Personal Assistant : WIFE!

By GreyaCraz

3.9M 115K 6.2K

Di penghujung usia tiga puluh, Jemima akan melepas masa lajangnya. Ketika ia pikir tak memiliki alasan untuk... More

1 : Overtime
3 : Sleepover
4 : Lipstick
5 : Marry
6 : Stalking
7 : Darya
8 : Mad!
9 : Suggestion
10 : Divorce
11 : Heart Beat
12 : See You
13 : Invitation
14 : Restless
15 : Hero
16 : Accepted
17 SAH
Open PO

2 : Visiting

123K 8.4K 408
By GreyaCraz

Aby memanfaatkan waktu istirahat untuk tidur sejenak. Satu jam baginya sudah cukup untuk mengisi tenaga kembali meski tadi malam ia bahkan hanya tidur tak lebih dari tiga jam.

Menyamankan diri di kursi kerjanya, duduk menghadap jendela besar yang menampilkan gedung-gedung pencakar langit yang saling berdampingan. Aby perlahan menutup kelopak matanya.

Benar, dia tidur di kursi padahal ada sofa lebar yang dapat memberi ia kenyamanan. Tapi pria ini tak mau kebablasan dan merusak jadwal kerja yang hari ini harus ia atur sendiri.

Jemima izin setelah lembur hampir seminggu. Katanya sakit, tapi menurut Aby, wanita itu hanya alasan saja agar bisa berleha-leha.

Apa aku jenguk aja, ya?

Bagaimana pun kalau betulan sakit kan dia yang repot juga.

Berdecak karena ketika berusaha untuk tidur pun ia masih memikirkan Jemima sangking tak relanya ditinggalkan asisten pribadinya itu. Aby lalu membuka mata.

Lebih baik ia mencari kegiatan dulu agar pikirannya terhenti dari Jemima yang selalu membuat ia kalang kabut kalau tak masuk kerja. Bahkan wanita itu juga tak mau dihubungi, padahal sepuluh tahun ini Aby sudah terlalu bergantung dengan si asisten pribadi yang walau enggan-enggan, tapi selalu melakukan pekerjaan dengan baik.

Urung istirahat pada akhirnya, Aby memilih untuk lanjutkan kerja, kemudian rapat yang menyita waktunya hingga dua jam, baru kemudian jadwal terakhir ia menemui seorang klien penting.

Seharusnya setelah serangkaian jadwal itu, akan ada Jemima yang merangkum hasil rapat, mengulas hasil pertemuannya dengan klien--wanita itu bisa memberi saran padanya agar klien senang untuk pertemuan berikutnya jika diperlukan--lalu mereka akan membahas beberapa pekerjaan termasuk mengingatkan Aby untuk minum vitamin--untuk lambungnya yang suka bermasalah--lalu bersama-sama mengevaluasi jadwal hari berikutnya, sebelum kemudian mereka pulang andai memang tak lagi ada pekerjaan yang harus dilakukan.

Tapi tak ada Jemima, Aby jadi bingung harus melakukan apa dan tak terlalu semangat jika hanya bekerja sendiri saja, akhirnya pria itu memutuskan untuk temui Jemima sesuai rencananya siang tadi.

"Pak Syam, saya bawa mobil sendiri, ya?"

Syamsul si sopir yang disediakan khusus dari perusahaan untuk mengantar kemanapun Abyasa selaku direktur di Century Giant lalu keluar dari mobil yang baru ia keluarkan dari area parkir menuju lobby. "Oh iya, pak. Besok pagi saya jemput atau...."

Syamsul gantung tanyanya, menunggu Aby mengambil keputusan sendiri.

"Nanti saya kabari lagi." Menerima kunci mobil perusahaan yang bisa ia gunakan ke manapun tapi biasanya tak pernah ia pakai untuk kepentingan pribadi ini, Aby langsung masuk dan menekan klakson sekali sebelum mobil ia lajukan.

Sebenarnya tempat kos Jemima yang akan ia kunjungi ini adalah tempat kos yang baru wanita itu tempati selama enam bulan. Dan sebenarnya ia tak diberitahu alamat kos baru itu.

