That's OkA!

By Camamello

1.5K 1K 1.1K

[Jangan lupa follow dulu sebelum membaca] _____ "Ini diluar kendaliku, aku hanya bisa menunggu dan melepaskan... More

[Chapter 1] Cowok dan Coach
[Chapter 2] Muka Kamu Tuh!
[Chapter 3] Dibawah Pohon Ameline
[Chapter 4] Lovey Dovey dan HTS
[Chapter 5] Ke Tempat Kak Jo
[Chapter 6] Bimantara dan Oka
[Chapter 8] Gavarato
[Chapter 9] Masalah Orang-orang Brengsek
[Chapter 10] Laptop, Sekolah, Busuk?

[Chapter 7] Kamu Masih Marah?

162 103 179
By Camamello

Berryl menatap Damai dengan was-was. Berryl merasa ada yang salah dengan Damai, ia terlihat lebih terburu-buru, alisnya mengkerut—seolah tak sabar menunggu Berryl mengiyakan ajakannya. Kakinya pun mengetuk ke lantai dan tangan Damai ia masukkan kedalam saku celananya dengan pandangan yang berpendar ke segala arah.

"Di chat kak Oka? Nggak kok kak ... Cuma temen aku, si Sephia sama Viviane."

"Gitu ... Yaudah, kalau gitu ... there's no problem if you come with me, right?"

Berryl terseret bersama Damai saat cowok yang membawa tas ransel di lengan kanannya itu menarik Berryl menuju lorong sekolah yang mengarah langsung ke arah parkiran belakang yang bersebelahan dengan kantin Selatan SMANATARA.

"Bentar kak, aku nggak bisa ikut," pekik Berryl sambil menahan tangan Damai agar Damai tak menyeretnya lebih jauh lagi.

Catat: me-nye-ret

Damai melakukan itu dengan paksa hingga mau tak mau Berryl menatap Damai dengan tajam.

"Ikut aja bentar, gue nggak aneh-aneh kok. Kita beneran ke sushi tei abis Lo bantuin gue." Damai masih bersikeras dan mencoba membawa Berryl menuju motornya meskipun Berryl sudah memusatkan tumpuan di kakinya untuk mencoba memperlambat langkah kaki Damai.

"Kak Damai bentar kak, gue nggak mau bolos."

Damai berhenti sejenak dan menatap Berryl dengan tatapan menghakimi. "Oh gitu, Lo gue sekarang ..."

Suara Damai naik satu oktaf meskipun masih terdengar sedikit ramah bagi Berryl.

"Kak Damai, maaf gue nggak bisa ikut-"

"Lo ikut bentar aja apa susahnya sih?!" Damai melepaskan tangan Berryl dan menghempaskan tangan Berryl hingga cewek itu terkesiap dan sedikit terpental ke belakang. "Cuma ikut, Berryl! Lo bantuin gue! Kita buat kesepakatan win-win solution!"

"Gue yakin abis Lo denger tawaran gue, Lo bakal pertimbangin ini!"

Berryl terkejut, ia belum pernah melihat Damai seserius dan semarah ini pada siapapun.

Suasana sekolah memang sedang tegang meskipun baru saja tadi pagi, SMANATARA sedang bersuka cita atas kemenangan Bimantara. Namun, kini guru-guru sedang berusaha menenangkan murid-murid di lapangan dan dibantu dengan para satpam sehingga daerah sudut-sudut sekolah seperti ini luput dari pengawasan pihak sekolah.

Jantung Berryl berdetak kencang, ia takut jika Damai akan melakukan sesuatu padanya. Meskipun begitu, Berryl tetap bersikeras menahan Damai dan tidak mau jalan saat Damai menyeretnya.

"Mundur Lo."

Berryl dengan cepat berbalik dan ia terkejut saat Oka datang dan melemparkan ban lengan khas kapten basket Bimantara ke arah Damai tepat dibawah kaki Damai.

"Ngeselin banget tau nggak?" tukas Oka sambil menepuk lengan Damai yang mencengkram pergelangan tangan Berryl dengan cukup keras.

"Lo yang sialan tau nggak? Gue begini sebagai sahabat Lo, Ka." Damai melepaskan cengkramannya di tangan Berryl saat Oka menarik Berryl dan membawa Berryl untuk berdiri dibelakang tubuh Oka.

"Lo tau apa, Dam? Gue bahkan belum ngomong apapun ke cewek ini soal 'goals' gue."

