Figuran Wife [Republish]

By imtinkerlose

738K 69K 5K

Transmigration Story. Cheryl Aubie, gadis yang baru saja lulus SMA itu tiba-tiba saja terbangun dalam raga an... More

Prolog
01. Dunia Novel?
02. I'm Sorry
03. Memulai Semuanya
04. Kencan?
05. Alasan
06. Bertemu
07. Still Be Mine
08. Cupcake
09. Tidur Bareng
10. Miss You
11. Makin Sayang
12. Pemulung dan Pemilik barang bekas
13. Don't leave Me
14. Bayangan Menyakitkan
15. Roti Sobek
17. Unknown Number
18. Yang Pertama
19. Perasaan Egois
20. Yakin
21. A Challenge
22. Cerita Syakira
23. Sisi Sagara yang Lain
24. Kebohongan dan Rasa bersalah
25. Tujuan yang kini Tercapai
26. Selalu Sagara
27. Permintaan

16. Gosip

20.7K 2.1K 506
By imtinkerlose

FIGURAN WIFE

Hai apa kabar? Sehat selalu ya!

Sudah vote? Kalau belum, vote dulu yuk! Terimakasih banyak!

Siap meramaikan kolom komentar? Fighting!

Satu kata untuk Figuran Wife!

Happy reading! Sorry for typo.
Enjoy <3

Chapter 16. Gosip

Dalam sebuah novel atau film, pastinya selalu ada lead kedua agar jalan cerita semakin menarik, entah karakter itu di gunakan untuk pendukung sang protagonis utama laki-laki, atau di jadikan sebagai seseorang yang menyukai protagonis utama perempuan -- menjadikan cinta segitiga dalam suatu kisah.

Sama halnya dengan novel 'My Love' yang menjadikan Abimanyu Dirgantara sebagai second male lead dalam kisahnya. Berbeda dengan Sagara yang cuek dan kesulitan untuk bergaul, Altair yang suka seenaknya namun memiliki sisi yang lembut dan penyayang, Abimanyu Dirgantara, dijelaskan sebagai sosok yang hangat dan juga humble, memiliki banyak teman dan juga banyak di sukai orang-orang.

Dalam kisah novel 'My Love', Dirga menyukai Aurora pada pandangan pertama, sejak awal konflik antara Altair dan Aurora dimulai, dimana Aurora tidak sengaja menumpahkan jus hingga mengenai ponsel Altair.

Dirga selalu membela atau menolong Aurora jika saja perlakuan Altair pada Aurora mulai keterlaluan. Dirga juga selalu menemani Aurora saat kala Aurora di rundung hanya karena dekat dengan Altair yang saat itu di sukai banyak orang sampai memiliki fans. Dirga seolah jadi malaikat penolong untuk Aurora.

Namun, Dirga harus menerima kenyataan pahit karena Aurora di takdirkan untuk menjadi pasangan Altair oleh sang penulis. Sesuai yang di inginkan penulis, semua karakter yang di buatnya harus bahagia di jalan masing-masing. Setelah Aurora menikah dengan teman dekatnya sendiri, Altair. Dirga memutuskan untuk meninggalkan kota Jakarta dengan dalih mencoba untuk ikhlas dan melupakan Aurora.

Tapi, entah sejak kapan Dirga kembali ke kota kelahirannya. Dan Sagara baru mengetahuinya saat Dirga datang sendiri ke kantornya. Cowok itu tak banyak berubah, kecuali dari segi penampilan tentu saja.

"Yo! How are you, Bro?!" Begitulah sapaan pertama Dirga saat bertemu kembali dengan Sagara.

"Nggak ada minum, nih?" tanya Dirga yang kini sudah duduk di hadapan Sagara.

Sagara mengedikan bahu dengan wajah acuh. "Salah lo datang nggak ngabarin dulu,"

"Terus kalau gue ngabarin, lo mau nyediain makanan plus minumannya?"

"Nggak. Ngapain? Lo bukan tamu penting yang menguntungkan perusahaan gue,"

"Si bangsat!" Dirga refleks mengumpat sambil menggelengkan kepala. Sagara masih suka menyebalkan ternyata, pikir Dirga.

