GIRL CRUSH [book 3 : The Deat...

By kanaraluva

12.2K 1.7K 553

Tidak berhasil mengambil sahabatnya dari gerbong kereta membuat ketiganya tak menyerah untuk mendapatkan Minh... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18

17

1.1K 143 76
By kanaraluva

Langit malam yang hanya dihiasi beberapa bintang saja menjadi pemandangan pertama dari kaca mobil dalam. Dari sepanjang jalan pasir yang ditempuh hampir dua jam perjalanan tidak membuat Newt mengeluh lelah. Padahal tubuhnya terasa kaku dan matanya mengantuk. Tetapi rasa itu tersingkirkan hanya karena sangat menanti seseorang. Ya, Newt sangat menantikan Clara.

Bagaimana gadis itu sekarang? Apa dia baik baik saja?

Faktanya mungkin dia dan teman temannya mengira bahwa ia sekarang sudah mati. Tetapi nasib berkata lain. Newt sangat bersyukur bisa melalui masa masa sulitnya. Sekarang dia akan terus berusaha hidup. Karena sejujurnya merindukan itu lebih berat dari yang ia bayangkan.

Entah mengapa perasaanya terus tidak karu karuan. Pikirannya tentang Clara dan teman temannya disana membuat Newt ingin cepat cepat bertemu mereka. Sebenarnya hal ini sudah ia rasakan sejak dua hari lalu. Perasaan buruk yang tiba tiba datang membuat dia mengkhawatirkan teman temannya. Apa yang terjadi pada mereka?

Delapan bulan sudah dia tidak bersama mereka. Newt ragu apakah mereka percaya bahwa dia masih hidup?

Karena selama delapan bulan berjuang untuk sembuh dan bertahan bersama Grace membuat Newt merasa hilang. Dia bukan seperti dirinya. Newt seperti kehilangan dirinya yang dulu. Namun dia tidak tau apa itu.

Tetapi ingatannya membuat dia merasa kembali sedikit demi sedikit. Bayangan bayangan memori bersama teman temannya selalu datang saat dia tidur dan melamun. Memori itu menyatu menjadi kerinduan pada apa yang dia lakukan selama satu tahun sebelumnya. Walaupun ada kenangan buruk diantara itu, tetapi dari sana ia belajar melalui masa lalunya.

Dia menarik nafas panjang. Tangan Newt bergerak mengambil minum di jok belakang tanpa menengok.

"Biar aku saja." Grace memutar tubuhnya sedikit untuk mengambil air mineral untuk Newt.

"Thanks." ucap pria itu lalu meminumnya.

"Tidak mau bergantian?"

"Nanti saja."

"Newt, kau sudah menyetir hampir seharian ini."

"Bukan masalah, aku tak apa."

"Kalau begitu berhentilah dahulu untuk istirahat."

"Kita hampir sampai, Grace."

Grace menghembuskan nafas menyerah. "Jangan salahkan diriku jika badanmu sakit sakit. Kita tidak punya stok obat lagi."

Newt meliriknya sekilas dengan kekehan ringan. "Aku masih muda, Deanclear. Jika kau terus menyangkut pautkan karena penyakitku waktu itu, kau keterlaluan."

"Why?"

"Karena itu sudah sangat lama!" Newt menggeleng tak habis pikir.

Grace terbahak. "Memangnya apa salahnya mengingatkan?"

"Mengingatkan atau mengejek?"

"Dua duanya."

"Shit," umpat Newt lalu tertawa ringan.

Grace bergerak memposisikan menghadap Newt. "Kau yakin seratus persen manusia?"

Newt langsung menoleh melihatnya dengan tatapan protes. "Apa maksudmu?"

"Maksudku aku takut kau tiba tiba lapar di dekat orang dan menerkam mereka."

"Kau pikir aku begitu?" Newt berdecak decak. "Pikiranmu terlalu drama."

"Loh tidak salah dong." Grace kembali menghadap depan dengan senyum bangganya. "Dari apa yang aku lakukan untukmu harus kah aku mendapatkan gelar dokter?"

Newt tersenyum, "Seharusnya bisa."

"Ya 'kan?" Grace antusias. "Seandainya dunia ini normal, aku mungkin akan menjadi dokter."

