Secret You || 2028 - SEQUEL

By anufa_dillah

3K 234 541

Sequel of Secret You Kehilangan itu menyakitkan. Terlalu banyak luka hingga membekaskan trauma di amygdala. T... More

Prologue
SECRET U || Amygdala
SECRET U || Still Alive
Trailer
SECRET U || Pain
SECRET U || Undercover
SECRET U || Quartervois
SECRET U || Impostor
SECRET U || Act As Cast
SECRET U || PTSD
SECRET U || Tired
SECRET U || Eavesdropper
SECRET U || Saekki!
SECRET U || Ellipsism
SECRET U || Alter
SECRET U || Fallin' In Love?
SECRET U || Frame Up
SECRET U || Curious
SECRET U || Awards
SECRET U || First Strike
SECRET U || He's Back?
SECRET U || BTS [Behind The Scenario]
SECRET U || War - Bloody Game?
SECRET U || Good Revenge?
SECRET U || Monster Vs Demon
SECRET U || D-Day
Promotion || New Story
SECRET U || Changeless
SECRET U || Different One
SECRET U || Euphoria
SECRET U || He's Not Me
SECRET U || LA 4 G
SECRET U || Life [Ordinary] Goes On
SECRET U || Super Blood Moon
SECRET U || The Ending
Parting Shot
SECRET U || Relationship
EPILOGUE || Happiness
Bonus Chapter || Y O U ❓

SECRET U || The Glory

76 7 12
By anufa_dillah

Sekarang kemenangan itu menjadi milik kita. Bagaimana? Kau puas dengan itu?

[ s e c r e t ♪ y o u ]

2 detik..

1 detik..

Dan ledakan dahsyat itu sungguh terjadi, suaranya benar-benar memekakkan telinga. Sepertinya bom itu langsung meleburkan tubuhnya, sampai ia tidak bisa merasakan apapun lagi disaat ledakan itu terjadi dengan begitu cepat. Ia sama sekali tidak merasa kesakitan. Mungkin nyawa langsung terlepas begitu saja dari tubuhnya, hanya hempasan angin yang menerpa tubuh yang ia rasakan.

Hening.

Telinganya berdengung keras sekali. Ah, tidak. Masih pantaskah disebut telinga? Ia bukan manusia lagi sekarang.

Sayup-sayup, ia bisa menangkap suara sesuatu seperti percikan api. Dan semakin lama, suara itu kian jelas menyambangi indra pendengaran.

"Libra, lo gak papa?"

DEG!*

Sontak, Libra membuka matanya. Dan pemandangan yang ia dapatkan sungguh jauh sekali di luar prediksinya. Ia kira, dunia kematian itu didominasi oleh putih. Tapi disini gelap sekali, ini tidak ada bedanya dengan pemandangan bumi ketika malam tiba.

Ah, tunggu. Ini tempat yang sama!

Tapi, bagaimana bisa ia ada disini? Bukankah tadi ia berada di rumah —

Oh tidak! Rumah itu—tepat di hadapannya dalam jarak aman yang cukup jauh—sungguh hancur, dan pasti akan benar-benar rata dengan tanah setelah kobaran api itu selesai melahapnya.

Apa ini? Bukankah tadi ia berada disana sebelum bom benar-benar meledak? Rumah itu sungguh meledak, tapi kenapa ia baik-baik saja disini? Tanpa kekurangan suatu apapun. Dan.. bagaimana ia bisa berada di luar seperti ini?

Apakah ini mimpi?

"Gue yang bawa kalian kesini." Suara itu kembali menginterupsi, menarik atensinya untuk teralih dari kobaran api itu.

Libra tersentak setengah mati kala menemukan presensi lelaki itu. Wajah hingga tubuhnya—Libra tidak yakin cairan merah pekat yang melumuri seluruh tubuh lelaki itu apa. Tapi yang jelas, dari tatapannya yang lembut, Libra yakin jika Abhizard yang kini mengambil alih tubuh itu. Bukan Ghazyy.

Astaga! Apa yang terjadi padanya? Lelaki itu sungguh mengerikan dengan cairan merah itu di sekujur tubuhnya.

Tidak tidak! Libra pasti sedang berhalusinasi. Ia sudah mati, 'kan? Seharusnya begitu.