"Ngapain lo kesini?" tanya Sagara.

"Ya nggak ngapa-ngapain. Cuma mau kangen-kangenan aja, udah lumayan lama 'kan kita nggak ketemu?" Dirga menaik turunkan alisnya, jahil.

"Najis," Sagara mendenkgus kesal.

Dirga tertawa. Dari dulu Dirga memang suka sekali jahil pada Sagara. Membuat Sagara kesal adalah kesenangan sendiri untuk Dirga "Gue kesini mau ngasih undangan buat lo,"

Dirga mengeluarkan sebuah surat undangan berwarna soft pink berukuran cukup kecil dari saku jasnya, lalu memberikannya pada Sagara.

"Mau nikah lo?" tanya Sagara.

Dirga menggeleng. "Undangan ulang tahun adek gue,"

Sagara menaikan satu alis. "Lo nyuruh gue dateng ke acara ulang tahun anak 17-an?" Sagara tahu umur adik perempuan Dirga sebab adik Dirga seumuran dengan Syakira.

"Ya emangnya kenapa sih, Ga? Adek gue yang minta sendiri. Katanya Sagara oppa harus datang ke acara sweet seventeen nya."

Sagara tak mendengarkan Dirga. Dia sibuk membaca isi undangan itu. Acara ulang tahun adik Dirga akan di gelar di sebuah hotel mewah.

"Datang, Ga. Nggak mau tahu gue. Nanti adek gue marah sama gue kalau lo nggak datang," kata Dirga lagi.

"Bukan urusan gue,"

Dirga berdecak. "Itung-itung sekalian nganter adek lo, Ga. Dia juga di undang sama adek gue. Siapa namanya? Sya... Sya, Syamanta?"

"Syakira." tekan Sagara dengan wajah dingin. Padahal Dirga sering datang ke rumahnya, tapi cowok itu tidak pernah ingat dengan jelas nama adiknya.

"Iya, Syakira!" seru Dirga. "Nah, sekalian lo temuin adek gue, cuma lo kasih ucapan selamat juga adek gue udah pasti ngereog. Dia kan, salah satu dari sedikitnya penggemar lo, Ga."

"Suka-suka lo," decak Sagara.

Dirga tersenyum puas. "Nah, kalau gini kan, jadi enak! By the way, gimana nih hubungan lo sama Ziva? Wah, gelasih. Nggak nyangka banget gue, lo yang cuek bebek sama si cerewet Ziva,"

"Yang pasti nggak NT kayak lo," jawab Sagara santai namun berhasil membuat Dirga kesal.

"Lo pas kecil aqiqah nya pake domba hago ya, Ga? Omongan lo akhlakless banget sumpah." decak Dirga.

"Baik-baik aja," jawab Sagara akhirnya serius. "Lo sendiri? Udah punya pengganti Aurora?"

Dirga menggeleng. Wajahnya terlihat santai dan baik-baik saja. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, sadboy. "Belum. Tapi gue udah sepenuhnya ikhlas. Ya, semoga aja gue cepet-cepet dapet."

Sagara mengangguk mengerti.

"Terus, si Ziva masih suka centil nggak sama Altair?" tanya Dirga.

Sagara mendengkus pelan. "Malahan Altair yang sekarang centil sama istri gue."

"Maksud lo? Gue nggak paham," Dirga menatap Sagara bingung.

Sagara menghela napas. "Altair suka deketin Ziva akhir-akhir ini."

"Kok bisa? Bukannya dia yang nolak Ziva? Lah, sekarang malah di deketin lagi? Ini gimana konsepnya?" Dirga menggaruk kepalanya dengan eskpresi linglung.

"Gue juga nggak paham sama jalan pikiran temen lo."

"Tapi Ziva nya nggak nanggepin kan?" Wajah Dirga kini serius saat menatap Sagara.