Dia tahu alasannya. Jemima enggan ia datangi tiap kali sulit dihubungi. Tapi beberapa waktu lalu, hujan deras turun ketika mereka ingin pulang dari kantor membuat suasana gedung Century Giant agak mengerikan ketika malam hari. Saat itu hampir pukul dua belas malam.

Tahu Jemima yang hanya besar di badan tapi kecil di nyali itu agak penakut. Jadi mau tak mau menerima tawarannya yang berniat baik untuk mengantar daripada harus menunggu sampai taksi datang.

Ya, begitu lah kemudian ia tahu di mana kos baru Jemima yang baru ia kunjungi satu kali.

Ini yang kedua.

Tiba di tujuan, di sebuah bangunan bertingkat yang menurutnya agak bebas karena kos pria dan wanita letaknya berhadap-hadapan dan tak ada yang menjaga hingga pernah ia lihat kamar kos wanita dimasuki oleh pria, Aby yang sudah melepas jas dan kendurkan dasinya itu menuju kamar kos di lantai pertama, di ujung koridor yang agak jauh dari pintu gerbang yang juga tak ada penjaganya.

Dia tak tahu sebenarnya kos ini aman atau tidak.

Berdiri di depan pintu berwarna hijau, terlalu berwarna dan nyentrik hingga silaukan mata, ia ketuk pintu kayu itu. Sengaja tak bersuara agar Jemima tak sadari yang hadir adalah dirinya.

Kalau tahu ini dia, pasti pintunya tak akan dibuka.

"Heem ... Siapa, ya?"

Klek!

Pintu lalu terbuka dan wajah bulat Jemima tampil di hadapan Aby yang tersenyum ... Menjengkelkan bagi Jemima yang kontan memandang galak pada kehadiran bosnya itu.

"Bapak--"

Sebelum pintu kamar kos milik wanita berpipi chubby itu tertutup, Aby yang tak butuh dipersilahkan lebih dahulu langsung merangsek masuk.

Pria yang selalu bertindak sesuka hatinya sendiri itu membuat Jemima hanya mampu mematung namun ada makian di dalam hati.

Aah anak dakjal!

"Karena kamu sakit." Aby berbalik badan, bersedekap menatap Jemima yang membanting pintu dengan keras.

Tapi Aby tak terkejut.

Em ... Sedikit, sih. Apalagi Jemima yang menutup pintu dengan raut ingin makan orang.

"Katanya sakit." Pria itu menekan kata katanya seolah ia ragukan jika Jemima memang sakit. "Jadi saya jenguk kamu."

Lalu pantat langsung jatuh di atas ranjang Jemima yang segera mengeluarkan bunyi berderak membuatnya agak terlonjak. "Ranjangnya agak rapuh, ya?" Lalu melirik Jemima dari atas kepala sampai kaki.

Berpikir jika ranjang yang agak bergoyang ketika dinaiki ini adalah hasil dari tubuh Jemima yang mestinya membeli ranjang dari besi.

Jemima yang masih berdiri dengan pandangan kelam tetap seperti ingin memakan orang itu tak kunjung memberi jawaban.

Malah tampak seperti banteng mengamuk di mata Aby yang memilih berlagak tak sadari kemarahan Jemima.

Padahal dia hanya ingin menjadi bos yang peduli. Jika bawahan sakit, ia harus mengunjungi. Tapi Jemima selalu saja menganggap hadirnya adalah bencana.

Harusnya wanita itu bangga karena hanya Jemima saja yang ia perlakukan dengan baik begini. Banyak loh ia dengar iri para karyawan karena Jemima ia perlakuan dengan spesial.

"Jadi ... Kamu sakit beneran? " Ada nada sanksi yang terlalu jelas dalam tanya itu. "Tapi sepertinya udah sehat, ya? Kamu terlihat baik."

Jemima yang sudah tak lagi sungkan mendengar pernyataan penuh sindirian itu lalu hentakkan kaki, cukup kuat, hingga Aby bisa melihat getar paha wanita itu yang hanya menggunakan legging sebatas lutut yang tak sepenuhnya tertutupi kaos besar berwarna merah muda polos.