"Bersyukurlah karena akulah yang menjadi pasien pertamamu."

"Kau pasien pertamaku yang juga menyeramkan."

"Begini begini kau pernah bilang aku tampan."

Grace mendengkus, "Lupakan saja."

Newt tertawa keras.

"Jam berapa sekarang?"

"Tiga pagi." jawab Grace, "Kita benar benar bergadang hari ini."

Newt meliriknya, "Tidurlah. Aku akan membangunkanmu nanti."

"Kau serius tidak mau gantian?"

"No, it's okay."

"Okay." Grace memposisikan badannya dengan nyaman. "Night, newt."

"Hmm."

***

"Bagaimana kondisinya?"

Harriet beralih menatap Clara yang masih tidur di ranjangnya. Dia menghembuskan nafas dan menggeleng.

Thomas bergerak duduk dipinggir ranjang Clara untuk melihat sahabatnya itu yang pucat. "Lukanya?

"Lukanya belum kering." Harriet menyentuh lengan Clara. "Suhu tubuhnya masih dingin. Aku takut."

Thomas mengerutkan kening melihatnya, "Takut?"

Harriet menatapnya penuh arti,

"Harusnya kita membawa dia kerumah sakit. Kita tidak punya stok darah untuknya. Alat medis kita juga tidak lengkap. Kemungkinan jaitannya infeksi kalau tidak dikasih obat." Harriet menghembuskan nafas. "Tapi mengingat kita di kota yang rusak, aku hanya bisa melakukan sebisaku."

Thomas kembali melihat Clara. "Apa orang yang kemarin mendonorkan darah untuknya bisa kembali mendonorkan darah lagi untuk Clara?"

"Jarak normal untuk mendonorkan darah setahuku 15 minggu."

Thomas menunduk. "Apa yang harus kita lakukan?"

Harriet diam.

Sejujurnya dia memang tidak bisa membantu banyak. Clara benar benar kritis saat ini. Dia bekerja seharian untuk memperhatikan Clara. Harriet bahkan harus berpikir keras untuk mencari cara agar Clara mendapatkan donor darah. Karena tidak bisa bangun untuk makan, tubuh setidaknya mendapatkan nutrisi agar darah juga berproses dengan baik. Tetapi karena Clara yang telat mendapati penanganan, gadis itu hanya bisa ditolong untuk di obati dan di jahit lukanya.

"Kita harus mencari cara."

"Aku sudah berusaha." Harriet memijat pangkal hidungnya. "Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan."

Thomas beranjak berdiri. "Aku akan membuka kembali donor suka rela."

Harriet mengangguk.

Thomas beranjak pergi.

***

Untuk melakukan apa yang dia ucapkan tempo hari, Thomas akhirnya membangun tenda kecil dan menaruh meja dan kursi untuk Harriet. Tulisan 'donor darah suka rela' dipapan yang terpajang di depan menjadi pusat perhatian warga right arms.

Disana sudah ada Minho, Gally, Brenda, dan Frypan yang juga menemani Thomas. Mereka ikut membantu Thomas menyuarakan bantuan ini. Harriet menjadi dokter termuda dari kalangan warga right arms. Sebelum mereka setuju untuk mendonorkan darahnya, tentu saja Harriet harus mengecek golongan darah mereka.

"Maaf, kau tidak cocok dengan pasien kami. Terimakasih sudah berminat membantu kami!" ucap Harriet tersenyum ramah.

Orang itu mengangguk lalu pergi.

"Selanjutnya!" panggil Brenda.

Orang berikutnya kemudian maju untuk duduk berhadapan dengan Harriet.

"Cassie?"

Gadis itu tersenyum. "Aku mungkin cocok."

Brenda tertegun sebelum akhirnya mengangguk.

"Let me check," Harriet tersenyum ramah kemudian menyiapkan alatnya.

Sedangkan Thomas dan teman temannya menunggu sembari mengobrol ringan.

"Akuilah, kau kalah telak saat adu jotos dengan Abi 'kan?"

Minho mencibir, "Memangnya dia siapa sih? Aku belum pernah melihat dia sewaktu di bukit."

