Evanescent [TERBIT]

By AnnisaMeilani2805

1K 39 3

Dipindah tugaskan ke rumah sakit yang berada di tanah kelahirannya, membuat Davian kembali dipertemukan denga... More

1. HELLO JAKARTA
2. MEMAHAMI
3. TIGA PERMINTAAN
4. SOSOK TEMAN
5. HAPPY BIRTHDAY
6. BUKAN KISAH KASIH
7. HUJAN DAN PELANGI
8. DOKTER SAYANG
9. AMARA DAN DAVIAN
10. TERSINGGUNG
11. TEMPAT BERCERITA
12. SEBUAH SANDIWARA
14. JARAK YANG TERCIPTA
15. DI MANA BELLOVA?
16. ABU-ABU
17. PERASAAN AMARA
18. EVANESCENT [END]
INFO PREE ORDER

13. PERIHAL KEDEKATAN

27 1 0
By AnnisaMeilani2805

Jalanan yang macet, dipenuhi kendaraan para pekerja menjadi penghalang yang sulit untuk dilalui, ditambah lagi dengan kendaraan para pelajar, yang mereka 'pun sama-sama memiliki kepentingan. Jika saja ada jalan pintas, pasti akan dipenuhi para pengemudi juga, hal ini menggambarkan seberapa parahnya kondisi jalanan yang tersendat. Tak ayal para pengemudi membunyikan klaksonnya saat lampu berganti hijau, sebab mobil yang berada di barisan paling depan tak kunjung bergerak.

Jakarta adalah Ibu kota yang selalu dipadati oleh kendaraan beroda setiap harinya, tentunya dengan kepentingan masing-masing, begitu juga dengan Davian, ada sebuah alasan yang membuatnya harus memutar arah kemudi ke arah yang berlawanan dengan jalan menuju rumah sakit, bahkan rela menunda waktu praktik.

Alasan tersebut adalah karena sebuah mimpi dan kesedihan yang dialami Karina, benar-benar dua hal yang mengganggu waktu tidur dan pikiran. Sehingga membuat ia harus bergegas untuk mengunjungi rumah seseorang yang akan menjelaskan semuanya.

Berawal dari memergoki sang Ibu yang sedang berbicara sendiri dengan aura kesedihan yang begitu kuat, awalnya Davian mengganggap bahwa itu adalah bentuk kerinduan seorang istri terhadap sosok suami yang belum kunjung pulang dari perantauan. Namun, nyatanya kesedihan yang dialami Ibunya memiliki keterkaitan dengan sebuah mimpi yang dialami Davian. Dan betapa terkejutnya lagi setelah tahu bahwa Bellova ikut terlibat. Gadis itu ternyata merupakan sosok dibalik semua kejadian yang disembunyikan selama hampir dua puluh tahun.

Sayangnya hanya Tuhan, Bellova dan empat orang lainnya yang mengetahui kejadian di masa lalu itu. Dan Davian merasa menjadi orang yang paling bodoh karena tidak mengetahui apapun.

Setelah mobil terbebas dari kemacetan, Davian menginjak pedal gas dengan kuat, sehingga kecepatan mobil semakin bertambah. Dengan tekadnya ia ingin segera mengungkap semua hal yang masih bergelantungan di pikiran dengan sebuah tanda tanya besar. Jawaban dari tanda tanya yang muncul di pikiran Davian, adalah jawaban yang akan diberikan oleh kedua orang yang telah menjadi kotak penyimpan rahasia terbaik.

Sesampainya di tempat tujuan, Davian segera turun dari mobil dan mengetuk pagar rumah berwarna hitam yang kokoh, menjulang tinggi ke atas. Tak peduli apakah sang pemilik rumah akan terusik dari tidurnya atau tidak, ia hanya ingin menanyakan satu pertanyaan yang akan mengungkapkan semua kejadian di masa lalu.

"Dokter Davian? Ada keperluan apa pagi-pagi begini?" Sosok wanita dengan rambut yang sebagiannya sudah beruban muncul dibalik pagar. Wajahnya penuh rasa penasaran, mempertanyakan apa tujuan Davian datang ke rumahnya di pagi hari, yang bahkan sinar matahari saja baru menampakkan setengah dari dirinya.

