That's OkA!

By Camamello

1.5K 1K 1.1K

[Jangan lupa follow dulu sebelum membaca] _____ "Ini diluar kendaliku, aku hanya bisa menunggu dan melepaskan... More

[Chapter 1] Cowok dan Coach
[Chapter 2] Muka Kamu Tuh!
[Chapter 3] Dibawah Pohon Ameline
[Chapter 4] Lovey Dovey dan HTS
[Chapter 5] Ke Tempat Kak Jo
[Chapter 7] Kamu Masih Marah?
[Chapter 8] Gavarato
[Chapter 9] Masalah Orang-orang Brengsek
[Chapter 10] Laptop, Sekolah, Busuk?

[Chapter 6] Bimantara dan Oka

183 127 145
By Camamello

"Sambutlah! SMA Bina Nusantara Basket club, Bimantara!"

Hari ini, upacara terpotong karena Bimantara baru saja datang dari seleksi olimpiade Basket Nasional dan membawa kabar gembira itu tentunya. Setidaknya harus ada yang berterimakasih atas sumbangsih pemotongan waktu upacara ini.

Sorak sorai memenuhi lapangan sekolah itu hingga banyak yang menghampiri segerombolan pemuda yang pulang membawa golden ticket yang mengantar mereka ke babak semifinal itu.

Sang pembawa golden ticket yang sengaja mereka pamerkan—masih dengan tubuhnya yang berkeringat—diangkat dan diterbangkan keatas layaknya memantul diatas trampolin.

Sementara itu, Berryl bersama dengan dengan teman sebangkunya, Rebin Agista, atau yang kerap disapa Agi, sedang menyaksikan kericuhan pendukung Bimantara yang sibuk meluapkan suka cita mereka dikala kebingungan Berryl.

Sepertinya baru dua hari lalu Berryl pergi makan bersama Oka ... Apakah Berryl belum layak diceritakan hal sesederhana 'gue ada turnamen besok'?.

"Pakketu Bimantara Sabi nih!" ujar salah seorang pemuda dengan logat Timur khasnya.

"Mario Mario, mana bisa gue nandingin Bang Farrel," jawab sang pembawa golden ticket yang baru saja diturunkan setelah dilambungkan keatas oleh teman-temannya, Marco Raioka Aarav.

"Ae ... Kapten dulu itu, paling sudah lupa dia sama SMANATARA."

"Kita sambut! Mario Edagawa dan Davinsena Palska Wiguna!" ujar Pak John selaku MC pada acara penyambutan ini.

"Nama Oka tidak disebutkan?" batin Berryl.

Pemuda berambut agak keriting dengan kulit gelap dan logat khas timur yang kerap dipanggil Mario itu berlari kecil meninggalkan Oka lalu seolah menembaki penonton dengan tangannya yang dibentuk menyerupai pistol. "Pechiew! Sa tembak bola ke ring saja bisa, apalagi tembak Nona pu hati!"

Salah seorang pemuda lainnya datang sembari memasang wajah kesal karena terheran-heran dengan kelakuan Mario.

"Cukardeleng ..."

"Ee Davin itu sa pu kata-kata andalan!" ujar Mario tak terima.

"Lo gaya elit penggemar sulit. Liat gue dan pelajari," kata Davin sembari membuka ponselnya dan menunjukkan akun instagramnya yang kebanyakan diikuti oleh cewek-cewek yang cantik.

Pemuda berdarah Tionghoa Surabaya itu mendecih saat Mario membentuk tangannya mengikuti cara bicara Davin untuk mengejeknya.

"Lalu ada Poco Balehian dan Abby Padya Tanoegenidra!" ujar Pak John lagi.

Lalu datang dua pemuda, yang satu bereskpresi mengesalkan dan tengil sembari meggandeng tangan temannya, sementara yang digandeng menampilkan ekspresi datar terkesan kesal.