Libra sungguh akan berpikir demikian, jika saja ia tidak menemukan eksistensi lelaki itu disana. Kai, dia berdiri mematung di tengah syok yang menumpuk di kepalanya. Lelaki itu sama sekali tidak bisa bergerak, terus menatap bangunan itu mulai diruntuhkan oleh api tanpa berkedip—netranya bahkan sampai bersinar karena pantulan cahaya panas itu. Kai seperti tidak dalam kondisi sadar sepenuhnya, di tengah membatu tubuhnya—yakin sekali lelaki itu sedang terguncang kuat di dalam dirinya.

"Sorry, Ra." Mendadak Abhizard meminta maaf, dan itu kembali mengalihkan atensi Libra.

Pun Kai ikut tersadar dari rasa syoknya. Dia bertambah gelagapan sendiri, bahkan hingga tersedak liurnya sendiri sebab pernapasan yang mendadak terganggu.

Libra bisa menemukan sendu dalam kilat cahaya hazel itu, bahkan ada seberkas rasa bersalah juga disana. "Gue gak sempet nyelamatin mereka juga, waktunya terlalu mendesak. Gue baru menyadari tentang bom itu di dua detik terakhir."

Menyulut seudara napas berat terhempas, berikut Libra tertunduk. Bahkan ia tidak mengharapkan kata maaf itu dari Abhizard. "Mereka emang pantes mati." Tentu saja, ia mengerti siapa yang dimaksud Abhizard.

"Ini karma terbaik buat mereka."

Cukup berat rasanya saat mengatakan hal itu. Tapi bagaimana lagi? Memang begitu kenyataannya. Ini sudah berakhir. Tidak ada yang perlu disesali lagi.

Selayaknya justru mereka harus bersyukur, karena akhirnya kejahatan itu musnah. Meski harus menelan banyak jiwa yang tidak bersalah, tapi itulah caranya Tuhan memberi keadilan kepada mereka. Mungkin memang ini jalan terbaiknya.

"Ra.."

Atensi Libra kembali tertarik oleh panggilan Abhizard. Tetapi netra mereka tidak bertumbuk satu sama lain, Libra menyadari fokus tatapan lelaki itu menuju lehernya.

"Bisa gue lakuin?" Abhizard bertanya, terlihat ragu, tapi dia menginginkannya. Libra bahkan bisa melihat jakun lelaki itu bergerak naik turun, seperti berusaha menelan saliva-nya sendiri dengan kesulitan.

Libra mengerti, lantas tanpa menjawab ia langsung memiringkan kepalanya ke arah kiri. Membuka akses lehernya agar Abhizard bisa melakukannya dengan bebas. Maka disaat itulah Abhizard langsung bergerak maju, wajahnya siap tenggelam di leher adik—tirinya itu.

"Heey!!" Nyaris berteriak, Kai meraih kerah jaket Abhizard di bagian belakang leher, menariknya untuk dijauhkan dari Libra. Ia melakukannya sudah persis seperti mengangkat anak kucing di lehernya.

Kai berani melakukan itu karena sadar jika tubuh itu sudah dikuasai Abhizard. Jika saja Ghazyy yang masih berada dalam tubuh itu, tentu saja Kai tidak akan berani melakukannya.

"Sialan! Kalian mau ngapain?" Protes, Kai menatap kedua lelaki itu dengan tatapan horor. "Sadar, anjir! Kalian sama-sama cowo! Sial! Kalian nggak gay, kan? Woah! Otak gue!!" Kai menggerutu, kemudian berujung frustasi sembari memegangi kepalanya—sungguh dramatis.

Sementara Abhizard dan Libra hanya menatap lelaki itu malas. "Otak lo kotor. Cuci dulu sana, gih." Abhizard yang berujar, dan sontak tatapan tajam Kai kembali melayang ke arahnya.

"Gue cuma mau ngobatin lukanya Libra." Abhizard memberi alasan, yang mana kali ini menyulut segurat kerutan muncul di kening Kai—dia tidak mengerti.

"Liat? Darahnya masih terus keluar, gue harus ngeberhentiin pendarahannya." Sambungan Abhizard secara otomatis menarik atensi Kai untuk teralih tepat pada luka di leher Libra.

Benar, memang benar. Luka Libra memang teramat dalam, dan darah masih mengalir dengan sangat deras.