"Gue, Dodot, Mario, Abby, Poco, bahkan Davin ... Semua internal udah tahu kelakuan Lo, tinggal nunggu eksternal Bimantara tahu juga."

Berryl yang berdiri dibelakang tubuh Oka, menatap tangan cowok itu yang melindunginya seolah menahan apapun yang akan datang pada Berryl dari depan.

"Kak, ini ada apa?"

"Cowok ini brengsek asal Lo tahu! Lo bentar lagi bakal dimanfaatin setelah dia ngorek semua informasi dari keluarga Lo! Demi taruna-tarunaan yang masih dia kejar!" ujar Damai sambil menatap Berryl dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Berryl cukup dibuat terkejut dengan penuturan Damai yang berapi-api hingga ia menunjuk-nunjuk Oka. Tapi meskipun demikian, Oka tetap terlihat tenang dan masih memasang badannya untuk melindungi Berryl.

"Lo jangan sok tahu. Lo mungkin tahu awalnya, Dam, tapi Lo nggak tahu apa yang ada didalam kepala gue."

Berryl menyadari sesuatu-jika teman-teman yang setahu Berryl paling dekat dengan Oka, tidak hadir dalam penyambutan tadi pagi. Damai dan Dodot, nama mereka sama-sama tak disebutkan oleh pihak sekolah. Meskipun nama Oka juga tak disebutkan, tapi Oka masih tampil didepan publik dengan jersey Bimantaranya.

Berbeda dengan Damai yang saat ini tampil dengan jersey Bimantaranya tetapi tidak tampil pada penyambutan tadi pagi. Padahal Berryl ingat betul bahwa Oka, Damai, dan Dodot ialah pemain DBL unggulan SMANATARA yang diomeli oleh Pak Rauf saat hari pertama MPLS Berryl-yang benar-benar dijaga betul oleh SMANATARA.

Mereka saja sampai di larang Pak Rauf untuk ikut demonstrasi ekstrakurikuler basket saat itu, jadi pastilah sekolah sangat mengistimewakan trio atlet basket SMANATARA itu, 'kan?

"Gue? Sok tahu?"

"Udah Dam, temen kita juga udah gede, dia harusnya tahu mana yang bener dan mana yang salah."

Tiba-tiba dari belakang Berryl dan Oka, Dodot datang sambil berdiri di antara Oka dan Damai lalu mendorong dada mereka berdua agar saling menjauh.

"Kalau dia pinter, nggak bakal dia ngelakuin yang Kakeknya suruh," tambah Dodot sambil menatap Oka dengan tajam.

"Kalian jangan nyama-nyamain gue sama keluarga gue. Gue tahu kalian sekarang berhak ngeraguin gue setelah apa yang kalian denger di turnamen kemarin," Oka menunduk dan meletakkan tangannya di dada kirinya. "Tapi sumpah Dam, Dot ... Gue nggak sejahat keluarga gue."

Berryl melihat keraguan di wajah Damai dan Dodot. Ia tahu ia tak harus ikut campur, tapi Berryl juga sedari tadi hanya diam saja dibelakang Oka-tetapi tak merasa perlu dilindungi Oka karena Berryl merasa ia tak terlibat masalah apapun yang menjerat ketiga cowok ini.

"Kak Dodot ... Kak Damai ... Kalau kalian emang udah temenan lama sama Kak Oka, harusnya kalian kenal baik watak Kak Oka gimana ..." Berryl berucap sambi maju beberapa langkah menghadap Dodot dan Damai. "Gue yakin kalau Kak Oka emang bad person, kalian juga udah lama berhenti bergaul sama Kak Oka."

"Gue nggak mau jadi orang 'sok tahu' disini, tapi gue nggak mau dilibatin dalam masalah apapun yang lagi kalian hadapi. Gue mau ke kantin bareng Sephia dan Kak Damai Dateng misahin gue sama Sephia, nyeret gue ke parkiran udah kayak hewan ternak tau gak?" Berryl menatap ketiga cowok itu dengan kesal. "Kalau ada masalah internal di pertemanan kalian, jangan nyeret orang luar buat ngegedein masalah dong!"

"Ada apa ini?"

Suara Pak Rauf itu memecah suasana tegang itu. Seperti biasa, Pak Rauf tampil dengan kacamata kotak yang ia letakkan diatas kepala dan peluit yang ia kalungkan dilehernya serta tak lupa koran yang sudah kadaluarsa dua bulan lalu.