Dia hanya tidak mau jika Aurora sakit hati jika tahu suaminya mendekati sahabat kecilnya lagi disaat hubungannya dengan Altair masih berjalan. Meskipun Dirga sudah mengikhlaskan perasaannya, namun tetap saja dia merasa tidak terima jika perempuan yang pernah ia cintai disakiti.

Lagi, Dirga merasa tidak menyangka pada Altair. Sebenarnya apa mau cowok itu? Dia sendiri yang mendorong Ziva menjauh dari hidupnya dan menarik Aurora untuk dijadikan pendamping hidup, tapi sekarang dengan tidak tahu malunya Altair kembali mendekati Ziva seolah yang terjadi di antara mereka hanyalah kesalahpahaman kecil, dan tanpa sadar dia juga menganggap Aurora seperti perempuan tidak punya perasaan sakit hati. Haish, kenapa semuanya jadi seperti ini setelah dia kembali?

Sagara menggeleng. "Nggak. Ziva nggak pernah berhubungan lagi sama Altair dan perlahan bisa nerima gue. Tapi gue takut. Gue takut Ziva balik ke Altair kalau Altair terus deketin Ziva,"

Dirga sempat terdiam, sebelum menjawab. "Gue rasa nggak mungkin. Cewek kalau udah banyak di sakitin mainnya nggak pake hati lagi, tapi logika. Gue yakin Ziva nggak akan balik ke pelukan Altair, sekalipun Altair mohon-mohon sama dia. Dan lo, harus percaya itu,"

***

Hari itu, adalah hari kelahiran Altair. Aurora memasak banyak makanan karena berinisiatif untuk merayakannya. Ia tersenyum senang menatap jejeran masakan buatannya. Aurora juga meminta Altair untuk tidak bekerja dulu sebab ia ingin menghabiskan waktu bersama Altair seharian.

Setelah menyiapkan piring dan alat makan lainnya, Aurora berjalan menuju kamar untuk memanggil Altair yang sedang mandi. Ia tersenyum ketika melihat Altair tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk di kasur seraya bermain ponsel. Cowok itu tak menyadari kehadirannya karena sibuk dengan benda pipih di genggamannya.

Aurora berjalan mendekat dan duduk di sebelah Altair, membuat Altair menyadari kehadirannya. Cowok itu tersentak halus dan menoleh seraya menyimpan ponselnya di saku celana.

"Happy birthday, Al. Doa yang terbaik di hari spesial kamu," kata Aurora dengan senang.

Altair tersenyum seraya menarik kepala Aurora untuk bersandar di pundaknya. Ia kemudian mengelus rambut Aurora lembut. Hatinya menghangat mendengar ucapan selamat dari Aurora, istrinya. Ini kedua kalinya Altair merayakan hari ulang tahun bersama Aurora. Dan ini terasa sedikit berbeda sebab kini ia dan Aurora menjadi sepasang suami-istri. Tapi, entah kenapa di hari ulangtahun nya ini Altair malah merasa biasa saja di banding sebelumnya.

Aurora mengangkat kepalanya. "Kita makan yuk? Aku udah masak banyak makanan buat kamu."

Altair tersenyum. "Ayo,"

Aurora terlihat sangat senang hari ini, seolah dia lah yang tengah merayakan hari ulang tahun nya. Senyum manisnya tidak pernah luntur sejak tadi. Ia makan dengan semangat di sebelah Altair.

Sangat berbeda dengan Altair yang makan dengan suasana hati hampa. Di tengah hari bahagianya ini, Altair benar-benar merasa kosong dan sedih. Meski orang-orang terdekatnya sudah memberi ucapan selamat, Altair masih merasa kurang. Rasanya seperti ada yang hilang di hari ulang tahunnya.

Tanpa sepengetahuannya Aurora, Altair membuka ponselnya. Sesaat kemudian dia menghela napas sambil menaruh benda pipih itu di atas meja.

Ya, sedaritadi Altair menunggu ucapan selamat yang tak kunjung muncul dari perempuan yang akhir-akhir ini mengusik dan mengganggu hati serta pikirian Altair. Ziva Kanaya. Biasanya, Ziva lah orang pertama yang akan memberinya ucapan selamat lewat pesan, dan Altair tidak pernah menanti ucapan itu, tapi kini Ziva malah menjadi seseorang yang begitu Altair nantikan untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun untuknya.