"Tapi kenapa harus kaya gitu ca—"

"Aishh! Bisa diem dulu gak, lo?" Libra menyambar sebelum Kai selesai mengutarakan kebingungannya. "Gue gak mau mati kehabisan darah disini." Katanya, dan jujur saja Libra mulai merasa lemas karena terlalu banyak mengeluarkan darah.

"Kak, cepetan!" Maka Libra menarik lengan Abhizard, meminta lelaki itu agar lekas melakukannya. Kemudian ia terpejam kala wajah Abhizard mendekat, pun bibir lelaki itu sungguh mendarat di lukanya.

Libra meringis kala Abhizard menyesap lukanya cukup kuat. Sakit, tapi ia menahannya. Lagipula ia mengerti—ini memang harus dilakukan cukup keras, tidak akan berpengaruh apapun jika Abhizard melakukannya dengan lembut. —

.. Jujur saja, ini memang bukan yang pertama. Untuk itulah tadi Libra langsung memahami maksud Abhizard. Sebab ini sudah terjadi beberapa kali, kala Libra tanpa sengaja melukai tangannya dengan pisau atau apapun yang membuatnya berdarah. Dimana moment pertama kali, dengan cara itu pula Abhizard menyembuhkan luka di perut Libra—baik luka bekas jahitan ataupun luka bakar sebab kejadian enam tahun lalu itu. Itulah mengapa sekarang tidak ada bekas luka apapun lagi di perut Libra, apa yang dilakukan Abhizard membantu penyembuhan dengan cepat dan hasil seratus persen ..

— Selayak vampire, tanpa rasa jijik Abhizard menghisap darah di luka Libra. Tapi bukan untuk menelannya, melainkan tentu membuangnya dengan diludahkan. Ia melakukannya beberapa kali sampai darah benar-benar berhenti mengalir. Hasilnya, bekas merah seperti kissmark tercetak jelas di sekitar luka Libra. Memang gelap, tapi mata kucing Abhizard bisa melihatnya dengan jelas.

Abhizard akui ini memang sangat menggelikan. Lagipula, kenapa harus terluka di leher? Aish!

Belum selesai, Abhizard melakukan langkah terakhir. Dimana cahaya kekuningan dari sepasang netranya kian bersinar terang. Kemudian lidahnya terjulur, menyapu robekan luka Libra yang cukup menganga—tujuannya untuk mengurangi rasa sakit Libra. Mungkin ini terdengar sangat menjijikkan, tapi saliva-nya lah yang menjadi obat—bius jika dalam bidang medis.

Dan sialnya, jiwa lelaki Libra melambung tanpa disadari—tepat ketika lidah Abhizard menyapu permukaan lehernya. Desahan sungguh akan keluar jika saja tidak ditahan. Maka Libra hanya mampu melampiaskannya melalui cengkraman kuat pada jaket di bagian lengan Abhizard.

Uh, sungguh menggelikan. Ini gila sekali!

Dan yang menjadi penonton sungguh akan benar-benar gila saat menyaksikannya. Kai merasa merinding di sekujur tubuh melihat Libra dan Abhizard berada dalam posisi yang.. aish! Kalian tidak akan bisa membayangkan hal itu terjadi diantara sesama jenis. Itu terlihat sangat... waah! Benar-benar gila!

"Lo gak mau ngelakuin itu juga sama gue?" Kai bertanya disaat Abhizard sudah selesai dengan luka Libra. "Gue juga kena serempet peluru, nih." Katanya, sembari menunjuk luka di lengan kirinya.

"Luka lo baik-baik aja, nggak terlalu dalem." Meski tahu Kai hanya bermain-main, tapi Abhizard menanggapinya dengan serius—pun santai. "Telinga lo juga udah gak berdarah lagi, lo cuma butuh ke rumah sakit nanti."

Kai mendengus. "Bilang aja lo bucin sama adek lo! Sial!" Sarkas, tapi tidak sekasar itu maksudnya. Ia hanya sebatas menggoda, dan Abhizard menanggapinya dengan kekehan tak peduli.

Sementara Libra hanya diam tanpa memberi reaksi apapun. Meski lukanya tidak lagi terasa sakit, tetapi ia tetap merasa tubuhnya lemas sekali.

Libra hanya butuh pulang, dan istirahat.