"Alah senyum ngapa, Bang Abby banyak penggemarnya tuh!" ujar cowok dengan kulit sawo matang dan rambut rapi disisir kebelakang dengan sedikit anak rambut yang terurai.

"Mas Abby Padya ... Ganteng bat dah, pantes Denada suka ..."

"Bacot, Lo."

"Aduh galaknya ... Tahun depan kan bisa mimpin Bimantara-" Pemuda yang menutupi tubuhnya dengan jaket atlet khas Bimantara itu melayangkan pandangan sinis pada Poco. Mata biru tuanya menjadi lebih gelap hingga terkesan hitam, senada dengan warna rambutnya yang hitam legam. Ia memang terkenal tidak menjalin hubungan baik dengan Sang 'kapten Bimantara' tapi rumornya mereka adalah teman baik.

"Oo oke-oke, ngga boleh singgung 'Oka' lagi," ujar Poco sambil melepas gandengannya pada lengan Abby dan berganti merangkul Abby dengan gaya ala-ala 'broku'.

Karena berada tepat dibawah kelas Berryl dan mereka juga berbicara cukup keras, suara mereka.bahkan bisa terdengar hingga radius 100 meter. Berryl dan Agi sudah pasti meniti dan menguping pembicaraan para anggota Bimantara dari lantai 2 sembari meminum tetes-tetes terahir susu cokelat Berryl yang ada di tremos kecil berwana biru dengan gambar burung hantu kecil.

"Widih, denger-denger ini piala pertama SMANATARA sejak tiga tahun berturut-turut dikalahin terus sama SMA Angkasa," ujar Agi pada Berryl.

"Seriusan??"

"Emang Lo nggak tahu? Dari gue SMP ceunah."

"Kan gue gatau bukan orang sini," Berryl meletakkan tangannya di dagu. "Gue juga mau famous dikit kaya atlet SMANATARA biar nggak dipandang sebelah mata mulu."

"Sabar sistur, emang nggak ada yang kenal Lo karena Lo bukan dom sini. Wajar sih," ujar Agi sambil menepuk bahu Berryl lalu mengikuti arah pandang cewek itu.

"Namanya siapa ya? Abby bukan sih?" Berryl menunjuk pemuda yang di rangkul oleh Poco itu.

Benar saja dugaan Agi, pasti pandangan Berryl tertuju pada cowok yang di rangkul oleh cowok lain dengan perawakan bule. "Oh, itu Abby Padya, dari sepuluh MIPA delapan. Emang hubungannya sama sekolah agak... Spesial? Sebelas duabelas sama Oka."

"SEPULUH?"

"Nggak heran, dia dulu alumni SMP Cita Karya, emang dari dulu famous sih. Nggak usah gue kasih tau famous karena apa, Lo juga udah tau dan bisa nebak," ujar Agi sambil menarik turunkan alisnya.

Baru saja akan menatap Abby, mata Berryl bertemu dengan Oka yang mendongak dan menatap Berryl dalam diam. Tatapan yang sungguh membuat Berryl menjadi canggung sehingga ia langsung masuk kedalam kelasnya—meninggalkan Agi dalam tanda tanya.

"Lo main buat classmeet besok, Ryl?"

Pertanyaan Sephia itu seolah menjadi angin lalu untuk Berryl. Kalimat yang kemarin terlontar dari mulut Oka terus-menerus menghantui Berryl dalam berbagai sudut pandang. Entah harus senang, malu, atau kesal karena Berryl tidak tahu Oka bermaksud bercanda atau serius.

"Woi, Berryl!" teriak teman sekelas Berryl yang duduk tepat didepan Berryl—Anand Mikhael Donovan—yang entah kenapa selalu bersumbu pendek jika menyangkut Berryl.

"Ael suara Lo jelek, mending Lo keluar kelas aja deh." Sephia memberikan tatapan tak suka pada Mikhael atau yang kerap disapa Ael itu.

"Dih ngatur, emang ini kelas bokap Lo?"

