EPIC (Re-Written)

By Annexymous

30 4 0

Seorang bayi keturunan manusia terakhir diburu oleh banyak monster diberi kekuatan yang menakjubkan dan diram... More

Chapter 2 (Part 1)
Chapter 2 (2)
Chapter 3
bab 4

Chapter - 1

17 1 0
By Annexymous

"Cepat!" Alfhen menarik lembut istrinya, Viona, yang baru saja melahirkan sang buah hati. Nephilim itu menuntun Viona yang merupakan seorang manusia menuju jalan tak berarah. Menghindari monster yang turun dari sebuah kilatan cahaya jingga di tengah langit yang semakin menggelap.

Pepohonan berguncang dan jatuh seiring dengan monster yang menapak ke tanah. Getarannya bahkan mampu menghancurkan bangunan gedung yang kokoh. Tanah beraspal retak berhasil mengeluarkan suara menggeram yang mengerikan.

Suasana siang itu mendadak seperti kiamat. Langit gelap, bangunan runtuh, dan getaran gempa kecil membuat semua penghuni kota berhamburan. Mobil-mobil saling bertabrakan. Sehingga menciptakan ledakan hebat yang bertubi-tubi. Suara teriakan bergema tak henti-hentinya, sangat hara-huru.

"Aku tidak kuat lagi, Alfhen!" Viona merintih dengan langkah gontai. Darah mengucur hebat dari selangkangan yang tertutup gaun lebarnya dan mencipatakan jejak darah segar di aspal yang sudah retak tak beraturan. Beberapa kali dia tersandung kakinya sendiri karena sudah lemah. Perutnya sangat sakit pada bagian bekas melahirkan.

Alfhen lalu membopong Viona, melangkah lebih cepat dari monster layaknya membidik seseorang. Matanya bertatapan dengan mereka. Seketika monster tersebut mengejarnya. Sial! Alfhen melambat, langkahnya kian mengecil dengan napas yang terengah-engah. Dirinya begitu melemah karena sebagian besar kekuatannya mengalir ke buah hati yang masih tertidur nyenyak di dekapan Viona. Alfhen menatap nanar sang bayi, tersulut semangat untuk terus melindunginya.

Disekitar ada lebih dari lima monster yang mengejar Alfhen. Monster setinggi menara pemancar dengan badan berbulu hitam dan bergigi tajam. Di kepala mereka tersemat beberapa tanduk, ada yang memiliki dua bahkan empat tanduk dengan letak yang berbeda-beda di setiap kepala. Ada yang di dahi, wajah, kepala belakang, atau samping kepala. Bulu mereka pun tampak kumal dan gimbal, mata jingga menyala terang tertuju padanya. Tatapan membunuh mereka menebarkan teror ketakutan dan kepanikan.

Alfhen memicingkan mata, mengedarkan pandangan ke segala penjuru, mencari suatu bangunan untuk bersembunyi. Matanya terpaku pada sebuah bangunan yang masih berdiri dengan kokoh. Hanya saja pecah di bagian jendelanya, pintunya pun sudah terbuka lebar. Sesosok wanita tua juga berteriak minta tolong dengan terseok-seok dari dalam rumah.

"Ayo kita sembunyi di sana," ujar Alfhen lalu membawa Viona menuju bangunan tersebut. Namun, rencana Alfhen terhalang saat sebuah kaki berbulu dan berkuku tajam yang berukuran hampir satu meter menginjak bangunan yang hendak dia masuki. Pupilnya melebar, terkejut saat kematian berada hanya sejengkal saja dari dirinya. Darah mengalir dari celah bebatuan yang terinjak. Wanita tua malang itu ikut terinjak bersama dengan bangunannya.

Alfhen mendongak, sesosok monster dengan mata satu di tengah wajah dan gigi tajam seperti gergaji menatapnya berbarengan aura membunuh. Alfhen mematung sejenak, tubuhnya bermandikan peluh kecemasan. Alfhen berusaha mencari bangunan lainnya. Sebuah toko hewan masih berdiri walaupun sisi bangunan itu telah hancur. Suara gonggongan anjing ramai terdengar dari dalam. Alfhen segera berlari menuju toko itu. Namun, monster lain juga menginjak toko itu, seakan tahu ke mana Alfhen akan pergi.

Alfhen segera menjauh, tenaganya semakin melemah. Beban Viona memberatkan lengannya sehingga memaksa Alfhen untuk menurunkan Viona. Aku harus mengeluarkan Viona dari sini! Tapi bagaimana caranya? batin Alfhen panik. Dia terus memutar pandangan mencari tempat berlindung, namun monster tersebut sudah semakin mendekat. Salah satu monster mengangkat kaki lantas bersiap menginjak Alfhen yang memeluk Viona dan sang bayi sambil tertunduk.

Tiba-tiba, cahaya datang memukul tanah dan seseorang muncul dibaliknya. Cahaya tersebut sangat menyilaukan dan membuat monster-monster itu teralihkan. Alfhen dan Viona menatap dengan takjub saat melihat seseorang yang memendarkan cahaya itu. Monster itu ikut menoleh sosok tersebut dan mulai berjalan ke arahnya.

Aspal berubah menjadi permukaan es yang meluas hingga ke seluruh penjuru arah. Hanya saja aspal yang dipijak oleh Alfhen tidak berubah menjadi es.

Sosok itu mengenakan jubah biru yang menjulur sampai ke tanah. Di punggungnya, terdapat sebuah pedang dengan sarung bercorak rumit dan asing. Sosok itu membuat Alfhen tertegun. Apakah dia seorang malaikat? Tapi, dia tidak mempunyai sayap ditubuhnya seperti malaikat kebanyakan. Alfhen lalu melihat sepasang telinga dengan ujung runcing menyembul dari surai panjang putih keperakan yang berkibar.

