AUTOPSY [FINISHED✔]

By __mynameismel

9.4K 834 19

Profesi Dokter Forensik adalah sebuah profesi kedokteran yang tidak begitu banyak peminat nya, karena kedokte... More

Character
PROLOG
1-JOB
2-HONESTY
3-SECRET
4-LIAR
5-MIRROR
6-CRUSH
7-CLINK
8-THE BOOK
9-CONFESSION
10-DARE
11-MURDER
12-THINKING
13-SIANIDA
14-PROPOFOL
15-MISTREAT
16-DIVERSION
17-PRISON
18-EVIDENCE
19-INTIMIDATION
20-ALGORITHM
21-CLICHE
22-WEATHER
23-DARK
24-SHADOW
26-RECTANGLE
27-THE REAL
28-FLIP
29-MAZE
30-JUDGEMENTAL
EPILOG

25-SURPRISE

209 21 4
By __mynameismel

Nanon yang baru saja kembali ke Ruang Autopsi pun terkejut dengan keberadaan Bright disana yang tampak membuka sebuah kotak putih yang ada di ruang arsip di dalam ruang kerjanya Nanon. "Bright, kau sedang apa disini?" Tanya Nanon merasa bingung.

"Bisa bantu aku bawa kotak ini ke depan?" Seru Bright yang dijawab anggukkan kepala oleh Nanon kemudian keduanya bekerjasama membawa kotak putih itu ke depan ruang arsip perlahan mereka membukanya dan terbatuk-batuk dengan aroma bau busuk yang menyengat dari dalam kotak tersebut membuat keduanya sempat terbatuk-batuk.

"Shit! Bau nya menyengat sekali, Nanon. Uhuk--Huekk--" Bright terbatuk-batuk dan mual sedangkan Nanon langsung mengambil 2 pasang handscoon dan 2 masker yang satunya ia berikan pada Bright sambil berkata. "Kita angkat jasad ini ke lemari pendingin." Bright menganggukkan kepala kemudian keduanya membawa jasad itu dan memasukkan nya kembali ke lemari pendingin yang sudah di beri nomor 202 tadi. 

Setelah selesai keduanya membuang handscoon serta masker dan mencuci tangan bergantian di wastafel yang ada di ruangan itu. Bright pun berkata. "Jasad perawat itu baru di temukan kemarin kan, Nanon?"

Nanon menganggukkan kepala sambil menjawab. "Jasadnya cepat sekali mengalami dekomposisi padahal baru terhitung 2 hari dengan hari ini. Aku sudah tuang cairan formalin kemarin soalnya keluarga korban belum ada yang menjenguknya, Bright." 

"Kau sudah hubungi bagian pendaftaran atau UGD? Siapa tahu kau ada informasi disana." Usul Bright kemudian membuat Nanon menggelengkan kepala sambil menjawab. "Biasanya Fourth suka kesini memberikan data korban-korban kecelakaan atau korban pasca operasi. Tapi untuk hari ini dia tidak datang kesini." 

"Coba aku telepon dulu bagian Pendaftaran siapa tahu ada yang beri informasi." Seru Bright berjalan menuju meja kerja Nanon yang disana ada telepon yang tersambung ke beberapa nomor ruangan yang ada di Rumah Sakit Bangkok ini. "Halo. Ini saya dengan Dokter Bright. Saya mau tanya hari ini Fourth masuk? Oh, sedang cuti. Dengan siapa saya bicara? Nathalia? Okay, saya mau minta bantuan tolong cari data arsip karyawan magang atas nama Sunstra Kanawut nanti kau antar ke Ruang Autopsi. Iya, Terimakasih." Bright langsung menutup sambungan teleponnya membuat Nanon menoleh padanya.

"Apa katanya?"

"Nanti dia antar data arsip nya kesini. Btw, kau baik-baik saja kan? Dokter Tanawat tidak melakukan sesuatu kepadamu kan, Nanon? Soalnya tadi pria berpakaian hitam itu main masuk begitu saja lalu menarikmu keluar dari sini." Khawatir Bright yang dijawab menggelengkan kepala sambil tersenyum kearah temannya.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja, Bright."

