AUTOPSY [FINISHED✔]

By __mynameismel

9.4K 834 19

Profesi Dokter Forensik adalah sebuah profesi kedokteran yang tidak begitu banyak peminat nya, karena kedokte... More

Character
PROLOG
1-JOB
2-HONESTY
3-SECRET
4-LIAR
5-MIRROR
6-CRUSH
7-CLINK
8-THE BOOK
9-CONFESSION
10-DARE
11-MURDER
12-THINKING
13-SIANIDA
14-PROPOFOL
15-MISTREAT
16-DIVERSION
17-PRISON
18-EVIDENCE
20-ALGORITHM
21-CLICHE
22-WEATHER
23-DARK
24-SHADOW
25-SURPRISE
26-RECTANGLE
27-THE REAL
28-FLIP
29-MAZE
30-JUDGEMENTAL
EPILOG

19-INTIMIDATION

195 22 0
By __mynameismel

Nanon sudah bangun lebih dulu sebelum Ohm, Dew dan Drake bangun. Pria lesung pipi itu membuat roti panggang yang di taruh diatas 4 piring yang tersedia di meja makan sekaligus menyiapkan 4 gelas berisi orange juice dan 3 potongan pisang pada mangkuk kecil yang ada disana. 

Setelah selesai mengerjakan semuanya ia duduk di kursi ruang makan menikmati sepiring roti yang ia sediakan beberapa menit setelahnya ketiga pria yang baru bangun itu pun terkejut melihat Nanon yang tampak sudah rapi memakai setelan kemeja dan dasi yang tertempel di badannya sambil menikmati sepiring roti yang ada di hadapannya. 

"Kau bangun jam berapa?" Tanya Ohm sambil menguap kemudian Nanon tersenyum sambil berkata. "Kalian sudah bangun? Sini. Makan pisang nya dulu untuk redakan hangover, aku sudah sediakan sepiring roti untuk kalian. Oh iya, aku tidak bisa lama karena hari ini sampai besok aku seharian kerja di Rumah Sakit mungkin aku tidak bisa ikut mengintai dengan kalian." Jelas Nanon yang dijawab anggukkan kepala oleh ketiganya yang tampak masih muka bantal itu. 

"Kami paham, Dokter Nanon. Kalau ada hal penting akan kami beritahu." Senyum Dew sambil menikmati makanan yang ia kunyah di mulutnya diikuti oleh Ohm dan Drake juga kemudian tak lama Nanon pun bersiap untuk berangkat kerja sambil mengambil jaket dan tas kerjanya dengan berkata. "Aku berangkat."

Setelah Nanon pergi ada seseorang yang memperhatikan Nanon secara seksama membuat dua orang diantara mereka salah fokus lalu salah satunya bertanya. "Kau lihat apa, Ohm?"

"Hah? Oh--tidak melihat apa-apa. Nikmati sarapannya." Jawab Ohm kembali mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya membuat kedua rekan kerja di hadapannya kembali mengunyah makanan juga. 

Kini Dew dan Drake sudah ada di dalam mobil Drake dengan Dew yang bertanya. "Drake, kau merasa tidak sih kalau Kepala Tim dan Dokter Nanon ada hubungan? Soalnya tingkah mereka aneh." 

Drake yang menyalakan mesin mobilnya hanya terkekeh kemudian menjawab. "Sepertinya iya. Tetapi, biarkan lah, Dew. Setidaknya aku sedikit bahagia melihat Ohm banyak senyum saat ini tidak seperti saat di Akademi Kepolisian dulu." 

"Memang Kepala Tim dulu seperti apa?"

"Dingin, jarang senyum, selalu menanggapi segala hal serius. Dia seperti itu sejak menemukan ayahnya terbunuh di rumahnya setelah dia baru saja pulang pelatihan di Akademi." Jelas Drake yang membuat Dew menganggukkan kepala tanda mengerti. 

"Ayahnya terbunuh juga?"

Drake menganggukkan kepala sambil menghela nafas. "Inspektur Tongchai, Kapten Prasert dan Letnan Kraisee mereka bertiga bersahabat sekaligus Tim yang mengurus kasus Pembunuhan Berantai ini. Sejujurnya kasus pembunuhan berantai yang sedang kita selidiki saat ini sudah terjadi 18 tahun yang lalu tetapi pelaku nya belum di tangkap sampai detik ini."