Mereka benar-benar berniat pulang, tetapi kala baru saja berbalik untuk pergi—mereka dikejutkan oleh presensi seseorang yang entah sejak kapan ada disana. Bahkan mereka nyaris melupakan kedua lelaki itu.

Zayan dan Ji-Min.

Keduanya terdiam mematung dengan seraut syok, dimana atensinya seperti terbius—terus menatap ke arah kobaran api yang masih tinggi menghabisi rumah itu.

"Astaga. Bom-nya benar-benar meledak." Ji-Min berujar tak percaya.

Dan faktanya, mereka berdua lah yang pertama kali mengetahui perihal bom-bom itu.

...
Pertarungan baku tembak sesi pertama masih berlangsung, ketika tanpa sengaja Zayan melihat dua orang sedang melakukan sesuatu yang mencurigakan di salah satu sudut rumah. Ji-Min pun menotice kejanggalan itu.

"Yaaakk! Apa yang kalian lakukan?!"

Teriakan Ji-Min mengejutkan kedua lelaki asing itu, hingga mereka langsung melarikan diri—terbirit-birit. Zayan maupun Ji-Min tidak akan peduli tentang pelarian kedua lelaki itu, jika saja mereka tidak menyadari bahwa kedua lelaki itu ternyata memasang bom di tempat itu. Sialnya, bom sudah diaktifkan dalam waktu kurang dari satu jam.

Panik, tapi Zayan tidak berpikir untuk memperingatkan Ghazyy, Libra ataupun Kai terlebih dulu untuk berhati-hati karena Leo dan Serena sudah memasang bom di setiap sudut rumah. Zayan lebih fokus untuk mengejar pelarian kedua lelaki Korea itu, begitupun Ji-Min yang mengikutinya dari belakang.

Maka aksi kejar-kejaran pun terjadi. Kedua lelaki asing itu membawa langkah Zayan dan Ji-Min memasuki hutan belantara yang berada di belakang rumah itu. Ditengah-tengah pengejaran, mereka berempat pun terlibat dalam adegan baku tembak. Kedua belah pihak saling menyerang dengan senjata masing-masing, tetapi selalu meleset sebab malam yang semakin gelap—pun kondisi mereka yang masih berlarian.

Sulit sekali untuk menaklukkan kedua lelaki itu, mereka benar-benar cepat ketika berlari. Hingga aksi kejar-kejaran itu terjadi nyaris memakan waktu setengah jam. Zayan kehilangan kesabaran, ia tidak bisa terus begini. Karena waktu yang ada di bom pasti semakin menipis. Maka ia berhenti, matanya menyipit dan menajam dengan senjata yang sudah siap di depan muka.

DOR!*

DOR!*

Tanpa diduga, Ji-Min pun melakukan hal serupa dengan Zayan. Dan mereka berhasil. Sasaran peluru mereka tepat mengenai kedua lelaki itu, maka mereka langsung menyergap keduanya. Menyerang dengan tinjuan di wajah bahkan tubuh, pun mengancam dengan tegas. Hanya agar kedua lelaki itu mau ikut bersama mereka kembali ke rumah itu untuk menjinakkan bom itu.

Sebab Zayan pikir.. jika mereka bisa memasangnya, maka mereka pun pasti bisa menjinakkannya. Tapi nahas, jawaban kedua lelaki itu membuat hatinya mencelos seketika.

"Kita bukan penjinak bom! Kita bisa memasangnya, tapi tidak bisa menjinakkannya."

Zayan dan Ji-Min sama-sama naik pitam. Mereka tidak segan menghajar kedua lelaki itu dengan sangat brutal, kemudian menghabisinya dengan tembakan yang juga dilakukan dengan brutal pada tubuh kedua lelaki itu.

Mereka hanya memiliki waktu lima belas menit tersisa sebelum bom itu meledak. Dan sialnya, posisi mereka saat ini sudah sangat jauh dari lokasi rumah itu. Mereka sudah sekuat tenaga berlari untuk segera sampai. Tapi baru setengah perjalanan, mereka dikejutkan oleh ledakan hebat yang berasal dari rumah itu.

Waktu mereka habis. Bom sudah meledak. Sebelum mereka bisa memperingati Ghazyy, Libra dan Kai.
...

Hening. Untuk sesaat senyap setelah Zayan selesai bercerita. Dan yang masih terlihat syok saat ini adalah Ji-Min. Lelaki itu masih mengerjap linglung dan menelan saliva-nya kesulitan.

