Sagara Senja🌸

De teahmanis

256 54 0

⚠SUDAH DITERBITKAN⚠ Self publish. Mencari orang yang tepat itu hampir sama seperti mencari jarum di tumpukk... Mais

Prolog.
Pesawat kertas
Part 2.
Part 3.
Arjuna yang sering mendua
Part 6
Part 7
Si Tsundere yang mencair.
Part 9.
Part 10
Sagara Senja 11
Sagara Senja 12.
Boleh penasaran

Meet up.

12 4 0
De teahmanis


Part 5

Meet up.

Senja tengah terpaku ketika usai membaca pesan dari Jay, berpikir sebaiknya ia menunda keberangkatannya untuk menghadiri pesta perkawinan Aerlangga lantaran ada Arjuna di sana. Jantungnya berdebar, gelisah dan kesal kini bercampur menjadi satu membawa beberapa kenangan pahit yang sudah lama berlalu. Untung saja, di sana ada Elang yang begitu setia menunggunya untuk pergi bersama. Senja pun meminta agar mereka menunda kepergian dan menceritakan penyebabnya tanpa ragu pada Elang. Pemuda itu kini tertegun menatap wajah Senja yang tampak gelisah.

"Neng Senja, nggak apa-apa, 'kan?"

Senja lantas menggeleng, tetapi wajahnya begitu jelas mengatakan hal sebaliknya. Bagaimana pun juga, Senja belum siap apabila harus bertemu dengan mantan suaminya, Arjuna. Akhirnya, Senja dan Elang memutuskan untuk pergi bersama rombongan abah Koswara ke acara pernikahan Aerlangga dan mereka pun berangkat setelah sholat isya.

Sesampainya di tempat acara, rombongan abah Koswara disambut antusias oleh keluarga mempelai. Mereka saling menyapa satu sama lain dan mengeluhkan beberapa hal karena keluarga Abah baru tiba di saat pesta hampir usai. Abah Koswara beserta rombongan menghaturkan maaf karena datang terlambat. Shailendra merangkul ayah Aerlangga dan mereka pun saling bercengkrama, keluarga Aerlangga adalah partner Shailendra dalam berdagang dan berkebun sayuran sehingga mereka menjadi akrab satu sama lain.

Elang dan Senja bergegas menemui Aerlangga dan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai, Aerlangga balik mengucapkan terima kasih atas kerelaan Senja yang sudah sudi menghadiri pernikahannya.

"Neng Senja, sejak kapan datang? Pangling nggak sih?" seru Aerlangga dengan sumringah.

"Udah lumayan lama, Aer. Nggak pangling, ah, biasa aja," ujar Senja dengan tersenyum simpul.

Aerlangga mengangguk, kemudian menepuk pundak Elang. "Kenapa baru ke sini, lu?" protesnya. "Sibuk ngapain, sih?" sambungnya dengan sinis.

"Nggak, eh iya deh maaf," ucap Elang dengan mengulum senyuman.

"Hahah ... canda kali," ujar Aerlangga sampai keduanya saling berpelukan.

"Anak-anak yang lainnya pada ke mana?" tanya Elang.

"Ada di dalam, tuh ada Lingga dan Saga, mereka baru habis mandi," sahut Aerlangga.

Tidak lama kemudian, Jay keluar dari dalam rumah Aerlangga.

"Itu Jay!" seru Senja hingga mereka pun menengok ke arah Jay.

"Neng Senja, udah makan belum?" tanya Aerlangga, "makan dulu gih, bareng Elang," pintanya.

"Santai saja, nanti juga kami akan makan kalau lapar," seru Elang.

"Jangan santai-santai, nanti lauknya keburu habis tahu rasa lu," celoteh Aerlangga.

"Hahaha ... bisa aja lu," balas Elang sambil tertawa.

Jay menghampirinya, mengucapkan beberapa obrolan ringan dengan Senja kemudian bergabung bersama keluarga abah Koswara.

"Mereka mau menginap, lu nginap juga, ya, Elang?" tawar Aerlangga.

"Nggak ah, ngapain?" ucap Elang dengan berpaling muka.

"Idih, teman macam apa coba?" protes Aerlangga.

"Boda amat," ucap Elang dengan ketus lalu mengulum senyum sampai Aerlangga menepuk pundaknya dan mereka pun tertawa bersama.


Sementara Senja mulai menikmati hidangan dengan ditemani Jay beserta rombongan abah Koswara, tetapi Elang memilih masuk ke dalam rumah Aerlangga untuk menghampiri Lingga dan Saga.

"Woi!! Ke mana aja lu, baru datang?" seru Lingga dengan sumringah yang sedang duduk bersama Saga di ruang keluarga.

"Iya, maaf aku telat," jawab Elang, mereka pun saling berpelukan.