"Ayahnya Kepala Tim siapa?"

"Inspektur Tongchai Chittsawangdee, sebenarnya Ohm itu anak angkatnya. Bukan anak kandungnya tetapi Inspektur Tongchai dan mendiang istrinya mengadopsi dirinya dan mendidiknya hingga menjadi seorang polisi." Jelas Drake yang membuat Dew menganggukkan kepala tanda mengerti. "Lalu ayahnya terbunuh karena apa?"

"Ada seseorang yang menusuknya secara membabi buta di rumahnya hingga Inspektur Tongchai tewas di tempat. Itulah yang membuat Ohm menjadi depresi dan tak mau akrab dengan siapapun karena--keluarga satu-satunya meninggal dunia." 

"Kapten Prasert?"

"Kapten Prasert adalah adik ipar Inspektur Tongchai, ayahnya Perth sepupu Ohm. Dua hari setelah Inspektur Tongchai meninggal dunia. Kapten Prasert juga di bunuh dengan jasad nya yang mengambang di kolam renang rumahnya." Jelas Drake membuat Dew tiba-tiba terkekeh karena ia tak menyangka kalau orang sekelilingnya dalam bahaya termasuk mendiang kekasihnya Tu yang meninggal dunia juga karena di bunuh satu tahun lalu. 

Dew menghapus airmatanya membuat Drake menoleh sebentar kearahnya dengan posisi menyetir mobil sambil bertanya. "Kau kenapa Dew?"

Dew tersenyum menggelengkan kepala sambil menjawab. "Entahlah, Drake. Sampai detik ini aku masih merasa bersalah dengan kematian Tu. Padahal Tu ini wanita yang baik dan tidak pernah berbuat ulah tetapi kenapa--pembunuh itu seolah menggampangkan segala hal dengan seenaknya membunuhnya." Dew menghela nafas berusaha menetralkan pikiran dan perasaannya yang tengah berkecamuk saat ini. 

"Dew, kita sama-sama kehilangan orang yang kita sayang begitu pula dengan Ohm dan juga Dokter Nanon. Jujur aku sudah mulai lelah dengan kasus ini tetapi kalau kita tidak menghadapi dan menyelesaikannya tidak akan ada habisnya, Dew."

"Kau benar, Drake. Kita memang harus menyelesaikan kasus ini apapun yang terjadi."

"Btw, ayah Tu tidak pernah menghubungimu? Kau tidak mencoba menghubunginya?" Tanya Drake yang membuat Dew terkejut sambil berkata. "Drake, putar balik."

"Hah?"

"Putar balik ke arah rumah kakak ayahnya Tu. Aku benar-benar ingin memastikan keadaan ayahnya baik-baik saja, Drake." Panik Dew membuat Drake mau tidak mau mutar arah mobilnya kearah rumah kakaknya ayah Tu. 

Hingga setengah jam kemudian keduanya tiba tetapi disana Dew dan Drake terkejut karena ada banyak mobil polisi dan mobil ambulans terparkir disana. Rasa penasaran Dew menggebu-gebu hingga ia menerobos masuk kemudian disana dirinya bertemu dengan kakak dari ayahnya Tu sambil bertanya. "Bibi."

Wanita itu tiba-tiba menangis lalu mendekap erat tubuh Dew sambil berkata. "Maafkan Bibi ya, Dew. Maafkan Bibi." Isaknya membuat Dew melepas pelukan itu sambil bertanya. "Bibi, apa yang terjadi? Ada apa dengan ayahnya Tu?"

Wanita tersebut tidak menjawab membuat Dew masuk ke dalam rumah dan terkejut melihat ayahnya Tu sudah tergeletak di lantai bersimbah darah dalam kondisi terlentang dengan banyaknya luka sayatan pada bagian dada nya hingga membuat Dew jatuh terduduk sambil mengepalkan kedua tangannya lalu menangis terisak disana, kemudian Drake mendekatinya sambil mengusap-usap punggung belakang Dew untuk menenangkan rekan kerjanya itu. 