"Saya-sakit-pak." Menjawab penuh dengan penekanan di tiap kata, Jemima merasa gemas sekali dengan si dakjal yang entah tak mengerti pesan izin sakit darinya atau apa.

Bahkan agar terlihat totalitas, ia sampai meminta surat keterangan dokter hanya untuk dapat izin libur. Setidaknya untuk beberapa hari saja ia bisa lepas dari si tiran itu. Tapi kenapa dia malah dikunjungi?

Kunjungan yang tak pernah Jemima inginkan!

"Memangnya kalau sakit itu harus tiduran, ngga bisa jalan, ngga bisa ngomong ya, pak?! Ngga! Saya sakit capek! Itu kalau bapak bisa ngertiin! Yang sata butuhkan cuma istirahat! Obat yang saya minum juga cuma vitamin! Tapi sata tau bapak bakal bilang bisa kok istirahat di kantor! Tapi maaf bapak. Di kantor saya makin capek! Sepuluh tahun ya pak, saya kerja dan kalau digabungin liburnya ngga sampai dua bulan! Bapak sengaja mau bunuh saya, ya?!"

Napas wanita itu tampak tersengal membuat dada naik turun tak beraturan. Emosinya terlihat menggelegak bak lava yang siap dimuntahkan.

Tapi seolah tak memahami bagaimana eskpresi kelam Jemima yang mengalahkan gelapnya malam, merahnya api, dan panasnya neraka itu, Abyasa malah asyik dengan seekor nyamuk yang menggigit punggung tangan kiri, menepuknya, melihat apakah binatang itu sudah mati, lalu setelah itu menyentil si serangga malang sebelum kembali menatap Jemima lagi.

"Kenapa diam aja? Ngga ada yang melarang kamu duduk, kok."

Diam?

Jemima hanya diam saja?

Hah ... Sial!

Lagi-lagi untuk yang ke ribuan kali, wanita itu memaki hanya di dalam khayalnya saja. 

Penakut! Jemima, pengecut!

"Siapa yang bisa melarang saya duduk di kos saya sendiri memangnya, pak?" Membalas ucapan Abyasa, Jemima lantas menyeret langkah.

Pada akhirnya tak bisa ia usir Aby yang selalu memasang tampang berdosa itu, Jemima duduk di sisi ranjang bagian ujung bawah. Memberi jarak dari Aby yang duduk di sisi samping.

Segera miringkan tubuh untuk menghadap dirinya, Aby yang sekali lagi tetap tak merasa bersalah karena telah hancurkan hari istirahat Jemima lalu bertanya. Sok perhatian sekali. "Kamu sudah makan, Mima?" Tapi nada tanya terdengar datar tanpa sedikitpun simpati.

Simpati tai!

Aby mana mengerti hal-hal seperti itu.

Duh ... Jemima dulu kalem, loh. Di antara teman-temannya ia terbilang paling pendiam dan bijak. Karena itu sebagai anak kedua, ia rela gantikan posisi kakak pertama yang tak sudi membagi gaji pada orangtua.

Sekarang, Jemima masih jadi tulang punggung keluarga. Itu belum berubah.
Tapi ... Tapi semenjak bekerja dengan pria bernama Abyasa ini, dia sudah seperti manusia yang tak pernah duduk di kursi pendidikan.

Mulutnya jadi kotor sekali.

"Sudah, pak."

Cobalah, Mima. Coba lebih galak lagi!!

Maksudnya itu jangan cuma memaki dalam hati. Kan dia bisa menjawab dengan nada lebih ketus!

"Ya, pasti. Saya yang salah tanya."

Jemima langsung melirik Aby yang terdengar berdecak meski samar.

Apa yang salah memangnya dengan tanya itu? Jemima berpikir sejenak, sebelum kemudian menyadari sesuatu. Ia pandangi perutnya yang membuncit seperti orang hamil itu sebelum ikut berdecak.

Aby memang salah bertanya.

Dia yang doyan makan ini mana mungkin tak makan walau sakit sekalipun.