Mendadak malam ini Ji-Min merasa yang paling beruntung dari seluruh kawannya, sebab hanya dirinya satu-satunya yang selamat dari banyaknya pasukan. Ia benar-benar beruntung karena mengikuti Zayan memburu kedua lelaki itu.

"Syukurlah kalo kalian baik-baik aja." Suara Abhizard memecah keheningan yang sempat terjadi.

Zayan menanggapinya dengan anggukan, kemudian mengulas senyuman tipis—tetapi terlihat penuh ketenangan. Sampai kemudian Zayan salah fokus terhadap sosok Abhizard—yang kini tepat berdiri menghadapnya. Mendadak ia merasa ngeri, eksistensi lelaki itu sungguh mengerikan dengan cairan merah kental di seluruh tubuhnya. Seperti habis mandi darah, bau amis darah bahkan teramat menyengat di tubuh lelaki itu.

"Seburuk itu?" Zayan bertanya.

Yang mana kali ini mereka langsung satu frekuensi. Lantas Abhizard mengangguk, membenarkan.

Bahkan Abhizard sendiri tidak menduga jika semuanya akan terjadi semengerikan itu. Jika saja ia anak kecil atau memiliki mental lemah, mungkin saat ini ia sudah dirundung trauma atau bahkan depresi parah.

Apa yang dilakukan Ghazyy terhadap Leo sungguh mengerikan. Persis seperti seorang psycho yang menghabisi korbannya.

...
Leo terkesiap kala lelaki itu justru terbahak sangat keras, padahal seharusnya lelaki itu tumbang. Perasaan menang karena telah berhasil membunuh Ghazyy terpaksa harus dipatahkan kembali. Lelaki itu sama sekali tidak terganggu meski empat peluru telah bersarang di kepalanya.

Bahkan darah sudah mengalir dari pelipisnya yang bolong, alirannya sungguh deras menuju sisi pipi kemudian benar-benar menetes tepat mengenai leher Leo—yang kini tepat ada di bawahnya. Tapi, Ghazyy sungguh terlihat baik-baik saja tanpa terlihat kesakitan sedikitpun.

Oh! Apakah ada manusia yang anti peluru seperti ini?

Leo tahu Ghazyy bukan manusia normal sepertinya, tapi bagaimana bisa lelaki itu masih baik-baik saja setelah empat peluru sekaligus menembus kepalanya?! Sial!

Leo tercekat kala sepasang mata hitam itu kembali terarah padanya, berikut seringai mengerikan itu kembali muncul. Tanpa bisa ditahan tubuhnya bergetar hebat, hingga revolver di tangannya jatuh begitu saja.

"Lo pikir, lo bisa membunuh seorang alter?"

"H-hah?" Leo mengerjap beberapa kali. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud lelaki itu. Sungguh, kenapa bisa begitu?

"Lo bisa ngelukain gue separah apapun yang lo mau, tapi gue gak akan pernah mati. Seorang alter gak akan pernah mati. Karna hubungan gue sama tubuh ini hanya berkisar 50%. Lo ngerti?"

Tidak! Leo sama sekali tidak mengerti! Apa itu alter? Dan teori macam apa itu?!

Tetapi faktanya, yang dikatakan Ghazyy adalah kebenarannya. Ghazyy memang bisa merasakan sakit, dan sejujurnya saat ini ia pun merasa kesakitan di kepalanya. Tetapi tidak seburuk itu rasanya, hanya seperti luka jika kulit tersayat pisau—kira-kira begitu rasanya jika Ghazyy perlu mengatakan. Dan seperti yang diucapkannya, alter tidak akan bisa mati. Seburuk apapun Leo melukai Ghazyy, dia tidak akan pernah mati—lagi.

"Dan tentang luka ini, .." Ghazyy menjeda ucapannya, tanpa Leo sadari ia sudah siap mencengkram pisau lipatnya dengan kuat. ".. bahkan Abhizard gak akan ngerasain sakitnya. Meskipun dia sebagai inti yang punya hubungan dengan tubuh ini 100%, luka seburuk ini gak akan berpengaruh sama sekali sama dia. Abhizard akan baik-baik aja, begitupun gue."

Cengkraman Ghazyy di kerah kemeja Leo kembali menguat, menyulut Leo untuk segera menahannya dengan genggaman kuat di pergelangan tangan Ghazyy.