"Dew."

"Lagi-lagi orang-orang di sekelilingku terbunuh sampai kapan semua ini harus terjadi, Drake. Sudah cukup Tu yang meninggal dunia, Drake. Ayahnya jangan." Isak Dew membuat Drake mendekap erat tubuh pria jangkung itu hingga tanpa terasa dirinya juga menitikkan airmata ketika menenangkan Dew. 

---

Nanon baru saja keluar dari Ruang Autopsi kemudian memberikan laporan autopsi kepada Drake sambil berkata. "Korban fix memang di bunuh."

Drake terkejut kemudian membaca hasil autopsi tersebut di ikuti oleh Dew yang merebutnya dari Drake. Tanpa sadar Dew mengepalkan kedua tangannya sambil berkata. "Dasar biadab! Bisa-bisa nya dia terbebas begitu saja dan membunuh begitu saja. Yang dia bunuh itu manusia bukan binatang. aaargh~" Dew sambil membanting laporan autopsi itu mengacak rambutnya kasar lalu Ohm yang ada disana mengambil laporan autopsi itu dan membacanya secara seksama.

"Aku akan bawa laporan autopsi ini ke kantor. Kalau ada hal lain hubungi aku, Dokter Nanon." Seru Ohm yang dijawab anggukkan kepala hingga ketiganya segera pergi ke kantor polisi untuk masuk ke ruang kerja mereka berempat. 

Terlihat disana Dew menendang-nendang kursi dan meja kerjanya Ohm pun memberi kode kepada Drake untuk mengambil minum di pantry untuk di berikan kepada Dew. Ohm pun mendekat kearahnya sambil berkata. "Kau kalau sedang marah seperti anak kecil ya?"

Dew menoleh kesal kearah Ohm sambil berucap. "Tidak lucu, Kepala Tim." 

"Dew, kita semua ini korban. Semua sudah merasakan namanya kehilangan tetapi sebisa mungkin jangan terlarut dalam kesedihan. Perjalanan kita masih panjang, Dew." 

"Jujur Kepala Tim. Makin kesini aku makin kesal. Kenapa sekeliling kita harus merasakan apa yang seharusnya tidak mereka rasakan. Shit! Tu meninggal dunia dan ayahnya juga. Aku benar-benar tidak memiliki keluarga lagi selain mereka, Kepala Tim."

"Kau masih punya kami." Cetus Drake datang sambil membawa nampan berisi 3 gelas kopi hangat, 3 bungkus roti dan 3 botol 600ml air mineral yang ia taruh diatas meja lalu berjalan kearah dua rekan kerjanya sambil kembali berkata. "Kita sama-sama korban tetapi kita juga harus mengungkap kasus ini tanpa ada rasanya hambatan. Adikku meninggal, ayah Ohm meninggal semuanya korban kan? Perjalanan kita masih panjang, Dew. Lebih baik nikmati makanan yang ada di meja itu karena kita harus ekstra menyelesaikan kasus ini apapun yang terjadi."

"Setuju." Senyum Ohm kemudian berjalan menuju meja lalu mengambil segelas kopi di ikuti Dew dan Drake juga namun baru saja ketiganya menikmati makanan yang ada di hadapannya tibat-tiba datang anggota kepolisian sambil memberi salam hormat ketiganya dengan berkata. "Lapor, Kepala Tim. Ada jasad wanita lagi di temukan di Terowongan Khao Nam Khang." Ketiganya pun bergegas masuk keluar dari ruangannya lalu berlari menuju mobil untuk segera pergi menuju lokasi tujuan. 

---

Di Rumah Sakit saat Nanon sedang sibuk melakukan autopsi tiba-tiba seseorang masuk ke dalam sana membuat dirinya sejenak menghentikan kegiatan autopsi itu sambil berkata. "Dokter Tanawat?"

Pria 40 tahun itu hanya tersenyum santai lalu berjalan masuk ke dalam kini berdiri di hadapan jasad yang sedang Nanon autopsi seperti hendak menyentuh tetapi Nanon menghentikan lengannya sambil berkata. "Jangan di sentuh, Dok. Ini jasad korban pembunuhan. Kalau kau menyentuhnya nanti ada sidik jarimu disana." Jelas Nanon membuat pria tersebut melepas sentuhan tangan Nanon sambil berucap. "Aku takkan menyentuhnya, kalau pun menyentuhnya aku harus memakai sarung tangan kan?"

