Pacaran [TAMAT]

By Lulathana

310K 42K 3.4K

Dari kecil Bella itu sangat suka bela diri, berbagai jenis dia pelajari. Namun, karena tragedi ditolak cinta... More

Pacaran
...
1. Drama
2. Tawuran
3. Takdir yang Tak Diinginkan
4. Cowok Seblak
5. Dia Kembali
6. Rumination
7. Semangat
8. Sandera
10. MTNI
11. Keluarga
12. Kedua Kalinya
13. Bengkel Bang Jo
14. Banyak Sisi
15. Malming
16. Drama
17. Pertemuan
18. Teman Billa
19. Teman Billa (2)
20. Tanda
21. Cantik dan Anggun
22. Jola
23. Serangan Tak Terduga
24. Rumah Gavin
25. Kanapa?
26. Sakit
27. Sakit (2)
28. Bimbang
29. Penculikan
30. Tidak Ingin
31. Bazar
32. Photobox
33. Sosok yang Sama
34. Dia Sebenarnya
35. Menggemaskan
36. Tidak Sungkan
37. Myth
38. Melarikan Diri
39. Optimis
40. Dua Arah
41. Terungkap
uwu
42. Mulai Membaik(?)
43. Konsekuensi
44. Garis Memulai
45. Tembok Penghalang
46. ¡Maldito seas!
47. ¡MALDICIÓN!
48. Sederhana
49. Pacaran (Tamat)

9. Percaya Diri

6.2K 894 48
By Lulathana

"Kak Gavin!"

Gavin yang masih memejamkan mata di balik selimutnya itu terlihat bergerak-gerak tidak nyaman.

"Iya-iya, ini udah bangun kok," ucapnya dengan suara serak lalu di detik berikutnya tubuhnya kembali terdiam memeluk ketidaksadaran.

"Kak ini bukan soal kesiangan, tapi ini penting banget." Jola menggoyang-goyangkan tubuh Gavin.

"Iya, nanti."

"Kak, aku takut."

Seperti sihir, ucapan yang bercampur lirih itu mampu membuat Gavin menentang rasa malasnya dan segera membuka kelopak mata.

"Kenapa?" tanya Gavin seraya terduduk.

Jola menyerahkan ponselnya. "Kakak aja yang pegang. Aku pusing sama Kak Clara yang terus ngehubungin."

Gavin melihat untaian pesan masuk begitu pemberitahuan dari panggilan tidak terjawab yang bisa disebuat di luar nalar.

"Cewek itu sakit ya?" gumam Gavin dengan tidak percaya. Clara membrondongi Jola dengan pertanyaan tentang kedekatannya dengan Bella, dia bahkan menuntut Jola untuk memberikan bukti kebersamaan mereka.

"Aku harus gimana?" tanya Jola dengan raut yang kentara sekali sangat bingung.

"Nanti sambil berangkat sekolah kita beli SIMcard baru." Gavin kembali menyodorkan ponselnya pada Jola.

"Ih nggak bisa. Nomor ini udah terlanjur dipasang di pamflet admin pensi. Kalo diganti pasti bikin ribet semua."

"Di liat dari mana pun Clara nggak bakal berhenti." Karakter Clara memang selalu over jika dihadapkan pada sesuatu.

Jola menautkan jemari-jemarinya. "Cewek kemarin, aku cuma minta foto bareng kalian, boleh?" tanya Jola dengan binar penuh harap. "Kayaknya Kak Clara bakal diem kalo dikasih foto mesra."

"La, yang kemarin itu dadakan banget. Kakak pun nggak begitu kenal sama dia, jadi nggak mungkin lah foto kayak gitu."

"Jadi maksudnya Kakak nggak bakal hubungin dia lagi?" Mata Jola membelalak.

Gavin mengangguk.

"Kak!" Jola memekik tidak percaya.

"Kakak 'kan udah bilang nggak mau sangkutin orang lain," jawab Gavin seraya menghela napa.

Jola memasang wajah murung. Padahal ketika tahu Gavin membawa cewek kemarin dirinya bersyukur bukan main. Jujur saja Jola sangat ingin Gavin benar-benar lepas dari Clara. Ya meskipun Jola juga belum tahu cewek itu seperti apa, setidaknya dia bukan Clara.

"Kak...."

