Sapa Dokter Ilham kepada Fadhil dan Ambar yang duduk di sisi kanan Rara.

" Bisa ikut saya ke ruangan sebentar, biar nanti Shakila di jaga sama suster, " Lanjutnya.

Orang tau Rara mengangguk dan mengikuti dokter Ilham ke ruangannya.

Sampai di ruangan Dokter Ilham mengeluarkan sebuah amplop putih dari  laci dimana amplop itu berisi hasil lab dari Rara

"Ini hasil lab nya bapak Ibu, setelah di lakukan tes lab terbukti bahwa Dek Shakila menderita kanker Darah yang sekarang sudah memasuki stadium 3 awal. Sedari awal kami memang sudah curiga karena beberapa ciri-ciri di bagian tubuhnya, seperti bintik merah yang hampir di seluruh tubuhnya ada dan juga ada beberapa memar, "

" Banyak pasien Leukimia yang terlihat sehat-sehat saja karena berkembangnya yang lambat sehingga gejalanya tidak begitu nampak seperti Shakila ini, "

Ambar yang mendengar hal tersebut tentu saja syok berat, ia tak menyangka gadis kecilnya menderita penyakit mematikan yang belum ada obatnya ini. Sedangkan Fadhil tiba-tiba meneteskan air mata ia tidak tega melihat putri kecilnya kesakitan.

Fadhil menarik napas panjang dan berkata " Dok tolong lakukan yang terbaik untuk kesembuhan anak saya Dok, " Ucapnya setengah tergugu

" Pasti Pak kami akan melakukan yang terbaik, tapi yang paling penting adalah Bapak dan Ibu harus bisa membangkitkan semangat Ananda Shakila untuk sembuh karena itu adalah salah satu faktor utama berjalannya pengobatan dengan lancar, "

" Saya yakin Dok Rara kuat, dia tak pernah mengeluh atas semua rasa sakit yang dia alami, " Ucap Fadhil terisak, tangisan yang sadari tadi di tahannya sudah melebur membanjiri pipinya.

Ambar mengusap bahu suaminya, sebagai seorang ibu ia merasa gagal karena ia tak tahu menahu bagaimana keadaan sang anak.

Selesai dengan urusan dengan Dokter Ilham mereka kembali ke kamar sang anak, yang disana sudah ada Laras yang duduk sembari mengupas buah untuk  adik kesayangannya.

"Assalamualaikum, " Ucap Ambar dan Fadhil bersamaan.

"Waalaikumsalam," Jawab Laras dan Rara.

" Ayah aku mau coklat bolehkan, " Tanya Rara tiba-tiba.

"Boleh nanti Ayah belikan yaa, " Jawab sang Ayah.

"Kakak saja sama Bunda yang belikan, kamu disini sama Ayah dulu, oke? " Sergah Laras Tiba-tiba.

"Oke kalau gitu, " Jawab Rara tanpa beban.

Ini hanya alasan Laras saja karena ia tahu hasil lab dari sang adik sudah keluar jadi ia mengajak Bundanya untuk pergi sebentar.

"Bun, Adek kenapa? Apa kata dokter? " Tanya Laras

Sang Ibu menarik napas lantas membalas " Adek kamu menderita Leukimia dan sekarang udah di tahap stadium tiga awal, bunda nggak tega liat adek kayak gitu, " Jawab sang Ibu

"Pasti selama ini Adek kesakitan banget, tapi dia nggak pernah mau ngomong, " Lanjutnya.

Laras yang mengetahui hal itu tentu saja terkejut, ia merasa gagal menjadi kakak yang bisa menjamin kebahagiaan adiknya. Dia salah benar-benar salah.

"Astaghfirullah, " Ia hanya bisa beristighfar sembari mengusap dada nya ia tak tahu harus berbuat apa sekarang.

"Kakak, " Ucap sang Ibu sembari mengusap bahu Laras " Kita usaha bareng-bareng ya buat kesembuhan adek, Bunda yakin dia lebih kuat dari yang kita kira.

Laras hanya mengangguk lemas setelah mengetahui semua fakta tersebut.

Dan mulai dari hari itu Rara menjalani pengobatan kanker nya kadang kondisinya baik tak jarang pula menurun secara tiba-tiba. Ia rutin menjalani kemoterapi tanpa pernah mengeluh sedikit pun, Ayah, Bunda dan kakaknya bergantian untuk menemaninya menjalani pengobatan.

Akan tetapi beberapa bulan terakhir kondisinya terus menurun sehingga mau tak mau ia harus menggunakan kursi roda karena tubuhnya sudah tak mampu menopang, kondisinya sangat lemah tapi tidak untuk semangatnya. Semangat seorang Rara masih sama bahkan di saat tersulit untuk dirinya ia masih bisa tersenyum.

Flashback Off

Tak lama setelah mereka sampai dirumah azan magrib pun berkumandang dengan merdunya dengan Cepat Laras membantu sang adik untuk berwudhu terlebih dahulu baru setelah itu dirinya.  Mereka bertiga shalat berjamaah di kamar Rara, sedangkan sang Ayah tadi sudah berangkat ke masjid untuk salat berjamaah disana.

1 Bulan berjalan dengan lancar meskipun kondisi Rara tak banyak peningkatan tapi mereka tetap bersyukur karena ini adalah bagian dari usaha penyembuhan Rara, mereka harus optimis apapun yang terjadi nantinya.

Hari ini Laras mendapatkan cuti selama tiga hari dari kantor nya ia berencana untuk menemani sang adik menjalani kemoterapinya menggantikan sang Bunda karena beliau sedang ada pekerjaan di luar kota. Bunda sebenarnya sangat berat untuk mengambil pekerjaan ini tapi Ayah dan Laras meyakinkannya lagipun Bunda tak akan lama disana hanya satu hari saja.

"Laras, Rara, Bunda berangkat dulu ya kalian baik- baik di sini bunda nggak lama kok, " Ucap Bunda

"Iya Bunda hati-hati ya, Laras bakal jagain adek  sebaik-baiknya, " Balas Laras.

"Rara Bunda berangkat ya sayang jangan lupa obatnya besok pagi kamu kemoterapi kan? Nanti sama kakak Laras aja yaa, " Ungkap sang Bunda sembari mengusap lembut rambut sang anak.

" Iya Bunda, Hati-hati ya, " Balas Rara sambil tersenyum. Seakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.

"Yaudah Bunda pergi dulu, Wassalamualaikum, " Ucap Ambar

Mobil Ambar melaju melewati pagar rumah mereka, berat rasanya meninggalkan anak-anaknya di tengah kondisi yang seperti ini sekalipun hanya sehari rasanya ia tak rela.

......
Haiii Guyss Masya Allah
Setelah berpikir sedemikian lama akhirnya aku mindahin lapak Rara dan Adrian ke sini...

Masya Allah terimakasih banyak sebelumnya guys udah pada baca...

Saran - sarannya masih ku tunggu yaa guyss

Terimakasih banyak semuanya...

Continue Reading

You'll Also Like

152K 2.1K 14
F/N Matthews is the kid sister of Two-Bit Mathews. When she finally meets the gang she has no clue what she's in for. Highest Ranks ---------- #6 Dar...
11.5M 298K 23
Alexander Vintalli is one of the most ruthless mafias of America. His name is feared all over America. The way people fear him and the way he has his...
7.3M 303K 38
~ AVAILABLE ON AMAZON: https://www.amazon.com/dp/164434193X ~ She hated riding the subway. It was cramped, smelled, and the seats were extremely unc...
55.1M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...