Sahabat yang Merebut Suamiku

By DewiMuliyawan

1.9K 7 0

Persahabatan Letisha dan Mutiara hancur karena perselingkuhan. Letisha tidak pernah menyangka jika Mutiara te... More

Arti Sahabat
Mutiara Kembali
Curiga
Menjenguk
Dinas Luar Kota
Pergi Berdua?
Rencana
Kabur
Awal Mula

Curhat Sahabat

139 1 0
By DewiMuliyawan

“Tante lihat deh, Ella punya boneka baru…” bocah cilik itu langsung menyambutku begitu aku masuk sambil menggandeng Ello. “Cantik ya…” dia menyodorkan boneka itu padaku.

“Wah, benar cantik sekali. Boneka baru ya, La?” Jariku membelai rambut hitam boneka itu. Bertiga, kami duduk di karpet ruang tamu. Ella menggangguk berulang kali hingga rambutnya yang dikuncir dua berayun-ayun.

“Iya, Tante. Hadiah dari Om Janu.” Senyum Ella lebar.

Deg. Ada rasa tidak enak melintas di hatiku. “Kapan Om Janu kasih hadian ini, La…?” Heran juga aku karena tidak tahu Janu sudah memberikan hadiah untuk Ella. Biasanya dia tidak pernah peduli dengan urusan-urusan pribadi seperti ini. Membeli hadiah ulang tahun, pernikahan teman, atau acara apapun selalu diserahkan padaku.

“Kapan ya…” gadis cilik yang cerdas itu tampak lucu saat mengerutkan keningnya untuk mengingat-ingat. Aku enggak tahan untuk mencolek pipinya yang gembil. “Ella lupa tante…” jawabnya sambil tertawa.

Aku ikut tersenyum dan mengusap pipinya. “Ella sayang sama boneka ini?” aku mengalihkan topik pembicaraan. Tidak layak rasanya melibatkan anak kecil dengan kecurigaanku.

“Sayang banget… Tante. Setiap hari Susi tidur bareng Ella.”

“Susi?”

“Iya, nama boneka ini Susi. Ella sayaaaang… banget sama Susi.” Seakan ingin membuktikan kata-katanya, Ella mendekap boneka itu dengan erat.

Sementara kami bicara, Ello lebih banyak diam. Dia menyandarkan tubuhnya di dadaku sembari memperhatikan obrolan kami. Menghabiskan waktu bersama mereka selalu menyenangkan. Rasa lelah akibat seharian bekerja, menguap seketika saat mendengar tawa dan celoteh mereka. Makin sering bersama Ella dan Ello telah berhasil membuat keinginanku untuk memiliki anak makin kuat.

Karena malam sudah makin larut, aku menemani anak-anak Mutiara membersihkan diri, berganti pakaian dan naik ke tempat tidur.

“Met bobo, Ella dan Ello…” ucapku saat mereka sudah berbaring di ranjang.

“Bye Tante Tisha…” balas mereka dengan suara yang sudah mengantuk.

Aku menutup pintu pelan. Membiarkan pengasuh Ella dan Ello menemani mereka. Bulan sudah naik tinggi saat aku berjalan pulang, melintasi taman ke rumah utama. Sinar rembulan tampak cantik memantul di kolam ikan yang kulewati. Suasana romantis membawa pikiranku pada Janu. Sedang apa ya dia?

Tapi Janu harus menunggu. Aku memilih untuk menghubungi Mutiara lebih dulu. Ingin menanyakan penyebab dia merubah rencana perjalanan. Mumpung belum terlalu malam. Kalau aku menghubungi Janu lebih dulu dan keasikan mengobrol bisa-bisa kemalaman untuk menelepon Mutiara.

Ini agak aneh. Keningku sedikit berkerut karena teleponku tidak juga terjawab. Jangan-jangan Mutiara sedang makan malam atau malah sudah beristirahat. Padahal setahuku dia jarang sekali tidur di bawah jam duabelas malam. Sudahlah. Tidak mengapa, toh aku bisa menelepon besok. Biar aku ngobrol dengan Janu saja dulu.

Sambil bersandar santai di sofa ruang tamu aku menyalakan speaker ponsel, supaya bisa ngobrol lebih santai. Sayang keinginanku berbincang dengan Janu sambil menunggu kantuk juga tidak bisa terwujud. Karena penasaran, sampai lima kali aku mencoba menelepon tapi juga tidak mendapat jawaban. Kesal dan cemas campur aduk dalam hatiku. Kesal karena Janu tidak menepati janji untuk mengabari kalau sudah sampai. Dan cemas karena takut terjadi sesuatu yang tidak dinginkan pada Janu. Amit-amit.

Gagal menghubungi dua orang itu makin membuat aku gelisah. Firasat dalam hatiku seperti mengatakan ada sesuatu yang terjadi. Kugelengkan kepala pelan. Mengusir kecurigaan yang tiba-tiba datang. Ah, tidak mungkin Janu dan Mutiara macam-macam. Cuma kebetulan saja mereka berdua sama-sama tidak bisa dihubungi. Mereka yang pergi ke dua kota yang berbeda mungkin sama-sama sedang kelelahan.

Walaupun sudah sekuat tenaga berusaha berpikr positif, rasa gelisah itu tetap ada. Curiga makin mencekam. Untuk mengurangi keresahan, kuambil ponsel dan menghubungi Ratna, sahabatku.

“Hai, beb… apa kabar…” Ratna memang benar-benar sahabat yang tidak pernah mengecewakan. Kapanpun aku menelepon dia akan langsung menanggapi.

“Belum tidur, Na?”

“Ah, basa-basi,” potong Ratna sambil tertawa. “Kamu tahu banget kan aku nocturnal. Melek malem dan tidur di siang hari.”