Nanon menganggukkan kepala sambil berucap. "Kalau kau mau menyentuh jasad ini. Pakailah sarung tangan yang ada di meja kerjaku, Dok." Kata Nanon yang kini kembali melakukan kegiatan autopsi walaupun sejujurnya ada rasa was-was disana kemudian pria itu pun mengambil sepasang sarung tangan yang kemudian ia pakai dan kini kembali berdiri di hadapan jasad itu sambil menyentuh bagian leher korban lalu berkata. "*Nekrosis. Pada bagian leher akibat simpul tali menyebabkan nekrosis. Itu yang menyebabkan bekas membiru pada bagian leher jasad ini." (*Nekrosis  = bentuk cedera sel yang mengakibatkan prematur pada hidup dengan autolisis atau sederhananya kematian jaringan sel pada bagian tubuh yang tergores karena sesuatu entah itu infeksi, racun atau apapun)

"Korban ini mengalami Nekrosis akibat lilitan simpul pada lehernya karena tekanan tinggi yang menyebabkan korban mengalami sesak nafas hingga henti jantung serta laju aliran darah pada jaringan yang ada di lehernya terhenti hingga mati." Tambah Dokter Tanawat lagi membuat Nanon entah kenapa merasa bergidik ngeri berhadapan dengan Dokter dihadapannya lalu Dokter itu pun menghela nafas sejenak dan kembali berkata. 

"Aku mau tanyakan sesuatu padamu. Ku dengar dari Dokter Vachirawit kau meminta jadwal kerja para Dokter Bedah yang menjaga di Ruang operasi. Untuk apa?" Interogasi Dokter Tanawat membuat Nanon sedikit gelagapan kemudian menghela nafas sambil menjawab. "Aku hanya ingin tahu saja jam kerja Dokter Vachirawit, Dok. Soalnya beberapa hari sebelumnya ia mengajak saya untuk datang ke reuni kampus." Seru Nanon berusaha menyembunyikan hal yang sebenarnya.

Dokter Tanawat hanya menganggukkan kepala tanda mengerti sambil kini duduk di kursi kerja Nanon lalu membuka monitor komputer yang ada disana sambil berkata. "Kau menyimpan semua data-data pasien yang kau autopsi ya?" Nanon yang tengah melakukan autopsi sempat menghentikan kegiatannya sambil menganggukkan kepala dan menjawab. "Iya, Dok. Sebagian juga saya taruh di laptop sih tetapi laptopnya ada di apartemen."

"Oh, gitu. Kau sudah lama bekerja di Rumah Sakit Bangkok?" Tanya Dokter Tanawat lagi yang dijawab anggukkan kepala oleh Nanon sambil melakukan kegiatan autopsi sambil menjawab. "3 tahun hitungannya hingga saat ini. Kalau Dokter?" Nanon sambil melakukan tindakan hecting pada bagian luka yang robek di bagian tubuh jasad di hadapannya. 

"Saya baru 1 tahun disini. Lebih senior kamu berarti. Sebelumnya kerja di Rumah Sakit mana?" 

"Dulu di Rumah Sakit Chiang Mai selama 2 tahun sebagai dokter jaga UGD kemudian lanjut Pendidikan Spesialis Forensik yang kebetulan selesai 3 tahun lalu, lulus Spesialis saya bekerja disini, Dok." Senyum Nanon sambil mengecek mikroskop yang ada di hadapannya lalu menulis pada papan data autopsi. 

Dokter Tanawat yang ada disana mendadak tersenyum dengan perkataan Nanon. Pria 40 tahun itu terpesona dengan ketampanan sekaligus wajah cantik yang Nanon miliki sambil berjalan mendekat kearah Nanon. Ia pun menangkupkan wajah Nanon pada kedua tangannya lalu mengecup bibir pria lesung pipi itu yang terkejut sambil mendorong dada pria 40 tahun itu sambil berkata. "Dok--"

"Saya suka sama kamu, Dokter Korapat. Maukah kau menjadi kekasihku?"