"Jadi, sekarang lo harus siap-siap. Karna sekarang giliran gue." Ghazyy berbicara teramat mengerikan dengan pisau lipat yang diangkat tinggi-tinggi di atas kepala.

Leo membelak sempurna, atensinya menatap tajam pada ujung pisau lipat yang teramat tajam. Kali ini apa lagi sasarannya? Dan berapa rasa sakit yang akan ia terima dengan aba-aba sejauh itu?

"Lo gak mau jadi Fir'aun, gitu?" Mendadak Ghazyy bertanya tak masuk akal, dan ia kembali mendapatkan tatapan tajam itu dari Leo. "Yang memohon ampun dan mendadak mau tobat di penghujung maut lo?" Sarkasnya benar-benar menusuk.

Leo menggeram emosi, jelas ego lebih tinggi daripada ia harus memohon apalagi bersujud atas hidupnya. Sekali lagi, ia pasti bisa menang dari Ghazyy!

"Bangsat! Gue gak akan ngelakuin itu! Gue yang akan ngebunuh lo! Lo yang—"

JLEB!*

"AAARGHKKK!!"

Pisau lipat Ghazyy kembali mendarat dengan teramat manis, menancap tepat di dada Leo. Dalam sekali, pisau itu tenggelam hingga ke pangkalnya. Ghazyy yakin, pisau lipat yang—telah ia beri racun ghaib dari kekuatannya—tepat menusuk jantung Leo. Itu terbukti, hanya dalam beberapa saat teriakan lelaki itu terhenti. Membeku dengan mata membelak sempurna, pun perlahan memucat bahkan membiru di bibirnya.

"Ups! Sayangnya gue yang ngebunuh lo duluan. Gimana dong?"

Definisi psychopat yang sesungguhnya. Disaat-saat seperti ini, dia masih bisa bermain-main atas ucapannya.

Slash!*

Ghazyy mencabut kembali pisau lipatnya di dada Leo tanpa perasaan, maka seketika itu Leo benar-benar runtuh. Gugur dengan mata terbuka lebar. Nyawanya berakhir.

"Aish! Gak seru! Cepet banget lo matinya, sial!" Tetapi Ghazyy sama sekali tidak merasa puas.

Kematian itu terlalu cepat didapatkan untuk pendosa besar seperti Leo. Seharusnya lelaki itu tersiksa dulu, bukan?

Dan Ghazyy sama sekali tidak peduli. Ia harus menuntaskan hasratnya yang benar-benar tak tertahan.

JLEB JLEB JLEB JLEB!*

Luar biasa brutal, Ghazyy menikam dada Leo berkali-kali tanpa hati. Percikan darah Leo bahkan sudah membasahi bajunya secara keseluruhan. Dia benar-benar mandi darah saat ini. Dan baginya, itu sangat menyenangkan.

JLEB JLEB!*

"GHAZYY, BERHENTI!!"

JLEB!*

Terlambat.

Abhizard berujung stagnan di tempat, ketika darah memancar deras seperti air mancur tepat ke arah wajahnya. Itu diakibatkan karena sasaran terakhir pisau lipat itu adalah tenggorokan Leo.

Sontak Abhizard melepaskan pisau lipatnya, membiarkan benda itu menancap dengan begitu indah di tenggorokan kakak—tirinya itu.

Abhizard menggeleng kuat, tubuhnya beringsut turun dari tubuh Leo. "Nggak! Kenapa lo ngelakuin ini, Ghazyy?" Lemah, tubuhnya benar-benar lemas saat ini.

Abhizard terus beringsut mundur, ingin menjauh dari Leo tapi atensinya tidak bisa lepas dari tubuh Leo yang sudah kaku dengan genangan darah—yang membentuk danau di atas marmer putih itu.

Tangannya bergetar hebat kala terangkat. "Nggak.. Gak mungkin." Sungguh, tangan ini benar-benar mengerikan dengan darah sebanyak ini. Ia kembali menggeleng kuat, terlihat frustasi sekali.

"NGGAAAAKK!!"

Histeris, Abhizard mengusap telapak tangannya dengan brutal pada baju—berusaha menghapus darah Leo di tangannya. Yang mana itu hanya sia-sia, sebab sekujur tubuhnya sudah dihiasi darah Leo saat ini.
...