"A' Saga, apa kabar?" Elang menyapa Saga dan pria tsundere itu pun mengagguk.

"Elang kapan datang?"

"Barusan nih, A'," sahut Elang sembari memandangi jam tangannya.

Saga menganggguk. "Sama siapa ke sini?" sambungnya.

"Sama neng Senja dan Abah serombongan," ujar Elang membuat Saga tertegun.

"Oh, neng Senja udah pulang?" sela Lingga.

"Iya, udah dua minggu lebih ada di kampung," papar Elang.

"Wah, pasti neng Senja makin cantik, ya?" celoteh Lingga.

Elang pun mengagguk, "Pasti dong!" serunya.

"Elang makan dulu!" seru Senja yang kini masuk ke dalam bersama dengan Jay.

Mereka pun sontak menoleh dan tercengang melihat Senja yang memang tampak lebih cantik dan langsing.

"Oh, iya, neng Senja udah makan emang?" tanya Elang.

Senja lantas mengangguk. "Udah barusan," pungkasnya.

"Neng Senja, apa kabar?" sapa Lingga yang kini mendekat ke hadapannya.

"Baik, kamu sendiri apa kabar?" sapa Senja.

"Alhamdulillah, neng Senja, makin bening saja deh, makin cantik," ucap Lingga dengan memuji.

"Kamu juga sama, makin tampan saja," balas Senja tanpa basa basi.

Lingga pun mengulum senyuman. "Kege'eran dah," celetuk Elang.

"Apaan sih?" dengan ketus Lingga memprotes pada Elang, dan kembali mengulum senyuman.

Jay menepuk pundak Lingga sambil tertawa. "Awas terbang," ledeknya.

"Haha ... sayapku sudah patah," sahut Lingga kemudian tertawa sampai kedua matanya terpejam.

Senja pun terdiam, tidak terlalu mengikuti lelucon antara Lingga dan yang lainnya.

"Kalau begitu, ayo atuh temani Elang makan," pinta Elang sembari mendekat ke hadapan Senja.

"Ayo!" pungkas Senja.

"Neng Senja!" Jay berseru sampai Senja sontak menoleh. "Ini yang satu lagi belum disapa," ujarnya sambil merangkul pundak Sagara.

Pria yang kerap dijuluki si kulkas itu kini hanya berdiri memandangi kehadiran Senja dan sesekali menampakan senyuman yang berseri-seri.

"A' Saga, apa kabar?" sapa Senja, yang kemudian menoleh ke sana ke mari karena merasa heran melihat raut wajahnya si tsundere itu.

"Hahaha ... lu ngomong dong, Saga," celetuk Lingga dengan menahan tawa melihat raut wajah Sagara yang tampak termangu.

"Yaudah, Neng, Elang mau makan dulu, ya," ucap Elang seraya berlalu.

"Elang tunggu, aing ikut," seru Lingga bergegas mengikuti dari belakang.

Jay menepuk pundak Saga kemudian menjauhinya.

"Ayo, Neng," ujar Jay dengan menggandeng salah satu lengan Senja.

"Neng Senja, apa kabar?" celoteh Saga, hingga Jay dan Senja masih berdiam diri di tempat.

"Baik," sahut Senja.

Jay menoleh ke sana ke mari. "Ya udah, aku temani Aerlangga sebentar, ya, Neng?" pungkasnya.

Senja mengangguk seketika dan merelakan Jay meninggalkanya bersama Sagara, lelaki itu tersenyum simpul melangkah secara perlahan ke hadapan Senja. Sesungguhnya saat ini hatinya sedang tidak menentu, merasa tak percaya karena dapat memandangi Senja dari dekat. Senja menoleh ke sana ke mari seakan baru menyadari bahwa ia tengah bersama dengan Sagara. Ia pun mengusap tengkuk lehernya, merasakan hawa yang berbeda di sekitarnya padahal di dalam ruangan itu bukan hanya ada mereka berdua. Melainkan beberapa orang yang sedang sibuk oleh pekerjaannya masing-masing, seperti menyiapkan kue untuk hidangan, ada yang sibuk bolak balik untuk memberi intruksi ganti pakaian pengantin dan ada yang sekadar duduk santai sambil memperhatikan ponselnya.

"Ehm, yaudah atuh, aku mau ke depan lagi, permisi."

Sagara dengan sigap mencekal salah satu lengan Senja, hingga Senja tertahan di tempat. Si tsundere itu pun menyadari sikapnya saat ini meski enggan melepaskan, sampai Senja mengernyit.

"Wow, siapa yang ada di sini?" seruan Jona membuyarkan suasana. "Neng Senja?" Jona merasa tidak percaya oleh kehadiran Senja di sana, lalu mengulurkan tangan.