"Tapi--"

"Aku mohon. Bukalah hatimu untukku. Aku benar-benar tidak bisa hidup tanpamu." 

"Dok, ini tidak benar. Kita--"

"Kau juga menyukaiku kan, Dokter Korapat? Aku bisa lihat dari tatapanmu itu. Kau pasti menyukaiku kan? Aku yakin itu." Dokter Tanawat mencengkram keras kedua bahu Nanon membuat Nanon kelabakan berusaha melepas sentuhan kedua bahunya itu sambil berkata. "Dok, Lepas--"

"Kau harus menjadi milikku apapun yang terjadi." 

"Dok, lepaskan. Sakit." Ringis Nanon namun Dokter Tanawat makin mencengkram bahu Nanon hingga dirinya mendorong tubuh Nanon ke dinding lalu mencium lehernya dengan Nanon yang mencoba melepasnya namun tenaga pria 40 tahun itu lebih kuat dari dugaannya hingga pintu Ruang Autopsi terbuka dengan keras. 

BRAAAAK

Dokter Tanawat yang berusaha melecehkan Nanon pun di tarik oleh seseorang dari arah belakang kemejanya hingga terjatuh dan ia mendapatkan pukulan dari seorang pria yang tak lain adalah Ohm. Pria tampan itu menatap marah kearah Dokter Tanawat dengan memukuli wajahnya sambil berkata. "Don't touch my man! Don't force him, if he can't do that with you!

Dokter Tanawat hanya terkekeh kemudian bangun dari posisinya tadi lalu berdiri berhadapan dengan Ohm menatapnya dengan tatapan dingin sambil berkata. "Your man? Oh, kau tidak menerimaku selama ini karena kau menjalin hubungan dengan polisi yang tidak jelas asal usulnya ini? Heuh." Dokter Tanawat sambil menghapus luka yang ada di wajahnya tampak lebam akibat pukulan keras Ohm kepadanya.

Ohm hendak memukulnya lagi namun Nanon menahan kekasihnya itu untuk tidak bertingkah seperti itu lagi. Mau tak mau Ohm menurut hingga Dokter Tanawat keluar dari Ruang autopsi meninggalkan Ohm dan Nanon yang masih ada di dalam Ruang autopsi. 

Ohm menghampiri kekasihnya itu sambil menyentuh wajah Nanon lalu bertanya. "Kau baik-baik saja? Ada yang sakit mana yang sakit?" Ekspresi khawatir tercetak jelas di wajah Ohm membuat Nanon tersenyum menggelengkan kepala.

"Aku baik-baik saja. Kenapa kamu disini? Dew dan Drake kemana?" Seru Nanon yang membuat Ohm mengambil berkas yang sempat Ohm bawa tadi lalu memberikannya pada Nanon sambil berkata. "Itu daftar jam kerja Letnan Weerayut selama dirinya memimpin kasus ini. Beliau ternyata sedang mencari keberadaan Letnan Putthipong karena data vonis hukuman ayahmu sebenarnya ada pada Letnan Putthipong. Dua hari lalu aku sempat datang ke kuil tempat Nona Alysaya, kekasihnya Letnan Weerayut tinggal. Ia mengatakan padaku kalau sebelum Letnan Weerayut pergi untuk menutup kasus ini, beliau sempat mengatakan kalau dirinya ingin bertemu dengan Letnan Putthipong yang sampai detik ini tidak ada yang tahu dimana ditambah Letnan Weerayut juga sedang menyelidiki kematian ayahnya yang misterius 18 tahun lalu." 

"Kalau memang Letnan Putthipong adalah saksi kunci seluruh kasus ini. Kita harus mencarinya, Ohm."

Ohm menggelengkan kepala sambil menyentuh wajah Nanon dan berkata. "Kau tidak perlu ikut biar menjadi urusanku, Dew dan Drake. Kau tetap disini dan jaga dirimu, kalau sampai Dokter psikopat itu datang kesini kau harus bisa melawan dirimu." Ohm pun memberikan sebuah pisau lipat yang ia taruh di dalam kantong snelli yang Nanon pakai. 