Begitu maksud si diktator yang sudah menghinanya tanpa ekspresi apapun itu, lalu edarkan pandangan ke tiap penjuru kamarnya seperti ingin mengoreksi apapun yang dilihat.

Jemima menunggu saja apa yang akan pria itu katakan soal kamar kosnya yang hanya berukuran empat kali empat ini.

Apalagi ada banyak celah untuk dicela meski kamarnya tetap rapi walau begitu penuh.

Di dalam sini, Jemima harus berbagi ruang dengan dua rak buku, satu meja kerja rangkap meja rias, lemari pakaian yang cukup besar, nakas, sebuah ranjang queen size dan satu ruangan untuk kamar mandi yang memakan 1x1.5 ruangannya.

Ini sesak. Tapi ini murah.

Alis mulai bergerak gelisah pun pantat yang mulai tak bisa dibawa duduk tenang. Jemima yang menanti respon Aby karena pria itu tadi tampaknya ingin mengkomplen apapun yang dilihat tapi kok malah buka hape. Jemima lalu menghela napas, setelahnya ia bersuara. "Saya mau istirahat, pak." Berusaha tak terkesan mengusir, namun cukup jelas jika ia butuh ruang untuk sendirian, Jemima lalu menatap Aby yang entah mengapa ia merasa pria itu tak paham dengan maksud ucapannya barusan.

Kok Jemima semakin kesal saja dengan mahluk yang entah bagaimana bisa dipuja banyak wanita ini, ya?

Sungguh, memiliki Abyasa adalah mimpi paling buruk. Hingga ia begitu ingin menyelamatkan sekumpulan wanita yang sering kali berusaha menggoda Abyasa. Hanya saja mereka malah menganggap ia sebagai segumpal lemak mengganggu yang selalu menempeli ke mana saja Abyasa pergi.

"Pak?" Wanita itu memanggil Abyasa yang malah fokus dengan ponsel di tangan.

Dia padahal yakin kalau barusan tadi kalimat yang diucapkan bukan bagian dari khayalnya saja, loh.

Tapi kok si mahluk terkutuk ini berlagak seolah tak mendengarnya?

"Pak saya mau istirahat." Mengulangi ucapannya tadi, Jemima mencoba berpikir positif. Barangkali dia lah yang salah atau artikulasinya tak jelas makanya Abyasa tak paham. Tapi ia menunggu respon Abyasa sampai nyaris satu menit, pria ini masih menatap lurus--terlihat sangat fokus--ke layar ponsel yang menyala redup.

Penasaran, Jemima lalu mengintip apa yang sebenarnya Aby kerjakan sampai begitu tega abaikan dia, wanita itu menahan dengkusan yang akan terdengar kasar jika ia keluarkan saat tahu apa yang membuat kening Abyasa berkerut dalam.

Percayalah, pria itu tak menonton apapun selain menatap lembar kerja yang berupa file excel.

"Pak!" Sekali lagi Jemima yang masih mempertahankan kesabaran itu mencoba memanggil Aby dengan suara yang lebih keras. "Ini mau malam, loh."

Kembali menunggu respon Aby yang entah mengapa membuat jantung Jemima berdegup kencang. Wanita dengan warna rambut blonde yang dikuncir asal-asalan itu segera memasang senyuman lebar saat melihat atasannya yang tak tahu tempat untuk bekerja itu angkat kepala.

Akhirnya!

Abyasa menatap Jemima dengan ekspresi formal, menyusul dengan sepasang alis yang terangkat lambat. "Katanya kamu mau istirahat? Tidurlah."

Senyum Jemima menjadi cengiran kecut.

Pria ini ... Apakah akan terus pura-pura tak paham dengan maksud ucapannya jika tak diutarakan dengan terus terang?

Jadi apakah Jemima harus mengusir langsung agar Abyasa mengerti jika ia tak butuh ada yang menjenguknya karena sedang ingin sendiri?

Ya ... Bukan masalah.

Lagian ini bukan jam kerja di mana Jemima harus patuh oleh atasannya. Jadi haknya jika ingin mengusir apalagi mereka berada di properti miliknya.