Sontak, Damai langsung merangkul Oka dan Dodot meskipun dahi Damai masih mengkerut.

"Eh Koh Rauf ... Nggak Kok, cuma debat mau ke Sushi tei atau mie ayam Mang Acep," tukas Damai yang diberi anggukan oleh Oka dan Dodot.

"Kah koh kah kok, saya kokoh kamu apa!" Pak Rauf memukul kepala mereka bertiga dengan koran itu.

"Eh serius Pak! Kita nggak kenapa-kenapa kok," tambah Dodot berusaha meyakinkan Pak Rauf sambil mengikuti pinggang Oka. "Iyakan, Ka?"

"Iya Pak ..."

***

"Udah, Ryl. Jangan nangis-nangis gitu."

Sephia dan Viviane mengipasi Berryl dengan bukunya. Tangan kanan Sephia memegang sendok sembari memasukkan ayam geprek ke mulutnya dan tangan kirinya membantu mengipasi Berryl yang keringatnya sudah membasahi seluruh wajahnya.

Berryl juga sama seperti Sephia, namun kini tangan kanannya bolak-balik meneguk air dingin yang bahkan sama sekali tidak meredakan rasa super pedas yang mendiami lidahnya. Berryl yang duduk di pojok depan kelas, bersandar dengan pasrah saat merasakan lidahnya yang terbakar.

"Aelah nangis karena pedes."

"Udah tau ga kuat pedes pake segala uji-uji kemampuan nahan pedes. Prik, tolol emang, cari penyakit." Viviane menawarkan susu pada Berryl, namun Berryl menolaknya.

"Biar kebiasa, Viv."

Berhubung bangku Berryl berada didekat pintu, Berryl bisa melihat siapapun yang ada di luar. Ia melihat anak-anak basket duduk di ruang eskul yang berada tepat disebelah kelas Berryl sambil membawa es teh ditangan mereka.

"Login lah, Ka. Bosen banget liat muka satwa kalian semua," ajak Mario sembari menyodorkan HP nya yang menampakkan bahwa Mario sudah masuk di lobby game.

"Ya sabar, orang mau makan juga."

"Asal Lo tau, Viv," Sephia sedikit menarik Berryl dan Viviane saat melihat anak-anak Bimantara yang duduk didepan kelas mereka-kemudian berbisik. "Gue tadi ditarik sama mereka ke kantin pas Berryl di samperin Kak Damai."

"Hah? Seriusan Lo?" Viviane menatap Berryl seolah meminta validasi dari Berryl dan Berryl juga mengangguk setuju dengan Sephia.

"Terus? Terus gimana?"

"Ya nggak apa-apa sih, gue cuma dipisahin dari Berryl tapi abis itu diajak ke kantin, dibeliin ayam geprek. Sekalian deh gue minta kalian dibeliin juga."

"Yee! Itu mah Lo menang banyak! Udah di traktir, ditemenin cowok-cowok basket lagi!" ketus Viviane sambil melemparkan timun dari ayam geprek ya ke arah sterofoam Sephia.

"Thanks loh ya ... Tau aja gue demen timun."

"Tapi ngeselin juga mereka ... Orang lagi enak-enak jalan, jadi nggak mood gara-gara mereka," tambah Berryl yang diberi tatapan tak setuju dari Sephia.

"Nggak sih, gue di traktir."

"Ya itu Lo! Lah gue?"

"Derita Lo sih," ujar Sephia dan Viviane bersamaan sehingga membuat Berryl kesal dan memasukkan daun selada ke mulut mereka berdua-berhubung Sephia dan Viviane sama-sama membenci selada air.

"Berryl!"

"Dah dah, lanjut makan." Berryl menyuap paksa daging ayam ke mulut mereka agar mereka diam dan melanjutkan saja makannya.

Berryl menatap tetesan demi tetesan air yang menetes dari 3 botol air dingin yang Berryl beli sekaligus. Dua diantaranya sudah kosong dan satunya sudah ia minum sedikit.

"Kamu ga ke kelas?" tanya Oka yang tiba-tiba muncul dan mengintip dari jendela yang berada tepat diatas Berryl.

"Gya!" Berryl hampir saja mengigit lidahnya sendiri dikala Sephia dan Viviane yang tertawa karena mereka sudah tahu jika Oka berasa diatas Berryl.