Abhizard benar-benar terpukul, kala harus menyaksikan kegilaan Ghazyy menikam Leo tanpa dirinya bisa menghentikan lelaki itu. Ia sudah berusaha keras untuk mengambil alih tubuhnya, tapi Ghazyy juga bersikeras untuk tetap tinggal. Bahkan di dalam pikiran, Ghazyy menentang dengan berkata —

"Kita akan otomatis kalah kalo lo keluar! Yang lo lakuin pasti akan maafin dia! Bukannya ngebunuh dia! Gue gak akan biarin lo bertindak bodoh, Abhizard!"

Abhizard menggeleng kuat, mencoba menghempaskan kejadian mengerikan itu di kepalanya. Lantas ia mencari pengalihan, dan atensinya bertumbuk pada presensi Ji-Min.

"Park Ji-Min-ssi."

"N-nee, sajangnim?" Lelaki itu kelimpungan kala menjawab, kentara sekali dia masih belum sepenuhnya tenang dari syoknya.

"Bisa kau hubungi pihak rumah sakit untuk menyiapkan sebuah operasi besar?"

"Mwo?"

"Siapa yang mau di operasi?"

Ji-Min dan Zayan sama-sama tersentak.

"Siapa yang luka? Libra? Kai?" Zayan menatap kedua lelaki itu panik, tetapi yang ia dapatkan adalah gelengan disela bahu yang terangkat sekilas.

Bahkan Libra dan Kai pun tidak mengerti mengapa Abhizard meminta sebuah operasi besar.

"Gue yang akan di operasi."

"H—hah?" Kompak, ketiganya mengerjap beberapa kali kala menatap Abhizard.

Mereka tidak mengerti. Apanya yang mau di operasi? Lelaki itu terlihat baik-baik saja, meski dengan darah di sekujur tubuh. Mereka bahkan tahu jika darah sebanyak itu bukan milik Abhizard barang setetespun.

"Peluru di tubuh gue harus dikeluarin. Satu di jantung, dan empat di kepala."

"APAAA?!" Persis seperti paduan suara, mereka memekik kuat secara bersamaan. Demi Tuhan, mereka syok bukan kepalang.

Apa-apaan ini? Dengan perkataan seperti itu, bagaimana bisa Abhizard masih terlihat santai dan tanpa beban? Empat peluru di kepala? Bahkan jantung? Apakah dia tidak langsung mati?

Woaahh... Libra, Kai dan Zayan melemas begitu saja. Sementara Ji-Min terlihat polos sekali dengan mata sipitnya yang berkedip. Ayolah, dia tidak memahami bahasa keempat lelaki itu.

Seperti qoutesnya, apakah kalian puas dengan ini? Akhirnya setelah sekian purnama, kebaikan bener-bener berjaya diatas segalanya. Kemenangan ada di pihak kita sekarang.

Monmaap, cerita ini jadi tukang prank😭 banyak banget moment yg bikin kesel dan nangis, ujungnya kagak jadi🤣

Kalo kata Bangtan mah, We Are Bulletproof, ya Ghazyy? Wkwk😂

Noted :

"Seorang alter gak akan bisa mati. Karna dia cuma punya hubungan dengan tubuh berkisar 50%."

Jujur, aku gak tau apakah itu bener atau nggak—di kehidupan nyata dari orang yang memiliki DID. Tapi yang jelas aku tegasin sekali lagi, cerita ini termasuk ke dalam genre FANTASI. Jadi, apapun yang aku tulis tentang sesuatu yang gak masuk akal, itu semua cuma fantasi aku. Meski tidak masuk akal, semoga dapat tetap menghibur kalian, ya..

So, to be continued yeorobun..

Continue Reading

You'll Also Like

1.9K 214 39
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling kompleks, mereka memiliki ekspresi yang begitu banyak sehingga mampu memainkan peran di dalam panggu...
3.4M 329K 93
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
8.1K 537 34
Inilah kisah mereka, kisah tiga belas pemuda laki-laki yang berusaha mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Tak hanya sebuah harapan yang diperjuangkan...
Bond By simahiro

Fanfiction

106K 15.7K 58
Park Kibum yang tidak tahu Kyuhyun yang terlalu menyayangi sang Ibu Park Jungsoo yang menyimpan rahasia Park Donghae yang selalu melihatnya Dan dua w...