"Ha-hai!" Senja membalas sapaan itu dengan singkat, melepaskan pegangan tangan Saga serta berjabatan tangan dengan Jona.

"Neng Senja, apa kabar?"

"Baik."

"Apakah malam ini mau menyumbang lagu untuk kedua mempelai?" tawar Jona.

"Oh, aku belum tahu, A', gimana nanti aja," pungkas Senja sambil menggeleng secara perlahan.

"Oke," tutur Jona.

"Aku permisi, ya." Senja bergegas pergi meninggalkan kedua pria itu.

"Neng Senja," gumam Saga yang ingin mengejarnya, tetapi itu tidak mungkin.

"Hei ... di luar banyak orang," celoteh Jona semakin menghentikan keinginan Saga.

Si tsundere itu mengernyit menatapnya. "Kenapa memangnya?"

"Lu jangan nikung janda, ya," tukas Jona.

"Apaan sih, lu?" protes Saga.

"Kasihan deh lu, untung saja aing cepat datang. Nggak jadi, 'kan, niat lu deketin neng Senja?" Jona memberinya seringai sambil menyindir.

Sagara mengerjapkan mata lalu berpaling muka merasa kesal oleh sikap temannya itu.

"Ganggu aja lu," protesnya untuk kesekian kali.

"Idih." Jona kembali menyeringai.

Sagara bersmirk kemudian bergegas pergi untuk bergabung bersama Jay dan yang lainnya. Menghampiri rombongan abah Koswara, tanpa ragu Sagara pun menyapa mereka dengan penuh sopan santun, menyalami Abah dan Umi serta yang lainnya.

"Jang Saga, bareng sama bapak?" tanya abah Koswara sembari menepuk pundaknya.

"Bapak sudah undangan waktu tadi siang, Bah," jawab Saga.

"Oh, si Bambang sudah ke sini?" abah Koswara menoleh pada ayah Aerlangga.

"Sudah, Bah," sahut pemilik rumah.

"Abah, sudah mau pulang, salamin ke bapak, ya," ucap Abah berpesan pada Saga.

Sagara pun mengagguk menyimpan pesan untuk ayahnya itu.

"Si neng mana? Elang, Jay, kalian mau pulang bareng nggak?" seru abah sambil menoleh pada keponakannya itu.

"Masih sore atuh, Bah, nonton dulu dagdutan sambil nyawer beberapa lagu," pinta ayah Aerlangga.

"Bagaimana atuh, Abah sukanya Jaipongan," seru abah yang kini beranjak dari duduknya.

Menoleh ke sana ke mari mencari Senja yang tidak ada di samping, putri bungsunya itu melangkah ke arahnya setelah mengambil beberapa foto bersama kedua mempelai. Saga masih setia di samping Abah, membuat Senja sedikit tidak nyaman olehnya. Apalagi setelah beberapa kali tertangkap sedang mencuri pandang, hingga Senja memilih berpaling membelakanginya.

"Neng, mau pulang bareng atau masih mau di sini? Si Jay dan Elang mau pulang nggak?" tanya Abah.

"Elang dan Jay mau menginap mungkin, Bah," sahut Senja.

"Kalau begitu, hayu atuh, Neng ikut pulang bareng Abah atau masih mau di sini?"

Jay dan Elang menghampiri abah Koswara. "Bah, si neng biarin aja atuh di sini, nanti Elang yang antarin pulang," ujar Elang.

"Iya, Bah," sela Jay.

"Yaudah, kalian jangan pada ribut ya, hati-hati," titah Abah tanpa memprotes seperti dulu.

"Neng, mau pulang saja, kangen sama Aradhana," seru Senja menimpali obrolan itu.

"Kalau masih mau di sini, nggak apa-apa. Ngobrol tuh banyak orang dan teman-teman," ucap Shailendra. "Teh Herlina bilang kalau Aradhana sudah tidur," ujarnya.

Senja sedikit cemberut, wajar saja ia memang kerap cemburu apabila putra semata wayangnya lebih memilih bersama orang lain dibandingkan dengannya. Abah Koswara serombongan akhirnya pulang lebih dulu, sementara Senja dan yang lainnya akan tetap di tempat acara untuk menikmati dagdutan malam yang begitu meriah dibawah naungan si Jona nyaman grup. Rasa canggung memang kerap menghampiri, tetapi tidak berlangsung lama karena mereka sudah saling mengenal sejak dulu. Walaupun terkadang obrolan para pria itu menyudut pada hal mesum, meski sekarang lebih minim dari biasanya. Satu hal yang membuat Senja merasa nyaman apabila bergabung bersama kumpulan pria-pria itu adalah karena mereka tidak pernah membahas masa lalu, hingga Senja tidak perlu merasa takut untuk terbebani oleh cerita lamanya bersama Arjuna.