Kamu bisa Mima! Usir! Usir manusia dakjal ini! Usir!

"Bapak saya mau tidur. Lagian ini mau malam. Bapak ngga mau istirahat?"

Jemima lalu telan salivanya yang terasa kelat karena pada akhirnya ia tetap tak bisa mengusir langsung Abyasa.

Lelah sekali jadi babu, ya?

Tapi kalimatnya tadi cukup jelas, kan?

Cukup jelas untuk membuat Abyasa mengerti. Iya, kan?

Tolong!

Dia membutuhkan pertolongan!

"Terimakasih perhatiannya Jemima."

Tidak! Jemima tak berniat memberikan perhatian pada Abyasa. Sama sekali tidak.

Eh ... Apa ucapannya tadi terdengar penuh kepedulian?

"Tapi nanti kalau capek saya bisa istirahat."

Jemima semakin menatap aneh pada pria itu. "Eng ... Maksudnya, pak? Bapak ... Mau pulang nanti kalau bapak capek, gitu?"

Tapi kapan lelaki ini punya rasa lelah? Istirahat total saja hanya ketika sakit yang membuat pria ini tak bisa bangkit! Itu juga tak lebih dari tiga hari sampai Jemima sendiri heran, apa Abyasa akan mati kalau tidak bekerja?

"Ngga juga. Saya ngga ngapa-ngapain. Kenapa capek?"

Eh?

"T-ttapi bapak ... Bapak bilang...." Jemima hela napas panjang.

Dia harus terus terang sekarang!

"Bapak, gini loh. Saya tuh mau istirahat. Bapak bisa pulang dulu, ngga? Maaf nih, bukannya ngga sopan ya, pak. Cuma saya tuh suka terganggu kalau ada orang lain pas saya lagi tidur."

Sudah. Paham dia Mim. Paham. Kalau ngga paham, gorok aja, Mim! Goroook!

"Oh ya? Kamu nyaman-nyaman saja kalau tidur di kantor pas ada saya." Pandangan pria itu lalu menyempit. "Di jam kerja pula," imbuhnya datar tapi kok Jemima merasa itu adalah sindirian, ya?

"E ... Eeng ... Itu ... Itu saya ketiduran, pak." Jemima menjawab dengan suara mencicit.

Dia yang ingin mengusir orang dari kamar kos miliknya, tapi kenapa malah seolah dia lah yang salah, ya?

"Itu artinya saya ngga mengganggu, Mima."

Tidak.

Bukan respon yang seperti itu yang Jemima mau!

"Kamu tidurlah. Besok banyak kerjaan--"

Eeeh?

Mendengar kata besok banyak kerjaan, batin Jemima seketika itu langsung meronta.

"Be-be-bbentar, deh."

Apa-apaan ini?!

"Kan saya minta liburnya tiga hari, pak."

Abyasa bergeming di tempatnya.

"Besok saya belum kerja, pak."

Dan Aby masih tak berkomentar apapun. Lempeng saja sikapnya.

"Bapak Abyasa, saya cuti tiga hari."

Kuat sekali tekat Jemima untuk membuat Abyasa mengerti tapi pria itu malah kembali menatap layar ponsel.

Tak katakan apapun, biarkan Jemima melongo dengan bibir terbuka hingga rasanya lalat yang lewat akan mati seketika, Aby diam, sok sibuk dengan entah apapun itu lalu tak lama mematikan ponsel disusul dengan melepas kaca mata yang biasanya hanya digunakan ketika bekerja dan dua benda itu diletakkan ke atas nakas.

Jemima masih berpikir positif, barangkali Aby ingin menggunakan kamar mandi, maka atribut yang menempel di badan pria itu dilepas karena setelah kaca mata, Aby melepaskan dasi.

Ya ... Setelah dasi, kaos kaki.

Lalu ... Kok perasaan Jemima jadi tak enak, yaaah?

"Ternyata ngga ngapa-ngapain lebih capek, ya?" Lalu tanpa permisi, pria itu berbaring di ranjang wanita itu.

Ranjang yang katanya keras!