"Dia juga nggak mau."

"Meski dibayar? Aku yakin kok Mama pasti nggak masalah buat danain itu."

"Nggak semua hal selesai dengan uang, Jola."

Jola terlihat berpikir keras. "Terus Kakak nggak ada simpati sama cewek itu gitu?"

"Maksudnya?"

"Aku nggak maksud bilang Kak Clara jahat atau berburuk sangka sama dia, tapi kalo ternyata dia bisa nekat? Seenggaknya kalo cewek itu ada di samping Kak Gavin, Kakak bisa lindungin dia 'kan?"

Gavin terdiam, perkataan Jola tidak bisa dirinya elak. Ia pun menghela napas seraya mengusap wajahnya dengan kasar.

"Aku tau Kak Gavin itu cowok yang bertanggung jawab," tambah Jola lalu diikuti kata maaf dalam hatinya. Maaf karena dia menggunakan kelemahan Gavin. Jola ingin Gavin berhenti diam di belakang, cowok itu harus melangkah maju.

Jola meraih tangan Gavin lalu menggenggamnya. "Aku beneran udah baik-baik aja. Aku justru bakal ngerasa bersalah banget kalo aku jadi penyebab Kakak nggak mau ambil langkah buat diri Kakak sendiri."

oOo

Bella mengetuk-ngetuk keningnya, memprovokasi otaknya untuk bekerja. Dirinya lupa jika ada PR hingga pagi ini, di mana semua masih terlihat santai, dirinya sudah berpacu dengan waktu.

"Gila, ini soal apaan, susah banget."

Bella menghela napas. Dirinya menyerah. Ia akan membujuk Feryn untuk memberikan contekan. Sebenarnya selama ini memang teman sebangkunya itu yang memberikan kontribusi besar atas tugas-tugasnya. Bella menyesal barusan sudah sok-sokan berpikir sendiri.

Sebatang cokelat tiba-tiba tersodor ke atas buku Bella. Cewek itu pun mendongak dan mendapati Bagas. Bella mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa benar cowok itu memberinya cokelat.

"Buat gue?"

Bagas mengangguk. "Makasih udah nolongin kemarin."

Bella tersenyum. "Makasih juga buat cokelatnya."

"Tapi kemarin cowok itu nggak ngapa-ngapain 'kan?"

"Nggak kok."

Bagas menghela napas lega. "Sekali lagi makasih ya."

Bella mengangguk-angguk penuh semangat. Ia jamin sepanjang hari ini perasaannya akan terus cerah. Akhirnya setelah sekian lama, Bagas pun me-notice dirinya.

Ingatkan Bella bahwa pulang nanti dirinya harus membeli figura. Untuk menyimpan cokelat itu tentunya karena Bella tidak mungkin memakan hal yang sudah ia labeli musuh itu.

"Bell, ada yang nyari," ucap Feryn yang membuat Bella tersadar dari dunia bernuansa merah mudanya.

"Siapa?"

"Nggak tau. Bukan anak sini, jadi dia nunggu di pos satpam."

Kening Bella berkerut. Ia sadar diri, dirinya selama ini sangat fokus untuk membenahi fisiknya yang tentunya membuat pergaulannya tertinggal dan Bella tak mungkin punya kenalan dari luar.

"Intinya dia cowok. Pake topi sama masker."

"Nggak sekalian aja pake kacamata item," ucap Bella dengan bola mata yang memutar malas.

"Iya, dia juga pake kacamata item."

Bella tertawa singkat. Orang itu niat melawak ya. Lagipula untuk apa sih Gavin ke sini. Bella sudah menurutinya kemarin, jadi mereka harusnya tidak punya urusan lagi.

"Nggak tau ah, biarin aja."

Feryn duduk tanpa protes lebih lanjut. Bukan hal aneh lagi sih Bella mengabaikan cowok keren. Ya meskipun belum lihat wajahnya, dari gerak-gerik saja sudah kelihatan bahwa dia cowok yang lumayan ada nilai.

Poor cowok maskeran.

Feryn melihat cokelat di atas meja Bella, tangannya pun terulur mengambilnya, yang sayangnya segera ditepis oleh Bella.