"Dia cukup berperan penting," jawab Thomas. Dia beralih kepada wanita yang mendekati mereka karena membaca tulisan dipapan yang dia bikin. "Selamat pagi," sapanya.

"Apa jika aku ingin mendonorkan bisa langsung cocok?" tanya wanita itu.

"Kita punya dokter untuk melihat golongan darahmu dahulu." jawab Thomas ramah, dia menggerakan tangan ke dalam tenda. "Jika kau berminat, kau bisa bergantian untuk melihatnya."

Wanita itu tersenyum lalu masuk kedalam.

"Berperan penting?" tampaknya Minho masih ingin melanjutkan rasa penasarannya.

"Aku juga tak tahu banyak."

Frypan ikut menimbrung, "Emily bilang ayahnya berteman dengan Vince, dia menolong mereka saat itu."

"Hanya itu?"

"Katanya dia berhasil bertahan hidup berdua di gurun hampir tiga tahun lamanya. Kemampuannya membuat Vince memanfaatkan dia untuk bergabung di right arms."

"Omong kosong, right arms kan menolong semua orang." cibir Minho pada jawaban Frypan.

"Bilang saja kau mau bergabung latihan bersamanya!" balas Frypan.

"Kenapa kau membelanya?"

"Dia sekarang temanku."

Minho berseru dan memiting leher Frypan bercanda. "Oh jadi kau memilih dia huh!?"

Frypan tertawa tawa, "Minho! Hahaha, aku bercanda!"

Thomas yang melihat keduanya tertawa, "Habis kau Frypan bersama si pelari!"

Gally ikut tertawa, "Oh lihatlah mukanya!"

Minho akhirnya melepaskan pitingan Frypan dan terkekeh.

"Guys!" Brenda menghampiri mereka berempat. "Kami mendapatkannya!"


***


"Good luck menjalankan operasinya!" ucap Minho pada Harriet.

Gadis itu menghela nafas tak bisa menyembunyikan senyum malunya, "Baiklah."

Gadis itu akhirnya membuka gorden dan masuk ke dalam bersama Brenda.

Empat remaja pria itu duduk menunggu di sofa. Cukup hening tak ada yang berani membuka suara karena berlangsungnya operasi Clara.

Ketika beberapa menit lamanya, keheningan itu tiba tiba terpecah kala terdengar sesuatu dari salah satu pemuda itu.

"Apa itu?" tanya Gally.

"Suara perut?" kening Minho berkerut mengingat jelas suara yang terdengar.

"Siapa yang lapar?" Thomas ikut bertanya.

"Kau lapar, Fry?" Minho segera menebak sasarannya.

Frypan meringis kecil, "Hehehe."

Thomas mendengkus geli.

"Kenapa tidak masak saja?" tanya Gally.

"Bahan persedian saat ini habis." jawab Frypan sedih, "Setiap aku memasak, aku kembali teringat Emily. Karena itu aku tak bisa fokus memasak dengan benar. Akuu.. masih berduka padanya."

Minho merangkul pria itu dan menepuk kecil bahunya. "Jangan sedih fry, masih ada kita yang selalu bersamamu."

Thomas dan Gally tersenyum.

Di dalam rangkulannya Frypan tersenyum haru. "You guys my bestfriends!"

Minho yang merangkul Frypan melirik Gally dan menunjuknya sekilas, "Dia bukan."

Gally memasang wajah protes, "Apa apaan!?"

"Kenapa?" tantang Minho menyebalkan.

"Kalau tidak ada aku kau tidak bisa bertemu mereka!" balas Gally tak kalah menyebalkan.

"Tapi kau bukan temanku!"

Gally memutar bola matanya. "Yeah, aku keeper of the builders."

"Bukan!"

"Apa?"

"Kau mayat yang hidup lagi." jawab Minho santai.

"Shit." umpat Gally membuat mereka semua tertawa.

Suara mereka yang kencang membuat gorden terbuka dan menampilkan Brenda dengan wajah garangnya, "Siapa yang suruh kalian bercanda!? Berdoa!!"

Mereka semua seketika langsung diam dan menundukan kepala seolah olah berdoa.


***

Suara mobil yang berhenti dari gesekan pasir yang cukup keras dan mesin mobil tersebut membuat semua orang menoleh melihatnya.