Senja dan Jay kini duduk dengan nyaman sambil menikmati beberapa lagu yang telah usai, menunggu Elang dan temannya yang lain berjoget ke atas panggung. Saga turun dari panggung, cengar-cengir layaknya orang mabuk dipengaruhi minuman dengan langkah yang sedikit sempoyongan. Ia pun menghampiri Senja dan duduk di sampingnya.

"Neng Senja, nggak mau nyumbang lagu?"

Senja menoleh padanya sambil menahan bau minuman yang menyeruak di indera penciumanya.

"Nanti a' Saga sawer," ucap si tsundere sambil bersmirk dengan khasnya.

"Nggak," pungkas Senja, membuat Saga tersenyum seketika menampakan gummy smile yang sudah lama absen dari senyumannya.

Senja lalu menoleh pada Jay dan menyatakan bahwa ia tidak nyaman oleh keberadaan Saga di sampingnya.

"Jay, dia sudah mabok," gumamnya.

"Tenang aja, Neng, dia udah jinak," pungkas Jay sambil mengukir senyuman.

Senja menggeleng dan kembali menoleh memperhatikan Sagara di sampingnya. Pemilik kulit bersih itu kembali memberinya senyuman, lalu meraih air mineral dan meneguknya dengan tampan. Sagara harus bisa mengendalikan diri, jika tidak maka ia akan kehilangan kesempatan untuk dapat mendekati Senja yang kini berstatus janda anak satu.

Malam semakin meriah bersama musik dangdut yang menggema, disertai angin yang berembus membawa keheningan tersendiri bagi Senja Prameswari. Bayangan masa lalu tengah menghampiri, memutar kenangan akan pesta pernikahannya dulu bersama Arjuna. Menariknya untuk mengingat kembali luka yang sudah hampir kering, Senja menggeleng mencoba menepis semua bayang semu yang hanya membuatnya semakin pilu.

"Neng Senja!" panggil Saga sehingga mampu membuyarkan lamunan Senja seketika.

Wanita itu terkesiap lantaran tangan kekar Saga tengah menyentuh tangannya. Saga menatapnya sedemikian rupa, seakan mencari suatu arti atas kebungkaman Senja malam itu.

"Kenapa diam saja?" Saga mentap intens sementara tangannya mulai meremat menunggu satu jawaban yang pasti.

"Tidak apa-apa," jawab Senja dengan menarik tangannya dari Saga, membuat lelaki itu berpaling sedikit kecewa oleh sikap Senja padanya.

"Mendingan neng Senja naik ke panggung, nyanyiin satu lagu buat Aerlangga. Bagaimana?" usulnya.

Senja menatap intens, pria pemabuk itu memberinya ide cemerlang. Jika dipikir-pikir saran dari Saga tidak ada salahnya juga dari pada ia harus berdiam diri seperti tadi, lebih baik ia naik ke atas panggung menyumbang satu lagu terkhusus diberikan untuk kedua mempelai.

"Nanti A' Saga sawer," pungkas Saga seperti sebelumnya.

Senja mengukir senyum simpul, menundukkan wajah untuk menyembunyikan kegeliannya pada sikap Sagara. Jay yang mengetahui keinginan Saga, lantas menghampiri Aerlangga yang sudah berganti pakaian mengenakan baju casual karena acara resepsinya sudah selesai. Jay meminta kedua mempelai itu untuk naik ke atas panggung.

"Neng Senja, bersedia nyanyi?" tanya Aerlangga sampai Jay mengangguk.

Aerlangga pun tersenyum sembari mengangguk dan segera menggandeng tangan istrinya agar ikut bersama ke atas panggung.

"Ayo, neng Senja!" seru Jay yang kini membawa serta kedua mempelai.

"Ayo, Neng, kita sudah siap. Neng Senja mau ngasih lagu apa nih buat kita?" seru Aerlangga sembari tersenyum manis.

Jay menepuk pundak Sagara hingga lelaki itu berlalu mendahuluinya untuk naik ke atas panggung dan memberikan atensi pada Jona seraya meminta sebuah lagu yang akan dibawakan oleh Senja. Jona dengan sigap menanggapi permintaan tersebut, menyerukan beberapa kata sambutan yang ditujukan untuk kedua mempelai dan juga Senja yang akan naik ke atas panggung berniat menyanyikan sebuah lagu. Mereka pun bergegas untuk naik ke atas panggung, tetapi berbeda dengan Saga yang memilih tinggal dan duduk di tempat seperti semula. Pria tsundere itu meraih air mineral untuk kesekian kalinya, bukan hanya diteguk hingga meringankan dahaga tapi menyirami wajah agar tetap terjaga kewarasannya.