Feryn mengernyit. Jika ada yang memberi Bella makanannya yang tidak sesuai dengan standar operasional cewek itu, sudah jelas akan dihibahkan pada Feryn. Kenapa sekarang dia menolak? Apa Bella sudah sadar dari diet gilanya?

"Jangan, yang ini dari Bagas."

"Apa?" tanya Feryn dengan raut tidak percaya.

Bella hanya menyunggingkan senyum. "Gue ternyata ada kemungkinan sama Bagas deh," papar Bella dengan raut penuh lovey dovey khas ABG.

"Amit-amin Gusti!" Feryn memekik penuh ngeri. Dirinya pun mengetuk-ngetuk meja dan kepalanya seraya bergantian.

Makin hari, kewarasan temannya itu semakin melantur jauh.

oOo

Bella keluar dari toilet setelah selesai mengaplikasikan sunscreen-nya. Lepas jam istirahat dilanjutkan dengan olahraga, jadi dirinya benar-benar harus memasang tameng sekuat mungkin untuk kulit berharganya.
Meski banyak yang berkata sinar matahari itu sumber keceriaan, Bella menetapkan dengan tegas tentang permusuhan.

Selain sekitar kantin atau lapangan, jam segini kawasan yang lain memang cukup sepi. Apalagi koridor lab seperti yang sekarang Bella pijak. Bella nyaris tak menemukan kehidupan.

"Hmpp!"

Bella memekik tertahan begitu dari arah kanan seseorang tiba-tiba membekal dan menarik tubuhnya untuk masuk ke lorong yang cukup sempit.

Bella menepuk-nepuk tangan orang itu sampai dia melepaskannya. Bella segera berbalik dan menatap orang itu dengan marah.

Hey! Bella baru memakai sunscreen dan pastinya belum meresap sempurna, kenapa malah disentuh?!

"Ada apa sih? Urusan kita 'kan udah beres kemarin."

"Loh, lo tau gue Gavin?" ucap cowok itu seraya menurunkan maskernya.

"Emangnya orang bego mana yang nggak bisa nebak hal seremeh itu." Bella bergumam sangat pelan. Selanjutnya ia pun menghela napas untuk menenangkan emosinya. Tidak boleh berkata kasar, Bella.

"Gue nggak seasik itu buat bikin orang lain punya urusan sama gue. Jadi udah jelas orang yang narik gue barusan itu orang yang minta ketemu tadi pagi tapi nggak gue turutin. Bella menatap pada netra Gavin. "Apa spekulasi gue salah?"

Gavin terdiam sejenak sebelum berdeham dan merogoh ponselnya. "Sebutin nomor lo."

"Nggak. Gue 'kan pernah bilang kalo gue punya crush."

"Bagas 'kan?" Gavin tersenyum satu sudut begitu melihat wajah kaget Bella.

"Lo bela-belain ikut gue kemarin demi bantuin dia. Jadi udah jelas kalo itu dia."

Gavin tahu cinta memang buta. Dari segi visual pilihan Bella ini memang timpang sekali dengan kondisi fisiknya sendiri. Soal mental pun Bagas cukup ciut. Tenang saja, Gavin tidak bermaksud menghakimi selera Bella. Orang jatuh cinta terkadang aneh. Dan pastinya ada hal lebih dari seorang Bagas makanya Bella bisa menyukak dia.

"Ya terus kenapa? Bukan urusan lo 'kan? Lagian 'kan gue udah bantuin lo kemarin."

"Gue masih butuh bantuan lo."

"Itu namanya lo manfaatin gue. Sorry, gue bakal laporin kalo ada penyusup di sini."

Gavin sontak saja memegang lengan Bella begitu cewek itu terlihat hendak pergi.

Gavin sekarang benar-benar melepas maskernya. Ia menunjuk beberapa memar di wajahnya.

"Demi Bagas lo itu, gue bikin Yandra nggak bisa masuk sekolah. Jadi gue nggak cuma manfaatin lo tanpa effort yang gue keluarin gitu aja."

"Gue 'kan udah bilang, kalo Bagas di sekolah ini nggak cuma satu." Bella berdecih kecil.

"Yaudah bicara sama Yandra sana. Kalo dia emang bisa dibilangin segampang itu, gue nggak mungkin sampe duel kayak gini."

Bella merapatkan giginya kesal.

