Deserted

By deaneehf

267 229 211

Heartbreak is painful, but do you know what hurts more than that? Sakit gigi? Masuk akal, namun ada yang lebi... More

1. Blue Day
3. A plan
4. Agreement
5. Plum tragedy
6. Mau kenalan?

2. for the second time

63 57 51
By deaneehf


"Life is short, and truth works far and lives long: let us then speak the truth." - Arthur Schopenhauer

-

Alarm berbunyi tepat pukul empat dini hari, dengan mata sembab yang setengah terbuka Nara menghentikan bunyi alarm tersebut. Kepalanya yang terasa pening sebab terlalu lama menangis sebelum tidur, membuatnya kembali memejamkan mata untuk beberapa detik, sebelum akhirnya Nara bangkit dari kasur dan melangkah menuju kamar mandi. Bangun pada pukul empat dini hari sudah menjadi hal biasa bagi Nara, entah mau ada kegiatan atau tidak, dirinya selalu mengatur alarm pada pukul tersebut.

Selesai membersihkan tubuhnya dan melaksanakan sholat subuh, Nara membawa langkahnya menuju dapur, membuka lemari es untuk melihat masakan apa yang bisa ia buat untuk sarapan pagi ini. Sebelum Ibu pergi, biasanya Ibu yang memulai pekerjaan dapur lebih dulu, sedangkan Nara hanya membantu saja. Namun, untuk saat ini dan kedepannya, semuanya harus bisa ia lakukan sendiri, Nara harus benar-benar mandiri sekarang. Bila dikata Nara sudah baik-baik saja sepeninggalan Ibu, rasanya tidak juga, karena gadis itu masih sering menangis hampir setiap malam, namun sebisa mungkin Nara akan ikhlas dan membuktikan perkataan Ibu, kalau Nara bisa baik-baik saja tanpanya.

Terhitung sudah satu minggu Nara hidup sendiri, benar-benar sendiri. Bisa dibilang cukup untuk meredakan hati Nara yang digulung kesedihan, kini gadis itu sudah satu langkah lebih baik dari hari-hari kemarin. Menangis saat makan, melamun di halaman belakang, berendam di bathtub berjam-jam, semua itu sudah tidak Nara lakukan, ia memilih melakukan banyak kegiatan agar pikirannya terhindar dari bayang-bayang Ibu yang membuatnya akan kembali sedih, hanya saja setiap malam perasaan hampa itu selalu hadir, karena saat malam hari Nara tidak bisa melakukan banyak kegiatan.

Lemari es yang semula dibuka kembali ditutup disertai helaan napas, tangan kanannya hanya memegang sekotak susu full cream karena stok bahan masakannya yang sudah habis, mau tidak mau gadis itu hanya sarapan sereal dan susu pagi ini. Seraya menyantap sarapannya, Nara mengecek sebuah akun bisnis miliknya pada ponsel. Sebelumnya Nara memang membuka usaha bakery, namun akhir-akhir ini usahanya itu sedang menurun, sudah lima hari tidak ada pesanan yang masuk seolah tahu jika Nara sedang ingin bermalas-malasan. Untuk mendukung kemalasannya itu, Nara memutuskan untuk menutup usaha bakery miliknya, untuk saat ini ia ingin beristirahat terlebih dahulu sebelum menemukan pekerjaan tetap.

Sedikit cerita tentang Ibu, Ibu diketahui mengidap penyakit diabetes sejak Nara memasuki kelas tiga SMA, awalnya semua masih aman terkendali, namun beberapa hari setelah Nara wisuda, sakit Ibu semakin parah. Bolak-balik memasuki ruang ICU dan penyakit Ibu menjadi komplikasi, kondisinya semakin memburuk kala setengah ingatan Ibu sudah hilang, bahkan detik-detik sebelum dirinya pergi, Nara sudah tak dikenalinya, hal itu sukses membuat Nara terpukul. Beruntung dirinya mengenal Bu Dian, tetangga yang tinggal tepat di samping rumahnya, selama Nara terpuruk, Bu Dian lah yang terus memotivasi dirinya agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan.

Bu Dian yang selalu Mengingatkannya makan, membawa Nara ke restoran miliknya, mengajaknya ke tempat gym, menonton drama Korea bersama di rumahnya, bahkan setiap pukul tujuh pagi wanita paruh baya itu selalu mengajaknya keluar untuk jogging seraya menghirup udara segar di pagi hari, seperti yang dilakukannya pagi ini.

Knock, knock!

Pintu rumah Nara diketuk beberapa kali, sudah dipastikan itu adalah Bu Dian. Nara sudah siap dengan pakaian jogging-nya. Dengan rambut yang dikuncir kuda, Nara melangkah membuka pintu utama.

"Wih, udah siap aja anak cantik," ujar Bu Dian dengan senyum sumringahnya.

Nara membalas senyumnya tak kalah sumringah, gadis itu tak lupa mengunci pintu terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatannya.

🦋🦋🦋

Dengan nafas tersengal-sengal, Nara dan Bu dian berhasil mengitari trek lari, keduanya kini tengah beristirahat di sebuah taman seraya mengatur nafas. Memperhatikan orang-orang yang sedang melakukan aktivitasnya masing-masing, ada yang jogging seorang diri, ada juga yang berkelompok, ada yang bermain bola sepak, bola basket, yang datang hanya untuk sekedar kulineran juga ada, semua itu tertangkap indra penglihatan Nara.

"Kamu udah sarapan?"

Nara mengangguk dengan pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Bu Nara. "Sudah sarapan sereal."