"Ohm, ini--"

"Jaga dirimu dan jangan biarkan dia mendatangimu lagi." Seru Ohm yang membuat Nanon menganggukkan kepala tanda mengerti kemudian Ohm pun menyentuh leher Nanon sambil berkata. "Dia mencium leher kamu?"

Nanon menundukkan kepalanya sambil menganggukkan kepala kemudian Ohm pun mencium leher Nanon bekas ciuman dari Dokter Tanawat tadi hingga berbekas warna keunguan. Keduanya kini sudah saling bertatapan satu sama lain dengan Ohm yang berkata. "Kamu milikku. Tidak ada yang boleh memilikimu." Ohm sambil mendekatkan hidungnya pada hidung Nanon membuat Nanon terkekeh kemudian keduanya saling melumat bibir satu sama lain dengan Ohm yang menyentuh pinggang pria di hadapannya juga Nanon yang mengalungkan kedua lengannya pada leher Ohm. 

Nanon melepas kegiatan itu sambil menempelkan keningnya pada kening Ohm lalu berkata. "Kau berangkat saja sekarang ya. Aku khawatir ada yang melihat keberadaanmu disini." Nanon sambil mengelus-elus kemeja Ohm membuat Ohm tersenyum menganggukkan kepala lalu mencium kening Nanon sambil berkata. "Yasudah. Aku berangkat ya. Jaga dirimu." Nanon menganggukkan kepala hingga dirinya mengunci pintu Ruang Autopsi dan menyelesaikan kegiatan autopsinya lalu saat Ohm baru saja keluar dari Rumah Sakit. 

Ohm pun masuk ke dalam mobil nya untuk bergegas berangkat kembali ke kantor kepolisian pusat bangkok bertemu dengan Dew dan Drake. Namun, selama perjalanan menuju kantor polisi ia di ikuti oleh mobil yang tak dikenal membuat Ohm menghubungi dua rekannya untuk menjemput di persimpangan jalan. "Drake, jemput aku di persimpangan jalan arah kantor polisi. Saat ini aku sedang di ikuti oleh seseorang. Okay, di tunggu." 

Ohm berusaha mengalihkan perhatian mobil yang mengikutinya ke persimpangan jalan kearah Kantor Kepolisian yang lumayan sepi. Kedua mobil Mercedes Benz itu sama-sama melaju kencang hingga dirinya tak sadar ada sebuah tali besar yang menggelincir mobilnya hingga akhirnya mobil yang Ohm bawa terpelanting jauh dengan posisi bagian atas di bawah aspal dengan bensin yang menetes dan menyulut api. 

DUAAAR DUAAAAR

Bunyi ledakan besar dari mobil yang terpelanting di persimpangan itu membuat Drake dan Dew yang baru saja sampai di lokasi langsung keluar dari mobil. Reflek membuat Drake jatuh terduduk lalu menitikkan airmata sambil berkata. "Bangsat!" Drake memukul-mukulkan tangannya pada aspal membuat Dew yang ada disana ikut menitikkan airmata sambil mendekat kearah Drake lalu memeluk rekan kerjanya itu. 

Keduanya menangis putus asa melihat pemandangan mengerikan di depan matanya mobil milik Ohm yang terbakar habis di lalap si jago merah itu.

Keesokan harinya di upacara pemakaman Ohm keduanya memakai seragam kepolisian memberikan salam hormat kepada peti jenazah yang berisi Kepala Tim nya itu sambil menitikkan airmata. 

Tak lama setelah upacara pemakaman Ohm selesai keduanya tanpa sadar berpapasan dengan Nanon yang baru saja tiba dengan wajah yang sembab karena airmata lalu menaruh bunga lily di atas nisan Ohm, dengan tatapan kosong Nanon berkata. "Harusnya aku tak membiarkan dirinya pulang malam itu. Mungkin kalau dirinya masih berada di Rumah Sakit pasti aman." Cetus Nanon membuat Dew mendekat kearah Dokter muda itu sambil mengelus-elus bahu guna menenangkannya. 