Setelah selesai makan, Aurora memgambil kue tart yang dia buat sendiri dari kulkas sebelum membawanya ke meja makan. Aurora menarunya di hadapan Altair. Kemudian dia menyalakan lilin dengan angka 26 di tengah kue menggunakan korek api.

"Ayo, Al. Doa dulu sebelum tiup lilinnya." ujar Aurora.

Aurora tersenyum menatap Altair yang tengah memejam untuk memanjatkan doa. Dia berharap namanya selalu ada dalam doa dan harapan cowok itu, tanpa tahu kalau Altair menyebut nama Ziva dalam doa nya.

Aurora bertepuk tangan girang saat Altair meniup lilinnya. Dia kemudian memotong kue tart itu dan memberikannya pada Altair. Ketika Altair ingin memakannya, Aurora memajukan wajahnya seraya membuka mulut. Saat itu juga Altair tertegun, sebelum menyuapi Aurora kue tart.

"Enak nggak, Al, kue nya?" tanya Aurora.

Altair mengangguk. "Enak," katanya sambil mengunyah. Cowok itu kemudian berdiri, "Aku mau ke kamar sebentar,"

Aurora terkekeh geli saat Altair mengusak rambutnya. Ia menatap Altair yang berjalan menjauh sebentar sebelum memotong kue untuk di makannya. Bunyi notifikasi ponsel Altair yang tertinggal mengalihkan perhatian Aurora.

Aurora menatap ke arah tangga, dimana kamar mereka terletak di lantai dua. Ada keinginan untuk memeriksanya, namun Aurora ragu. Tapi karena penasaran, Aurora mengambil ponsel itu dan memeriksa aplikasi whatsapp.

Sesaat kemudian, Aurora meremat benda pipih itu, ketika melihat Altair mengirim pesan pada seseorang beberapa waktu, sebelum Aurora datang menemui Altair untuk mengucapkan selamat. Tatapan mata Aurora perlahan menajam dengan sorot mata benci saat menatap layar ponsel Altair.

Altair: Ziva?

Altair: Lo nggak lupa kan sekarang tanggal berapa?

Altair: I'm waiting for your birthday wishes.

***

"Nggak mau aku anter ke depan?" tanya Sagara seraya mengecup dahi Ziva.

Ziva menggeleng. "Nggak usah. Aku bisa sendiri kok. Kalo gitu, semangat kerja nya! Aku pulang dulu ya!"

Sagara mengangguk sambil mengelus kepala Ziva singkat. "Hati-hati,"

Ziva melambaikan tangannya ke arah Sagara sebelum keluar dari ruangan cowok itu. Hari itu, Ziva baru selesai makan siang dengan Sagara di kantornya dan hendak pulang. Ziva senang sekali, Sagara selalu semangat jika dirinya datang. Cowok itu selalu bisa menghargai setiap waktu bersama dirinya.

Ziva sesekali tersenyum saat beberapa karyawan di perusahaan Sagara menyapanya. Namun, senyumnya hilang saat tidak sengaja mendengar pembicaraan beberapa karyawan perempuan yang sedang asyik istirahat tanpa menyadari kehadirannya. Kakinya nya berhenti melangkah ketika tahu dirinya lah yang menjadi bahan pembicaraan mereka.

"Eh, lo tahu nggak sih, gosip tentang istrinya Pak Sagara?"

"Istri Pak Sagara? Maksud lo, Bu Ziva?"

"Ya siapa lagi kalo bukan dia!"

"Emangnya gosip apa? Gue tahunya dia Istri si Bos aja, sih."

"Dari gosip yang gue tahu sih, Istri Pak Sagara lagi ngandung anak laki-laki lain!"

"Hah?! Maksud lo gimana? Masa nikahnya sama Pak Sagara, hamilnya sama orang lain! Aneh banget!"