Bu Dian mendengus, "Belum bisa dibilang sarapan kalau belum makan nasi. Ayo Ibu traktir nasi goreng."

Tawa Nara seketika lepas mendengar pernyataan Bu Nara, memang sudah menjadi ciri khas orang Indonesia, belum bisa dikatakan makan jika belum makan nasi.

Gadis itu menurut saja saat Bu Dian mengajaknya memasuki kedai nasi goreng, biasanya Nara akan memakan nasi goreng saat dirinya kehabisan ide untuk memasak, karena nasi goreng memang merupakan makanan fleksibel yang bisa dimakan kapan saja.

"Kamu mau nasi goreng apa?"

Nara tampak berpikir sejenak, "Sama aja kayak pesanan Ibu, tapi punyaku pedes ya."

Tanpa kembali mengeluarkan suara, Bu Dian membalasnya dengan acungan jempol.

Setelah selesai memesan, keduanya menghampiri meja kosong tak jauh dari sana.

"Lain kali kurangi makan pedesnya, masih pagi kok udah pesan yang pedes-pedes," Bu Dian memberikan peringatan untuk Nara, wanita itu terlihat agak risau, karena beberapa kali dirinya menemukan Nara sedang memakan makanan pedas, ia hanya khawatir akan terjadi apa-apa pada sistem pencernaannya.

"Nara udah makan pedes dari umur empat tahun kok, Bu. Jadi aman, Nara udah kebal," jawab Nara dengan nada gurauan.

Bu Dian mendelik, "Kamu ini."

Nara terkekeh pelan, dalam hatinya ia beribu-ribu kali mengucap syukur karena telah dipertemukan dengan seseorang seperti Bu Dian yang telah membantunya bangkit dari keterpurukan.

Keduanya fokus dengan makanan masing-masing kala makanan itu telah datang beberapa menit lalu, nasi goreng spesial dilengkapi dengan kerupuk udang menjadi teman makan Nara dan Bu Dian pagi ini. Es teh yang sebelumnya dipesan pun sudah datang, tanpa menunggu lama Bu Dian langsung menyeruput es tersebut karena tenggorokannya yang sudah terasa seret.

Setelah berhasil membasahi tenggorokannya, Bu Dian mengeluarkan suara, "Nara, sebenarnya ada yang mau Ibu omongin sama kamu."

Mendengar pernyataan Bu Dian, seketika kening Nara berkerut menampilkan raut wajah heran, "Ngomongin tentang apa, Bu?"

Sebelum kembali mengeluarkan suara, Wanita 45 tahun itu tampak menghela napas sejenak, "Kakeknya Syakilla lagi sakit di kampung."

Syakilla adalah anak semata wayang Bu Dian yang baru berumur 12 tahun, yang dibicarakan disini adalah 'Kakek dari Syakilla' yang berarti Ayah dari Bu Dian. Mendengar hal itu, tentu saja Nara ikut bersedih, gadis itu tahu betul bagaimana rasanya saat mendapat kabar bahwa orang tua sedang sakit, Bu Dian pasti sangat terpukul dengan kabar duka tersebut.

"Nara ikut sedih dengernya, Bu. Ada baiknya Ibu pulang ke kampung buat temenin Kakeknya Syakilla," usul Nara.

"Niat Ibu juga memang begitu, tapi Ibu gak tega ninggalin kamu disini," ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Bu Dian sukses membuat mata Nara berkaca-kaca, entah apa yang membuat gadis itu ingin menangis, rasanya ia hanya merasa terharu atas kebaikan dan ketulusan Bu Dian.

"Nara udah kepala dua loh, Bu. Udah jangan pikirin Nara, Nara bisa kok jaga diri," balasnya, walau disertai kekehan di akhir kalimat, tapi tetap saja Nara tidak bisa menahan air yang berdesakan ingin keluar dari kelopak mata.

"Jangan nangis dong, Ibu makin berat ninggalin kamu."

Nara menggelengkan kepalanya dengan pelan, "Nara nangis bukan karena Nara gak mau ditinggalin Ibu, tapi Nara terharu sama kebaikan Ibu selama ini. Terimakasih, Bu Dian. Ibu udah bantu Nara bangkit dari keterpurukan sampe Nara bisa happy lagi kayak sekarang, terimakasih banyak" gadis itu berucap dengan nada tulus, meski tidak dapat dibohongi jauh dari lubuk hatinya ia tidak rela jika harus ditinggalkan sosok Ibu untuk yang kedua kalinya.

-

What do you think about this chapter?

Kalau ada typo or something yang kurang mengenakkan untuk dibaca, please lemme know guys :{

Jangan sungkan untuk mengkritik, aku terima kritikan kok, selagi itu membangun dan gak menjatuhkan >.<

I hope ada yang nungguin buat bab selanjutnya :')

See you in the next part guys, Lov  (⁠ʃ⁠ƪ⁠^⁠3⁠^⁠)

Continue Reading

You'll Also Like

464K 10K 51
Two girls are exchanged at birth and are given to the wrong mothers and after 13 years the truth comes out Rosabella Rossi is different from her sist...
468K 16.7K 193
Won Yoo-ha, a trainee unfairly deprived of the opportunity to appear on a survival program scheduled to hit the jackpot, became a failure of an idol...
170K 6.3K 80
Not many people understood 12 year old Jessica, as a person and an individual. That doesn't include, however, her older sister, who Jessica adores w...
BROTHERS IN ARMS By Arya

General Fiction

132K 7.7K 53
This is a story about three brothers. The eldest brother is serving his life for his nation while the other two brothers are following their eldest b...