"Seandainya kami cepat waktu itu mungkin tidak akan seperti ini jadinya." Tambah Drake lagi sambil menghapus airmata yang membasahi pipinya kemudian ketika ketiganya masih berdiri dihadapan makam Ohm tiba-tiba datang seorang pria paruh baya berpakaian seragam kepolisian sama seperti Drake dan Dew menghampiri mereka sambil menaruh bunga lily diatas nisan Ohm. "Aku turut berduka cita atas kematian Kepala Tim kalian. Maaf, datang terlambat."

"Komandan Thanapob?" Cetus Dew yang membuat pria paruh baya itu tersenyum sambil menyapanya. "Lama tak berjumpa denganmu Letnan Jirawat." 

"Kenapa kau sendirian? Dimana anak buahmu dan adikmu?" Tanya Drake kini namun hanya seulas senyuman yang ia berikan kepada ketiganya sambil menjawab. "Aku sudah tidak tinggal bersama dengan adikku. Adikku tinggal di asrama Residen dekat Rumah Sakit Bangkok, dia jarang pulang." Santai Komandan Thanapob namun ekspresinya seolah menggambarkan segalanya kalau pria paruh baya itu nampak tertekan dengan sesuatu membuat Nanon menarik lengannya sambil bertanya. "Apakah ada yang kau sembunyikan dari kami? Sampai kau datang kesini sendirian?"

Komandan Thanapob hanya tersenyum sambil melepas tarikan lengan Nanon lalu berkata. "Lebih baik kalian bertiga bertemu denganku di Museum Art Colleges yang ada di Universitas Mahidol jam 5 sore nanti. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan pada kalian." Pria paruh baya itu lalu melengang pergi begitu saja meninggalkan ketiganya membuat ketiganya berpikir apakah ini sebuah jebakan atau bukan. 

---

Ketiganya kini sudah ada di dalam Museum Art Colleges dan disana mereka bertemu langsung dengan Komandan Thanapob yang sedang memandangi lukisan pria yang tengah memainkan piano sambil tersenyum. Tersadar dengan kedatangan ketiganya ia pun tersenyum sambil berkata. "Akhirnya kalian datang juga. Ikuti aku." Ketiganya pun mengekor Komandan Thanapob ke dalam sebuah ruang kecil yang ada di dalam Museum tersebut hingga tiba-tiba mereka masuk ke dalam sebuah ruangan yang berisi banyaknya layar komputer yang mengarah kearah semua jalan yang ada di kota Bangkok. 

Komandan Thanapob kemudian duduk di kursi yang ada di sana sambil mengetik beberapa kata pada keyboard komputer yang ada di hadapannya kemudian memunculkan sebuah kamera rekaman cctv tadi malam. Tempat dimana mobil Ohm meledak di persimpangan jalan kearah kantor kepolisian pusat bangkok. 

Ketiganya terkejut melihat Ohm melemparkan dirinya ke aspal sebelum mobil nya berposisi terbalik dan meledak serta membakar habis. Ohm berusaha bangun dari posisinya dengan berjalan kaki secepat mungkin sebelum ada seseorang yang melihat. "Letnan Pawat--" Cetus Nanon terkejut begitu pula dengan Drake dan Dew.

"Dia masih hidup. Dia belum mati, Dokter Nanon." Komandan Thanapob sambil mematikan kamera CCTV itu membuat Nanon tersenyum getir kemudian tiba-tiba dari balik tirai yang tertutup monitor komputer yang ada disana keluarlah seorang pria berpakaian kemeja hitam dengan sebelah tangannya yang balut verban sambil memakai tongkat berjalan perlahan keluar dari sana. 

Ketiganya tiba-tiba menitikkan airmata termasuk Nanon kemudian ketiganya menghampiri Ohm dengan Drake yang memeluk lebih dulu diikuti oleh Dew lalu Nanon. Mereka berempat kembali tersenyum satu sama lain juga Komandan Thanapob yang tersenyum melihat kearah keempatnya. 