Senja sudah berada di atas panggung, sebelum menyanyi ia mencoba mendiskusikan beberapa tingkat nada agar tidak merasa kesulitan mengimbangi musik, begitu pun sebaliknya. Mengingat suasana hatinya yang sedang galau, Senja akan membawakan lagu ceria dan memilih tempo yang lumayan cepat agar membuatnya semakin berdendang. Musik kini bertalu, mengiringi suara Senja yang merdu. Lirik yang menarik semakin menambah bungah suasana. Jika masih bersama Arjuna, mungkin saja ia tidak akan bisa bernyanyi dan menari di atas panggung seperti saat ini. Ia ingat betul bahwa pria itu sering bersikap posesif dan kerap membatasi apa yang ingin Senja lakukan. Akhirnya Senja kini tenggelam pada renjana yang mampu menghapuskan duka.

Bukan hanya kedua mempelai yang menari, tamu dan teman-temannya pun ikut bergemulai menikmati lagu yang Senja nyanyikan. Dengan sempoyongan, Sagara menyusul naik ke atas panggung bertindak seperti biasanya, melakukan apa yang sering ia lakukan pada biduan. Dengan kurang ajarnya ia menyawerkan uang pada Senja hingga mereka tertawa, uang kertas dengan nominal dua ribu rupiah itu pun kini berhamburan ke atas panggung. Untung saja Senja sedang dalam suasana hati yang ceria, hingga ia tidak akan mempermasalahkan sikap Sagara yang demikian. Sampai lagu usai, mereka juga sudah kembali ke bawah panggung tapi tawa itu belum jua sirna. Saling meledek dan mengejek satu sama lain, terkhusus Saga yang hanya cengar-cengir mendengarkan beberapa ocehan dari teman-temannya. Seruan Jona yang kerap menggantikan MC dari atas panggung kini menambah riangnya tawa.

"Terima kasih banyak untuk A' Saga, atas sawerannya yang berlimpah," ucapnya, menyinggung nominal uang hingga menanyakan pada Senja berapa rupiah yang didapat hasil saweran dari Saga.

"Lumayanlah, dua ribu-dua ribu dikumpulin bisa buat beli bakso satu mangkok," celetuk Senja semakin membuat renyah suara tawa.

"Bagus, dong, nanti sekalian kita pergi makan bakso," sahut Saga.

"Haha ... lagian lu bikin malu aja," seru Lingga sambil menepuk lengan Sagara, sementara si empunya hanya tersenyum merekah.

Saga terengah menyapu rambutnya ke belakang, wajahnya tampak basah bercampur air dan keringat.

"Neng Senja, kita makan bakso, yuk!" ajaknya.

Tak lantas menjawab, Senja pun menawari hal yang sama pada semuanya terutama Elang dan Jay.

"Elang, masih kenyang," ucap pemuda yang semakin kekar itu.

"Neng Senja makan saja bareng Saga, aku mau kembali ke atas panggung menemani Jona," ujar Jay.

Lingga juga menolak, lelaki itu mengambil inisiatif untuk mengajak Elang agar kembali ke belakang panggung mengingat ada beberapa botol minuman yang harus mereka nikmati di sana. Senja menghela napas tidak bisa memaksa mereka untuk ikut serta. Untung saja, Senja tidak sendirian menikmati bakso di malam hari karena nyatanya istri Aerlangga berkeinginan hal yang sama dengan Senja. Mereka pun melangkah, tetapi perjalanan mereka sontak terhenti membuat kebehagiaan Senja malam itu seketika sirna.

"Arjuna?" gumamnya.

"Neng Senja." Arjuna berdiri di depan mata.

Rasa bahagia tidak dapat ia lukiskan dengan kata-kata. Auranya begitu terpancar, ketampanan yang tidak pernah pudar bahkan wajah tegas itu membuatnya semakin mempesona. Arjuna terpaku memandangi Senja yang sudah lama ia rindukan. Aerlangga dan Saga saling menoleh, mereka tidak pernah tahu bahwa Arjuna akan kembali malam ini.

Suasana seakan bungkam, suara musik tak mampu menembus keheningan yang Senja rasakan saat ini. Melihat Arjuna hanya membuatnya kian terpaku, seolah membawanya pada suatu keterpurukan yang sudah susah payah ia panjat meski dengan merangkak kesakitan.

"Neng Senja, apa kabar?" satu sapaan dari Sarah semakin membuat Senja sulit melangkah.

Wanita itu tersenyum simpul menatap Senja dengan intens. Entah tulus ataukah sebaliknya, Sarah dengan berani mendekat hendak memeluk Senja. Sebaliknya, Senja memundurkan langkah yang tertahan oleh Sagara di belakangnya. Pria tsundere itu seakan memberinya penopang agar Senja kembali tegar.