“Gara-gara baby?” Baru empat bulan lalu Ratna melahirkan. Aku dengar ibu baru sering harus begadang untuk mengurus bayinya.

“Gitu deh, untung kamu nelepon, aku sudah bosen banget di rumah terus. Enggak pernah ngemall, pergi café apalagi club.”

Semenjak punya anak, Ratna berkeras mengurus sendiri buah hatinya. Baby sitter bagi Ratna hanya asisten untuk membantu atau menggantikannya sesekali saja. Karena itulah aku kehilangan teman gaul dan shopping yang paling oke.

“Hahaha… itu sudah jadi masa lalu ya… Sekarang jadwal kamu ke klinik buat kontrol baby dan vaksinasi.”

“Yak, betul banget. Kamu sendiri gimana, beb? Masih sibuk berat di kantor?”

“Gitu deh, biasa lah.”

“Tia masih tinggal di paviliun?” tanya Ratna tanpa basa-basi.

Waktu aku bercerita telah menawarkan paviliun di samping rumahku sebagai tempat tinggal Mutiara. Ratna langsung tidak setuju. Waktu itu aku datang ke rumahnya sambil membawa puding buah. Heran dia sudah melahirkan tapi masih sering “ngidam”, alias menginginkan makanan atau minuman tertentu. Menjelang makan siang, tiba-tiba dia menelepon ke kantor dan bilang ingin makan pie buah.

Tidak tahu dia memang benar-benar ingin makan kue itu (padahal dia bisa saja kan meminta suami atau sopirnya untuk membeli) atau hanya alasannya saja karena ingin bertemu denganku. Tanpa banyak bertanya aku segera meluncur membawa satu box kue-kue lezat itu ke rumahnya.

Kami lesehan di ruang tengah rumah Ratna, ngemil pie ditemani teh hangat sambil ngobrol tentang banyak hal. Sepertinya Ratna benar-benar kangen denganku. Wajahnya tampak sangat sumringah.

“Beb, kamu kan punya banyak duit. Kalau memang ingin menolong teman, kontrak saja rumah atau malah apartemen untuk dia. Jangan mengajak tinggal di tempat kamu.” Begitu komentarnya saat aku bicara tentang Mutiara.

“Eh, memangnya kenapa, Beb? Rumahku besar dan ada paviliun yang tidak terpakai. Terus terang rumahku agak sepi, apalagi kalau Janu sedang keluar kota. Kalau Tia tinggal dekat rumahku kan gampang kalau aku perlu teman bicara atau curhat.”

“Kenapa enggak nawarin aku sih?” Ratna bertanya sok cemburu.

“Halah, Beb, rumahmu saja jauh lebih mewah dari rumahku. Masa’ aku menawari kamu pindah ke paviliun,” sergah Tisha bersungut-sungut. Ratna memang menikah dengan salah satu pengusaha sukses di ibukota. Dia bersama suami dan anaknya tinggal di rumah yang lebih patut disebut istana.

“Aku serius, Beb. Enggak baik ada wanita lain di dalam rumah kita.”

Rasanya aku pernah mendengar kata-kata nasihat itu, tapi masih juga mencoba berkilah. “Tapi Tia bukan orang lain, Na. Dia sahabatku yang paling baik. Senang rasanya bisa tinggal berdekatan seperti masa kuliah dulu.”

“Darling, kamu tuh sudah enggak hidup di zaman kuliah dulu. Bukan lagi perempuan polos dan lugu. Kalian sudah jadi wanita matang.”

“Lalu?”

“Kamu enggak takut kalau Janu tertarik pada Tia?”

Waktu itu pertanyaan Ratna justru membuatku tergelak. Lucu dan konyol rasanya membayangkan Janu jatuh hati pada Tia. Sahabatku itu sama sekali bukan tipe perempuan yang disukai Janu. Itu aku tahu pasti.

Janu lebih menyukai wanita yang lincah, gesit dan mandiri. Sementara Tia terlalu feminin, kalem dan pasif. Sulit membayangkan mereka saling melengkapi sebagai pasangan.

Secara fisik aku juga lebih cantik daripada Tia. Tubuhnya lebih tinggi dan ramping. Soal kecerdasan aku juga berani bersaing dengannya. Selama kuliah dulu, nilai-nilaiku selalu lebih tinggi dari Nia. Pendeknya aku tidak melihat alasan mengapa Janu bisa tergoda dan berpaling pada sahabatku itu. Karena itulah dengan percaya diri aku mengajak Tia tinggal di paviliun. Tapi itu dulu. Kenapa sekarang rasa percaya diriku mendadak turun?

Haii… silakan baca juga cerita yang lain di KBM App ya…

Cinta Rahasia Suamiku

Suami Perebut Warisan

Pembalasan Isteri Setelah Dipenjara

Happy Reading…

Continue Reading

You'll Also Like

994K 47.9K 40
𝐓𝐡𝐞 𝐔𝐧𝐞𝐱𝐩𝐞𝐜𝐭𝐞𝐝 𝐬𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 ~ 𝐁𝐨𝐨𝐤 𝟏 In a world where love knows no boundaries, Aleena Noor a Bangladeshi girl with an elated heart...
157K 2.4K 28
Rajveer is not in love with Prachi and wants to take revenge from her . He knows she is a virgin and is very peculiar that nobody touches her. Prachi...
757K 77.8K 28
في وسط دهليز معتم يولد شخصًا قاتم قوي جبارً بارد يوجد بداخل قلبهُ شرارةًُ مُنيرة هل ستصبح الشرارة نارًا تحرق الجميع أم ستبرد وتنطفئ ماذا لو تلون الأ...
637K 59.3K 35
She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful She is innocent He is cunning She is broken He is perfect or is he? . . . . . . . . JI...