"Dari tadi udah bel tapi kok guru kamu ga dateng-dateng ya?"

"Emang ini kelasku ... Kak Oka balik kelas aja sana," sahut Berryl dengan mulut yang penuh dengan nasi.

"Dih! Diusir lo," tukas Davinshena atau yang kerap disapa Davin itu sambil ikut mengintip seperti yang Oka lakukan. "Yaudah lah ya, gue ada janji sama Grezzy, dia yang gantiin gue jadi ketua Paskib Minggu ini. Nanti titipin salam ke ayang Viviane nya gue, bilang, Davin ini mencintaimu tanpa sebab-"

"Loh! My love ada disitu ternyata!" Davin berseri-seri saat melihat Viviane yang mencoba bersembunyi dibalik tubuh Sephia yang memang paling tinggi diantara mereka bertiga itu.

"Najis!" ucap Viviane seraya pergi saat Davin baru saja akan masuk ke kelas Berryl dan hanya Berryl berserta Sephia yang berani tertawa lepas.

"Eh tunggu!" Sephia yang menyusul Viviane dan langsung memberikan ayam gepreknya pada Berryl. "Titip!"

Dengan perginya Viane dan Sephia, maka semangat mengobrol Berryl juga turun bersamaan dengan Oka yang masuk kedalam kelas Berryl.

Berryl membuka galeri HP nya. Ia keluar masuk galeri dan beranda HPnya hanya untuk melihat aplikasinya. Suasana menjadi sangat canggung setelah apa yang terjadi antara Berryl, Oka, Damai, dan Dodot-apalagi ini jam pulang sekolah dan kelas Berryl sudah sepi-hanya berisi murid-murid yang memiliki keperluan ataupun sedang menunggu jam les sore seperti yang Berryl, Sephia, dan Viviane lakukan.

Oka tersenyum dengan heran dan bercampur geli. "Minta air minummu, boleh?"

Berryl langsung menyodorkan air mineral dinginnya pada Oka dan mengisyaratkan bahwa Oka boleh memiliki air mineral itu.

"Habisin aja," ujar Berryl masih tidak berpura-pura sibuk dengan ponselnya.

"Gausah, ntar kamu nggak minum."

"Abisin atau mau dicekokin aja?"

"Iya iya ... " Oka menutup botol itu dan mengelap mulutnya. "Kamu masih marah soal yang tadi, don't you?"

Ekspresi Berryl tak bisa bohong jika Berryl memang masih kesal. Namun, Berryl dengan cepat menggeleng meskipun masih ada kerutan samar di dahi Berryl.

"Ekspresi kamu nggak bisa bohong banget ..."

"Tadi kamu udah minum pake botol ini juga, kan?" tanya Oka lagi.

Berryl mengeriting bingung. "Iya, emang kenapa?"

Bukannya menjawab, Oka malah tersenyum geli dan keluar dari kelas sembari melempar sampah botol yang telah habis ia minum itu. Hap! Tepat masuk ke keranjang sampah dari jarak 3 meter.

Hingga ...

"Eh?"

Continue Reading

You'll Also Like

Lucent By ads ❀

Teen Fiction

328K 7.5K 27
lucent (adj); softly bright or radiant ✿ ✿ ✿ My brother's hand traces the cut on my right cheek for some minutes. I have no idea how a cut can b...
51.2K 1.3K 56
𝖡𝗈𝗋𝗇 𝗂𝗇𝗍𝗈 𝖺 𝖿𝖺𝗆𝗂𝗅𝗒 𝗍𝗁𝖺𝗍 𝗌𝗅𝗈𝗐𝗅𝗒 𝖿𝖾𝗅𝗅 𝖺𝗉𝖺𝗋𝗍, 𝖫𝖾𝖺𝗁 𝖧𝗈𝗉𝗉𝖾𝗋, 𝖺𝗍 𝗃𝗎𝗌𝗍 𝗍𝖾𝗇 𝗒𝖾𝖺𝗋𝗌 𝗈𝗅𝖽, 𝗅𝗈𝗌𝖾�...
2M 56.1K 70
HIGHEST RANKINGS: #1 in teenagegirl #1 in overprotective #3 in anxiety Maddie Rossi is only 13, and has known nothing but pain and heartbreak her ent...
128K 17.7K 99
Title- Description All credits to Original author and E -translators . only unicode ဖတ်ပေးကြပါဦး