"Juna, kirain lu udah balik ke Jakarta!" seru Aerlangga yang berusaha mencairkan suasana.

"Aku masih di sini," pungkas Arjuna.

Belum jua reda rasa gemetar akibat bertemu dengan Arjuna, satu tembang yang terbingkis khusus atas nama Sarah kini mulai terdengar. Berjudul janda muda, membuat hati Senja mulai meradang. Senja menoleh ke arah panggung, lagu itu adalah sebuah sindiran baginya yang entah bagaimana wanita bernama Sarah itu bertindak begitu cepat dan selalu berhasil memancing keresahan bagi Senja.

"Neng Senja, mau ke mana?" Arjuna tak berpindah dari pijakan kakinya, menghadang bediri tepat di hadapan Senja.

"Permisi!" Senja sebaiknya menghindar dan bergegas menjauhi Arjuna.

"Juna, kita mau makan bakso dulu, ya. Ayo, Neng!" seru Aerlangga pada istrinya.

Mereka pun mulai melangkah diikuti oleh Saga, duduk di stand bakso yang sudah tersedia dari pedagang sekitar. Aerlangga pun memesan bakso untuk istrinya, Senja dan Saga, lengkap dengan minuman yaitu es teh botol dan juga teh hangat.
Senja menjadi bad mood, marah dan kesal ia limpahkan pada makanan sampai mampu menghabiskannya lebih cepat dari yang lain.

"Neng Senja, mau nambah lagi nggak?" tawar Aerlangga dengan raut datar.

Bukannya tidak peka ataupun sengaja ingin meledek, pria itu hanya ingin berusaha mengalihkan suasana hati Senja dari Arjuna.
Berbanding terbalik dengan Sagara, pria itu menyudahi makan seakan tenggelam oleh perasaan yang Senja alami saat ini. Ikut kesal dan menyesali kehadiran Arjuna.

"Neng Senja, mau pulang nggak?" tawar Saga.

Senja kian menoleh, memikirkan tawaran Sagara. Wanita itu membayar tagihan bakso sekaligus mentraktir kedua mempelai beserta Sagara.

"Aku mau pulang," seru Senja kemudian berlalu setelah berpamitan.

Saga juga beranjak dan bergegas mengikuti Senja dari belakang. Tiba-tiba, terdengar suara kegaduhan sampai MC menyerukan agar semuanya tetap tenang. Senja pun menoleh pada Saga, raut gelisah tampak menghiasi wajahnya. Senja kemudian bergegas karena menghawatirkan Elang atau Jay yang mungkin tengah berada dalam keributan. Sesampainya di tempat kejadian, Senja terpaku oleh pemandangan yang membuatnya berada dalam dua situasi. Entah mana yang harus ia lewati, bersyukur atas kesedihan Sarah ataukah menghampirinya untuk menjadi sapu tangan dan membasuh wajahnya dari rasa malu akibat kehadiran istri Arjuna yang lain.

Baik Arjuna maupun Sarah, mereka tidak ada yang tahu bahwa Riska sudah memantaunya sedari tadi bahkan wanita itu sudah mengikuti Arjuna dari kemarin hanya untuk memastikan bahwa Sarah tidak ikut serta dengan pria yang juga berstatus sebagai suaminya. Dangdut itu dihentikan sementara ketika Riska secara diam-diam menghampiri Sarah yang tengah duduk menikmati acara, sementara membiarkan Arjuna yang berjoget bersama teman-temannya ke atas panggung. Seketika wanita itu pun menyerang Sarah dengan menyiramkan air mineral ke kepalanya, membuat Sarah sontak berteriak karena terkejut. Tak cukup sampai di situ, keduanya kerap adu mulut dan Riska berhasil menamparnya hingga Sarah tersungkur.

"Makanya, jadi perempuan jangan serakah. Arjuna itu bukan cuma milik kamu, Arjuna itu juga suamiku karena aku juga istrinya. Bukan cuma kamu Sarah," cecar Riska dengan lantang sampai orang-orang tercengang.

Arjuna menahan Riska dan memintanya untuk tenang, pria itu juga tidak pernah menyangka bahwa Riska mampu mengikutinya sampai ke kampung. Arjuna kerap melupakan bahwa Riska bukanlah wanita biasa, Riska wanita malam penuh ambisi yang bisa mengandalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Wanita nakal yang berhasil menjerat Arjuna dan merangkulnya dari rasa kesepian selama ini.

Beberapa orang mulai mengamankan suasana dan membubarkan kerumunan itu, Sarah meneteskan air mata. Pandanganya kini tertuju pada Senja yang tak jauh berdiri memandanginya, Sarah terisak memegangi sebelah pipinya akibat ditampar oleh Riska.