"Saya ada hal yang ingin dibicarakan, dengan Ibu dan Bapak jika beliau belum berangkat kerja," jawab Davian.

"Apa ada sesuatu yang terjadi dengan an-"

"Bukan, bukan tentang itu, Bu. Mungkin lebih condong pada hal pribadi." Davian memotong ucapan, "apa Bapak belum berangkat kerja?"

"Belum, beliau sedang sarapan. Mari masuk."

°°°

Di sisi Davian yang sedang mengunjungi rumah seseorang. Di rumah sakit, Bellova sedang mengasah rasa kepedulian dan komunikasi yang sudah dikatakan membaik oleh dokternya. Ia kali ini tidak sendiri, dikarenakan adanya Aurora yang dititipkan pada dirinya, Bellova mengajak mengobrol dan bermain gadis yang masih duduk di bangku putih merah itu, sembari menunggu kedua orang tuanya siuman.

"Kak, main ular tangganya udah dulu ya, sekarang kita main ludo!"

"Boleh, tapi jika kamu kalah jangan nangis, ya."

"Memangnya aku ini mirip dengan Fizi? Tidak, jika kalah maka aku akan belajar untuk mengalahkan Kakak."

Sebuah papan kertas bergambar juga beberapa benda kecil yang akan dijadikan kaki tangan, dikeluarkan dari sebuah plastik pembungkus. Terdapat empat warna yang berbeda, Bellova memilih mengambil warna hijau, sedangkan Aurora memilih mengambil warna biru.

"Kenapa Kakak ambil warna hijau? Warna itu sangat jelek, kenapa tidak merah?" Aurora menatap tangan Bellova yang sedang menggenggam.

"Warna hijau melambangkan keseimbangan, oleh karena itu Kakak sangat menyukainya," jawab Bellova.

"Benarkah? Lalu apa lambang dari warna biru?"

"Lambang warna biru mengartikan sebuah ketenangan."

Aurora membulatkan mulutnya, ekspresi senang tampak dari raut wajah anak kecil itu. "Aku sangat menyukai warna biru! Terima kasih sudah mau memberitahuku, Kak!"

Setelah percakapan singkat itu, permainan di atas papan kertas dimulai dengan melempar sebuah dadu. Kemudian menjumlahkan beberapa titik yang nampak pada sisi dadu, dan menjalankan kaki tangan.

"Wahh, seru ya permainannya. Kalian berdua saling menyusul, apa boleh salah satu dari kalian saya pinjam?"

Bellova dan Aurora melirik si pemilik suara yang muncul di tengah permainan, dua orang perawat berdiri dengan masing-masing map yang mereka pegang.

"Hai, selamat pagi," sapa Bellova.

"Pagi," sahut salah satunya.

"Apa kamu tahu ke mana Dokter Davian pergi, Bellova? Beliau memundurkan jadwal praktik dan sampai sekarang belum kunjung datang." Amara bersuara.

"Dia memundurkan jadwal praktik? Hmm ... entah, aku tidak tahu. Dia tidak memberitahukan apapun padaku," jawab Bellova, ia melempar dadu dan menjalankan permainan tanpa merasa terganggu.

"Sepertinya Dokter Davian memang ada kepentingan pribadi, apa pasien yang membuat janji sudah datang Amara?" tanya Yolla yang ada di samping Amara.

"Belum, Kak. Beruntung para pasien belum ada yang datang, kasihan jika mereka di suruh menunggu," sahut Amara.

"Semoga saja Dokter Davian segera datang, sudah lewat dua puluh menit dari jadwal praktik biasanya."

Bellova yang berusaha fokus pada permainan, diam-diam mendengarkan percakapan dua suster yang ada di sampingnya. Davian belum datang dan memundurkan jadwal praktik, biasanya pria itu lebih mementingkan tugasnya daripada kepentingannya sendiri, bahkan dia pernah bercerita menolak permintaan Ibunya yang meminta diantar ke toko kue, karena jadwal praktik. Mungkin 'kah kepentingan pribadinya itu tidak bisa ditunda? Yang artinya sangat penting.

"Eum ... Bellova, boleh saya berbicara berdua dengan kamu?" Amara kembali memanggil nama Bellova.

"Bicara apa?"

"Sesuatu penting, ikut dengan aku sebentar."