Elf itu segera mengeluarkan duri kristal tajam yang mengkilap lalu menusuk ke arah kaki-kaki monster yang hendak mendekap. Erangan para monster itu menggelegar melebihi suara petir yang menyambar.

Tak lama kemudian, cahaya hijau muncul. Sosok wanita muncul dengan akar-akar bergelombang mengelilingi tubuhnya. Wanita itu sedikit mengambang. Akar-akar berduri tajam muncul dari tanah menembus permukaan es, membelit tubuh para monster itu.

"Hei! Bisa-bisanya kau meniruku di saat seperti ini!" Elf itu berteriak sambil mempertahankan kristalnya yang masih menancap di kaki monster yang mengerang. Wanita itu hanya menjulurkan lidah seakan tak peduli dengan teriakannya.

"Biarkan saja, memangnya hanya kau yang bisa membuat duri? Bahkan duriku ini lebih kuat daripada milikmu!" balas wanita itu dengan wajah meledek.

"Dryad? Makhluk itu tak sekecil yang diceritakan," Alfhen menggumam. Dia memang belum pernah bertemu dengan makhluk tersebut secara langsung. Makhluk sejenis peri yang tergolong sebagai peri tumbuhan itu terkesan berbeda dari yang pernah ia dengar. Elf itu hanya menggeram dengan wajah jengkel. Mata mereka bertatapan seperti petir yang saling menyambar. Elf dan Dryad itu terus beradu argumen sembari sesekali mengejek dan mempertahankan duri elemen mereka masing-masing.

Dari sisi belakang, muncul sosok raksasa. Hentakannya bahkan meretakkan es yang Elf itu buat.

"Hei! Hati-hati dengan pijakanmu itu!" teriak Elf dengan kesal melihat es nya meretak.

Alfhen memindahkan pandangan netranya ke sosok yang tak ia ketahui. Sosok itu mempunyai kaki dan tangan yang menyerupai batu. Kepulan asap timbul dengan cukup pekat seiring kemunculannya yang mirip dengan monster yang mengejarnya itu. Alfhen menaikkan sebelah alisnya, sesekali mengernyit. Siapa dia? Aku tak pernah melihat sosok itu. Alfhen lalu melihat Viona yang semakin melemah, pikirannya tak bisa mencari atau mengingat sosok berbatu itu.

"Bertahanlah, Sayang." Alfhen membelai rambut Viona dengan lembut dan juga sang bayi.

Pria berbatu itu kemudian berteriak. Tanah bergetar seperti gempa berkekuatan besar. Bahkan Elf itu sampai terbatuk-batuk untuk mempertahankan esnya yang mulai retak-retak. Sebuah sinkhole dengan diameter cukup besar melubangi lautan es itu. Lalu sesosok raksasa batu muncul dari dalam. Besarnya bahkan melebihi besar monster pertama.

Alfhen lagi-lagi mendelik karena terkejut. Sosok pria itu mampu mengeluarkan raksasa berbatu sebesar itu. Alfhen lalu mengingat dia pernah melihat sosok itu sekali, namun dia tidak mengingat namanya siapa

Raksasa itu berjalan lalu mencengkeram dan meremas salah satu monster itu. Cucuran darah serta daging menghujani Elf dan sang Dryad. Lautan es yang putih bersih itu kini ternodai bercak darah dan daging yang berhamburan. Warna merah pekat memenuhi hampir ke seluruhan.

"Ugh!" Elf dan Dryad itu hanya bergidik jijik saat monster-monster itu satu persatu dihancurkan oleh raksasa batu. Langit hitam itu berkilat dengan cahaya ungu keputihan seperti petir, suara menggeram muncul. Kilatan cahaya itu menampakkan likukan yang berputar-putar.

"Datang juga akhirnya," gumam Elf itu sambil mendongak. Sosok naga kemudian muncul dari balik awan dengan kecepatan tinggi.

Naga itu lalu bersiap menyemburkan api. Elf itu terkejut dan langsung melesat ke arah Dryad dan menciptakan kubah es pelindung. Sementara raksasa batu itu melindungi tuannya sendiri. Alfhen juga segera mengeluarkan sayapnya yang tersembunyi, lantas melebarkannya untuk membalut Viona dan si bayi dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Sayap Alfhen sedikit terkoyak saat api dari naga itu menerpa tubuhnya, menyisakan bulu-bulu yang mengerut berbau hangus.

Dalam sekejap, potongan tubuh monster yang berceceran menjadi debu dan menghilang.

"Woah! Hampir saja kita semua terpanggang hidup-hidup!" ujar Elf itu setelah menghilangkan kubah es-nya. Terlihat api-api yang berkobar membakar pepohonan dan bangunan-bangunan semi permanen sudah hancur.

Suasana pun berubah menjadi sunyi, hanya terlihat debu api dan tanah yang berterbangan dan banyak bercak darah dimana-mana. 

-Bersambung-

P.S : Jika kalian suka bab ini, silahkan tekan Vote dan komen jika ada kesalahan dalam penulisan. Author bakal berusaha memperbaikinya...

Author masih newbie, btw~ hehe

Arigatou Gozaimasu~!



Continue Reading

You'll Also Like

262K 22.3K 21
Follow dulu sebelum baca πŸ˜– Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
358K 20.7K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
137K 12.8K 36
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
3.3M 344K 53
π™³πš„π™° π™°π™½πšƒπ™°π™Άπ™Ύπ™½π™Έπš‚ πšˆπ™°π™½π™Ά π™±π™΄πšπš„π™Ήπš„π™½π™Ά πšƒπšπ™°π™Άπ™Έπš‚. ... Dheleana Vreya, gadis cantik dengan seribu topeng licik di wajahnya. Mungkin o...