Senja tertegun mampu mengingat kembali kenangan masa lalu, ketika hal serupa menimpa Sarah disaat Senja menampar wajahnya sampai tersungkur di dapur. Senja memilih berpaling hingga tak ingin peduli atau pun ikut campur pada masalah Sarah saat ini. Langkahnya terhenti lantaran Arjuna menghadangnya setelah berhasil menenangkan Riska.

Senja bergegas menjauhi Arjuna meski pria itu kini mengejarnya dan berhasil mencekal salah satu lengannya, sampai membawanya untuk menyepi dari kegaduhan.

"Neng Senja."

"Lepaskan!" tegas Senja.

Keduanya terengah saling memandang tanpa berkata-kata, Senja mengernyit menyatakan kesukaran lewat raut wajah tanpa ingin mengucapkan apapun. Dua istri dirasa sudah cukup sebagai penanda bahwa memang berpisah dengan Arjuna adalah sebuah keputusan yang tepat, hal yang tidak harus lagi Senja sesali apalagi untuk terus ditangisi seperti yang kerap ia lakukan di hampir setiap malamnya.

"Aku ingin bertemu dengan Aradhana," ucap Arjuna.

Senja kian menggeleng, bibirnya mengatup rapat menghadirkan raut menyesal di wajahnya.

"Berikan Aradhana kesempatan, agar putra kita bisa merasakan kehadiran kedua orang tuanya," pinta Arjuna.

Senja kembali menggeleng kemudian melenggang pergi dari hadapan Arjuna.

"Neng Senja."

"Jangan mengikutiku!" pungkas Senja yang sontak berbalik mencegahnya, sampai Arjuna tak berani melanggar titah perempuan itu.

Senja berada jauh dari belakang panggung, mengumpat dalam hati karena Arjuna telah membawanya sampai sejauh ini. Senja ingin sekali menangis dan berteriak, mungkin saja teriakkanya itu dapat mengalahkan sound system dangdutan yang kembali menggema.

Menoleh ke sana ke mari, ingin mencari Jay atau pun Elang yang jauh di sana. Mengabaikan sekumpulan pria yang pandanganya tengah tertuju padanya, membawakan satu hawa yang berbeda menandakan bahwa mereka bukanlah pria yang baik. Senja mengerjapkan mata, sampai bulirnya menetes merasa bahwa malam ini penderitaannya kembali lengkap. Ia pun menyeka wajah lalu memberanikan diri untuk memandang para lelaki itu, tetapi mereka mulai pergi secara bersamaan menjauh dari pandangan Senja. Wanita itu kini berlinang air mata lalu menoleh ke arah yang berbeda.

"Astagfirullah." Senja sontak terkejut lantaran Sagara sudah berdiri di hadapannya.

"Kita jadi pulang nggak, sih?" celoteh Saga dengan raut wajahnya yang datar . "Aku nungguin neng Senja di parkiran dari tadi," sambungnya yang sengaja mengalihkan suasana.

Padahal sebenarnya ia juga tahu kalau Arjuna barusan membawa Senja sampai ia mengikutinya secara senyap.

"Aku mau pulang bareng Jay atau Elang," ucap Senja dengan menyeka air matanya.

"Mereka berdua tidak akan pulang, kita berencana menginap di sini," ujar Saga tanpa memikirkan ulang ucapannya barusan.

Ia hanya ingin secepatnya membawa Senja pergi dari tempat itu, agar Senja menjauh dari Arjuna. Saga berpaling sesaat ketika atensinya mampu menangkap kegelisahan Senja yang tengah meremat jemari.

"Neng Senja, ingat 'kan waktu kejadian dulu, waktu neng Senja diserempet orang?" ucap Saga yang mengingatkan Senja pada kejadian di masa lalu.

Senja tampak berpikir dan mengingat segalanya, bahkan jika dipikir-pikir luka akibat jatuhnya saja masih ada di salah satu lututnya.

"Kenapa memangnya?" gumam Senja.

Saga kemudian mendekat dan menoleh ke sana ke mari. "Tadi lihat, 'kan sekumpulan pria di sini?" Senja pun mengagguk secara perlahan menunjukan raut gelisah.

"Jangan sampai mereka ngikutin neng Senja dari belakang," celetuknya hingga Senja menutup kedua telinga sampai terpejam.

"Cukup," gumam Senja, merasa sesak di dada ketika terbesit apa yang bisa saja mereka perbuat padanya.

"Kalau begitu ayo kita pulang," Saga kembali berseru.

Senja semakin tidak menentu, bagaimana pun juga ia tidak dekat dengan Saga jadi wajar saja bila Senja merasa waspada.

"Jangan takut, aku akan menjaga neng Senja," ujar Saga membuat Senja sedikit lebih tenang.