"Yasudah. Aku harus kembali ke ruangan bedah masih ada jam operasi hari ini. Aku tinggal tak apa-apa kan?" Tanya Bright memastikan yang dijawab anggukkan kepala oleh Nanon hingga dokter bedah itu keluar dari ruang autopsi meninggalkan Nanon yang terduduk di kursi kerjanya sambil menempelkan kepalanya pada kursi kerjanya dengan memijit-mijit pelipisnya. 

Setidaknya ia bersyukur selamat untuk kedua kalinya dari Dokter psikopat itu kemudian dirinya berjalan menuju lemari pendingin membuka pintu nomor 202 yang berisi jasad yang diketahui perawat magang di Ruang Bedah itu dengan Nanon bermonolog. "Kasihan sekali kau, Nona Sunstra harusnya kau masih hidup sekarang bukan berakhir disini." Nanon menundukkan kepala sambil kembali menutup pintu lemari pendingin tadi dan tak lama datang seorang wanita yang berkata. "Permisi."

"Ya?" Nanon sambil menghampiri wanita itu yang tersenyum ramah kepadanya memberikan sebuah dokumen padanya. "Maaf, mengganggu Dokter tadi Dokter Bright menghubungiku katanya kau membutuhkan data ini." 

Nanon menganggukkan kepala sambil tersenyum dan menjawab. "Iya. Terimakasih banyak sudah mengantarkannya."

"Sama-sama, Dok. Saya permisi." Katanya pergi kemudian kini meninggalkan Nanon sendiri di ruangan itu yang sedang mengecek dokumen itu secara seksama sambil memindahkan nya ke dalam komputer untuk data laporan autopsi yang besok akan ia serahkan kepada Drake dan Dew untuk dikaji ulang sekaligus mencari tahu soal keluarga korban tersebut. 

"Mahasiswi Universitas Mahidol, Jurusan Keperawatan angkatan 1356 tengah melakukan penelitian. Tapi, kenapa dia harus di bunuh? Ah, rekaman suara pulpen yang korban punya aku harus beritahu Ohm, Drake dan Dew esok pagi." Nanon pun memotret dokumen itu kemudian mengirimkannya langsung kepada Ohm, Dew dan Drake mengenai dokumen yang sedang ia pegang saat ini. 

Ohm yang tengah merokok di atas balkon apartemennya pun teralihkan dengan pesan yang Nanon kirimkan kepadanya. Sejenak ia membaca pesan itu sambil menghisap kuat-kuat rokok tersebut lalu membuangnya ke asbak yang ada di atas meja yang ada di balkon kemudian mempersiapkan diri untuk bertemu dengan kekasihnya dan dua rekan kerjanya di sebuah Cafe esok hari. 

Keesokan harinya Ohm sudah menunggu lebih dulu di Cafe sambil memakai masker dan topi hitam yang menutupi tubuhnya sambil menikmati segelas hot capuccino di hadapannya hingga datang ketiga orang pria yang sejak tadi dirinya tunggu.

Nanon yang lebih dulu mengambil sebuah dokumen dari tas kerja nya yang ia perlihatkan pada ketiga anggota polisi di hadapannya. "Ini berkas perawat sekaligus korban di pantai kemarin. Ternyata dia adalah mahasiswi tingkat akhir keperawatan di Universitas Mahidol dan saat ini dia sedang magang di Rumah Sakit Bangkok Divisi Bedah." Jelas Nanon yang membuat ketiganya terkejut.

"Kalau ia di tugaskan di Ruang Bedah otomatis dia kenal dengan Dokter Tanawat?" Tanya Drake yang dijawab anggukkan kepala oleh Nanon.

"Kita belum ada bukti jelas kalau Dokter Tanawat adalah pelakunya, Drake. Tidak bisa main asal tuduh harus ada bukti walaupun dia 2 kali melecehkan Dokter Nanon." Serius Ohm yang membuat Dew dan Drake terkejut hingga menoleh kearah Nanon yang hanya tersenyum.

"Kurang ajar. Bisa-bisanya dia berkelakuan tidak bermoral seperti itu." Kesal Drake membuat Dew menenangkan temannya itu sambil berkata. "Setidaknya Dokter Nanon baik-baik saja, Drake. Itu sudah lebih dari cukup."