"Iya, Kampret! Pak Sagara nikahin Bu Ziva karena Bapak dari anak yang di kandung Bu Ziva nggak mau tanggung jawab karena ngerasa nggak bersalah. Dia kayak gitu karena ngerasa di jebak sama Bu Ziva."

"Di jebak gimana maksud lo?"

"Gue nggak tahu sih, detailnya gimana. Intinya, Bu Ziva dalang dari semua ini. Dia sengaja buat cowok itu tidur sama dia,"

"Seriously?! Wah, gila sih!"

"Lebih gilanya lagi, Bu Ziva ngelakuin itu karena tahu Bapak dari anaknya mau nikah sama perempuan lain!"

"Aish, nggak abis Fikri gue!"

"Iya, Bener! Gue kira Bu Ziva perempuan baik-baik dilihat dari penampilannya. Tapi ternyata, dia se murahan itu mau nyerahin harga dirinya sendiri demi seorang cowok!"

"Betul sih! Tapi, kenapa ya, Pak Sagara mau nikahin perempuan bekasan? Udah gitu masih ngandung anak laki-laki lain, lagi!"

"Bener juga? Apa jangan-jangan... Ya, lo berdua tahu apa yang gue pikirin."

"Tapi kayaknya, Pak Sagara bukan cowok kayak gitu, deh. Dia nggak mungkin ke rayu,"

"Gue juga mikirnya kayak gitu. Pak Sagara itu ganteng, mapan, bertanggung jawab pula. Harusnya dia bisa dapat perempuan lebih baik. Kok mau-maunya ya sama Bu Ziva?"

"Kalo gue jadi Pak Sagara sih, bakal malu ya."

Sesak. Itulah yang Ziva rasakan sekarang ketika mendengar ucapan-ucapan yang keluar dari mulut mereka. Kata-kata tak berperasaan mereka berhasil membuat Ziva merasa jauh sekali dengan Sagara, bagai bumi dan langit. Sagara adalah laki-laki baik sementara dirinya hanyalah perempuan rendahan.

Ziva lantas mengusap air matanya yang jatuh seraya pergi dari sana dengan tergesa. Ia terkekeh miris. Kenapa Ziva harus merasa sakit hati? Semua yang mereka katakan tentangnya memanglah benar. Meski Ziva Kanaya yang melakukan itu, tetap saja seharusnya dia sadar diri dan menjauh. Karena dia, hanya bisa membuat Sagara malu nantinya.

***

Terimakasih Sudah meluangkan waktu untuk baca seluruh chapter ini!

Bahagia selalu ya! Jaga kesehatan juga!

Mau next lagi kapan nih?

Share cerita ini ke teman-teman dan sosmed kalian ya! Biar Figuran Wife bisa menghibur banyak orang!

-----------------

ADA PESAN UNTUK SAGARA?

ADA PESAN UNTUK ZIVA?

ADA PESAN UNTUK ALTAIR?

ADA PESAN UNTUK AURORA?

ADA PESAN UNTUK AUTHOR?

300+ komen kita Next part yap! Ramein kuy!

Terimakasih banyak atas dukungan kalian! Aku sayang kalian bgt! <3

SPAM UNTUK NEXT PART!

Continue Reading

You'll Also Like

Evil Pretty Girl By Rein

General Fiction

652K 38.3K 19
Menceritakan Seorang Jalang kelas kakap yang terobsesi dengan anak. Namun apa boleh buat ia bahkan tidak bisa memiliki anak karena mandul ,dengan Ia...
47.3K 7.4K 16
S2 dari Mommy Kelaya. First of all, u can read MK as mommy kelaya. Buku nya hangus. Ceritanya berlanjut. Tidak pernah terbayangkan bahwa kehidupan it...
396K 29.2K 28
Frazea itu gadis mageran Lulus SMK bukannya nyari kerja, dia malah marathon semua cerita yang ada di perpustakaan aplikasi Baca Cerita miliknya. Gak...
425K 30.8K 29
Disya adalah seorang model terkenal karena ia memiliki tubuh yang indah dan juga aura yang mempesona, hingga hidupnya hanya diliputi pemotretan dan j...