Kini Ohm tengah duduk di kursi yang ada di ruangan tersebut kemudian Komandan Thanapob memberikannya sekaleng bir sambil berkata. "Untuk sementara kau tinggal saja disini dulu. Jangan menampakkan diri ke khalayak banyak. Aku khawatir Chatchawit dan Tanawat akan nekat melakukan sesuatu kepadamu." Komandan Thanapob sambil menenggak sekaleng minuman yang ia pegang membuat Ohm menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Aku takkan pergi kemana-mana untuk sementara waktu sampai kau memberiku perintah." Cetus Ohm sambil menyeruput sekaleng bir yang ada di tangannya lalu pria tampan itu kembali berkata. "Btw, kenapa kau ingin melawan Jenderal Chatchawit dan Dokter Tanawat? Bukankah kalian bertiga itu bersaudara?" 

Komandan Thanapob menganggukkan kepala sambil menjawab. "Kami memang saudara hanya beda ibu saja. Kebetulan aku adalah anak dari istri pertama ayahku sebelum ibu mereka menikah dengan ayahku. Hubungan kami awalnya baik-baik saja dan entah kenapa mereka berdua sangat membenciku setelah ibu mereka meninggal dunia karena sakit keras." Jelas Komandan Thanapob membuat Ohm terkejut dengan fakta yang di beberkan Komandan Thanapob padanya. 

"Apa pemicu mereka membencimu? Pasti ada kan alasannya?"

"Warisan."

"Warisan?"

Komandan Thanapob menganggukkan kepala sambil menjawab. "Iya. Mereka membenciku karena warisan yang mereka dapat dari ayahku sedikit makanya mereka membuatku kecelakaan tunggal waktu itu hingga hilang ingatan selama kurang lebih 15 tahun, aku tinggal dengan Tanawat." 

"Cukup menggelikan sekali."

"Namanya akal dan perasaan manusia itu tidak ada yang tahu, Letnan Pawat. Sama seperti yang terjadi pada ayahmu dan beberapa korban lainnya yang tak bersalah di bunuh oleh mereka." 

"Lalu kenapa dua bulan lalu kau menghubungiku dan kenapa saat ini kau berbalik mendukungku dan Tim ku?" Tanya Ohm membuat Komandan Thanapob tersenyum kemudian menjawab. "Karena aku tidak ingin membiarkan ada banyak korban bergelimpangan lagi setelah ini. Sudah cukup lelah diriku selalu di salahkan oleh masyarakat apalagi harus menutupi kejahatan dua bersaudara itu." 

"Mengenai Jaksa Jirayu apakah dirinya tahu soal ini?" Tanya Ohm lagi yang dijawab anggukkan kepala oleh Komandan Thanapob lalu menjawab. "Dia tahu dan sangat tahu. Namun sayangnya uang sudah membutakan dia yang membuatnya menjadi pribadi yang haus akan kekuasaan. Kasus dimana mendiang Dokter Khunakorn menjadi tersangka lalu korban-korban yang di bunuh oleh mereka. Semua data nya ada pada Jaksa Jirayu tetapi waktu itu aku mengantisipasinya dengan membuat salinan data itu, aku akan memberikannya kepada e-mail mu." 

Ohm menganggukkan kepala sambil berkata. "Terimakasih banyak, Komandan."

"Istirahat lah. Keadaan tubuhmu belum pulih." Komandan Thanapob tersenyum sambil keluar dari ruangan tersebut kemudian meninggalkan Ohm di ruangan itu sendiri sambil mengecek data yang ada pada monitor di hadapannya sambil menghela nafas ia berkata. "Sebentar lagi semuanya terungkap. Tunggu saja." 








To Be Continued 

Continue Reading

You'll Also Like

6.1K 456 10
//abo/fluff/ mature relationship// Sebuah cerita sederhana bagaimana Jimmy, seorang dokter bertemu dengan atlet badminton.
7.8K 392 24
⚠️ NO PLAGIAT! HAK CIPTA DI LINDUNGI ALLAH SWT. DEMI ALLAH SAYA TIDAK RIDHO JIKA CERITA SAYA DIPLAGIAT!! MESKI PUN CERITA SAYA TAK SEBERAPA DENGAN CE...
59.5K 4.6K 18
[TAMAT] ✓ WARNING! BEBERAPA PART DIPRIVATE, FOLLOW AKUNKU DULU AGAR BISA BACA DENGAN LENGKAP! SARAWAT PEMBULLY X TINE KORBAN BULLY. PEMBULLY DAN KORB...
1M 84.5K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...