"Ngomong enak Lo, minimal kas kelas Lo dibayar dulu," kata Sephia sambil membuka ponselnya dan menunjukkan list kekurangan kas Ael. "Lo nunggak empat bulan ya, kunyuk!"

"Iya iya! Gue bayar kok!"

Setelah itu, mereka berdua terdiam sejenak karena biasanya Berryl akan langsung melerai mereka. Namun, kini Berryl masih melamun dengan dahi yang mengkerut.

"Ryl, ditanya Sephia tuh," kata Ael sambil menepuk-nepuk meja Berryl. "Ditanya, Lo main buat classmeet nanti apa nggak?"

"Eh nggak, gue panitianya sih ..."

"Apa hubungannya?" tanya seorang cowok dengan potongan buzz cut dan tinggi badan yang tak jauh berbeda dari Berryl—Ladamar Zuar Cendana atau yang kerap disapa Dana.

"Loh? Kok nanya gue?" Ael mengerutkan keningnya lalu menendang kursi yang ada disebelahnya kearah Dana dengan pelan. "Lo kan pengurus OSIS juga ege!"

"Lo jangan nanya Dana deh, dia suka nggak nyimak grub." Berryl mengerlingkan matanya dan begitu jengah dengan Dana yang lemot dalam hal seperti ini.

"Panitia kan nggak boleh ikut tanding, Dan."

"Ye ... Asal Lo tau, Ryl. Peraturan ada untuk dilanggar."

Sontak, Berryl, Sephia, dan Ael langsung menjitak kepala Dana cukup keras hingga ia mengaduh dan lari kearah seraong gadis yang duduk di bangku paling depan sebelah barat kelas.

"Kamu lihat itu? Aku diapain? Udah kamu rekam?!" tanya Dana dengan nada sok imutnya itu.

"Angel, kamu tahan sama pacar Lo yang modelannya kayak manusia silver onoh?" Berryl menatap sejoli yang menjadi icon X MIPA 2 karena ke alay-an mereka berdua.

"Ihh, jangan bully cowok gue dong! Kacian dia." Angel langsung meletakkan kembali buku yang sedang ia baca lalu berdiri dan memberi puk puk pada kepala Dana—membuat Dana menjulurkan lidahnya pada Berryl.

Seisi kelas dengan cepat me-notice kejametan apa lagi yang dilakukan sejoli itu dan menyoraki mereka. Tak sedikit pula yang memberikan tatapan sinis pada mereka. Tetapi begitulah Angel dan Dana, dunia seperti milik mereka sehingga mereka tak menyadari kehadiran semua haters mereka itu.

"Emang jodoh cerminan diri sendiri-"

"Lo jadi ikut Karate SMANATARA, Ryl?" tanya Ael tiba-tiba.

"Jadi sih, sayang banget kalau dulu pas SD ikut tapi gak dilanjut."

Saat Berryl baru saja selesai berucap, tiba-tiba kericuhan terdengar di lantai satu—dari lapangan basket SMANATARA.

"Eh kenapa tuh?" Berryl menghentikan Ael yang berlari menuju ke anak tangga untuk melihat asal keributan itu.

"Ya ini mau gue cek elah, Ryl!"

"Ye santai kali." Berryl memberikan tatapan sinis pada Ael yang langsung berlari menuju anak tangga dan tanpa pikir panjang, Berryl menggandeng tangan Sephia.

"Kantin yuk, Sep."

Sephia mengangguk, tetapi matanya berpendar seperti mencari sesuatu di sekitar kelas. "Viviane mana?"

"Ke koperasi sekolah dia, ada urusan bayar LKS, ntar gue chat aja biar dia nyusul."

Sephia mengangguk setuju dan saat itu juga mereka berdua melewati kerumunan siswa yang berlarian untuk melihat keributan itu dengan santainya. Berryl dan Sephia tak peduli bahkan jika sekolah kebakaran sekalipun—yang penting perut mereka kenyang.

"Kenapa tuh rame-rame?" tanya Berryl saat menuruni anak tangga dan melihat bahwa memang seramai itu dibawah sana.