"Dew benar. Setidaknya Dokter Nanon baik-baik saja dan tak ada hal berbahaya yang terjadi padanya yang kita fokuskan sekarang adalah mencari bukti sebanyak mungkin dan kita harus temukan Letnan Weerayut secepatnya." Seru Ohm yang hanya dijawab anggukkan kepala oleh ketiga orang yang ada di hadapannya. 

---

Dew kini sedang berada di Ruang Arsip mencari beberapa dokumen kasus-kasus kriminal puluhan tahun lalu. Namun, tanpa ia sadari dari arah belakang tubuhnya ada yang menyuntikkan sebuah obat kearah lehernya hingga ia pingsan kemudian orang yang menyuntikkan tubuhnya itu menarik tubuhnya dari Ruang Arsip. 

Beberapa jam setelahnya Dew terbangun dengan kedua tangan dan kakinya yang terikat oleh tali di sebuah ruangan gelap tanpa penerangan. "Shit! Ada dimana aku sekarang? Kenapa ada disini? Atau--" Sejenak dirinya teringat dengan kejadian pertama kali saat dirinya berada di dalam Ruang Arsip sedang mencari beberapa berkas kasus-kasus kriminal puluhan tahun lalu tetapi ada seseorang yang tiba-tiba membuat dirinya tak sadarkan diri. "Brengsek! Aku di bius. Aaargh! Lepaskan aku! Siapa yang berani melakukan hal ini kepada polisi hah? Lepas! Keluar Brengsek!" Geram Dew sambil menggerak-gerakkan kursi yang ia dudukki serta berusaha untuk melepas ikatan pada kedua tangan dan kakinya. 

BRUKKK

Tiba-tiba sebuah tubuh pria terlempar begitu saja di hadapan Dew membuat Dew terdiam sambil berkata. "Letnan Weerayut?"

Tak berapa lama terdengar suara langkah kaki seseorang yang kini sudah berdiri di hadapan Dew membuat Dew menoleh sambil berucap. "Jenderal--"

"Akhirnya kita bertemu disini, Letnan Jirawat secara face to face. Haha." Santai Jenderal Chatchawit sambil duduk di sebuah kursi besar yang kini berada tepat di hadapan Dew membuat Dew menatapnya dengan tatapan geram dengan pria itu yang kembali berucap. "Adakah hal terakhir yang ingin kau katakan sebelum dirimu akan menjadi seperti pria di hadapanmu?" Katanya sambil tersenyum membuat Dew menggerak-gerakkan kursi yang ia dudukki. 

"Jangan pernah mengancamku! Tidakkah kau sadar kalau yang kau lakukan ini hal kriminal, Jenderal! Kau akan di hukum berat karena hal ini." Cetus Dew sambil berusaha membuka ikatan pada kedua tangan dan kakinya kemudian seorang pria bertubuh besar memukuli tubuhnya hingga babak belur dengan beberapa luka memar di wajahnya yang membuat Dew terdiam tak bisa berkata apapun lagi kemudian Jenderal Chatchawit mendekati nya dengan menyentuh dagu Dew sambil berkata. "Jangan mengajarkanku apa itu hukum, karena hukum tidak akan pernah berbicara secara hati nurani ataupun logika kalau sudah berurusan dengan uang." Sarkas Jenderal Chatchawit sambil melepas sentuhan tangan pada dagu Dew lalu kembali menonjok wajah pria yang terikat itu. 

Jenderal Chatchawit pun hendak berjalan untuk keluar dari ruangan itu namun sebelum itu ia menoleh kearah Dew. "Jangan pernah berbicara hukum di hadapanku lagi, Letnan Jirawat. Aku tidak suka dengan manusia yang selalu berbicara dengan hati nurani karena itu sangat lemah untuk segala aspek." Ia pun memerintahkan pria yang ada di ruangan itu sambil kembali berkata. "Kunci rapat-rapat ruangan ini dan pastikan jangan sampai ada yang lolos."

"Baik, Tuan." Katanya sambil mengekori Jenderal Chatchawit keluar dari ruangan itu kemudian meninggalkan Dew dan Letnan Weerayut yang masih tak sadarkan diri dihadapannya. 

Dew pun berusaha melepaskan ikatan tali yang ada pada tangan dan kakinya sejenak ia teringat dengan pisau lipat yang ada pada saku celana nya ia pun berusaha mengambil nya hingga mendapatkannya dan ikatan pada kedua tangan dan kakinya itu pun terlepas lalu dirinya memghampiri tubuh Letnan Weerayut yang tergeletak di hadapannya. 