Senja mulai melangkah ke arah parkiran lalu memandangi langit malam yang dihiasi oleh bulan purnama.

"Kita pulang pakai mobil, kok. Tenang saja. Aman," pungkas Saga.

Senja menatapnya meski rasa gelisah terus saja menghampiri. Saga membuka pintu mobilnya dan menyuruh Senja agar bergegas masuk ke dalam.

"Mau aku bukakan pintunya, Neng?" seru Saga yang masih tertahan di antara pintu mobilnya.

Senja menggeleng lalu membuka pintu mobil itu dan masuk ke dalam mencoba duduk dengan tenang, wanita itu tampak memperhatikan bagian depan mobil.

Mobilnya bagus, tapi sayang bau asap rokok, batinnya.

Pemilik mobil itu tampak berseri, HRV putih kini melaju membelah jalan di bawah sinar rembulan menuju ke tempat tujuan.

Selama perjalanan pulang ke rumah Senja, mereka hanya saling bungkam sampai tak terasa Saga hendak memasuki halaman rumah abah Koswara.

"Berhenti, A'," tukas Senja.

Saga sontak menghentikan kemudinya sampai mobil itu berhenti di tepi jalan, di pinggir pagar rumah yang sederhana.

"Kok, berhenti di sini? Bukannya masih masuk, ya, ke dalam?" ujar Saga yang kini tampak heran.

Senja tersenyum dan membuka pintu mobilnya. "Aku turun di sini aja, itu rumahku," ujar Senja sambil menunjuk ke arah rumahnya yang sederhana.

Saga mulai tercengang, apakah itu rumah Arjuna dan Senja ketika mereka bersama dulu? Batinnya bertanya-tanya.

"Neng Senja." Ia pun turun dari dalam mobil lalu menghampiri Senja ke hadapan. "Neng Senja, nggak tawarin aku masuk, nih?" celetuknya.

Senja pun tercengang, jelas merasa tidak nyaman apabila harus menerima tamu. Selain sudah malam, ia pun menjadi ragu karena tamu itu adalah seorang pria.

"Ini sudah malam," ucap Senja secara perlahan.

Saga kian terpaku, jika bukan Senja, wanita lain akan menariknya untuk masuk ke dalam dan berakhir pulang esok pagi. Saga menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, entah pengaruh minuman atau memang sudah tabiatnya. Jika dilarang, maka ia akan merasa semakin termotivasi untuk melanggar.

"Aku masuk, ya?"

"Tidak, aku di rumah cuma sendirian, nggak enak sama tetangga," pungkas Senja membuat Saga semakin terpaku. "Udah, A' Saga pulang sana," pinta Senja.

"Neng Senja, ngusir aku?" Saga bengong memandagnya.

"Ya, mau bagaimana? Orang ini udah malam," ucap Senja.

Saga menoleh ke sana ke mari dan kembali pada sosok wanita yang merupakan janda anak satu di hadapannya itu.

"Makasih, ya, udah nganterin aku pulang," ucap Senja melambaikan tangan dan bergegas membuka pagar rumah hingga tidak memberi kesempatan pada Saga yang mengikutinya sampai tertahan di hadapan gerbang itu.

"Neng Senja." Saga melirih.

"Apa? Kenapa malah diam saja di sini? Cepetan pulang, nanti orang-orang lihat bagaimana coba?" Senja merasa gelisah oleh sikap pria itu.

"Beneran nggak dibolehin masuk, nih?" Saga masih merasa penasaran.

"Nggak." Senja bergegas menuju pintu dengan mengabaikan Sagara di sana.

"Neng Senja!" serunya sampai Senja memberikan isyarat agar pria itu menutup mulut. "Aku haus, boleh minta minum nggak?" celotehnya.

Senja mengerjapkan mata, kemudian beregas masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil air minum.

"Kalau ada yang dingin, Neng," seru Saga.

Senja kembali secepatnya dengan membawa satu botol air mineral yang masih tersegel rapih.

"Ini."

Memberikanya pada Saga diantara pagar besi itu. Saga mengambil air mineralnya dan meneguk secara perlahan.

"Ya udah, neng Senja ngapain di sini? Buruan masuk," titah Saga.

Senja mengernyit dan menuruti perintahnya untuk masuk ke dalam rumah. Tak peduli lagi soal Sagara, wanita itu memilih masuk ke kamar dan berganti baju. Melakukan rutinitasnya terlebih dahulu yaitu memakai skincare. Kemudian mulai merebahkan diri dan terlelap, mengabaikan Sagara yang masih setia berdiam diri di dalam mobilnya hingga ia pun tertidur di sana.

Continue lendo

Você também vai gostar

539K 20.8K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
812K 77.1K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
3M 151K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