"Gue bakal bener-bener jamin keselamatan crush lo itu, tapi lo harus bersedia bikin kesepakatan buat jadi pacar pura-pura gue."

Bella berdecak. Ia menggigit bibirnya karena kepalanya tak menemukan pilihan. "Kenapa harus gue sih?"

"Karena lo udah terlanjur terlibat."

Jujur saja Gavin tidak pernah berniat menarik siapa pun ke dalam urusannya dengan Clara. Maka dari itu dia juga menolak keras usul mamanya. Namun, sekarang keadaan terlanjur berubah tanpa dirinya perkirakan.

"Enggak. Gue nggak seterlibat itu. Kemarin 'kan gue udah bilang cuma teman. Jadi lo ada kesempatan buat ngangkat cewek lain jadi pacar pura-pura." Tindakan kemarin tentu hasil pemikiran matang. Bukan hanya soal mengecoh pemikiran Clara, tapi poin utamanya agar Bella mudah terlepas dari cowok ini. Bella suka keuntungan ganda, tapi sayangnya cowok di depannya lebih melunjak dari yang dirinya kira.

Argh, kenapa harus seperti ini sih?
Bella 'kan hanya ingin mengejar cinta Bagas, berpacaran lalu punya kisah masa SMA yang manis seperti teman-temannya.

Bella memejamkan mata sebelum kembali menatap Gavin. "Berapa lama gue harus jadi pacar pura-pura lo?"

"Gue nggak bakal bikin ini timpang buat lo, setelah Yandra balas ke Bagas yang asli, kita bisa selesai. Tapi buat sekarang gue bener-bener minta kerja sama lo. Seenggaknya buat bikin Clara nggak nekan adek gue lagi."

Yandra sampai sebuas itu karena adiknya dilecehkan, Gavin sampai rela seperti ini buat adiknya juga, tapi kenapa kakak cowok Bella malah dikit-dikit ngajak baku hantam ya?

Menyebalkan. Bella jadi iri dengki.

"Iya-iya, paham. Sana balik ke tempat lo."

"Nomornya?" ucap Gavin seraya menggoyang-goyangkan ponselnya yang masih tidak dihiraukan dari tadi.

Bella menghela napas. Dengan gestur enggan dia mengambil ponsel Gavin lalu mengetikkan nomornya di sana.

"Ini udah."

Bella mengembalikannya dan tanpa berbasa-basi lagi ia melenggang pergi meninggalkan Gavin.

Pandangan Gavin terus terpaku pada punggung yang kian menjauh itu. Awal pertemuan mereka bukan hal baik. Yaitu saat Bella terlihat frustrasi di atas jembatan. Pertemuan selanjutkan Gavin juga sadar betul kesan yang dirinya berikan buruk, karena Gavin menyeretnya pergi untuk lepas dari jangkauan polisi. Namun, kenapa dia bisa bersikap santai?

Maksud Gavin, Bella tidak terlihat takut padanya. Dia bahkan dengan santai bisa membalas perkataannya. Pamornya sebagai preman sekolahan tersebar luas. Kalau bukan anak cewek yang sekelas dengannya, yang mungkin sudah tahu Gavin tidak segarang itu, anak cewek kelas lain pasti langsung menunduk takut saat berpapasan.

Gavin juga sudah sering bertemu dengan orang yang percaya diri, tapi biasanya mereka seperti itu karena yakin punya hal lebih dari lawan bicaranya. Lalu hal lebih apa yang Bella punya itu?

"Udahlah, Vin. Lo punya misi lain datang ke sini."

Gavin pun memasang kembali maskernya. Karena sudah terlanjur masuk ke wilayahnya, mungkin sekalian Gavin akan mencari tahu tentang Billa.

oOo

Neng Bella lewat, ngeeeng...

15 Juni 2023

Continue Reading

You'll Also Like

543K 22K 37
Dia adalah arjuna, dengan nama detail 'Arjuna John Alexandra'. Laki-laki jenaka dengan segala aspek jokesnya. Seorang vokalis THE GEDEBAK GEDEBUK BAN...
653K 14.1K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...
2.5M 256K 59
"Je, lo beneran nggak pacaran lagi sama Ganesh?" "Iya, kan gue juga udah bilang putus sama dia 30 Januari." "Terus kenapa dia masih suka perhatiin lo...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 71.7K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...