Ranjang yang hanya ditiduri oleh Jemima saja selama ini bahkan wanita berpipi gembil itu sengaja membeli kasur kecil agar tak ada teman yang mampir tuk menginap. Tapi Aby ... kali ini pria itu tak hanya membuat mulut Jemima terbuka, tapi kelopak matanya ikut terbelalak besar.

Siapa yang meminta si bungsu keluarga Bakhtiar ini tidur di atas ranjangnya?!

Pria itu tak punya hak menodai ranjangnya yang masih suci!

Eh ... Memangnya apa yang akan terjadi di antara mereka?

Tidak!

Aah sial!

Apa sih yang Jemima pikirkan! Kok jadi menjijikan.

"Kalau gitu saya istirahat sebentar."

Jemima menatap horor. "Tapi ... Tap--" Kelu, seolah tak ada kata yang bisa membuat Aby paham, Jemima lantas mencebik pilu, terlebih saat ia lihat Aby sudah begitu nyaman terlelap dengan hela napas yang mendayu halus.

"Orang ini....." Jemima dengan tubuh bergetarnya lantaran emosi, lalu mengambil bantal dengan tarikan kasar yang ada di sisi tubuh Aby. Akan ia gunakan benda itu untuk memblokir jalan napas Abyasa.

Dia ingin bunuh pria ini saja. Tak cukup membuat ia menderita di kantor, di kos miliknya pun Aby masih menindas dirinya!

Aaaah ... Jemima lalu mengacak rambutnya frustrasi.

Nyatanya ia masih sangat waras tuk tidak lakukan kejahatan meski sebenarnya gejala gila sudah menyusup ke tiap sarafnya apalagi, di kamar kos mungilnya ini si atasan peranakan dakjal itu malah tidur begitu lelapnya.

Di kamarnya!

Ya Tuhan!

Jemima ingat sesuatu.

Bangkit dan bergerak cepat menuju jendela di samping pintu, ia langsung mengintip apakah ada orang yang menjadikan kamarnya sebagai pusat perhatian?

Dia tak mau menjadi bahan gosip setelah kehadirannya di sini selalu menjadi bahan bully karena pernah memaki pelaku catcalling yang juga tinggal kos-kosan ini. Setelah itu ia dikatakan si gendut yang terlalu sok jual mahal.

Bangsat, sih. Tapi dia tak mau tanggapi apapun lagi. Toh setelah kontrakannya di sini habis, ia akan pindah lagi. Bahkan sudah mulai mencari-cari kos baru.

Selesai memperhatikan kondisi di luar yang cukup kondusif sesuai harapan, Jemima lantas bernapas sedikit lega.

Kekhawatirannya tak terjadi.

Tak ada orang yang sibuk perhatikan kamar kos miliknya.

Menoleh lagi pada Aby, Jemima yang sebenarnya seharian ini malah menonton drama baru bukannya beristirahat sesuai rencana, lantas memilih untuk menggelar karpet dan tidur di sana menggunakan bantal yang tadinya ingin ia gunakan untuk membekap Aby.

"Gini amat nasib babu, ya Allah," gumamnya yang perlahan ikut masuk ke alam mimpi karena suara dengkur halus Aby seperti sihir yang mendatangkan rasa kantuk padanya.

Tbc....

Salut sih sama Mima. Dia bisa bertahan sampai 10 tahun sama Aby. Tapi kadang org bertahan sama pekerjaannya yang melelahkan itu karena gaji atau susahnya dapat pekerjaan baru.

Gpp ya mim. Bentar lagi kan jadi laki! Laki di rumah bos di kantor. Makin gila kan.

🤭

With Love,
Greya

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 51K 34
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...
1.1M 6.8K 15
Berisi cerita pendek dengan tokoh yang berbeda-beda! ⚠️Mature content with a sex, deep kiss, and vulgar words⚠️ ⚠️Setiap cerita bisa membuatmu sange...
590K 42.1K 28
"Ikutlah kami ke mansion," "Maaf om ada lilin yang harus saya jaga," â—‡~â—‡~â—‡ Seorang pemuda yang bernama Faziello XC hanya tinggal berdua dengan ibunya...
265K 24.5K 75
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.