"Alah, paling juga kalau nggak berantem, ya ada promosi apa gitu."

"Eh ... Itu Pak Rauf gak sih?" tanya Berryl saat sampai di lantai satu dan mendengar suara pria paruhbaya yang menggerutu. Suara itu makin dekat dan saat Berryl cari asal suaranya, memanglah suara Pak Rauf uang berjalan berlawanan arah dengan Berryl.

Berryl tak bisa mengandalkan matanya dari jarak tentu saja, ia minus 3 yang tak pernah memakai kacamata, kan?

"Oh ... Beneran Pak Rauf-"

Saat melewati Pak Rauf, mata Berryl bertemu dengan cowok yang di paksa ikut oleh Pak Rauf. Semakin dekat, dan semakin jelas wajah cowok itu Dimata Berryl yang rabun.

"Kak Oka?" batin Berryl sambil menatap mereka dengan penuh pertanyaan.

Berryl dan Oka tak mengatakan apapun, tetapi mata mereka sudah mengungkapkan semuanya. Oka sekedar melirik Berryl dan Berryl pun begitu.

Sesaat setelah Oka menjauh, Berryl berbalik untuk menatap Oka yang dibawa ke ruang BK oleh Pak Rauf. "Sep ... Itu kayaknya rame-rame gara-gara apa ya?"

"Mana gue peduli, Ryl. Paling juga kasus ricuh di luar sekolah atau supporter basket."

Kenapa Oka ada disana?

Meskipun tidak berada ditengah lapangan bersama orang-orang yang diduga membuat 'keributan' diluar sekolah, tapi kenapa Oka dibawa ke ruang BK?

Ting!

+62 xxxx-xxxx
Jangan pulang dulu ya?

+62 xxxx-xxxx
Jangan mau diajak pulang Damai

+62 xxxx-xxxx
Ini Oka

Berryl
Oh ya? Kenapa kak?

Kak Oka
Udah nurut aja

"Nah, disini Lo."

Berryl terkejut saat Damai tiba-tiba muncul dari atas anak tangga saat Berryl baru saja akan menaiki anak tangga itu sambil membaca pesan dari nomor tidak dikenal. Berryl langsung menutup ponselnya dan meletakkannya di kantong roknya.

"Sephia Lo minggir dulu deh." Damai mendorong Sephia kearah kerumunan teman Damai sehingga Sephia terpisah dengan Berryl.

"E-eh Kak Damai ... Kenapa kak?"

"Ayo pulang, bentar lagi siswa bakal dipulangin itu."

Berryl langsung memikirkan chat yang 'Oka' kirim barusan padanya. Ternyata benar, Damai mengajaknya pulang tapi Oka melarangnya? Siapa yang harus Berryl percayai?

"Nggak deh kak, nanti aja kalau emang pulang beneran, baru deh kita pulang."

"Buset kelamaan, Lo mau gue traktir ke sushi tei, gimana?"

"Sepagi ini? Mall-nya juga belum buka kali kak," balas Berryl dengan ragu karena gelagat Damai begitu aneh saat ini—seolah memastikan bahwa Berryl harus ikut dengannya.

"Lo abis di chat Oka, 'kan?"

Continue Reading

You'll Also Like

2M 56.8K 70
HIGHEST RANKINGS: #1 in teenagegirl #1 in overprotective #3 in anxiety Maddie Rossi is only 13, and has known nothing but pain and heartbreak her ent...
23.3K 1.3K 61
Grayson is one more teenager who announced trouble by mere looks, breaking every rule on his path with a home he dreaded returning to after school an...
4.4M 95.5K 62
•[COMPLETED]• Book-1 of Costello series. Valentina is a free spirited bubbly girl who can sometimes be very annoyingly kind and sometimes just.. anno...
3.5M 93.9K 58
Astrid has never stepped out her house. She didn't know that her parents hitting her wasn't right. She always thought that's how it works. So what ha...