Dew mengguncangkan tubuh pria itu sambil berkata. "Letnan..Letnan...Letnan, kau bisa mendengarku? Letnan, kau harus bangun. Letnan--"

Pria yang tubuhnya di guncangkan itu pun sejenak terduduk sambil menjauh dari Dew dengan perasaan takut membuat Dew bingung sambil berkata. "Letnan, ada apa? Letnan ini saya Letnan Jirawat. Tenang lah, aku bukan seseorang yang akan memukulimu." Seru Dew hati-hati kemudian pria di hadapannya tadi pun kembali bertingkah biasa sambil berusaha bernafas pelan-pelan. 

"Sedang apa kau disini? Kau tahu kan ini tempat berbahaya. Jangan memancing amarah Jenderal Chatchawit dan adiknya, mereka akan memukulimu sepertiku." Cetus Letnan Weerayut dengan nada tegas membuat Dew bingung dengan perkataan atasannya yang membuat dia kembali bertanya. "Adiknya?" 

"Kau belum tahu adiknya siapa kan? Adiknya adalah Dokter Tanawat. Mereka berdua sekongkol  untuk membunuhku waktu itu tetapi tidak bisa karena aku di tolong oleh Letnan Kraisee." Jelas Letnan Weerayut yang membuat Dew terkejut sambil berucap. "Letnan Kraisee?"

"Selama ini dia berpura-pura gila demi ingin menjadi seorang saksi kejahatan Jenderal Chatchawit dan adiknya di pengadilan nanti. Aku tidak tahu apakah dia selamat atau tidak karena terakhir bertemu dengannya, tubuhnya di lempar ke sungai setelah di pukuli habis-habisan oleh anak buah Jenderal Chatchawit hari dimana ia menolongku waktu itu." Jelas Letnan Weerayut sambil menghela nafas terlihat raut wajah rasa bersalah padanya membuat Dew tersenyum. 

"Jadi, benar apa yang Letnan Pawat bilang kalau Letnan Kraisee pura-pura gila." Cetus Dew membuat Letnan Weerayut menoleh kearahnya dengan tatapan terkejut sambil bertanya. "Maksud kau apa, Letnan? Apakah Letnan Kraisee selamat?"

"Dia selamat. Tubuhnya ditemukan di pinggir Sungai Koh Kret waktu itu Tim ku datang kesana dan membawanya kembali ke rumah keluarganya di Hua Hin karena tahu ia tampak seperti orang depresi. Kepolisian Bangkok memanggil psikiater untuknya menjalani pengobatan mental nya, dia baik-baik saja, Letnan dan berada di tempat yang aman." Senyum Dew membuat Letnan Weerayut menghela nafas lega karena atasannya dalam keadaan baik-baik saja. 

"Setidaknya aku lega lalu bagaimana dengan Dokter Jirakitt dan Letnan Tawan?" Tanya Letnan Weerayut membuat Dew menundukkan kepala sambil menghela nafas ia menjawab. "Mereka tidak selamat, Letnan. Jari-jari tangan sebelah Dokter Jirakitt sudah terpotong sebelumnya dan bagian tubuh itu pernah di berikan kepada Dokter Nanon dengan menggunakan sebuah box. Ada seseorang yang mengirimnya." Jelas Dew yang membuat Letnan Weerayut merasa tak asing dengan sebutan nama Nanon yang disebut Dew sebelumnya. 

"Nanon?"

"Dia Dokter Forensik di Tim Kasus Pembunuhan Berantai Wanita yang sedang diurus oleh Tim ku, Letnan." Jawab Dew yang membuat Letnan Weerayut. 

"Kasus itu sudah di tutup. Kenapa harus dibuka kembali? Kalau di buka kasus ini lagi sangat berbahaya, Letnan."

"Awalnya kasus ini di buka oleh mendiang Komandan Thanapob lalu di tengah jalan  melimpahkan kasus ini kepada orang lain. Kemudian beberapa bulan setelahnya saat aku dan Letnan Pawat di pindah Divisi waktu itu dan di pindah kantor juga, Jenderal Chatchawit yang meminta kasus ini di buka lagi." Jelas Dew sistematis membuat Letnan Weerayut meninju lantai di hadapannya sambil mengusak kepalanya kesal.