Sebelum mengikuti langkah Amara, Bellova sempat berkata pada Aurora untuk menunggunya kembali bersama Yolla yang sedang tak bertugas, lalu ia mengikuti Amara dan tiba di sudut ruangan.

"Sesuatu penting apa?"

"Tentu saja tentang kesehatanmu."

"Tapi kenapa harus di sini?" Bellova mengerutkan keningnya heran, tidak adakah tempat yang lebih baik?

Amara menatap jendela lebar yang memperlihatkan pantulan dirinya dan Bellova. "Aku hanya ingin privasi, tidak mungkin jika berbicara di ruang kerja Dokter Davian, kan?"

Hening, Bellova yang mendengarkan memilih untuk mengangguk.

"Tentang kesehatanmu yang semakin membaik, aku beranggapan bahwa kamu akan segera meninggalkan rumah sakit. Rasa kepedulian dan komunikasi kamu sudah meningkat, tetapi ada satu hal yang aku khawatirkan, namun dibiarkan Dokter Davian," jelas Amara.

"Apa?"

"Dia terlihat mengabaikan tentang emosi kamu, dia lupa bahwa kamu mempunyai emosi yang harus dikontrol. Aku juga dengar berita saat kamu yang hendak bunuh diri, luapan emosi yang meledak katanya membuat kamu berniat mengakhiri hidup. Karena hal itu aku sekarang mengajakmu mengobrol di sini, aku khawatir terjadi luapan emosi lagi padamu dan kali ini akan melukai banyak orang, bukan hanya melukai diri kamu sendiri lagi. Apalagi kedekatan kamu dengan Aurora dan Dokter Davian sekarang," jelas Amara terlihat serius.

"Aku tahu, tapi setelah beberapa bulan di sini, aku mulai bisa mengontrol emosi tanpa terapi," sahut Bellova. Ia juga jadi ikut memikirkan hal yang sama, tentang luapan emosinya, yang mungkin bisa saja melukai banyak orang.

"Apa kamu benar-benar yakin kamu sudah membaik?"

Bellova mendadak kaku, ia ingin mengangguk, namun ragu, sebab apa yang dikatakan Amara benar adanya. Bagaimana jika emosinya meluap lagi? Bagaimana jika ia melukai banyak orang? Bagaimana jika ia membuat banyak orang merasa kerepotan, dan membuat orang tuanya bersedih.

"Aku ... tidak yakin," jawab Bellova menundukkan kepalanya. "Aku butuh waktu untuk merenung dan menjawab pernyataan itu."

"Selain kesehatanmu, aku juga ingin membicarakan hal lain."

"Apa itu?" jawab Bellova tanpa mengangkat kepalanya.

"Soal kedekatan antara pasien dengan dokter, aku tahu karena kedekatan itu kamu menjadi semakin membaik, komunikasi kamu dan rasa kepedulian kamu. Tapi ... aku juga jadi ingat peraturan setiap dokter maupun perawat, kami dilarang untuk terlalu dekat dengan pasien atau orang diluar rumah sakit."

Bellova terdiam, ia menatap Amara dengan tatapan tidak percaya. Selama ini ia sudah membuat kesalahan yang fatal, kedekatannya dengan Davian memang memberikan dampak baik, namun nyatanya kedekatan itu tidak baik jika dilihat dari sisi seorang dokter dan pasien. Kedekatan ini layaknya simbiosis parasitisme yang merugikan salah satu pihak.

"Kamu tidak berbohong, kan?"

"Tidak ada untungnya jika aku berbohong, Bellova. Aku mengatakan ini sebagai rasa kepedulian. Aku harap kamu mengerti, aku sebagai seorang perawat merasa tidak nyaman dengan kedekatan antara kamu dengan Dokter Davian dikarenakan ada peraturan yang langgar."

Continue Reading

You'll Also Like

7.9M 461K 48
Wang Li Xun, the Crown Prince, goes out hunting for the Celestial Flower to save his mother from a terminal illness. When he nearly dies from the att...
226M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
Ice Cold By m

General Fiction

2.2M 83.5K 49
[boyxboy] Wren Ridley is always two steps ahead of everyone, or so he thinks. His life seems out of his control when he starts having feelings for so...
79.1K 1K 51
Gin has die after he fail to kill aizen but he was give a second chance to change his life he was send into earthland where they are people abl...