Thomas bersama teman temannya yang baru keluar dari ruangan menunggu Clara ikut berhenti melihat mobil itu. Karena setelah perang, mobil satu satunya yang bisa digunakan terparkir di belakang bangunan. Jelas saja hal ini memicu mereka semua penasaran siapa yang ada di dalam mobil tersebut.

"Ada yang pergi tadi?" tanya Thomas kepada teman temannya.

"Kurasa tidak." jawab Gally.

Mereka berempat maju sedikit demi sedikit sampai akhirnya pintu mobil terbuka, mereka segera mengambil posisi dan senjata di kantung celana masing masing.

Wajah mengerkerut mereka perlahan demi perlahan memudar menjadi raut wajah tak percaya.

Newt menutup pintu mobil dengan senyum kecilnya.

"Newt?" lirih Thomas.

Newt mengangguk dan berjalan mendekati mereka.

"Newt!!" Mereka semua segera berlari menghampiri sahabatnya itu dan memeluknya dengan erat.

Raut wajah mereka tak bisa berbohong kala menunjukan rasa senang, lega, tak percaya, bahkan takut kalau ini hanya hayalan mereka. Tetapi yang mereka peluk ini benar Newt. Ini benar benar sahabatnya! Newt, si second in command labirin dulu!

"Newt! It is youu!?" Thomas melepaskan pelukannya untuk memperhatikan wajah Newt.

"This is real Newt." kekeh Newt.

"Omg, you still a live!?" seru Minho heboh memegang kedua bahu pria berambut pirang itu. "Aku throwback!"

Gally menonyor pria asia itu dengan sebal. "Selamat datang kembali Newt!"

Newt yang sedikit berkaca tersenyum sembari mengangguk.

"How can you--?" Frypan menangis tak percaya.

Newt terkekeh menepuk bahu Frypan. "Aku punya sembilan nyawa."

"Terserah katamu, tapi aku senang kau kembali Newtie!" Thomas membawa paksa kepala Newt kebahunya dan menepuk nepuk bahu pria itu. Air matanya bahagianya turun.

"Minho ikut memeluk keduanya diikuti Frypan dan Gally.

"How sweet,"

Mereka semua melepaskan pelukannya.

Newt melihat Vince dan Jorge yang tengah melihatnya. Pria itu menyeringai dan berjalan kearah keduanya.

"Selamat datang kid."

Newt mengangguk lalu memilih menunduk karena perasaan malu bercampur bahagianya. Newt tak mampu berkata hingga memilih diam untuk menyembunyikan air matanya.

Vince memeluk pria itu. "I'm glad."

Melihat keharuan itu orang orang bertepuk tangan ikut senang sekembalinya sahabat dari kelompok Thomas.

***

Harriet menyarapkan selimut ke tubuh Clara.

"Aku harap aku bisa membantunya." Cassie ikut bangun ketika infusannya dicabut dari lengannya.

"Kau sangat membantunya, Cassie." Brenda memegang bahu gadis itu bangga. "Terimakasih sudah membantu kami."

Cassie tersenyum dan mengangguk.

"Cassie, setelah ini kau harus minum air mineral dan makan yaa? Kau harus mengisi tenagamu agar tidak lemas." ucap Harriet mengingatkan.

"Oke, Harriet."

Brenda menuntun Cassie berdiri. "Biar aku antar."

Kedua gadis itu berjalan keluar dan menyingkap gorden. Ketika gorden bergeser, Brenda melotot terkejut menemukan Newt yang mendongakan kepala melihatnya.

"Newt!?"

Newt mengangguk sebagai respon. Memaklumi gadis itu terkejut. Karena setelah tau kabar yang begitu megejutkan Newt, dia hampir tak bisa berkata dan hanya diam setelah itu. Pikirannya tiba tiba berkecamuk dengan perasaan menyesal dan sedih. Wajahnya yang bahagia berubah menjadi wajah murung.

Bahkan Newt sempat menangis karena terlalu terkejut mengetahui Clara hamil. Dan anak satu satunya yang belum sempat dia lihat kini sudah tidak ada. Hal yang membuat Newt tak bisa mempertahankannya selama ini. Harusnya Newt bisa merasakan ditangannya sekarang. Harusnya Newt menemui Clara lebih awal agar bisa menjaga gadis itu dan anaknya.