"Jadi, iblis itu yang meminta kasus ini dibuka?"

"Iya, Letnan. Jenderal Chatchawit yang meminta kasus ini di usut dan aku tidak menyangka kalau akan berhadapan dengannya langsung hari ini dalam kondisi berbeda."

"Dua bersaudara itu memang iblis, Letnan." Seru Letnan Weerayut membuat Dew menoleh kearah pria yang duduk di sebelahnya sambil bertanya. "Iblis?"

"Dia membunuh ayahku hanya karena ayahku memergoki dirinya membunuh mahasiswi kedokteran Universitas Chulalongkorn 18 tahun lalu. Bersamaan dengan itu Paman Khunakorn dinyatakan sebagai tersangka padahal awalnya ia bukan tersangka melainkan seorang saksi."

"Jadi, orang yang membunuh korban ke-13 delapan belas tahun lalu itu Jenderal Chatchawit? Bukan Dokter Tanawat?" Tanya Dew merasa bingung di sisi lain ia terkejut mendengar penjelasan senior nya itu.

Letnan Weerayut menganggukkan kepala sambil menjawab. "Ya, dia yang membunuhnya. Kedua orang itu sama-sama pembunuh namun mereka di lindungi oleh semua pihak karena Jenderal Chatchawit memiliki bisnis ilegal perjudian Casino di Hongkong dan perdagangan barang bukti narkoba yang sama sekali tidak di buang melainkan di perjual belikan." 

"Di perjual belikan narkoba? Barang bukti? Jadi, selama ini barang bukti yang dihancurkan dan di kumpulkan di Bea Cukai itu di sortir untuk di perjual belikan?" Tanya Dew yang dijawab anggukkan kepala oleh Letnan Weerayut. 

"Mereka memperjual belikan barang haram itu kepada Ratree Pub yang ada di Bangkok, dimana Pub itu di kunjungi para turis dari berbagai negara yang memang datang kesana untuk transaksi." 

"Aku pernah mendengar hal itu dari seniorku waktu aku masih menjalani pendidikan kepolisian 3 tahun lalu kalau disana adalah tempat para gembong narkoba dan juga ada beberapa penyalur pekerja seks untuk di pekerjakan disana." Jelas Dew yang dijawab anggukkan kepala oleh Letnan Weerayut. 

"Tempat itu seakan tidak terendus sama sekali sejak kasus pembunuhan berantai wanita itu kembali dibuka. Waktu aku yang memimpin kasus ini sebelum Tim mu." 

"Ada beberapa hal yang kau harus tahu soal hubungan kematian Dokter Chakri, Dokter Khunakorn, Jenderal Chatchawit dan 3 anggota kepolisian lainnya." 

"Inspektur Tongchai, Letnan Kraisee, Kapten Praiset dan Jenderal Chatchawit awalnya mereka berempat adalah sahabat. Namun, karena ada beberapa hal yang membuat mereka akhirnya saling membenci satu sama lain terutama Jenderal Chatchawit. Korban pertama adalah Kapten Praiset ia di bunuh dengan cari di gantung di pohon beringin yang ada di pekarangan rumahnya dengan leher yang tersayat, korban kedua adalah Inspektur Tongchai yang terbunuh dirumahnya saat dirinya tengah memasak makanan untuk kepulangan putranya yang saat itu baru saja selesai pendidikan kepolisian itu yang ingin kau ceritakan padaku kan?" Seru Letnan Weerayut yang dijawab anggukkan kepala oleh Dew sambil tersenyum.

"Ternyata aku kalah cepat darimu." Dew sambil tersenyum kemudian menghela nafas sambil menempelkan kepalanya pada dinding dengan memejamkan kedua matanya lalu kembali berucap. "Semenjak aku dan Tim ku menjalani kasus pembunuhan berantai ini. Banyak orang-orang yang tak berdosa menjadi korban dan beberapa keluarga korban menuntut kasus ini agar segera di selesaikan di tangkap pelakunya. Bersamaan dengan itu keluarga dari semua Tim ku dan juga aku sendiri harus mengalami kehilangan orang yang kami sayang."

"Tidak hanya dirimu saja, Letnan. Aku juga adalah korban dari kasus ini, kita berdua sama-sama korban dua iblis itu. Sejujurnya aku rindu dengan Alysaya kekasihku, aku tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Mudah-mudahan ia baik-baik saja dan terlindung dari orang-orang jahat di luar sana." Senyum getir Letnan Weerayut membuat Dew menepuk bahunya menenangkan seniornya itu. 

"Kekasihmu baik-baik saja, Letnan. Ia tinggal di kuil saat ini setahun lalu aku dan Tim ku datang kesana. Ia memberikan kami beberapa hal seperti barang bukti yang kau sembunyikan di dalam sebuah koper. Nona Alysaya memberikan semua itu kepada kami beliau mengatakan kalau ada seseorang yang memiliki seragam yang sama dengan seragam kepolisian bertanya mengenai kasus pembunuhan berantai berikan saja kepada mereka." Jelas Dew yang membuat Letnan Weerayut tiba-tiba menitikkan airmata karena tidak menyangka kalau kekasihnya itu masih bisa memegang amanah yang ia berikan padanya.

Letnan Weerayut tiba-tiba terkekeh sambil menghapus airmata yang membasahi pipinya dan berkata. "Aku tidak menyangka ia masih teguh pendirian memegang amanah yang aku berikan padanya. Aku tahu dia pasti akan sedih melihat diriku dalam kondisi seperti ini harusnya aku melindunginya bukan meninggalkannya tanpa alasan. Tetapi aku bersyukur dia baik-baik saja sekarang. Btw, bagaimana kau bisa sampai kesini dan menjadi sandera mereka?" 

"Aku sedang mencari arsip-arsip kasus kriminal yang ada di Ruang Arsip untuk aku kaji ulang dan menyelidiki dengan tim ku. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menusuk jarum pada leherku hingga kemudian aku tak sadarkan diri dan sudah berada disini bertemu denganmu, Letnan." 

"Teman-temanmu tidak tahu kalau kau ada disini?" Tanya Letnan Weerayut yang dijawab menggelengkan kepala oleh Dew namun ia tiba-tiba mengeluarkan sebuah chip kecil yang ada pada saku celana bagian belakang yang di perlihatkan pada Letnan Weerayut. 

"Aku memasang pelacak di setiap ponsel rekan-rekanku. Jadi, mereka bisa mendeteksi keberadaanku, Letnan." Jawab Dew yang membuat Letnan Weerayut tersenyum menganggukkan kepala sambil berucap. "Ide yang brilian." 

"Kita harus keluar dari sini, Letnan. Aku harus beritahu semua tentang ini pada rekan Tim ku." Cetus Dew yang membuat Letnan Weerayut menggelengkan kepala tanda tidak setuju sambil menjawab. "Jangan gegabah, Letnan. Walaupun ruangan ini gelap tetapi mereka memasang kamera inframerah di tiap sudut ruangan ini agar di sambungkan pada ruangan CCTV." 

"Ruangan CCTV?" 

"Kita ada di bawah tanah rumah Jenderal Chatchawit. Kau takkan bisa menangkap sinyal disini untuk hubungi teman-temanmu dan di tiap tempat yang ada disini semuanya di jaga ketat oleh para bodyguard jadi para sandera tidak akan bisa keluar seenaknya dari sini." Jelas Letnan Weerayut membuat Dew terkejut namun di sisi lain ia merasa tidak sabaran hingga berucap. "Tidak ada cara lain selain kita melawan semua penjaga yang ada disini, Letnan." 

"Tapi, kau bisa terbunuh Letnan. Aku tidak mau mengambil resiko besar kalau terjadi sesuatu kepadamu dan juga aku." Seru Letnan Weerayut membuat Dew menggenggam tangan Letnan Weerayut sambil tersenyum. 

"Kita lakukan semua ini demi keluarga kita dan demi keluarga korban agar mendapatkan keadilan, Letnan. Letnan, kau ingin sekali bertemu dengan kekasihmu kan? Menjalani hidup normal seperti pada umumnya kalau kita diam saja dan membiarkan kejahatan ini terus berlanjut apakah kau mau ada korban selanjutnya. Kita harus bisa mengambil keputusan mulai dari sekarang. Tenanglah aku bersamamu, kita sama-sama keluar dari sini." Dew berusaha meyakinkan kemudian Letnan Weerayut menganggukkan kepala tanda setuju sambil berkata. "Baiklah. Kau yang memimpin." Dew tersenyum sambil menganggukkan kepala hingga keduanya bergotong royong untuk keluar dari ruangan itu apapun yang terjadi. 

---

Di tempat lain terlihat dua anak adam yang tengah saling melilitkan lidah satu sama lain dengan pria yang satunya duduk di pangkuannya kemudian terasa getaran pada ponsel yang ada di saku celana pria yang duduk di pangkuan itu hingga ia melepaskan kegiatan tersebut sambil berkata. "Letnan Jirawat." 

"Kenapa sayang?" Tanya pria yang memangku nya membuat pria yang duduk di pangkuannya pun memberikan ponselnya lalu pria itu terkejut sambil berucap. "Dew dalam bahaya." 

"Kita harus beritahu Drake sekarang." Seru pria yang duduk di pangkuannya tadi sambil kembali membenarkan kemeja yang ia kenakan kemudian berusaha menghubungi Drake dengan menekan tombol ponselnya. Sementara pria yang tadi memangkunya juga kembali memakai t-shirt lalu bergegas keluar dari apartemen Nanon untuk berjalan menuju apartemen Drake berdua. 

Beberapa jam kemudian mereka tiba di apartemen Drake dengan Ohm yang menggedor-gedor pintu apartemen rekan kerjanya sambil berteriak. "Drake! Drake! Drake, ini aku Ohm. Drake, kau ada di dalam? Drake." Ohm terus memanggil-manggil rekan kerjanya namun tak ada jawaban disana kemudian Nanon menarik lengan Ohm untuk menghentikan kekasihnya berteriak-teriak seperti tadi dengan mencoba membuka knop pintu apartemen itu namun terbuka tanpa terkunci. "Kenapa apartemennya tidak terkunci?" Tanya Nanon kemudian Ohm hanya menggedikkan bahu tanda bingung dengan apa yang terjadi dengan keduanya. 

"Kita cek langsung saja ke dalam." Usul Ohm yang dijawab anggukkan kepala oleh Nanon kemudian mereka berdua pun masuk suasana apartemen Drake yang gelap membuat Nanon inisiatif mencari saklar untuk menyalakan lampu. 

Saat lampu menyala tiba-tiba keduanya terkejut dengan tubuh Drake yang tergeletak di lantai babak belur dengan beberapa memar di bagian tubuhnya. Ohm mendekat sambil mengguncang-guncangkan tubuh Drake sambil berkata. "Drake! Drake! Drake! Bangun Drake! Drake! Aaargh!" Kesal Ohm sambil meninju lengannya ke lantai namun inisiatif Nanon menyentuh lengan Drake dan mengeceknya nadi nya hingga ia bernafas lega. 

"Drake baik-baik saja. Dia harus segera di bawa ke Rumah Sakit karena nadi nya melemah." Saran Nanon yang dijawab anggukkan kepala oleh Ohm yang kemudian berkata. "Jangan bawa Drake ke Rumah Sakit tempatmu bekerja. Aku khawatir terjadi sesuatu kalau Drake di bawa kesana, di tambah kita juga kehilangan Dew saat ini hanya tersisa kita berdua. Kita harus bisa saling melindungi satu sama lain." Ohm menatap khawatir kearah Nanon yang dijawab senyuman sambil menganggukkan kepala. 

"Aku akan menuruti perintahmu, Kepala Tim." Nanon sambil menggenggam tangan Ohm membuat Ohm ikut tersenyum. 

Ohm dan Nanon saat ini sedang ada di Rumah Sakit bukan di tempat Nanon bekerja untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Drake. Terlihat di Ruang Tunggu UGD Ohm tampak diam dan cemas dengan kondisi Drake tak lama seorang Dokter keluar dari ruang observasi lalu menghampiri keduanya sambil bertanya. "Keluarga Tuan Sattabut?"

"Saya temannya, Dok.Kebetulan orangtuanya tidak bisa kesini. Apakah ada hal yang mengkhawatirkan terjadi padanya?" Ohm reflek berkata kepada pria berjas putih di hadapannya yang tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Tuan Sattabut baik-baik saja. Hanya saja dirinya tidak bisa menahan rasa sakit akibat pukulan bertubi-tubi yang di layangkan kepadanya makanya tak sadarkan diri. Tulang bagian tangan sebelah kiri nya patah kemungkinan untuk selama 6 bulan ke depan ia harus memakai gips untuk mengembalikan struktur tulang yang patah tadi kembali ke semula, tidak ada luka-luka lainnya yang parah. Setelah ini akan di pindahkan ke ruang perawatan. Saya permisi." Ramah Dokter itu yang dijawab anggukkan kepala oleh keduanya membuat Ohm dan Nanon menghela nafas lega sambil saling melempar senyum satu sama lain. 

Kini ketiganya sudah berada di dalam ruang perawatan dimana Drake masih tak sadarkan diri sedangkan Ohm duduk di kursi yang ada di dekat tempat tidur nya Drake. Nanon berdiri di depan jendela sambil memikirkan sebenarnya apa yang terjadi dengan kedua rekan kerjanya itu kemudian ia pun berkata. "Ohm, kamu sudah coba selidiki dimana keberadaan Letnan Jirawat?" 

Ohm menggelengkan kepala sambil menghela nafas. "Belum. Aku benar-benar unmood untuk memikirkan itu, Nanon. Kenapa semua ini harus terjadi kepada semua anggotaku termasuk Drake? Apakah mereka tidak cukup membunuhku, membunuh ayahku, membunuh ayah Perth dan semua orang-orang yang aku sayangi. Kenapa ini semua harus terjadi padaku? Aku benar-benar tidak kuat harus menghadapi semua ini. Sekelilingku hampir semua mati mungkin kalau kita tidak saling bertemu tidak akan seperti ini--" Ohm belum selesai bicara Nanon kemudian mendekap tubuh kekasihnya itu hingga membuat Ohm menangis terisak di pelukannya. Nanon mengusap-usap punggung Ohm sambil sesekali menciumi puncak kepala kekasihnya itu berusaha menenangkannya.

"Jangan pernah merasa bersalah dalam hal apapun. Ini takdir kita dan ini kemauan kita sendiri untuk saling menjaga, tersisa kita berdua dan kita harus saling menjaga untuk saat ini dan seterusnya. Tunggu sebentar lagi, kita akan bahagia pada akhirnya, Ohm." Nanon sambil melepas pelukan itu kemudian menghapus airmata yang membasahi pipi Ohm lalu mengecup pelan bibir Ohm dan tersenyum sambil menempelkan kening nya membuat Ohm ikut tersenyum dengan menyentuh tangan Nanon yang ada pada wajahnya. 

Di tempat lain tampak Dew dan Letnan Weerayut berjalan tergopoh-gopoh berusaha mencari jalan lain untuk keluar dari tempat itu hingga tanpa terasa kini mereka keluar dari sebuah lubang sumur yang di kelilingi pohon pinus seperti berada di hutan. "Letnan, kita seperti ada di dalam hutan." Cetus Dew sambil merangkul sebelah lengan Letnan Weerayut. 

"Memang nembus ke arah hutan, Letnan. Aku pernah menyelidiki tempat ini sendirian sebelum aku di tugaskan menjadi Tim kasus pembunuhan berantai." Jawab Letnan Weerayut berusaha jalan kaki kemudian Dew sambil membopong tubuh senior nya itu sambil berkata. "Kita cari tempat berteduh setelah ini, Letnan. Kita harus segera membebaskan diri dari sini." Letnan Weerayut hanya menganggukkan kepala mengikuti kemana Dew pergi secepat mungkin dari tempat itu. 









To Be Continued


Continue Reading

You'll Also Like

39.1K 4.3K 45
Omegaverse! Kerusuhan tiada akhir dari tiga bersaudara Dunk-Phuwin-Gemini yang hampir bikin papi Krist naik pitam, tapi selalu ada Daddy Singto yang...
49.6K 4.3K 26
"KISAH TENTANG SI MANJA YANG GW SAYANG!" -Singto Prachaya Ruangroj bxb🌈
57.2K 4.7K 25
[After Boyfriend] "Tolong kembali dengan perasaan yang sama seperti dulu dan buat akhir yang bahagia" -Prem Warut Chawalitrujiwong bxb🌈 Ps : Harap m...
5.5K 510 7
Ja anak broken home yang suka membuat onar di sekolahnya. Namun suatu hari ada seorang murid pindahan yang merubah hidupnya. Berawal dari bagaimana J...