Harusnya Newt bisa melihat untuk yang terakhir kalinya.

Tapi mengapa dia tidak bisa melakukan itu?

Newt benat benar menyalahkan dirinya sekarang. Mengapa dia begitu lemah untuk cepat cepat menemui Clara? Harusnya dia bisa menemani hari hari berat Clara saat dia belum ada di sisinya. Jika dia bisa meminta untuk mengulang waktu, Newt ingin di samping Clara selama ini dan menjadi sosok suami dan ayah yang baik.

Tapi mengapa Newt tak bisa meminta untuk memundurkan waktu barang sedikit saja?

Mengapa semua penyesalan ini harus berakhir sekarang?

Apakah Newt terlalu terlambat sekarang?

Pria itu menunduk dan mengusap air matanya lalu kembali melihat Brenda. "Bisa aku melihatnya sekarang?"

Melihat Newt yang seperti itu, Brenda yang masih terkejut mengangguk dan memberi jalan untuk Newt melihat Clara.

Harriet yang juga terkejut memilih diam dan ikut keluar bersama Brenda dan Cassie.

Ruang menunggu sangat ramai saat ini. Ada Thomas dan teman temannya, Abi, Jorge, Vince, Sonya dan Aris. Juga Grace yang duduk diantara Thomas dan Minho yang baru saja berkenalan dan mengetahui kabar tersebut hingga dia diam karena masih belum percaya.

"Bagaimana?" tanya Thomas beranjak berdiri kepada Brenda dan Harriet.

***

Newt mendekati ranjang Clara dengan wajah yang sudah tak bisa menyembunyikan air matanya. Dia menggengam tangan itu lembut. Ada rasa bahagia bisa melihat wajah Clara. Gadisnya yang sekarang harusnya menjadi istrinya.

"I'm here." bisik Newt lirih.

Pria itu menarik nafas menggenggam erat tangan gadis itu. Hatinya sesak begitu melihat wajah pucat Clara. Clara, baru saja melahirkan ditengah tengah perang yang terjadi. Karena tak mau terjadi kepada bayinya, gadis itu rela merobek perutnya untuk mengeluarkan anaknya. Newt tak habis pikir apa yang terjadi.

Bahkan Clara tak memikirkan nyawanya. Baginya, Clara berhasil menjadi ibu yang terbaik meski Antaleo tak bisa selamat sekarang. Melihat dia baik baik saja sudah membuat Newt tenang meski hatinya hancur karena tidak bisa melihat Leo. Ayah macam apa Newt ini yang tidak bisa berjuang bersama Clara untuk menyelamatkan anaknya. Bahkan dia tidak ada disaat Clara susah.

"I'm sorry," Newt bergerak mengecup kening gadisnya.

Setelah melepaskannya Newt hanya diam memandang Clara. Hatinya terus memohon untuk membuat Clara bangun. Newt ingin meminta maaf karena tak ada di sisinya selama ini. Newt ingin meminta maaf karena gagal menjadi suami yang baik untuknya. Dan Newt ingin memberi tahu bahwa dia disini untuk Clara.

Beberapa detik berlalu.

Bagaikan keajaiban, Clara perlahan membuka matanya. Gadis itu bagaikan sadar dan mendengar bahwa Newt memintanya bangun.

Melihat itu Newt bergerak mendekat, "Clara?"

Meski pandangannya sedikit buram gadis itu bergerak membingkai wajah Newt.

"Aku harap ini bukan mimpi." katanya lemah.





***

maaf gabisa double up 😖🙏🏻

kalian yang mana nii?
puas👍 gapuas☹️

Continue Reading

You'll Also Like

4K 95 6
♧◇Do you all think that vampires are bad? Thats what Junhui thought before vampire came in to his life and changed all of his bad thoughts about vamp...
1M 35.6K 62
𝐒𝐓𝐀𝐑𝐆𝐈𝐑𝐋 ──── ❝i just wanna see you shine, 'cause i know you are a stargirl!❞ 𝐈𝐍 𝐖𝐇𝐈𝐂𝐇 jude bellingham finally manages to shoot...
1M 61.8K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
1.2M 54.6K 100
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC